Sabtu, 26 Mei 2018

" BIJAKSANA MENYIKAPI ISTILAH ” BID’AH "

    Bid'ah bukan sebagai alat untuk memvonis orang, pemecah belah umat dan persaudaraan. Ulama itu wawasan pengetahuan, bukan kekerdilan ego pengetahuan.
     Istilah bid’ah hanya satu dari puluhan ribu hadis, namun hadis yang satu ini bisa menimbulkan masalah besar bagi umat islam,  karena sering dipergunakan untuk memvonis atau menghukum bersalah kelompok lain.
     Sebenarnya terdapat puluhan ribu hadits  dan ribuan ayat Al Qur’an yang perlu disosialisasikan kepada umat islam untuk membangun persaudaraan dan kasih sayang.
     Mengapa satu hadis tentang bid’ah ini yang selalu didengungkan terus menerus, bahkan ada sebagian orang yang menjadikannya sebagai subyek utama.
     Dampak negatif dari pro kontra tersebut sangat dirasakan oleh masyarakat awam yang jumlahnya mencapai ratusan juta orang. Istilah bid’ah ini menjadi sangat penting diperhatikan karena bid’ah merupakan bentuk kedzaliman yang hukumannya neraka, vonis bid’ah ini tidak main-main.
    Yang menjadi masalah, ada sebagian orang atau kelompok tertentu memperalat hadis ini untuk menghukum sesama muslim. Bahkan tuduhan bid’ah sudah merambah kemana-mana dan tidak terkendali lagi. Orang yang baikpun terkena tuduhan bid’ah yang tidak jelas.
    Dalam polemik ini sebagian orang mengklaim hanya kelompoknyalah yang paling benar dan berhak masuk surga sedangkan yang lain masuk neraka. Bila setiap orang memegang prinsip ini maka dampaknya sangat berbahaya bagi kehidupan umat islam secara keseluruhan.
    Perlu kita ketahui bersama bahwa fikiran satu orang dengan orang lain pasti berbeda, keadaan ini sudah menjadi takdir Allah yang tidak bisa diubah. Contohnya seorang hakim bisa berbeda dalam memutuskan perkara. Hakim yang satu membebaskan hukuman tetapi hakim yang lain menghukum sangat berat, padahal mereka belajar ilmu hukum yang sama, tempat yang sama, guru yang sama. Apalagi pelajaran agama yang sangat luas cakupannya dan memerlukan penafsiran yang dalam.
     Seperti yang kita yakini bahwa Al Qur’an adalah firman Allah Yang Maha Mulia, tentunya memerlukan pengkajian yang lebih jauh. Dalam menafsirkan Al Qur’an sangat dimungkinkan setiap ahli agama berbeda pendapat..
    Bila masalah agama disikapi dengan hati yang bersih, fikiran yang jernih, terbebas dari rasa sombong dan merasa paling benar maka setiap perbedaan akan menjadi masukkan berharga yang saling melengkapi satu sama lain diantara sesama muslim. Tetapi bila masalah agama disikapi dengan hati yang kotor, merasa paling sempurna, memaksakan kehendak, akan terjadi malapetaka.
    Beberapa masalah yang terjadi dimasyarakat , terkadang tuduhan bid’ah ditujukan kepada orang yang suka membaca Al Qur’an surat Yasin, yang menjalankan sholat dengan do’a Qunut, yang suka Tahlilan. Tuduhan ini kemudian berkembang kepada orang yang suka melakukan dzikirullah bersama, dan hal-hal lain yang tidak masuk akal. Akhirnya menjurus kepada pada kesimpulan hanya kelompoknya yang mutlak benar sedangkan pendapat lain adalah bid’ ah.
    Yang sulit dimengerti oleh orang awam mengapa tuduhan perbuatan dzalim (bid’ah dholala) atau perbuatan dosa ini ditujukan kepada orang yang suka belajar Al Qur’an, suka sholat, suka berdzikir, tidak musyrik, tidak kafir, tidak munafik, tidak fasik, tidak murtad, tidak memakan barang haram, tidak merugikan orang lain, tidak berzina dan tidak melakukan dosa lainnya berdasarkan Al Qur’an.
     Bisa jadi orang yang suka memvonis bid’ah ini sebagai akibat dari ketaatan buta ( taklid buta ) kepada seseorang hingga akal sehatnya tidak dapat bekerja dengan baik dan sulit berfikir jernih.
    Bila keadaan ini dibiarkan berlarut-larut suatu saat akan sangat berbahaya bagi kehidupan umat islam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar