Shalawat al-Fatih adalah salah satu lafaz shalawat yang masyhur diamalkan dalam dunia Islam.
Shalawat ini dinisbahkan kepada dua orang wali yang besar, pertamanya kepada Sulthan al- Awliya` ًWa Ghautsul al-Rabbaniy Syaikh Imam ‘Abdul Qadir al-Jilaniy dan yang kedua kepada Quthub al-Awliya Syaikh Imam Abul Hasan Muhammad al-Bakriy.
Sayyid Ahmad Zaini Dahlan al-Makkiy dan beberapa ulama lain seperti Syaikh ‘Ali Ibn Abdurrahman al-Kelantaniy menisbahkan shalawat ini kepada Syaikh al-Imam Abdul Qadir al-Jilaniy, sedangkan sebagian ulama lain seperti Syaikh Ahmad al-Shawiy al-Malikiy[1] dan Syaikh Muhammad Fathan Ibn Abdul wahid al-Susiy al-Nazhifiy[2] menisbahkannya kepada Syaikh Abul Hasan Muhammad al-Bakriy.
Syaikh Yusuf Ibn Ismail al-Nabhaniy dalam karyanya “Afdhalush Shalawat ‘Ala Sayyidis Sadat” menyatakan bahwa menurut Syaikh Ahmad Ibn Muhammad al-Shawiy al-Malikiy, Syaikh ‘Abdul Rahman al-Kuzbariy, ahli hadits kebanggaan negeri Syam, telah menisbahkan Shalawat al-Fatih ini kepada Syaikh Abul Hasan Muhammad al-Bakriy.
Menurut beliau penisbahan inilah yang nampaknya yang lebih kuat.
Syaikh Yusuf Ibn Ismail al-Nabhaniy mengatakan”:
من واظب عليها كل يوم مائة مرة انكشف له كثير من الحجب وحصل له من الأنوار وقضاء الأوطار ما لا يعلم قدره إلا الله .
*Artinya:” Siapa saja yang lazim membacanya setiap hari 100 kali niscaya akan terbuka baginya segala hijab dan ia mendapatkan cahaya dan tertunaikan segala hajat yang tiada mengetahui kadarnya melainkan Allah .[3]*
Sayyid Ahmad Zainiy Dahlan mengatakan bahwa shalawat ini bermanfaat bagi semua peringkat.
Karenanya layak dilazimi agar memperoleh keberkatannya.
اللَّهُمَّ صَلِّ عَلىَ سَيِّدِنَا مُحَمَّدِنِ الْفَاتِحِ لِمَا أُغْلِقَ وَالْخَاتِمِ لِمَا سَبَقَ . نَاصِرِ الْحَقِّ بِالْحَقِّ . وَالْهَادِي إِلَى صِرَاطِكَ الْمُسْتَقِيْمِ .وَعَلىَ آلِهِ حَقَّ قَدْرِهِ وَمِقْدَارِهِ الْعَظِيْمِ .
Artinya: “Ya Allah berikanlah shalawat kepada penghulu kami Nabi Muhammad sebagai pembuka apa yang tertutup dan yang menjadi penutup apa yang terdahulu, penolong kebenaran dengan kebenaran yang memberi petunjuk ke arah jalan yang lurus. Dan kepada keluarganya, sebenar-benar pengagungan padanya dan kedudukan yang agung.”
Syaikh Ahmad al-Dardir al-Khalwatiy menyebutkan redaksi shalawat al-Fatih dengan ada sedikit tambahan sebagai berikut:
*اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلىَ سَيِّدِنَا مُحَمَّدِنِ الْفَاتِحِ لِمَا أُغْلِقَ وَالْخَاتِمِ لِمَا سَبَقَ . اَلنَّاصِرِ الْحَقِّ بِالْحَقِّ وَالْهَادِي إِلَى صِرَاطِكَ الْمُسْتَقِيْمِ . صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وعَلىَ آلِهِ وَاَصْحَابِهِ حَقَّ قَدْرِهِ وَمِقْدَارِهِ العَظِيْمِ .*
Pada kalimat *(اَلنَّاصِرِ الْحَقِّ)* kata *(الْحَقِّ)* boleh dibaca dengan 2 bacaan, Majrur (dikasrahkan) dan Manshub (difathahkan). Dibaca Majrur lantaran kata *(الْحَقِّ)* menjadi Idhafah, adapun dibaca Manshub menjadi Maf’ul, sebab Idhafahnya disebut Idhafah Lafzhiyyah.[1]
Imam Ibn Malik berkata dalam alFiyyah:
وَوَصْلُ أَلْ بِذَا الْمُضَافِ مُغْتَفَرْ* إِنْ وُصِلَتْ بِالثَّانِ كَالْجَعْدِ الشَّعَرْ
Artinya:” Menyambung al (alif lam) kepada Mudhaf Ghair Mahdhah diperbolehkan apabila alif lam tersebut disambungkan kepada Mudhaf ilaihnya seperti contoh: al-Ja’d al-Sya’ar (rambut yang keriting).”
أَوْ بِالَّذِى لَهُ أُضِيْفَ الثَّانِي*** كَزَيْدٌ الضَّارِبُ رَأْسِ الْجَانِي
Artinya:” Atau alif lam dimasukkan pada lafaz yang diIdhafahkan kepada lafaz yang kedua (Mudhaf Ilaih), seperti Zaidunid Dharibu Ra’sil Janiy. (Zaid yang memukul kepala penjahat itu.”
Menurut kaidah qiyas, alif lam tidak boleh memasuki Mudhaf yang Idhafahnya Mahdhah.
Alif lam yang masuk pada Mudhaf Idhafah Mahdhah, merupakan hal yang menyalahi kaidah yang benar. Karenanya tidak boleh dikatakan:
هَذَا الْغُلاَمُ رَجُلٍ . هَذَا الضَّارِبُ زَيْدٍ . هَذَا الضَّارِبُ رَأْسِ جانٍ .
Akan tetapi jika Idhafahnya disebut Idhafah Ghair Mahdhah dimaksudkan infishal (memisahkan antara Mudhaf dan Mudhaf ilah), maka hal itu tidak dilarang. Hanya saja dengan syarat, yaitu hendaknya alif lam itu memasuki Mudhaf ilaih seperti contoh:
الْجَعْدُ الشَّعْرِ . الضَّارِبُ الرَّجُلِ . هَذَا الْغُلاَمُ الرَّجُلِ . هَذَا الضَّارِبُ الزَّيْدِ . هَذَا الضَّارِبُ رَأْسِ الْجَانِي
[1] Syaikh Ahmad Ibn Muhammad al-Shawiy al-Malikiy al-Khalwatiy, al-Asrar al-Rabbaniyyah Wa al-Fuyudhat al-Rabbaniyyah Syarh al-Shalawat al-Dardiriyyah (Surabaya: Syirkat Bungkul Indah) h. 40.
[2] Muhammad Fathan Ibn Abdul wahid al-Susiy al-Nazhifiy, al-Durrah al-Kharidah Syarh al-Yaqutah al-Faridah vol. 4 (Beirut: Dar al-Fikr 1984) h. 220.
[3] Syaikh Yusuf Ibn Ismail al-Nabhaniy, Afdhal al-Shalawat Ala Sayyid al-Sadat (Beirut : Dar al-Fikr 2004) h. 140; Syaikh Ali Ibn Abdurrahman al-Kelantaniy, al-Jawharul al-Mawhub (Surabaya: Bungkul Indah) h. 29.
[1] Syaikh Ahmad Ibn Muhammad al-Shawiy, al-Asrar al-Rabbaniyyah Wa al-Fuyudh al-Rahmaniyyah Ala Shalawat al-Dardiriyyah (Surabaya: Bungkul Indah) h. 44.
*إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا*
Artinya : “Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.”
(QS. Al Ahzab : 56)
*اللَّهُمَّ صَلِّ عَلىَ سَيِّدِنَا مُحَمَّدِنِ الْفَاتِحِ لِمَا أُغْلِقَ وَالْخَاتِمِ لِمَا سَبَقَ, نَاصِرِ الْحَقِّ بِالْحَقِّ وَالْهَادِي إِلَى صِرَاطِكَ الْمَسْتَقِيْمِ وَعَلىَ آلِهِ حَقَّ قَدْرِهِ وَمِقْدَارِهِ العَظِيْمِ .*
Artinya: “Ya Allah berikanlah Rahmat yang disertakan ta'zhim kepada penghulu kami Nabi Muhammad sebagai pembuka apa yang tertutup dan yang menutup sesuatu yang terdahulu, penolong kebenaran dengan kebenaran yang memberi petunjuk ke arah jalan yang lurus. Dan kepada keluarganya, sebenar-benar pengagungan padanya dan kedudukan yang agung.”
Syaikh Ahmad Bin Muhammad Dardir al-Khalwatiy al-Malikiy dan sebagian dari kalangan Ahlul Fadhl (orang-orang mulia) menyebutkan tambahan redaksi shalawat al-Fatih yang sedikit berbeda dengan redaksi aslinya sebagai berikut:
*اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلىَ سَيِّدِنَا مُحَمَّدِنِ الْفَاتِحِ لِمَا أُغْلِقَ وَالْخَاتِمِ لِمَا سَبَقَ . اَلنَّاصِرِ الْحَقِّ بِالْحَقِّ وَالْهَادِي إِلَى صِرَاطِكَ الْمُسْتَقِيْمِ . صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وعَلىَ آلِهِ وَاَصْحَابِهِ حَقَّ قَدْرِهِ وَمِقْدَارِهِ العَظِيْمِ .*
Dari berbagai sumber memang ditemukan ada beberapa redaksi tambahan dalam shalawat fatih.
Redaksi tambahan yang disebutkan di atas itu datang dari para ulama di antaranya syekh Ahmad bin Muhammmad Dardir al-Khalwatiy Radhiyallahu Anhu dalam kitab beliau al-Asrarur Robbaniyyah, Syaekh Yusuf Bin Ismail Nabhaniy dalam kitab Afdhalus shalawat, Muhaddist al-Haramain Sayyid Muhammad Bin Alawiy al-Malikiy dan juga Sayyid Zen bin Ibrahim bin Sumaith Hafizhahullah dalam kitab beliau an-Nujumuz Zahiroh Lisalikil akhirah.
Penambahan wa sallim dan wabarik adalah bagian dari "muhtahsanat" yakni perbuatan yang dipandang baik, mengingat ada pendapat yang mengatakan perintah bershalawat untuk Nabi sebagaimana dalam alqur'an itu disebutkan berbarengan dengan perintah mengucapkan salam.
Adapun penambahan redaksi wa ashhabihi atau Wa shahbihi sebagian ulama menjawab di antara mereka adalah syaikh Ahmad bin Muhammad Shawi al-Maliki sebagai bentuk tolakan tasayyu' (ajaran syiah) yakni sebagaimana shalawat orang syiah yg hanya bershalawat kepada para keluarga Nabi saja, tidak kepada para sahabat yang menurut I'tiqad mereka para sahabat Nabi ada yang kufur, sehingga tidak perlu bershalawat kepada mereka.
Sedangkan riwayat yang disebutkan Syekh Abu salim al-'Iyasiy semoga rahmat Allah selalu tercurah kepada beliau, beliau ini merupakan ulama yang pertama kali membawa shalawat fatih dari mesir ke Maroko, pada redaksi beliau tidak ditemukan tambahan seperti yang disebutkan di atas.
Ketika Sayyidi Syekh Maulana al-Quthb Ahmad bin muhammad At tijani Radhiyallahu Anhu diberikan kesempatan agung peristiwa akbar bertemu secara langsung dengan Rasulullah shallallahu alaihi wa alihi wa sallam beliau mentalqinkan Sayyidi Syekh Ahmad At Tijani Ra tanpa tambahan wasallim, wa barik dan wa ashhabihi.
Melihat kronologi datangnya shalawat fatih kepada sidi syekh Muhammad al-Bakri assiddiqiy Radhiyallahu anhu, setelah beliau melakukan munajat selama 30 tahun, bahkan riwayat dari syaikh Muhammad Fathan Bin Abdul Wahid an-Nazhifiy menyebutkan munajat beliau selama 60 tahun.
Dalam munajatnya, beliau memohon kepada Allah Taala agar diberikan redaksi shalawat yang mengungguli shalawat yang ada di alam.
Sehingga pada waktunya Allah Taala mengabulkan permohonan beliau datang dari alam ghaib.
Oleh karenanya shalawat fatih yang pertama kali diturunkan tidak menggunakan tambahan wa sallim dan wa barik, mengingat redaksi shalawat Allah dan para malaikat hanya menggunakan kata shalawat sebagaimana dalam pernyataan ayat ( Innallaha wa malaikatahu yusholluna Alan Nabiy) Lantaran redaksi tambahan wa sallim adalah redaksi shalawat yang Allah Taala perinntahkan kepada manusia-manusia yang beriman dalam pernyataan ayat (Ya ayyuhal ladzina amanuu shollu wa sallimu taslima).
Inilah sebagian jawaban yang mengukuhkan bahwa shalawat fatih bagian dari redaksi yang datang dari alam ghaib dengan tidak menggunakan redaksi wa sallim wa barik dan wa ashhabihi Kata alihi (keluarga Nabi) dalam shalawat fatih memiliki pengertian seluruh ummat Nabi yang taqwa mencakup para sahabat, tabiin, tabiut tabiiin dan tabi' tabi' tabi'in sampai hari qiyamat.
Adapun ulama yang menambahkan redaksi wa ashhabihi sebagai takhsish (penyebutan secara khusus) dari keumuman kata alihi (keluarga Nabi).
Ketika syaikh Ahmad at-Tijaniy Radiyallahu Anhu ditanya, mengapa shalawat Fatih tidak memakai kalimat wa sallim ?. Beliau menjawab : “Karena shalawat Fatih bersumber dari Allah, bukan susunan yang dibuat oleh manusia.
Rasulullah shallallahu alaihi wa alihi wasallam berkata kepada Sayyidi Syekh Ahmad Bin Muhammad Tijani Radhiyallahu anhu:
ما صلى علي احد بأفضل من صلاة الفاتح
Artinya:"Tidaklah seseorang membaca shalawat kepadaku dengan shalawat yang paling utama, melainkan ia membaca dengan shalawat fatih."
Lafazh-lafazh dalam shalawat al-Fatih merupakan iqtibas (cuplikan) dari firman Allah dalam ayat-ayat al-Qur’an:
*اللَّهُمَّ :*
Diambil dari ayat
*(دَعْوَاهُمْ فِيهَا سُبْحَانَكَ اَللَّهُمَّ) (يونس: 10)*
*صَلِّ عَلىَ :*
Diambil dari ayat
(اِنَّ اَللَّهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِي يَا أَيّهَا اَلذِينَ آمَنُوا صَلُّواْ عَلَيْهِ وَسَلِّمُواْ تَسْلِيماً) (الأحزاب: 56)
*سَيِّدِنَا :*
Diambil dari ayat
*(وَسَيِّداً وَحَصُوراً وَنَبِيئاً مِنَ اَلصَّالِحِينَ) (آل عمران: 39)*
Dalam ayat tersebut, Allah menyebut Nabi Yahya dengan sebutan Sayyid. Menyebut Rasulullah dengan sebutan Sayyid adalah lebih utama karena beliau adalah Sayyid al-Khalq (pemimpin makhluk). Dalam sebuah hadis beliau mengatakan:
*انا سيد ولد ادم ولا فخر*
Artinya:”Saya adalah pemimpin manusia dan tidak sombong.”
Adapun hadis yang menyatakan larangan memanggil Rasulullah dengan sebutan Sayyid meupakan hadis yang sangat lemah, tidak bisa dijadikan argumen.
Imam al-Nasaiy meriwayatkan dari sahabat Nabi yang bernama Sahal Ibn Hunaif, beliau memanggil Rasulullah dengan sebutan Ya Sayyidi. Ibnu Mas’ud juga meriwayatkan sebuah redaksi shalawat yang berbunyai: “Allahumma Shalli Ala Sayyidil Mursalin. Hadis ini dinilai oleh para ulama dengan derajat Hasan.[2]
*مُحَمَّدِ :*
Diambil dari ayat
*(مُحَمَّدٌ رَسُولُ اللهِ)* *(الفتح: 29)*
*الْفَاتِحِ لِمَا أُغْلِقَ :*
Diambil dari ayat
*(إِنَّا فَتَحْنَا لَكَ فَتْحاً مُبِيناً)* *(الفتح: 1)*
*- (قَدْ جَاءَكُمْ رَسُولُنَا يُبَيِّنُ لَكُمْ عَلَى فَتْرَةٍ مِّنَ اَلرُّسُلِ)* *(المائدة: 19)*
*وَالْخَاتِمِ لِمَا سَبَقَ :*
Diambil dari ayat
*(وَلَكِن رَّسُولَ اَللهِ وَخَاتِمَ النَّبِيئِينَ)*
*(الأحزاب: 40)*
*نَاصِرِ الْحَقِّ بِالْحَقِّ :*
Diambil dari ayat
*- (إِن تَنصُرُواْ اللهَ يَنْصُركُمْ) (محمد: 7)*
*- (وَمَا تَوْفِيقِيَ إِلاَّ بِاللهِ)* *(هود: 88)*
*- (وَبِالحَقِّ أَنْزَلْنَاهُ وَبِالحَقِّ نَزَلَ)*
(الإسراء: 105)
*الْهَادِي إِلَى صِرَاطِكَ الْمَسْتَقِيْمِ :*
Diambil dari ayat
*(وَإِنَّكَ لَتَهْدِي إِلَى صِرَاطٍ مُّسْتَقِيمٍ)*
*(الشورى: 52)*
*وعلى آله :*
*(إِنَّمَا يُرِيدُ اللهُ لِيُذْهِبَ عَنْكُمُ الرِّجْسَ أَهْلَ البَيْتِ وَيُطَهِّرَكُمْ تَطْهِيراً)* *(الأحزاب: 33)*
*حَقَّ قَدْرِه :*
Diambil dari ayat
*- (وَمَا قَدَرُواْ اللهَ حَقَّ قَدْرِهِ)* *(الأنعام: 91)*
*- (لَعَمْرُكَ إِنَّهُمْ لَفِي سَكْرَتِهِمْ يَعْمَهُونَ)*
(الحجر: 72)
*وَمِقْدَارِهِ :*
Diambil dari ayat
*(وَكُلُّ شَيْءٍ عِنْدَهُ بِمِقْدَارٍ)* *(الرعد: 8)*
*العَظِيْمِ :*
Diambil dari ayat
*(وَإِنَّكَ لَعَلَى خُلُقٍ عَظِيمٍ)* *(القلم: 4)*
*اللَّهُمَّ صَلِّ عَلىَ سَيِّدِنَا مُحَمَّدِنِ الْفَاتِحِ لِمَا أُغْلِقَ وَالْخَاتِمِ لِمَا سَبَقَ, نَاصِرِ الْحَقِّ بِالْحَقِّ وَالْهَادِي إِلَى صِرَاطِكَ الْمَسْتَقِيْمِ وَعَلىَ آلِهِ حَقَّ قَدْرِهِ وَمِقْدَارِهِ العَظِيْمِ .*
Like Fanpage ULAMA & KIAI Nusantara
Tidak ada komentar:
Posting Komentar