......... BID'AH.... BID'AH... BID'AH.......
......MEMBACA AL-QUR'AN BID'AH?.....
..... Baru Bisa Baca Al-quran terjemahan ajak sok ...NGUSTAD....
Salik dan Matin memegang mushaf Al-Qur'an hadiah dari Saudi Arabia. Dengan kualitas kertas, design, model tulisan Arab yang menarik dan indah membuat Salik teringat pertanyaan menggelitik dari tetangga sebelah.
Salik (S): Di zaman Nabi belum ada Mushaf Al-Qur'an secantik ini, kan?
Matin (M): Betul...betul...betul.
S : Berarti bid'ah dong?!
M : Hahaha. Mulai lagi, deh.
S : Nabi kan pernah bilang "kullu bid'atin dhalal" Tiap bid'ah itu sesat. Semuanya bid'ah dong?!
M : Pahami hadis secara cerdas, Bung!
S : Mereka bilang, seluruh hal yang ditambah-tambahkan dalam urusan ibadah itu bid'ah. Tahlil bid'ah, shalawatan bid'ah, maulid bid'ah. Semua yang tidak dicontohkan nabi bid'ah.
M : Hmmmm
S : Jadi, bagaimana ini?!
M : Hmmmm
S : Mushaf Al-Qur'an ini pun bid'ah dong?!
M : Ibadah itu terbagi 2, ibadah mahdhoh dan ibadah ghairu mahdhoh. Semua ibadah mahdhoh, tata-cara tekniknya pernah diajarkan Nabi. Contohnya, shalat, zakat, puasa, dan haji.Tapi, ibadah ghairu mahdhoh tidak dicontohkan tata-caranya oleh Nabi, tapi dicontohkan sahabat, tabiin, tabi tabiin, ulama dari zaman ke zaman.
S : Contoh ibadah ghairu mahdhoh apa?
M : Membaca shalawat dan dzikir. Perintah Allah dan Rasul tegas, kita disuruh berdzikir setiap saat, kapan pun dan dimanapun. Sebanyak-banyaknya. Shalawat juga begitu. Sampai-sampai jadi rukun khutbah, kita harus bershalawat sebanyak-banyaknya kapan pun.
S : Jadi, mushaf Al-Qur'an ini pun bid'ah?
M : Bid'ah hasanah, untuk kemaslahatan, pendidikan, syiar, dan memudahkan. Ini tidak termasuk kategori sesat. Kalau semua hal baru dan tidak dicontoh Nabi sebagai bidah, bisa bahaya. Contohnya mushaf ini, bisa dianggap bidah. Sebab mushaf ini dipegang, dibaca, ditelaah sebagai bentuk ibadah. Setiap huruf yang kita baca bernilai pahala. Dan, kita memegang benda yang tak ada di zaman Nabi.
S : Hmmmm. Bukankah dulu Al-Quran diperintahkan Nabi untuk ditulis?
M : Betul. Ditulis di dinding, batu, kulit binatang, tulang unta, kayu, dan sebagainya. Berserakan. Tak teratur. Belum terbukukan.
S : Bagaimana mereka membacanya?
M : Susah. Kebanyakan para sahabat menghafalkan langsung.Tulisan hanya dokumentasi.
S : Berapa lama menghafalnya? Seperti orang zaman ini?
M: Nggak. Nabi dan sahabat mengafalkan Al-Quran selama 23 tahun.
S : Koq begitu?
M : Ya iyalah. Karena Al-Quran turun berangsur-angsur.
S : Berarti bidah dong, kalau hafal 2 tahun?!
M : Hahaha. Baru dari zaman sahabat Al-Quran dihafal utuh hanya dalam waktu beberapa tahun.
S : Bidah juga dong?!
M : Kalau tak ada bid'ah, Islam tak akan bisa tersebar ke seluruh dunia, tidak relevan dari zaman ke zaman, dari waktu ke waktu.
S : Maksudnya?!
M : Meski kamu belajar di pondok Kediri 3 tahun, belum tentu bisa baca tulisan Al-Quran di zaman Nabi.
S : Maksudnya?!
M : Susah. Belum ada titik koma, apalagi fathah dhamah.
S: Ohhhh
M : Di zaman Khalifah Abu Bakar, Umar dan Usman, Al-Quran baru mulai disusun, dikumpulkan dari batu, tulang, kayu, kulit hewan, dinding dan sebagainya.
S : Berarti sudah dibukukan?
M : Baru kodifikasi, dikumpulkan. Tapi, masih belum ada tanda baca. Sulit sekali orang non-Arab membaca dan memahaminya.
S : Terus bidah apa yang dilakukan sahabat?
M : Setelah khalifah Rasyidah berakhir, barulah di masa khalifah Muawiyah terjadi bidah lagi. Dia menugaskan Abu al-Aswad Ad-du'ali untuk meletakkan tanda baca pada tiap kalimat dalam bentuk titik. Agar tidak salah baca.
S : Baru sebagai tanda akhir kalimat? Lalu, belum ada titik di huruf ba, ta, tsa dan lainnya?
M : Belum. Untuk membedakan, ba, ta, tsa, jim dan sebagainya itu baru terjadi pada Khalifah Abdul Malik bin Marwan. Beliau menugaskan Al Hajjaj bin Yusuf untuk memberikan titik sebagai pembeda antara satu huruf dengan lainnya. Misalnya, huruf ba dengan satu titik di bawah, huruf ta dengan dua titik di atas, dan tsa dengan tiga titik di atas.
S : Subhanallah. Terus, belum ada harakat?
M : Belum. Di masa Dinasti Abbasiyah, baru diberikan tanda baris berupa dhamah, fathah, kasrah, dan sukun untuk memudahkan umat Islam dalam membaca Al-Qur'an. Berarti 250-an tahun setelah Nabi baru ada harakat. Contoh khat naskhi dalam mushaf Al-Quran juga baru pada masa itu.
S : Lalu, kapan lahirnya tajwid?
M : Itu baru terjadi di masa Khalifah Al-Makmun. Ulama melakukan "bid'ah" lagi dengan membuat ilmu tajwid, agar memudahkan orang-orang non Arab membacanya.
S : Berarti ada konvensi kebahasaan, kesepakatan, penelitian, dan pengembangan mushaf dari zaman ke zaman?
M : Betul. Ada bidah.hehehe
S : Oh begitu.
M : Di zaman ini, ulama pun membuat tanda lingkaran bulat untuk pemisah ayat dan mencantumkan nomor ayat. Sebelumnya tidak ada, Bro. Dan, hanya segelintir orang yang punya mushaf Al-Quran secara utuh. Hanya orang yang kaya raya yang memilikinya. Al-Quran bisa seharga mobil Alphad keluaran terbaru. Kertas atau papirus sangat langka.
S : Ohhhhh
M : Kalau tidak ada ulama hafidz, ulama fiqih, ulama arif dalam tradisi surau, madrasah, pondok, meunasah, yang langsung mengajarkan secara lisan, Islam tak bisa sehebat ini. Semuanya punya peran dan andil besar. Ini adalah kerja ibadah dalam bidang ilmu, politik, budaya, seni dan sebagainya.
S : Lalu, Al-Quran yang dicetak Kerajaan Saudi bagaimana?
M : Mereka mengambil Al-Quran dari proses kodifikasi tersebut. Mereka juga merem. Tanpa dalil. Mengambil hasil manuskrip dari zaman Abbasyiah, bukan dari zaman Nabi atau sahabat.
S : hmmm. Berarti bidah dong?!
M : Jawab sendiri deh!
S : Apa yang terjadi jika ulama tidak melakukan bidah dalam hal mushaf Al-Quran?
M : Islam tidak akan sampai ke Ujung Berung, Ujung Aspal, Ujung Pandang, Temerloh, Jurong, Batu Pahat, Sigli, Tidore, dan sebagainya. Kita akan saling mengkafirkan dan bahkan saling bunuh gara-gara tidak ada "TITIK"
S : Hmmmm. Kenapa?
M : Bukankah perbedaan waqaf dan tanda baca bisa membuat salah arti dan makna?
S : Ohhhh iya betul.
M : Karena itu, mari memberi makna pada keindahan yang pernah dihasilkan oleh ulama-ulama terdahulu. Pelajari dan hayati. Jangan gampang menghujat, mengkafirkan dan menganggap bid'ah.
S : Jadi, ungkapan populer "Mari kita kembali kepada Al-Qur'an dan Sunnah" itu bukan menafikan kontribusi para ulama dari zaman ke zaman ya?
M : Alhamdulillah. Berarti ente sudah faham.
S : Jawab dulu!
M : Betul. Berarti tidak cukup belajar Al-Quran dan Hadis saja. Anda harus belajar sejarah, bahasa Arab, fiqih, ushul fiqih, asbabun nuzul, asbabul wurud, tasawuf, mantiq, falaq, dan sebagainya.
Semoga bermanfaat
Salam,
Nb: gambar merupakan kata2 yang sering diucapkan oleh orang yang sok nyunah..... He... He...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar