Minggu, 24 September 2017

Baitullah, Rumah Allah

MASJID SEBAGAI RUMAH ALLAH:
ALLAH PUNYA TEMPAT?

Bait yang berarti rumah adalah makhluk Allah. Nama-nama makluk apabila disandarkan kepada Lafzhul Jalalah (Allah) maka tujuannya adalah untuk memuliakan makhluk itu. Jenis penyandaran untuk tujuan memuliakan ini disebut dengan idhafah li al-tasyrif, idhafah li al-takrim atau idhafah tasyrifiyah, idhafah takrimiyah.

Berdasarkan penjelasan ini, baitullah yang secara harfiah bermakna “rumah Allah” maksudnya adalah rumah atau bangunan yang dimuliakan oleh Allah. Baitullah tidak boleh dimaknai sebagai tempat tinggal Allah, sehingga meniscayakan keyakinan menyimpang bahwa Allah membutuhkan tempat tinggal.

Dalam al-Qur’an, idhafah tasyrifiyah ini memiliki contoh berkelimun. Misalnya kalimat naqatullah (makna harfiyah: onta Allah) pada Surat al-A’raf ayat 73 dan Hud ayat 64, ardhullah (makna harfiyah: bumi Allah) pada Surat al-A’raf ayat 73, ruhana atau ruhullah (makna harfiyah: ruh Allah) pada Surat Maryam ayat 17, ibadullah (makna harfiyah: hamba Allah) pada Surat Ash-Shaffat ayat 40 dan beberapa ayat lainnya, serta Rasulullah (makna harfiyah: utusan Allah) pada Surat an-Nisa ayat 57 dan ayat-ayat lainnya.

Nama-nama yang disandarkan pada lafazh Allah tersebut adalah makhluk-makhluk mulia. Maka jenis idhafah-nya adalah tasyrif (pemuliaan), bukan tab’idh (“bagian” dari Allah). Oleh karena itu, kalimat ruhullah tidak boleh diartikan dengan makna “Allah” sendiri, sehingga meniscayakan keyakinan menyimpang bahwa Allah memiliki ruh.

Allah SWT berfirman:

﴿فَاتَّخَذَتْ مِن دُونِهِمْ حِجَاباً فَأَرْسَلْنَا إِلَيْهَا رُوحَنَا فَتَمَثَّلَ لَهَا بَشَراً سَوِيّاً﴾

“Maka ia mengadakan tabir (yang melindunginya) dari mereka; lalu Kami mengutus ruh Kami kepadanya, maka ia menjelma di hadapannya (dalam bentuk) manusia yang sempurna.” (QS. Maryam [19]: 17).

Makna “ruh Kami” dalam ayat di atas adalah Malaikat Jibril, bukan Allah sendiri. Karena tidak mungkin Allah mengutus Allah sendiri. Istilahnya, “al-mursil laisa al-mursal”, pengutus bukanlah yang diutus.

“Ruh Kami” adalah idhafah tasyrifiyah, dan yang dimaksud adalah Malaikat Jibril AS. Dia disandarkan kepada lafazh Allah karena kemuliaannya yang lebih dibandingkan malaikat lainnya.

Berdasarkan beberapa penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa makna masjid sebagai rumah Allah (baitullah), bukanlah sebagai tempat tinggal Allah. Ahlussunnah Wal-Jama’ah berkeyakinan tanzih (kesucian Allah). Allah tidak bertempat dan tidak memiliki arah. Kata bait yang berarti rumah disandarkan pada lafazh Allah karena kemuliaan bangunan tempat ibadah tersebut dibandingkan bangunan-bangunan lain. Inilah yang disebut dengan idhafat al-tasyrif atau idhafah tasyrifiyah itu, Wallahu a’lam.

(Faris Khoirul Anam).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar