Ada 40 kitab yang telah terbukti mengalami pemalsuan.
Padahal ini belum lagi yang lain yang jumlahnya banyak. Diantaranya :
1. Shahih Bukhari
2. Shahih Muslim
3. Shahih At Turmudzi
4. Musnad Imam Ahmad
5. Tarikh Al Ya’qubi
6. Nahj Al Balaghah
7. Syarh Aqaid An Nasafi
8. Al-Kasykul wal mukhallah
9. Iqtidhas shirat al-mustaqim
10.Ahwalul qubur, ibn rajab
11.Al-bahr al-muhith
13.As-shawaiqul muhriqah
14.Diwan al-mutanabbi
15.Akhbarul himaqi wal mughaffilin
16.Hayatul muhammad
17.Thabaqatul mu’tazilah
18.Al-ibanah, asy’ari
19.Majma’ al-bayan
20.Mukhtashar tarikh ad-dual
21.Al-aghani, abul faraj
22.Muqatil at-thalibin
23.At-thabaqat, ibn sa’ad
24.Syarh an-nahj, al-mu’tazili
25.Tathir al-jinan
26.Al-ma’arif, ibn qutaibah
27.Tarikh at-thabari
28.Hasiyah as-shawi ala tafsir jalalain
29.Aqidatus salaf ashabul hadits
30.Syarh al-aqidah at-thahawiyah
31.Al-adzkar, an-nawawi
32.Tafsir al-kasyaf, az-zamahsyari
33.Diwanul imam syafi’i
34.Al-fawaid al-muntakhabat
35.Tafsir ruhul ma’ani
36.Hasiyah ibnul abidin
37.Majmu’ fatawa, ibn taimiyah
38.Nihayah al-qaul al-mufid
39. Alwasiat imam Hanafi
40. Nadzom jurumiyah
dll
[lihat Mereka memalsukan kitab-kitab karya ulama klasik:82-83]
disini adalah bukti nyata pemalsuan kitab kitab ulama sunni oleh wahabi :
1. Pemalsuan Kitab alwasiat (imam Hanafi)
2. Pemalsuan Kitab Ijtima’ al-Juyus al-Islamiyah ‘ala Ghazwi al-Mu’aththilah wa al-Jahmiyah (Ibnul Qayyim al-Jauziyah)
3. Pemalsuan Kitab ‘Aqidah as-Salaf Ashab al-Hadits (Imam Abu Utsman As-Shobuni)
4. Pemalsuan Kitab “Ash-Shawi ‘ala Tafsir Al-Jalalain” (Imam ashawi asyafi’i)
5. Pemalsuan kitab “al adzkar” (Imam Nawawi)
6. Pemalsuan Kitab “Diwan Imam Syafii ” (Imam Syafii)
7. Pemalsuan Kitab “jami’ushaghir” (Imam Suyuti) oleh Syaikh Albani alkadzab
8. Pemalsuan Kitab Nadhom Jurumiyah
Bukti Buktinnya: A. Kejahatan Wahabi Yang Merombak Kitab al-Washiyyah (Imam Abu Hanifah) : Dia Allah Istawâ atas arsy dari tanpa memerlukan kepada arsy itu sendiri dan tanpa bertempat di atasnya Kejahatan Wahabi Yang Merombak Kitab al-Washiyyah Karya Imam Abu Hanifah
Tradisi buruk kaum Musyabbihah dalam merombak karya para ulama Ahlussunnah terus turun-temurun dan berlangsung hingga sekarang.
Kaum Wahhabiyyah di masa sekarang, yang notabene kaum Musyabbihah juga telah melakukan perubahan yang sangat fatal dalam salah satu karya al-Imâm Abu Hanifah berjudul al-Washiyyah.
Dalam Kitab berjudul al Washiyyah yang merupakan risalah akidah Ahlussunnah karya Imam agung, Abu Hanifah an Nu’man ibn Tsabit al Kufiyy (w 150 H), beliau menuliskan :
استوى على العرش من غير أن يكون احتياج إليه واستقرار عليه
(Artinya; *Dia Allah Istawâ atas arsy dari tanpa membutuhkan kepada arsy itu sendiri dan tanpa bertempat di atasnya).*
Perhatikan manuskrip kitab al Washiyyah ini:
Namun dalam cetakan kaum Wahabi tulisan Imam Abu Hanifah tersebut dirubah menjadi:
استوى على العرش من غير أن يكون احتياج إليه واستقر عليه
Maknanya berubah total menjadi: *”Dia Allah Istawâ atas arsy dari tanpa membutuhkan kepada arsy, dan Dia bertempat di atasnya”.*
Anda perhatikan dengan seksama cetakan kaum Wahabi berikut ini :
Padahal, sama sekali tidak bisa diterima oleh akal sehat, mengatakan bahwa Allah tidak membutuhkan kepada arsy, namun pada saat yang sama juga mengatakan bahwa Allah bertempat di atas arsy.
Yang paling mengherankan ialah bahwa dalam buku cetakan mereka ini, manuskrip risalah al-Imâm Abu Hanifah tersebut mereka sertakan pula.
Dengan demikian, baik disadari oleh mereka atau tanpa disadari, mereka sendiri yang telah membuka ”kedok” dan “kejahatan besar” yang ada pada diri mereka, karena bagi yang membaca buku ini akan melihat dengan sangat jelas kejahatan tersebut.
Anda tidak perlu bertanya di mana amanat ilmiah mereka? Di mana akal sehat mereka? Dan kenapa mereka melakukan ini? Karena sebenarnya itulah tradisi mereka.
*Bahkan sebagian kaum Musyabbihah mengatakan bahwa berbohong itu dihalalkan jika untuk tujuan mengajarkan akidah tasybîh mereka.*
A’ûdzu Billâh. Inilah tradisi dan ajaran yang mereka warisi dari “Imam” mereka, “Syaikh al-Islâm” mereka; yaitu Ahmad ibn Taimiyah, seorang yang seringkali ketika mengungkapkan kesesatan-kesesatannya lalu ia akan mengatakan bahwa hal itu semua memiliki dalil dan dasar dari atsar-atsar para ulama Salaf saleh terdahulu, padahal sama sekali tidak ada. Misalkan ketika Ibn Taimiyah menuliskan bahwa “Jenis alam ini Qadim; tidak memiliki permulaan”, atau ketika menuliskan bahwa “Neraka akan punah”, atau menurutnya “Perjalanan(as-Safar) untuk ziarah ke makam Rasulullah di Madinah adalah perjalanan maksiat”, atau menurutnya “Allah memiliki bentuk dan ukuran”, serta berbagai kesesatan lainnya, ia mengatakan bahwa keyakinan itu semua memiliki dasar dalam Islam, atau ia berkata bahwa perkara itu semua memiliki atsar dari para ulama Salaf saleh terdahulu, baik dari kalangan sahabat maupun dari kalangan tabi’in, padahal itu semua adalah bohong besar.
Kebiasaan Ibn Taimiyah ini sebagaimana dinyatakan oleh muridnya sendiri; adz-Dzahabi dalam dua risalah yang ia tulisnya sebagai nasehat atas Ibn Taimiyah, yang pertama an-Nashîhah adz-Dzhabiyyah dan yang kedua Bayân Zaghl al-‘Ilm Wa ath-Thalab.
Sesungguhnya memang seorang yang tidak memiliki senjata argumen, ia akan berkata apapun untuk menguatkan keyakinan yang ia milikinya, termasuk melakukan kebohongan-kebohongan kepada para ulama terkemuka.
Inilah tradisi ahli bid’ah, untuk menguatkan bid’ahnya, mereka akan berkata : al-Imam Malik berkata demikian, atau al-Imam Abu Hanifah berkata demikian, dan seterusnya.
Padahal sama sekali perkataan mereka adalah kedustaan belaka.
Dalam al-Fiqh al-Akbar, al-Imam Abu Hanifah menuliskan sebagai berikut :
“Dan sesungguhnya Allah itu satu bukan dari segi hitungan, tapi dari segi bahwa tidak ada sekutu bagi-Nya.
Dia tidak melahirkan dan tidak dilahirkan, tidak ada suatu apapun yang meyerupai-Nya.
Dia bukan benda, dan tidak disifati dengan sifat-sifat benda.
Dia tidak memiliki batasan (tidak memiliki bentuk; artinya bukan benda), Dia tidak memiliki keserupaan, Dia tidak ada yang dapat menentang-Nya, Dia tidak ada yang sama dengan-Nya, Dia tidak menyerupai suatu apapun dari makhluk-Nya, dan tidak ada suatu apapun dari makhluk-Nya yang menyerupainya” (Lihat al-Fiqh al-Akbar dengan Syarh-nya karya Mulla ‘Ali al-Qari’, h. 30-31).
Masih dalam al-Fiqh al-Akbar, Al-Imam Abu Hanifah juga menuliskan sebagai berikut :
وَاللهُ تَعَالى يُرَى فِي الآخِرَة، وَيَرَاهُ الْمُؤْمِنُوْنَ وَهُمْ فِي الْجَنّةِ بِأعْيُنِ رُؤُوسِهِمْ بلاَ تَشْبِيْهٍ وَلاَ كَمِّيَّةٍ وَلاَ يَكُوْنُ بَيْنَهُ وَبَيْنَ خَلْقِهِ مَسَافَة.
“Dan kelak orang-orang mukmin di surga nanti akan melihat Allah dengan mata kepala mereka sendiri.
Mereka melihat-Nya tanpa adanya keserupaan (tasybih), tanpa sifat-sifat benda (Kayfiyyah), tanpa bentuk (kammiyyah), serta tanpa adanya jarak antara Allah dan orang-orang mukmin tersebut (artinya bahwa Allah ada tanpa tempat, tidak di dalam atau di luar surga, tidak di atas, bawah, belakang, depan, samping kanan atau-pun samping kiri)”” ( Lihat al-Fiqh al-Akbar dengan syarah Syekh Mulla Ali al-Qari, h. 136-137).
Pernyataan al-Imam Abu Hanifah ini sangat jelas dalam menetapkan kesucian tauhid.
Artinya, kelak orang-orang mukmin disurga akan langsung melihat Allah dengan mata kepala mereka masing-masing.
*Orang-orang mukmin tersebut di dalam surga, namun Allah bukan berarti di dalam surga.*
Allah tidak boleh dikatakan bagi-Nya “di dalam” atau “di luar”.
*Dia bukan benda, Dia ada tanpa tempat dan tanpa arah.*
Inilah yang dimaksud oleh Al-Imam Abu Hanifah bahwa orang-orang mukmin akan melihat Allah tanpa tasybih, tanpa Kayfiyyah, dan tanpa kammiyyah.
Pada bagian lain dari Syarh al-Fiqh al-Akbar, yang juga dikutip dalam al-Washiyyah, al-Imam Abu Hanifah berkata:
ولقاء الله تعالى لأهل الجنة بلا كيف ولا تشبيه ولا جهة حق
“Bertemu dengan Allah bagi penduduk surga adalah kebenaran.
Hal itu tanpa dengan Kayfiyyah, dan tanpa tasybih, dan juga tanpa arah” (al-Fiqh al-Akbar dengan Syarah Mulla ‘Ali al-Qari’, h. 138).
Kemudian pada bagian lain dari al-Washiyyah, beliau menuliskan :
وَنُقِرّ بِأنّ اللهَ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى عَلَى العَرْشِ اسْتَوَى مِنْ غَيْرِ أنْ يَكُوْنَ لَهُ حَاجَةٌ إليْهِ وَاسْتِقْرَارٌ عَلَيْهِ، وَهُوَ حَافِظُ العَرْشِ وَغَيْرِ العَرْشِ مِنْ غَبْرِ احْتِيَاجٍ، فَلَوْ كَانَ مُحْتَاجًا لَمَا قَدَرَ عَلَى إيْجَادِ العَالَمِ وَتَدْبِيْرِهِ كَالْمَخْلُوقِيْنَ، وَلَوْ كَانَ مُحْتَاجًا إلَى الجُلُوْسِ وَالقَرَارِ فَقَبْلَ خَلْقِ العَرْشِ أيْنَ كَانَ الله، تَعَالَى اللهُ عَنْ ذَلِكَ عُلُوّا كَبِيْرًا.
*“Kita menetapkan sifat Istiwa bagi Allah pada arsy, bukan dalam pengertian Dia membutuhkan kepada arsy tersebut, juga bukan dalam pengertian bahwa Dia bertempat atau bersemayam di arsy.*
Allah yang memelihara arsy dan memelihara selain arsy, maka Dia tidak membutuhkan kepada makhluk- makhluk-Nya tersebut.
Karena jika Allah membutuhkan kapada makhluk-Nya maka berarti Dia tidak mampu untuk menciptakan alam ini dan mengaturnya.
Dan jika Dia tidak mampu atau lemah maka berarti sama dengan makhluk-Nya sendiri.
Dengan demikian jika Allah membutuhkan untuk duduk atau bertempat di atas arsy, lalu sebelum menciptakan arsy dimanakah Ia? (Artinya, jika sebelum menciptakan arsy Dia tanpa tempat, dan setelah menciptakan arsy Dia berada di atasnya, berarti Dia berubah, sementara perubahan adalah tanda makhluk).
Allah maha suci dari pada itu semua dengan kesucian yang agung” (Lihat al-Washiyyah dalam kumpulan risalah-risalah Imam Abu Hanifah tahqiq Muhammad Zahid al-Kautsari, h. 2. juga dikutip oleh Mullah Ali al-Qari dalam Syarh al-Fiqhul Akbar, h. 70).
Dalam al-Fiqh al-Absath, al-Imam Abu Hanifah menuliskan :
قُلْتُ: أرَأيْتَ لَوْ قِيْلَ أيْنَ اللهُ؟ يُقَالُ لَهُ: كَانَ اللهُ تَعَالَى وَلاَ مَكَانَ قَبْلَ أنْ يَخْلُقَ الْخَلْقَ، وَكَانَ اللهُ تَعَالَى وَلَمْ يَكُنْ أيْن وَلاَ خَلْقٌ وَلاَ شَىءٌ، وَهُوَ خَالِقُ كُلّ شَىءٍ.
“Aku katakan: Tahukah engkau jika ada orang berkata: Di manakah Allah? Jawab: Dia Allah ada tanpa permulaan dan tanpa tempat, Dia ada sebelum segala makhluk-Nya ada.
Allah ada tanpa permulaan sebelum ada tempat, sebelum ada makhluk dan sebelum segala suatu apapun. Dan Dia adalah Pencipta segala sesuatu”
(Lihat al-Fiqh al-Absath karya al-Imam Abu Hanifah dalam kumpulan risalah-risalahnya dengan tahqiq Muhammad Zahid al-Kautsari, h. 20).
Pada bagian lain dalam kitab al-Fiqh al-Absath, al-Imam Abu Hanifah menuliskan:
“Allah ada tanpa permulaan (Azali, Qadim) dan tanpa tempat.
Dia ada sebelum menciptakan apapun dari makhluk-Nya.
Dia ada sebelum ada tempat, Dia ada sebelum ada makhluk, Dia ada sebelum ada segala sesuatu, dan Dialah pencipta segala sesuatu. Maka barangsiapa berkata saya tidak tahu Tuhanku (Allah) apakah Ia di langit atau di bumi?, maka orang ini telah menjadi kafir.
*Demikian pula menjadi kafir seorang yang berkata: Allah bertempat di arsy,* tapi saya tidak tahu apakah arsy itu di bumi atau di langit”
(al-Fiqh al-Absath, h. 57).
Wa Allah A’lam Bi ash Shawab,
Wal Hamdu Lillah Rabb al Alamin,
*(AQIDAH AHLUSSUNNAH: ALLAH ADA TANPA TEMPAT)*
Lampiran :
I. Bukti (Kitab al fiqh al absath) Aqidah Imam Abu Hanifah “ALLAH ADA TANPA TEMPAT DAN TANPA ARAH”, (Mewaspadai Ajaran Sesat Wahabi)
Terjemah:
Lima: Apa yang beliau (Imam Abu Hanifah) tunjukan –dalam catatannya–: “Dalam Kitab al-Fiqh al-Absath bahwa ia (Imam Abu Hanifah) berkata: Allah ada tanpa permulaan dan tanpa tempat, Dia ada sebelum menciptakan segala makhluk, Dia ada sebelum ada tempat, sebelum segala ciptaan, sebelum segala sesuatu”. Dialah yang mengadakan/menciptakan segala sesuatu dari tidak ada, oleh karenanya maka tempat dan arah itu bukan sesuatu yang qadim (artinya keduanya adalah
II. Hujjah Imam Hanafi dalam Kitab Alwasiat) Kalahkan Aqidah sesat salafy / wahaby
( DIATAS ADALAH KENYATAAN IMAM ABU HANIFAH DALAM KITAB WASIAT BELIAU PERIHAL ISTAWA )
Demikian dibawah ini teks terjemahan nas Imam Abu Hanifah dalam hal tersebut ( Rujuk kitab wasiat yang ditulis imam hanifah, sepertimana yang telah di scandiatas, baca yang di line merah) :
“ Berkata Imam Abu Hanifah: Dan kami ( ulama Islam ) mengakui bahawa Allah ta’al ber istawa atas Arasy tanpa Dia memerlukan kepada Arasy dan Dia tidak bertetap di atas Arasy, Dialah menjaga Arasy dan selain Arasy tanpa memerlukan Arasy, sekiranya dikatakan Allah memerlukan kepada yang lain sudah pasti Dia tidak mampu mencipta Allah ini dan tidak mampu mentadbirnya sepeti jua makhluk-makhluk, kalaulah Allah memerlukan sifat duduk dan bertempat maka sebelum diciptaArasy dimanakah Dia? Maha suci Allah dari yang demikian”.
Tamat terjemahan daripada kenyatan Imam Abu Hanifah dari kitab Wasiat beliau.B.
Bukti Ibnu qayyim melegalkan tawasul dan Kejahatan Wahabi memalsukan kitab ibnul qayyim...
Kitab karya Ulama Rujukan Sejati mereka pun tak lepas dari penganiayaan mereka.Kitab “Ijtima’ al-Juyus al-Islamiyah ‘ala Ghazwi al-Mu’aththilah wa al-Jahmiyah” karya Ibnul Qayyim al-Jauziyah.
Ibnul Qayyim dalam kitab ini menyebutkan aqidah Imam Hujjatul Islam Abi Ahmad bin Husain Asy-Syafi’iy yang dikenal dengan Ibn Hadaad.
Dalam kitab cetakan Darul Kutub ilmiyah, Beirut – Libanon, Cetakan pertama, Tahun 1974, Halaman 105 dituliskan :
ونتوسل إلى الله تعالى باتباعهم
Artinya : Dan kita ber”wasilah” (bertawassul) kepada Allah Yang Maha Tinggi dengan (cara) mengikuti mereka (para shahabat Rasulullah)
NAMUN jika kita lihat pada teks dalam manuskrip ASLinya, yang tertulis adalah :
ونتوسل إلى ربنا تعالى بهم
Artinya : Dan kita ber”wasilah” (bertawassul) kepada Tuhan kita Yang Maha Tinggi dengan mereka (para shahabat Rasulullah).
Secuil pen-tahrif-an isi kitab ini otomatis akan menghasilkan pengertian yang berbeda.
“Berwasilah dengan (cara) mengikuti para sahabat” berbeda pengertiannya dengan “berwasilah dengan mereka.
1. Tulisan dalam lingkar hitam adalah scan isi kitab Ijtima’ al-Juyus al-Islamiyah ‘ala Ghazwi al-Mu’aththilah wa al-Jahmiyah, cetakan Darul Kutub ilmiyah, Beirut – Libanon, Cetakan pertama, Tahun 1974, Halaman 105.
kalimat dalam lingkar birunya adalah kalimat yang sudah ditahrif, yang tertulis :
ونتوسل إلى الله تعالى باتباعهم
2. Tulisan dalam lingkar hijau adalah Zoom scan mahfuzhah/manuskrip dari kitab Ijtima’ al-Juyus al-Islamiyah ‘ala Ghazwi al-Mu’aththilah wa al-Jahmiyah.
Kalimat dalam dua lingkar merah tertulis :
ونتوسل إلى ربنا تعالى بهم
C. Bukti Kejahatan Wahabi Mengubah Kitab Ash Shobuni dengan kedok Tharij/ Tahrif = Ziarah Kubur Nabi Menjadi Ziarah masjid nabiTahrif Kitab Ash Shobuni
Nama Kitab : ‘Aqidah as-Salaf Ashab al-Hadits
Penulis : Abu Utsman As-Shobuni
Pemalsu : (diduga) Kelompok Wahhabi
Tujuan : Pembenaran faham Wahhabi sebagai faham Salafy
Pada bukti kali ini anda akan saya bawa kepada fakta bahwa mereka memang suka mentahrif kitab kitab ‘Ulama, jika kaum Yahudi terkenal sebagai kaum yang suka merubah rubah isi kitab sucinya para Rasul, maka mereka sangat hoby mentahrif kitab ‘ulama, dan kali ini yang menjadi korban tahrif itu adalah Kitab Ash Shobuni.
Tahrif Kitab Ash Shobuni ini disertai bukti yang kuat melalui scen kitab asli dan palsunya, betapa tahrif kitab ash shobuni ini dalam rangka mendukung fatwa farwa mufti yang ada di kerajaannya.
Berikut adalah Cover Edisi “pemalsuan” pertama cetakan tahun 1397 H.:
Tahrif Kitab Ash Shobuni
Edisi pertama ini adalah cetakan ad-Dar as-Salafiyah Kuwait. berikut adalah isu kajian yang dipalsukan:
perhatikan, pada halaman ini komentator menjelaskan (sekaligus memperlihatkan) perubahan kata “ziyarat qabri“ pada kata “ziyarat masjidi”. Menurutnya, kata “ziyarat qabri“ adalah salah (walaupun naskah aslinya seperti itu).
Lalu beberapa tahun kemudian, tahun 1404 H. terbit edisi baru:
Tahrif Kitab Ash Shobuni
ini adalah edisi cetakan pada percetakan yang sama.
dengan komentator Badar al-Badar (yang mungkin lebih amanah dari edisi sebelumnya), coba perhatikan pada isu yang sama:
pada halaman ini, terlihat bahwa kata “ziyarat qabri” tertulis sebagaimana aslinya.
walaupun si komentator memberikan komentar sesuai dengan keyakinannya, bahwa kata “ziyarat qabri” itu salah.
Kemudian edisi berikutnya, terbit di Mesir:
Tahrif Kitab Ash Shobuni
yang diterbitkan oleh percetakan Dar at-Tauhid li an-Nasr wa at-Tawzi’, dengan komentator Abu Khalid Majdi Ibn Saad.
pada isu yang sama, si komentator sama sekali merubah dan bahkan membuang semua komentar pada edisi sebelumnya, sehingga pembaca akan kehilangan jejak sama sekali.
Tahrif Kitab Ash Shobuni
Anda ingin bergabung dengan orang-orang jahat? Wahabi akan menerima anda dengan tangan terbuka!!!D.
Tafsir Shawi Bongkar Kejahatan WahabiHasyiyah Ash-Shawi 'ala Tafsir Al-JalalainDi dalam kitab tafsir “Ash-Shawi ‘ala Tafsir Al-Jalalain” yang masih asli dan belum ditahrif oleh Wahabi Salafi cetakan “Darul Fikr” jilid 5 halaman 119-120 (lihat dan simak tulisan yang ada di foto kedua & ketiga di bagian baris 1, 2, dan 3 dari bawah, dan foto keempat di bagian baris 5 dan 6 dari atas) diterangkan sebagai berikut:
ٱلَّذِينَ كَفَرُواْ لَهُمۡ عَذَابٌ۬ شَدِيدٌ۬ۖ وَٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ وَعَمِلُواْ ٱلصَّـٰلِحَـٰتِ لَهُم مَّغۡفِرَةٌ۬ وَأَجۡرٌ۬ كَبِيرٌ (٧
Artinya:Orang-orang yang kafir bagi mereka azab yang keras.
Dan orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh bagi mereka ampunan dan pahala yang besar. (Al-Qur’an Surat Fathir: 7)Tulisan yang ada di foto kedua dan ketiga, sebagai berikut:
و قيل : هذه الأية نزلت في الخوارج الذين يحرفون تأويل الكتاب و السنة , و يستحلون بذلك دماء المسلمين و أموالهم , لما هو مشاهد الأن فى نظائرهم و هم فرقة بأرض الحجاز يقال لهم الوهابية يحسبون أنهم على شيئ
Artinya:“Dikatakan bahwa ayat tersebut di atas diturunkan pada kaum Khawarij, yaitu golongan orang-orang yang suka mentahrif (merubah) Al-Qur’an dan Hadits Nabi.
Dengan demikian, mereka menghalalkan darah dan harta kaum muslimin.
Hal itu bisa dibuktikan, karena adanya suatu kesaksian pada bangsa mereka saat ini.
Mereka adalah golongan orang-orang yang berasal dari tanah Hijaz (sekarang Mekkah).
Golongan tersebut dinamakan “Wahabiyyah”.
Mereka mengira bahwa mereka berkuasa atas sesuatu.”…Tulisan yang ada di foto keempat, sebagai berikut:
ألا أنهم هم الكاذبون , استحوذ عليهم الشيطان , فأنساهم ذكر الله , اولئك حزب الشيطان , ألا ان حزب الشيطان هم الخاسرون , نسأل الله الكريم أن يقطع دابرهم
Artinya:“Ingatlah ! Mereka adalah golongan para pembohong, yang telah dikuasai oleh hawa nafsu setan.
Dan setan itu berusaha melupakan agar mereka tidak ingat atau dzikir kepada Allah swt.
Mereka adalah termasuk golongan setan. Sedangkan, golongan setan itu adalah golongan orang-orang yang merugi.
Kami memohon kepada Allah Yang Maha Mulia, semoga Allah membinasakan mereka !.”
BANDINGKAN:
Kitab tafsir Ash-Shawi yang asli.
tafsir “Ash-Shawi ‘ala Tafsir Al-Jalalain” yang masih asli dan belum ditahrif oleh Wahabi Salafi cetakan pertama “Darul Fikr” th 1988 jilid 5 halaman 119, tertulis:
و قيل : هذه الأية نزلت في الخوارج الذين يحرفون تأويل الكتاب و السنة , و يستحلون بذلك دماء المسلمين و أموالهم , لما هو مشاهد الأن فى نظائرهم و هم فرقة بأرض الحجاز يقال لهم الوهابية يحسبون أنهم على شيئ
“Dikatakan bahwa ayat tersebut di atas diturunkan pada kaum Khawarij, yaitu golongan orang-orang yang suka mentahrif (merubah) Al-Qur’an dan Hadits Nabi.
Dengan demikian, mereka menghalalkan darah dan harta kaum muslimin.
Hal itu bisa dibuktikan, karena adanya suatu kesaksian pada bangsa mereka saat ini.
Mereka adalah golongan orang-orang yang berasal dari tanah Hijaz (sekarang Mekkah).
Golongan tersebut dinamakan “Wahabiyyah”.
Mereka mengira bahwa mereka berkuasa atas sesuatu.”
Kitab tafsir Ash-Shawi yang dipalsu wahabi
tafsir “Ash-Shawi ‘ala Tafsir Al-Jalalain” yang masih sudah dipalsukan dan dihapus oleh Wahabi Salafi cetakan “Darul Fikr” tahun 1993 jilid 3 halaman 397, Tertulis
و قيل : هذه الأية نزلت في الخوارج الذين يحرفون تأويل الكتاب و السنة , و يستحلون بذلك دماء المسلمين و أموالهم , لما هو مشاهد الأن فى نظائرهم………….. يحسبون أنهم على شيئ
“Dikatakan bahwa ayat tersebut di atas diturunkan pada kaum Khawarij, yaitu golongan orang-orang yang suka mentahrif (merubah) Al-Qur’an dan Hadits Nabi.
Dengan demikian, mereka menghalalkan darah dan harta kaum muslimin.
Hal itu bisa dibuktikan, karena adanya suatu kesaksian pada bangsa mereka saat ini………………………………………….. Mereka mengira bahwa mereka berkuasa atas sesuatu.”
Sekte wahabi salafi menghapus kalimat:
و هم فرقة بأرض الحجاز يقال لهم الوهابية
Mereka adalah golongan orang-orang yang berasal dari tanah Hijaz (sekarang Saudi).
Golongan tersebut dinamakan “Wahabiyyah”.
CATATAN PENTING:
Kitab tafsir “Ash-Shawi ‘ala Tafsir Al-Jalalain” yang saat ini beredar di seluruh dunia, asbabun nuzul (sebab-sebab diturunkannya ayat-ayat suci Al-Qur’an) ayat tersebut di atas yang menerangkan tentang “Wahabiyah” dihapus dan dihilangkan oleh kelompok Wahabi.
Karena, kalau tidak dihilangkan akan merugikan dan membahayakan bagi mereka, bahkan bisa menjadi ancaman bagi Saudi Arabia dalam rangka tetap menjaga dan memelihara eksistensi kerajaannya di dunia internasional.