Mohon ijin berbagi pusing,
Seharian ini mulai gak konsen,
Karena setelah rembug dengan berbagai
Pihak yang terkait, ternyata permasalahan
Klasik tentang Amil Zakat Vs Wakil Zakat
itu harus dikomunikasikan lagi.
AMIL atau WAKIL ?
Lho maksudnya?
Iya, sering ketemu kaan, kalo tiap tahun pasti ada Amil dadakan di surau/mushola dan tempat sekolah ataupun kampus?
Nah, petugasnya kaan dadakan.
kalo Amil beneran kaan emang kerjaannya sebagai Amil, bukan Amil dadakan yang hanya
Ikut menerimakan zakat, mencatat beras yang masuk, menakar, menimbang dan membagi beras terus langsung dapat "titel" Amil?
Enggaak kaan?
Bukankah Amil itu yang mengangkat adalah imam atau pemimpin tertinggi suatu negara, yaitu Presiden.
Naah, kalo Amil dadakan siapa yang ngangkat, atau memberikan SK nya?
Naah, jadi dapat disimpulkan bahwa Sekolah, madrasah, masjid dan pesantren yang selama ini menerimakan zakat kita (baik fitrah maupun maal) yang TIDAK ditunjuk langsung oleh pemerintah sebagai AMIL ZAKAT maka kedudukannya hanya bertindak sebagai WAKIL bukan AMIL.
Jika WAKIL, maka panitia hanya punya kewenangan sebagai penyalur alias distributor, sehingga Zakat yang kita serahkan kepada WAKIL ini belum dianggap sah sebelum panitia menyerahkannya kepada MUSTAHIQ-nya alias orang yang berhak menerimanya.
Permasalahan mulai timbul jika zakat yang terkumpul tadi ternyata kembali lagi kepada pemberi zakat yang masuk kategori miskin karena beras yang diterima panitia dicampur menjadi satu.
Lha, jadi dia yang zakat pake beras itu, eeh, tau-tau beras zakat itu juga yang dia terima...
Gimana statusnya yaa?
muzakki yang merangkap jadi mustahiq kaah?
maka dalam hal ini tentunya panitia penyalur zakat tadi harus memastikan beras yg diberikan itu BUKAN berasal dari keluarga penerima, dan TIDAK tercempur sebutirpun dengannya.
So, mungkin solusinya, panitia tidak perlu mencampur aduk beras yg terkumpul untuk dibungkus ulang. Karena akan menyebabkan zakat milik satu jiwa (3 kg) terbagi bagi bagi dan diserahkan kepada lebih dari satu orang.
Yang tidak menutup kemungkinan ada yg kembali ke pemilik asalnya jika termasuk penerima.
Naah, problem lainnya biasanya berkisar tentang perbedaan penafsiran tentang "Fii Sabilillaah" yang sebagian saudara kita ada yang menafsirkan bahwa Guru, Ustad, Ta'mir masjid, atau panitia yg tidak termasuk 8 asnaf, boleh menerima zakat fitrah.
Padahal, sepengetahuan saya, imam besar 4 mazhab sepakat, fii Sabillaah hanya untuk "keperluan perang/Jihad fii sabilillah" Artinya, Guru, Ustad, Ta'mir masjid, atau panitia yg tidak termasuk 8 asnaf, TIDAK BOLEH menerima zakat fitrah.
Kemudian, Pembayaran zakat fitrah berupa UANG dinyatakan TIDAK SAH menurut madzhab Syafiiyah (Mayoritas Muslim Indonesia).
Jadi jika kamu tetep maksa mau membayar zakat fitrah berupa UANG yaa harus mengikuti MADZHAB HANAFI, yaitu uang senilai 3.8 Kg KURMA atau 3.8 Kg ANGGUR.
Bukan dengan standart 2.7 kg beras.
Emmm... jadi tambah mahaal kaan, 😊
PROBLEM PENDISTRIBUSIAN & KONSUMSI PANITIA
Biasanya, biaya konsumsi panitia, pembelian amplop untuk penyerahan uang zakat, pembeluan kresek pembungkus, dll otomatis diambil dari UANG ZAKAT.
Padahal, ini gak boleh terjadi guys.
Naah, sampe disini sudah bisa membayangkan kaan beratnya tanggung jawab sebagai WAKIL alias penyalur zakat.
Karena bila salah satu ataupun semuanya dari problem diatas terjadi, bisa jadi satu atau semua zakat menjadi tidak sah dan panitia wajib menggantinya.
Hayyooo...
Masih mau jadi panitia WAKIL ZAKAT?
Mending kita serahkan ke Ahlinya saja yaa 😍
Beraaat... Dilan aja gak kuat,
Mending kita ginian aja yaa Say, hihihi😅😆😎
Tidak ada komentar:
Posting Komentar