Senin, 30 April 2018

Petuah Syeikh Assya'rowy

HIKAM SYA’RAWIYAH
(hikmah-hikmah syekh Mutawalli Asy-Sya’rawi)

مِنْ أَشْهَرِ مَقُوْلَاتِ الشَّيْخِ “الشَّعْرَاوِيْ”

SEBAGIAN PERNYATAAN POPULIS SYEKH “SYA’RAWI”

1 – إِنْ لَمْ تَسْتَطِعْ قَوْلَ الْحَقِّ فَلَا تُصَفِّقْ لِلْبَاطِلِ

Jika engkau tidak mampu mengatakan kebenaran, maka janganlah bertepuk tangan untuk kebatilan.

2 – إِذَا لَمْ تَجِدْ لَكَ حَاقِدًا فَاعْلَمْ أَنَّكَ إِنْسَانٌ فَاشِلٌ

Jika engkau tidak menemukan seseorang yang mendengki-mu, maka ketahuilah bahwa engkau adalah manusia yang gagal.

3 – لَا تَقْلَقْ مِنْ تَدَابِيْرِ الْبَشَرِ فَأَقْصَى مَا يَسْتَطِيْعُوْنَ هُوَ تَنْفِيْذُ إِرَادَةِ اللهِ

Janganlah engkau merasa cemas terhadap “konspirasi” manusia, sebab, puncak dari kemampuan mereka adalah melaksanakan kehendak Allah SWT.

4 – لَنْ يَحْكُمَ أَحَدٌ فِيْ مُلْكِ اللهِ إِلَّا بِمُرَادِ اللهِ

Tidak akan ada seorangpun “berkuasa” di kerajaan Allah SWT kecuali dengan kehendak Allah SWT

5 – لَا تَعْبُدُوْا اللهَ لِيُعْطِيَ، بَلْ اُعْبُدُوْهُ لِيَرْضَى، فَإِنْ رَضِيَ أَدْهَشَكُمْ بِعَطَائِهِ

Janganlah engkau menyembah Allah SWT supaya Dia memberi kepadamu, namun, sembahlah Allah supaya Dia ridha kepadamu, maka, jika Dia ridha kepadamu, Dia akan membuatmu bingung dengan pemberian-Nya

6 – إِذَا رَأَيْتَ فَقِيْرًا فِيْ بِلَادِ الْمُسْلِمِيْنَ فَاعْلَمْ أَنَّ هُنَاكَ غَنِيًّا سَرَقَ مَالَهُ

Jika engkau melihat seorang fakir di negeri Islam, maka ketahuilah bahwa di sana ada orang kaya yang mencuri hartanya.

7 – لَا يَقْلَقُ مَنْ كَانَ لَهُ أَبٌ، فَكَيْفَ يَقْلَقُ مَنْ كَانَ لَهُ رَبٌّ

Tidak akan cemas seseorang yang mempunyai bapak, lalu, kenapa menjadi cemas seseorang yang mempunyai Tuhan (Allah SWT)

8 – إِذَا أَخَذَ اللهُ مِنْكَ مَا لَمْ تَتَوَقَّعْ ضَيَاعَهُ فَسَوْفَ يُعْطِيْكَ مَا لَمْ تَتَوَقَّعْ تَمَلًّكَهَ

Jika Allah SWT mengambil sesuatu darimu sesuatu yang kamu tidak pernah memprediksinya akan hilang darimu, maka itu berarti Allah SWT akan memberikan kepadamu sesuatu yang kamu tidak pernah memprediksi akan memilikinya

9 – كُنْ عَظِيْمًا وَدُوْدًا قَبْلَ أَنْ تَكُوْنَ عِظَامًا وَدُوْدًا

Jadilah orang besar yang penuh rasa cinta, sebelum menjadi tulang belulang dan belatung

10 – إِذَا رَاعَيْتَ مَعْرُوْفَ غَيْرِكَ، فَاعْلَمْ أَنَّكَ لِلْوَفَاءِ خَلِيْلُ

Jika engkau memperhatikan jasa baik orang lain kepadamu, ketahuilah bahwa engkau adalah bersahabat dengan kesetiaan.

Sabtu, 28 April 2018

ذكر جلب الرزق

#IJAZAH UNTUK MEMPERMUDAH DAN MELUASKAN RIZQI YG LUAR BIASA...??

  Sy Dapat ijazah ini dri Guru Mulia Al allamh Al Habib Abdurrahman Bilfaqih beliau dapat Dri Ayahandanya dan Ayahandanya Mendapat Dri Ayahandanya Pula Ustadzul Imam Al haber Al habib Abdul Qodir Bilfaqih RA yaitu Do'a Sayyidina Hasan Bin Ali Dri Kakek Beliau Nabi Muhammad SAW Dan Beliau Dawuh"Demi Alloh Tidaklah Aku Mengamalkan Doa Ini Seminggu Kecuali Seminggu Stlahnya Aku Mendapatkan Uang 500,000 Dinar(Kurng Lebih 2/3 Trilliyyun)Mujarrab..

اللهم اقذف فى قلبي رجاءك واقطع رجائي عمن سواك حتى لا ارجوا احدا غيرك اللهم وما ضعفت عنه قوتي وقصر عنه عملي ولم تنته اليه رغبتي ولم تبلغه مسىلتي ولم يجر على لساني مما اعطيت احدا من الاولين والآخرين من اليقين فخصني به يا رب العالمين.
ALLOOHUMMAQ DZIF FII QOLBII ROJAA AKA WAQTHO' ROJAAI 'AMMAN SIWAAK HATTAA LAA ARJUA AHADAN GHOROK ALLOOHUMMA WAMAA DHO'UFAT 'ANHU QUWWATII WA QOSHURO 'ANHU 'AMALII WALAM TANTAHI ILAIHI ROGHBATII WALAM TABLUGHHU MAS ALATII WALAM YAJRI 'ALAA LUSANII MIMMAA 'ATHOITA AHADQN MINAL AWWQLIIN WAL AKHIRIIN MUNAL YAQIINI YAA ROBBAL 'AALAMIIN..

#Faedah laen dri Nabi Muhammad SAW:

قال النبي صلى الله عليه وسلم"من ابطأ عليه رزقه فليكثر من قول لا حول ولا قوة الا بالله".
Barang siapa yg lambat Datang Rizqinya mka perbnyaklah membca LAA HAULA WALAA QUWWATA ILLAA BILLAH".

قال النبي صلى الله عليه وسلم "من قال لا حول ولا قوة الا بالله العلي العظيم مائة مرة فى كل يوم لم يصبه فقر ابدا".
Brang siapa yg membca LAA HAULA WALAA QUWWATA ILLA BILLAAHIL 'ALIYYIL 'ADZIM 100 Setiap hari Tdaklah mngkin Menimpanya Kemiskinan Selama lamanya..

ISTIQOMAHKANLAH BAGI YG MENGINGINKAN LANCARNYA DAN KELUASAN RIZQI..

   SEMOGA MANFAAT.... AMIIN.

Kamis, 26 April 2018

Insya Allah

DAHSYATNYA UCAPAN INSYA ALLAH

Yajuj dan Makjuj setiap hari berusaha melubangi tembok yang memenjarakan mereka. Di akhir hari ketika tembok itu sudah hampir terbuka, pemimin mereka mengatakan, "Besok kita akan melubanginya." Keesokan hari, tembok itu menjadi sempurna kembali seakan belum pernah dilubangi.

Jika Allah menghendaki untuk mengeluarkan mereka, maka di akhir hari, pemimpin mereka mengatakan, "Besok kita akan melubanginya, insya Allah." Keesokan harinya, tembok itu sudah hampir berlubang sehingga mereka pun mampu melubanginya.

Kisah menarik
Dikisahkan ada seorang lelaki hendak membeli kain di toko dekat rumahnya. Ia mengatakan kepada istrinya, "Aku hendak membeli kain."

"Katakan, insya Allah." Kata istrinya

"Tidak perlu pakai insya Allah, uang ada di tanganku dan toko dekat dari rumah. Tidak lagi perlu mengatakan insya Allah."

Ia pun keluar. Di tengah jalan ia mendengar suara aneh dari satu sumur. Ketika ia melihat ke dalam sumur, uangnya terjatuh ke dalamnya. Maka ia berjalan untuk pulang. Di tengah jalan ada seorang perampok menodongkan senjata kepadaya,

"keluarkan uangmu!"

"aku tidak punya uang."

"Jika begitu, Tanggalkan pakaianmu!"

Maka pakaiannya pun dirampas oleh perampok itu. Ia menyadari mungkin ini adalah karena kesalahannya karena tidak mengucapkan insya Allah. Ketika ia pulang, ia mengetuk pintu rumahnya.

"Siapa?" Kata istrinya yang ad di dalam rumah.

Si suami menjawab, "Ini Suamimu, insya Allah."

(salah satu hikmah madros tadi pagi di kediaman Ustadzuna Habib Taufiq bin Abdul Qodir Assegaf yang ditulis Ustadz Dzorif Yahya)

dari Ustadz Muhammad Husein Al Habsyi

Allahuma sholi 'ala sayyidina Muhammad nabiyil umiyi wa 'alihi wa shohbihi wa salim

silahkan tag dan share

Minggu, 15 April 2018

*SANGGAHAN TEORI BUMI DATAR DLM KAJIAN*.


.
Penulis :  Von Edison Alouisci
.
Pengikut bumi datar dan orang yang sejalan dgn pemikirannya Merasa yakin sekali bahwa bumi itu datar.
.
Dgn modal ILMU TERJEMAHNYA Meraka menganggap ayat ayat quran itu bicara bumi datar.
.
Berikut ini dalil Alqur’an yang biasa mereka pakai:
.
DALIL MEREKA PERTAMA:
.
firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala dalam Al-Qur’an surat Al-Hijr: 19, “Dan Kami (Allah) telah menghamparkan bumi….”.
.
Nah lihatlah, kata mereka, bukankah ayat ini dengan gamblang telah menjelaskan bahwa bumi itu terhampar, dan tidak dikatakan bulat…!
.
Kemudian mereka pun dengan enteng mengkafirkan semua orang yang berseberangan faham dengan mereka.
.
DALIL MERAKA KEDUA:
.
adalah firman Allah pada surat Al-Baqarah: 22, “Dialah (Allah) yang telah menjadikan bumi itu sebagai hamparan (firasy) bagimu.”
.
DALIL MEREKA KETIGA:
.
adalah firman Allah pada surat Qaf:7, “Dan Kami hamparkan bumi itu dan Kami letakkan padanya gunung-gunung yang kokoh dan Kami tumbuhkan padanya segala macam tanaman yang indah dipandang mata…”
.
DALIL MEREKA KEEMPAT:
adalah firman Allah pada surat An-Naba 78: 6-7, “Bukankah Kami telah menjadikan bumi itu sebagai hamparan dan gunung-gunung sebagai pasak?
.
DALIL MEREKA KELIMA
.
adalah firman Allah pada surat Al-Ghasyiyah : 20, “Dan bumi bagaimana dihamparkan ?”
.
DAKIL MEREKA KEENAM
.
Adalah firman Allah pada surah yasin : Qs.36, 37, 38, 39
.
Memang secara tekstual, bunyi ayat-ayat di atas mengatakan bahwa bumi ini terhampar, seumpama firasy, karpet, atau tempat tidur.
Namun, apakah sesederhana itu sajakah memahamkan ayat Al-Qur’an….?
.
Apakah memahamkan al-Qur’an yang agung cukup secara tekstual saja, kemudian mengabaikan arti kontekstualnya…?
Kalau demikian, yakni Al-Qur’an hanya difahamkan secara tekstual saja, maka pasti akan hilanglah kehebatan dan keagungan Al-Qur’an itu.
.
Padahal ada banyak ayat suci Al-Qur’an dan hadis yang mendudukkan derajat orang-orang berpengetahuan berada beberapa tingkat di atas orang awam.
.
Dalam hal ini, pemahaman kontekstual jelas memerlukan daya nalar yang lebih tinggi dibandingkan sekedar pemahaman tekstual saja.
.
Dengan demikian, pantaslah kiranya jika Allah dalam Al-Qur’an dan Nabi dalam banyak hadis beliau, memuji dan menyatakan bahwa orang yang berilmu pengetahuan, yang memakai akal dan nalar, memiliki derajat yang tinggi jauh berbeda dengan orang awam.
.
*MARI KITA KAJI AGAR TDK MODE ON ASAL TEKSTUAL.*
.
Pada surat Al-Hijr ayat 19 dikatakan bahwa Allah telah menghamparkan bumi.
.
Disitu tidak ada dikatakan bagian yang dihamparkan adalah bagian bumi tertentu, tetapi yang terhampar adalah bumi secara mutlak. Sehingga dengan demikian, jika kita berada di suatu tempat di bagian manapun dari pada bumi itu (selatan, barat, utara, dan timur), maka kita akan melihat bahwa bumi itu datar saja, SEOLAH-OLAH TERHAMPAR di hadapan kita.
.
Kemudian jika kita berjalan dan terus berjalan dengan mengikuti satu arah yang tetap, maka bumi itu akan terus menerus kita dapati terhampar di hadapan kita sampai suatu saat kita kembali ke tempat semula saat awal berjalan.
.
Hal ini telah jelas membuktikan bahwa justru bumi itu bulat adanya.
.
Sebaliknya, jika saja bumi itu berbentuk kubus, misalnya, maka pasti hamparan itu suatu saat akan terpotong, dan kita akan menuruni suatu bagian yang menjurang, menurun, TIDAK LAGI TERHAMPAR…..!
.
Selanjutnya, jika bumi itu adalah sebuah hamparan seperti karpet atau tikar, maka jika ada orang yang melakukan perjalanan lurus satu arah secara terus menerus, maka orang itu pada akhir perjalanannya akan sampai pada ujung bumi yang terpotong, dan tidak akan pernah kembali ke tempatnya semula, di mana dia memulai perjalanannya yang pertama dulu.
.
Penelitian dan pengalaman manusia telah membuktikan bahwa perjalanan yang dilakukan secara terus menerus ke satu arah tertentu tidak pernah menemukan ujung dunia yang terpotong, melainkan terus menerus yang ditemukan hanyalah hamparan demi hamparan di tanah yang dilalui, untuk kemudian perjalanan itu berakhir pada tempat semula saat perjalanan pertama dimulai.
.
Hal ini tidak mungkin dapat terjadi jika saja bumi itu tidak bulat keberadaannya.
.
Penjelasan yang lebih gamblang adalah pada surat Al-Baqarah ayat 22: “ Dia (Allah) yang telah menjadikan bumi itu firasy (hamparan, kapet) BAGIMU ……” Perhatikan kata-kata “bagimu”.
.
Al-Qur’an dalam hal ini, tidak sekedar mengatakan bahwa bumi itu hamparan umpama karpet saja, kemudian berhenti pada kalimat itu, tapi ada kata tambahan lain yaitu “bagimu”.
.
Artinya, bagi kita manusia yang tinggal di atas permukaan bumi ini, bumi terasa datar. Walaupun, bumi itu pada kenyataannya adalah tidak datar. Hanya TERASA DATAR bagi kita manusia.
.
Terasa datar bukan berarti benar-benar datar, bukan….?
.
Penjelasan kata “karpet (firasy)” bagimu bukankah bisa diartikan sebagai sesuatu yang berfungsi untuk diduduki atau dipakai tidur, dengan aman dan nyaman…?.
.
Kata firasy dalam bahasa Indonesia dapat diartikan karpet, atau ranjang adalah sesuatu yang nyaman dan aman dan dipakai untuk tidur.
.
Nampaknya arti seperti ini dapat dipakai, sebab keberadaan struktur bumi ini memang berlapis-lapis.
.
Bagian intinya sangat panas dengan suhu ribuan derajat celcius yang mematikan.
.
Namun demikian, pada bagian LAPISAN YANG PALING ATAS, ada sebuah lapisan keras setebal 70 kilometer, disebut lapisan kerak bumi yang paling aman dan nyaman, dengan suhu yang aman pula bagi kehidupan.
.
Seolah-olah lapisan bumi bagian atas itu adalah ‘karpet’ atau ‘ranjang’ yang terbentang luas dan melindungi manusia serta seluruh makhluk Allah yang berada di atasnya, aman dari bahaya lapisan bumi bagian dalam yang cair, yang sangat panas lagi mematikan itu.
.
Kemudian dalam QS.Qaf:7, “Dan Kami hamparkan bumi itu dan Kami letakkan padanya gunung-gunung yang kokoh dan Kami tumbuhkan padanya segala macam tanaman yang indah dipandang mata…”
.
Perhatikan gambaran bumi dalam ayat lainnya:
.
waal-ardha ba’da dzaalika dahaahaa
[79:30] Dan bumi sesudah itu dihamparkan-Nya.
.
terjemahan bahasa Indonesia kembali menyaakan kata ini dengan ‘hamparan’.
.
Lalu ketika Al-Qur’an menyebut kata ‘al-ardha ‘ atau ‘al-ardhi ‘ yang diterjemahkan menjadi ‘bumi’, bisa juga merujuk kepada ‘permukaan bumi’ atau lapisan bumi paling luar tempat kita berpijak, lihat ayat ini :
.
walakum fii al-ardhi mustaqarrun wamataa’un ilaa hiinin [2:36]
.
Dan bagi kamu ada tempat kediaman di bumi, dan kesenangan hidup sampai waktu yang ditentukan.”
.
wa-idzaa tawallaa sa’aa fii al-ardhi liyufsida fiihaa wayuhlika alhartsa waalnnasla waallaahu laa yuhibbu alfasaada
[2:205]
.
Dan apabila ia berpaling (dari kamu), ia berjalan di bumi untuk mengadakan kerusakan padanya, dan merusak tanam-tanaman dan binatang ternak, dan Allah tidak menyukai kebinasaan
.
Ayat-ayat tersebut merupakan sinyal-sinyal ilmiah dari Al-Qur’an tentang proses pembentukan kulit bumi, tempat kita berpijak, disitu ada indikasi terjadinya proses yang berangsur-angsur, mulai dari sedikit lalu meluas menjadi seperti permukaan bumi yang ada sekarang, ibarat orang menggelar/
menghamparkan permadani..
.
Kata ‘ farsya’ juga diartikan sebagian para ulama dengan ‘alas’ atau ‘tunggangan’. Sebagian ulama tafsir mengartikan sebagai ‘yang disembelih’, dalam hal ini adalah terkait dengan kambing, domba dan sapi (lihat Tafsir Al-Mishbah ).
Ini menjelaskan bahwa hewan yang disembelih tersebut bisa dimanfaatkan, misalnya kulitnya sebagai alas untuk tempat duduk.
.
wamina al-an’aami hamuulatan wafarsyan
[6:142]
.
Dan di antara hewan ternak itu ada yang dijadikan untuk pengangkutan dan ada yang untuk disembelih.
.
Ini dijelaskan dalam ayat Al-Qur’an yang lain :
.
waallaahu ja’ala lakum min buyuutikum sakanan waja’ala lakum min juluudi al-an’aami buyuutan tastakhiffuunahaa yawma zha’nikum wayawma iqaamatikum wamin ashwaafihaa wa-awbaarihaa wa-asy’aarihaa atsaatsan wamataa’an ilaa hiinin
[16:80]
.
Dan Allah menjadikan bagimu rumah-rumahmu sebagai tempat tinggal dan Dia menjadikan bagi kamu rumah-rumah (kemah-kemah) dari kulit binatang ternak yang kamu merasa ringan (membawa)nya di waktu kamu berjalan dan waktu kamu bermukim dan (dijadikan-Nya pula) dari bulu domba, bulu onta dan bulu kambing, alat-alat rumah tangga dan perhiasan (yang kamu pakai) sampai waktu (tertentu).
.
Maka lagi-lagi kata ‘ farasy ’ dalam ayat tersebut tidak mengandung unsur ‘datar’ melainkan ‘alas tempat duduk’. Tentu saja suatu yang dihamparkan/digelar/dibentangkan akan membentuk sesuai tempat dimana dia dihamparkan, hamparan akan berbentuk melengkung kalau dasar tempatnya juga melengkung, hamparan akan berbentuk datar kalau dasar tempatnya juga datar..
.
Kata tersebut juga dipakai dalam ayat lain :
.
muttaki-iina ‘alaa furusyin bathaa-inuhaa min istabraqin wajanaa aljannatayni daanin
[55:54]
.
Mereka bertelekan di atas permadani yang sebelah dalamnya dari sutera. Dan buah-buahan di kedua syurga itu dapat (dipetik) dari dekat.
.
wafurusyin marfuu’atin
[56:34] dan kasur-kasur yang tebal lagi empuk.
.
Ayat tersebut juga tidak menyinggung tentang suatu bidang yang datar, tapi mengenai suatu benda yang ‘ dibentangkan‘ untuk tempat duduk-duduk atau istirahat.
.
al’farasyi’ dalam ayat ini diartikan sebagai ‘ anai-anai/laron ’ yang baru lahir sehingga posisi mereka bertumpuk-tumpuk bergerak makin lama makin meluas, maka kata ini diikuti dengan ‘ al-mabtsuutsi ’ = bertebaran, menyebar makin lama makin luas, dalam kalimat ini juga tidak ada korelasi antara kata ‘faraasyi’ dengan datar, melainkan menjelaskan sesuatu yang berkembang meluas.
.
Bisa dilihat dalam ayat ini :
.
yawma yakuunu alnnaasu kaalfaraasyi almabtsuutsi
[101:4]
.
Pada hari itu manusia adalah seperti anai-anai yang bertebaran,Dialah Yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan Dia menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rezeki untukmu; karena itu janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah, padahal kamu mengetahui.
.
QS 2:22
alladzii ja’ala lakumu al-ardha firaasyan [2:22]
Dialah yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu
Farasya = ‘fa-ra-syin’
.
Kata tersebut berasal dari kata ‘ farasya ’ yang berarti : to spread out, extend, stretch forth, furnish = menghampar, mempunyai kata turunan : furusy (berbentuk jamak, bentuk tunggalnya : firasy ).
.
Kata ‘ firasy ’ berarti : hamparan yang biasanya digunakan untuk duduk atau berbaring.
.
Dari situ kata tersebut juga bisa diartikan : permadani, kasur atau ranjang. Dalam kalimat ini tidak ada kaitan sesuatu yang terhampar dengan ‘datar’.
.
Ketahuilah wahai saudaraku seiman, bahwa bumi yang kita tempati ini berbentuk bulat menurut kesepakatan para ulama. Hal ini mereka nyatakan jauh-jauh hari sebelum para ilmuwan barat menyatakan hal ini.
.
*PENDAPAT ULAMA AHLI TAFSIR DAN ASTRONOMI ISLAM*
.
1.Berkata Imam Ibnu Hazm dalam Al-Fishal fil Milal wan Nihal (2/97) :
.
Pasal penjelasan tentang bulatnya bumi. Tidak ada satupun dari ulama kaum muslimin semoga Allah meridlai mereka- yang mengingkari bahwa bumi itu bulat, dan tidak dijumpai bantahan atau satu kalimat pun dari salah seorang dari mereka, bahkan al-Quran dan as-Sunnah telah menguatkan tentang bulatnya bumi.
.
2. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah ULAMA RUJUKAN AKIDAH WAHABI dengan menukil perkataan Imam Abul Husain Ahmad bin Jafar bin Munadi salah seorang ulama Hanabillah yang sangat masyhur di zamannya- berkata :
.
Demikianlah juga para ulama sepakat bahwasanya bumi dengan segala gerakannya, baik di darat maupun di laut itu bulat *[Lihat Majmu Fatawa Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah 25/159]*
.
Dan Syaikhul Islam pun menukil adanya ijma para ulama mengenai hal ini dari Imam Ibnu Hazm dan Abul Faraj Ibnul Jauzi. [Lihat Majmu Fatawa 6/586]
.
Berkata Imam Ibnu Hazm :
.
Kita katakan kepada orang yang tidak memahami masalah ini :
.
Bukankah Allah mewajikan kepada kita untuk shalat Dzuhur apabila matahari telah bergeser ke arah barat (zawal)? Pasti dia akan menjawab : Ya. Lalu tanyakan kepadanya tentang makna bergesernya matahari ke arah barat, pasti jawabannya adalah bahwa matahari telah berpindah dari tempat pertengahan jarak antara waktu terbitnya dengan waktu tenggelamnya, dan ini terjadi di semua waktu dan semua tempat. Maka orang yang mengatakan bahwa bumi itu datar dan tidak bulat dia harus mengatakan bahwa orang yang tinggal di daerah bumi paling timur harus shalat Dhuhur saat matahari barusan terbit, juga orang yang tinggal di daerah paling barat tidak menjalankan shalat Dhuhur kecuali di pengunjung siang dan ini adalah sesuatu yang sudah keluar dari ketetapan syariat Islam [Lihat Al-Fishal 2/87 dengan diringkas)
.
Adapun firman Allah. Artinya :
.
Dan bumi bagaimana dihamparkan? {Al-Ghasyiyah [88] : 20]
.
Ayat ini sama sekali tidak menunjukkan bahwa bumi itu datar, karena sebuah benda yang bulat kalau semakin besar, maka akan semakin tidak kelihatan bulatnya dan akan nampak seperti datar. *[Lihat Hidayatul Hairan Fi Masalatid Daurah oleh Syaikh Abdul karim Al-Humaid hal. 56]*
.
Keberadaan bumi itu bulat tidak bertentangan dengan bahwa permukaan bumi itu datar yang layak untuk dijadikan tempat tinggal, sebagaimana firman Allah Taala. Artinya : Dialah yang menjadikan bumi sebagai hamparan [Al-Baqarah [2] ; 22]
.
Juga firmanNya. Artinya : Bukankah Kami telah menjadikan bumi itu sebagai hamparan dan gunung-gunung sebagai pasak? [An-Naba [78] : 6-7] Artinya : Dan bumi bagaimana dihamparkan ? *[Al-Ghasyiyah [88] : 20]*
.

.
3.Imam Al-Baidhawi -Seorang mufassir dari kelompok mutaqaddimin, lahir kurun 13, wafat 1286 - menafsirkan firman Allah:
.
ﺍﻟَّﺬِﻱ ﺟَﻌَﻞَ ﻟَﻜُﻢُ ﺍﻷﺭْﺽَ ﻓِﺮَﺍﺷًﺎ ﻭَﺍﻟﺴَّﻤَﺎﺀَ ﺑِﻨَﺎﺀً
“Dialah Yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap” (Q.S Al-Baqarah (02): 22)
.
Yakni, Bumi disediakan untuk manusia agar dapat duduk dan tidur di atasnya, seperti tikar yang terhampar. Hal ini tidaklah mengandung pengertian bahwa bentuk bumi itu menghampar walaupun bumi itu bundar (bulat), namun oleh karena fisiknya yang amat besar, hal ini tidak berarti bahwa ia tidak bisa digunakan untuk tempat duduk, tidur dan sebagainya. (ﻭَﺍﻟﺴَّﻤَﺎﺀَ ﺑِﻨَﺎﺀً) Dan langit sebagai bangunan, Yakni atap yang tinggi dan berada jauh di atas bumi sebagaimana halnya keadaan kubah. *(Tafsir Al-Baidhawi, Surah Al Baqarah :22)*
.
4.Firman Allah SWT dalam surat Ar-Ra’d:
.
ﻭَﻫُﻮَ ﺍﻟَّﺬِﻱ ﻣَﺪَّ ﺍﻷﺭْﺽَ ﻭَﺟَﻌَﻞَ ﻓِﻴﻬَﺎ ﺭَﻭَﺍﺳِﻲَ ﻭَﺃَﻧْﻬَﺎﺭًﺍ

“Dan Dia-lah Tuhan yang membentangkan bumi dan menjadikan gunung-gunung dan sungai-sungai padanya.” (Q.S Ar-Ra’d (13): 3)
Yakni, Allah SWT dengan kekuasaan-Nya telah membentangkan bumi dan memanjangkan lagi luas, agar manusia dapat bertempat tinggal di atasnya. Seandainya seluruh bumi berupa jurang-jurang, bukit-bukit dan tidak ada tanah-tanah datar yang membentang, maka dapat dipastikan manusia tidak mungkin dapat hidup disana. Berkenaan dengan hal itu Ibnu Jazyi mengatakan dalam kitab tafsirnya; yang bernama At tashil Fi Ulum At Tanzil sebagai berikut, “Kata membentang , memanjang dan melingkar tidaklah menafikan akan bentuk bumi yang bulat, karena masing-masing bagian dari bumi memang datar, namun secara kesatuan bumi itu bulat” *(Ibnu Jazyi Al Kalabi 1321 – 1357 ( 36 – 35) dalam At tashil Fi Ulum At Tanzil, II/130)*
.
5.Imam Al Alusi saat mentafsirkan firman Allah SWT:
ﻭَﺍﻟﻠَّﻪُ ﺟَﻌَﻞَ ﻟَﻜُﻢُ ﺍﻷﺭْﺽَ ﺑِﺴَﺎﻃًﺎ
“Dan Allah menjadikan bumi untukmu sebagai hamparan”
Beliau mengungkapkan, “Ayat di atas sama sekali tidak menunjukkan bahwa bentuk bumi itu datar bukan bulat. Karena bola bumi yang sedemikian besar, menjadikan orang-orang yang berada di dalamnya akan melihat kondisi sekelilingnya datar terhampar. Sebenarnya keyakinan tentang bulat atau tidak bulatnya bentuk bumi, bukanlah merupakan suatu keharusan dalam syari’at Islam. Akan tetapi, bulatnya bentuk bumi telah menjadi sesuatu yang diyakini kebenarannya. Adapun maksudnya ‘Allah telah menjadikannya terhampar’ adalah; bahwa kamu semua dapat berhilir mudik di dalamnya sebagaimana engkau berhilir mudik di atas hamparan. *(Al Alusi 10 Des 1802 - 29 july 1854., Tafsir Ruh Al Ma’ani, XXIX/76)*
.
6. Ahmad bin Ja’far Al-Munadi; salah seorang ulama dari pengikut Imam Ahmad yang telah menulis sekitar 400 buku, Imam Ibnu Hazm dan Abu Al-Fajar bin Al-Jauzi. Mereka menguraikannya dengan dalil yang telah popular.” adalah firman Allah SWT.
ﻛُﻞٌّ ﻓِﻲ ﻓَﻠَﻚٍ ﻳَﺴْﺒَﺤُﻮﻥَ .
“Masing-masing dari keduanya itu beredar di dalam garis edarnya” (QS. Al-anbiyaa’ (21): 33).
.
Masih *dalam kitab Harakat Al-Ardh wa Dauranuha* Ibnu Abbas dan ulama salaf yang lain berkata: “Garis edar adalah seperti tempat pusaran alat pemintal. Ungkapan ini memperjelas, bahwa garis edar adalah berbentuk bulat dan berputar.
.
Adapun kata Falak “ﻓﻠﻚ ” secara etimologis berarti; sesuatu yang bulat. Ada sebuah ungkapan:
.
ﺗَﻔَﻠَّﻚَ ﺛَﺪْﻱُ ﺍﻟﺠﺎﺭﻳَﺔِ ﺇﺫﺍَ ﺍﺳْﺘَﺪَﺍﺭَ .
“Buah dada gadis itu akan disebut ‘Tafallaka’ bila mana telah membulat”
Demikian alat pemintal; disebut falakah “ﻓﻠﻜﺔ”, karena bentuknya bulat.”
Para Mufasir dan pakar bahasa telah sepakat bahwa pengertian Falak “ ﻓﻠﻚ” adalah sesuatu yang bulat.

7.menurut Al Alusi “Semuanya yang dipaparkan Al Qur’an telah diperkuat dengan serangkaian bukti dari ahli-ahli astronomi moder” *dikutip dari syiehk Muhammad Mahmud Ash shawwaf, Al Muslimun wa ‘Ilmu Al-Falak, hal.44.*
.
8. Menurut Syieh Ali Ash Shobuni dalam karyanya *Harakat Al-Ardh wa Dauranuha*, beliau mengatakan: “mengenai Pengertian ( ﺣُﺴْﺒَﺎﻧًﺎ) dalam firman Allah SWT:
.
ﻭَﺟَﻌَﻞَ ﺍﻟﻠَّﻴْﻞَ ﺳَﻜَﻨًﺎ ﻭَﺍﻟﺸَّﻤْﺲَ ﻭَﺍﻟْﻘَﻤَﺮَ ﺣُﺴْﺒَﺎﻧًﺎ
“Dan (Allah) telah menjadikan malam untuk beristirahat, dan (menjadikan) matahari dan bulan untuk perhitungan.” (Al An’am (06) : 96). Dan dalam ayat yang lain.
ﺍﻟﺸَّﻤْﺲُ ﻭَﺍﻟْﻘَﻤَﺮُ ﺑِﺤُﺴْﺒَﺎﻥٍ
“Matahari dan bulan (beredar) menurut perhitungan.” (S. Arrahman (55) : 5)
.
Ada yang mengatakan dari “Al-Hisabu” ‘Matematis’, dan yang lain berpendapat dengan makna “Husbanu” ‘Perhitungan’ , sebagai mana perhitungan gerak dan putaran batu penghiling, yaitu peredaran lintasan benda-benda langit. Pendapat ini sudah tidak diperselisihkan lagi, karena memang sesuai dengan apa yang ditunjukkan oleh Al-Qur’an dan As-Sunnah. Para ulama telah bersepakat, bahwa berdasarkan hasil penelitian para pakar astronomi, bentuk pelanet bumi adalah bulat, bukan datar”.

9. Ilmuan Islam, Ibnu Khaldun (1332 – 1406 M / 732H – 808 H): “Ketahuilah, sudah jelas di kitab-kitab para ilmuan dan peneliti tentang alam bahwa bumi berbentuk bumi….” *(Muqaddimah Ibnu Khaldun, Kairo).*
.
salah satu bukti bumi berbentuk bulat adalah bintang-bintang dan planet-planet yang berbentuk bulat *(Atsar Al-Bilad wa Akhbar Al-Bilad)*
.
Selain mereka, masih banyak ilmuan dan ulama Islam klasik yang menyebutkan di dalam bukunya bahwa bumi berbentuk bulat. Di antara buku tersebut adalah:
.
1. Muruj Al-Dzahab wa Ma’adin Al-Jauhar, oleh Mas’udi Ali Husain Ali bin Husain (w. 346 H).
2. Ahsan Taqasim fi Ma’rifah Al-Aqalim, oleh Al-Maqdisi (w. 375 H)
3. Kitab Shurah Al-Ardh, oleh Ibnu Hauqal
4. Al-Masalik wa Al-Mamalik, oleh Al-Ishthikhry
5. Ruh Al-Ma’ani, oleh Imam Al-Alusi (ulama tafsir Al-Qur’an)
6. Mafatih Al-Ghaib, oleh Fakhru Ar-Razi (ulama tafsir Al-Qur’an)
Dan lain-lain.
.
ULAMA lama kita terdahulu betapa ilmu dan pengetahuan mereka telah sedemikian luasnya, dan betapa pandangan serta pemahaman mereka telah sedemikian cemerlang, pada saat umat manusia belum ada yang mengetahui ilmu-ilmu alam, kecuali hanya sedikit saja.
.
Jadi kesimpulan yg terpenting dalam hal ini jelas bahwa bumi itu bulat berdasarkan pendapat ahli tafsir dan kaidah tata bahasa arab.Bahkan pendapat ulama islam jauh telah lama ada sebelum muncul saint Saint Barat.
.
Artinya saint barat justru mengutip sumber ilmu pengetahuan islam di bidang astronomi.

By.Von Edison Alouisci
Kingstones 01.01.2013
.
http://v-e-alouisci.blogspot.com

Kubah para auliya

WAHABI  ga akan percaya kalau jasad org yg soleh dijaga
.buktinya jasad  presiden SADAM HUSAIN masih tetap utuh.. makam SADAM HUSAIN DI  bongkar dan di pindahkan ternyata jasadnya masih utuh dan di solatin lagi

wahabi  selalu mengecam bahwa meninggikan makam dibilang  sesat . tapi nyatanya ..


______
KUBAH – KUBAH DI MAKAM PARA ULAMA SALAF
__________
Bagi golongan exrtrim, makam ulama yang tinggi-tinggi dan memiliki kubah wajib dibongkar. Namun keanehan dari golongan tsb ini bertolak belakang dengan realitas sejarah umat Islam sejak masa Salaf.
Kubah Makam Para Sahabat.

وَأَمَّا اْلمَشَاهِدُ الْمَعْرُوْفَةُ الْيَوْمَ بِالْمَدِيْنَةِ فَمَشْهَدُ الْعَبَّاسِ بْنِ عَبْدِ الْمُطَلِّبِ وَالْحَسَنِ بْنِ عَلِيّ وَمَنْ مَعَهُمَا عَلَيْهِمْ قُبَّةٌ شَامِخَةٌ قَالَ ابْنُ النَّجَارِ وَهِيَ كَبِيْرَةُ عَالِيَةُ قَدِيْمَةُ الْبِنَاءِ وَعَلَيْهَا بَابَانِ (خلاصة الوفا بأخبار دار المصطفى – ج 1 / ص 262)

“Adapun makam-makam yang terkenal saat ini di Madinah adalah makam Abbas bin Abdil Muthallib, makam Hasan bin Ali dan orang yang bersamanya.

Diatas makam-makam mereka ada kubah yang tinggi. Ibnu an-Najjar berkata: Kubah itu besar, tinggi dan bangunan kuno, yang memiliki 2 pintu”

(Khulashat al-Wafa 1/262).

Kubah Makam Sayidina Abbas

وَمَاتَ (الْعَبَّاسُ) سَنَةَ اثْنَتَيْنِ وَثَلاَثِيْنَ، فَصَلَّى عَلَيْهِ عُثْمَانُ. وَدُفِنَ بِالْبَقِيْعِ. وَعَلَى قَبْرِهِ الْيَوْمَ قُبَّةٌ عَظِيْمَةٌ مِنْ بِنَاءِ خُلَفَاءِ آلِ الْعَبَّاسِ. (سير أعلام النبلاء للحافظ الذهبي – ج 2 / ص 97)

“Abbas (paman Rasulullah Saw) meninggal pada tahun 32 H. Disalati oleh Utsman, dimakamkan di Baqi’ dan diatas kuburnya ada kubah besar yang dibangun para Khalifah keluarga Abbas”

(Siyar A’lam an-Nubala’ 2/97)

Syaikh al-Arnauth yang mentahqiq kitab tersebut berkata:

هَذَا كَانَ فِي عَصْرِ الْمُؤَلِّفِ أَمَّا اْلآنَ فَلَمْ يَبْقَ لَهَا أَثَرٌ.

“Kubah ini ada di masa muallif (al-Hafidz adz-Dzahabi).

Sedangkan saat ini sudah tidak ada bekasnya”

Kubah Makam Sahabat Uqail

عُقَيْلُ بْنُ أَبِى طَالِبٍ الصَّحَابِى، رَضِىَ اللهُ عَنْهُ: تُوُفِّىَ فِى خِلاَفَةِ مُعَاوِيَةَ، وَقَدْ كُفَّ بَصَرُهُ، وَدُفِنَ بِالْبَقِيْعِ، وَقَبْرُهُ مَشْهُوْرٌ عَلَيْهِ قُبَّةٌ فِى أَوَّلِ الْبَقِيْعِ. (تهذيب الأسماء للحافظ النووي – ج 1 / ص 463)

“Uqail bin Abi Thalib, seorang sahabat. Wafat di masa khilafah Muawiyah, sungguh ia telah buta, dimakamkan di Baqi’, dan makamnya terkenal, diatasnya ada kubahnya di awal Baqi’”

(Tahdzib al-Asma’ 1/463)

Kubah Makam Ibrahim Putra Rasulullah

وَدُفِنَ (اِبْرَاهِيْمُ) بِالْبَقِيْعِ، وَقَبْرُهُ مَشْهُوْرٌ عَلَيْهِ قُبَّةٌ (تهذيب الأسماء للحافظ النووي – ج 1 / ص 130)

“Ibrahim dimakamkan di Baqi’, makamnya terkenal, diatasnya ada kubahnya”

(Tahdzib al-Asma’ 1/130)

Kubah Makam Zubair bin Awwam

حَوَادِثُ سَنَةَ سِتٍّ وَثَمَانِيْنَ وَثَلاَثِمِائَةٍ. فِي الْمُحَرَّمِ ادَّعَى أَهْلُ الْبَصْرَةِ أَنَّهُمْ كُشِفُوْا عَنْ قَبْرٍ عَتِيْقٍ، فَوَجَدُوْا فِيْهِ مَيِّتاً طَرِياً بِشَابِهِ وَسَيْفِهِ، وَأَنَّهُ الزُّبَيْرُ بْنُ الْعَوَّامِ، فَأَخْرَجُوْهُ وَكَفَّنُوْهُ وَدَفَنُوْهُ بِالْمَرْبَدِ، وَبَنَوْا عَلَيْهِ، وَعُمِلَ لَهُ مَسْجِدٌ، وَنُقِلَتْ إِلَيْهِ الْقَنَادِيْلُ وَالْبُسُطُ وَالْقُوَّامٌ وَالْحَفَظَةُ. قَامَ بِذَلِكَ اْلأَمِيْرُ أَبُوْ الْمِسْكِ. فَاللهُ أَعْلَمُ مِنْ ذَاكَ الْمَيِّتِ. (تاريخ الإسلام للحافظ الذهبي – ج 6 / ص 303)

“Kejadian-kejadian tahun 386 H. Di bulan Muharram, penduduk Bashrah mengaku bahwa mereka menemukan makam tua yang terbuka.

Mereka mendapati janazah yang masih segar bugar dan pedangnya.

Menurut mereka ia adalah Zubair bin Awwam.

Lalu mereka mengeluarkannya, mengkafaninya, membangun makamnya, dibuatkan masjid, diberi lampu, tikar, perawat dan penjaga. Pendirinya adalah al-Amir Abu al-Misk. Allah yang mengetahui mayit tersebut”

(Tarikh al-Islam 6/303)

____________
Kubah Makam Ulama

Kubah Makam Imam Abu Hanifah

تُوُفِّيَ (اَبُوْ حَنِيْفَةَ) شَهِيْدًا مَسْقِيًّا فِي سَنَةِ خَمْسِيْنَ وَمِئَةٍ. وَلَهُ سَبْعُوْنَ سَنَةً، وَعَلَيْهِ قُبَّةٌ عَظِيْمَةٌ وَمَشْهَدٌ فَاخِرٌ بِبَغْدَادَ، وَاللهُ أَعْلَمُ. (سير أعلام النبلاء للحافظ الذهبي – ج 6 / ص 403)

“Abu Hanifah wafat sebagai syahid pada 150 H, usianya 70 tahun dan diatas makamnya ada kubah besar dan makam yang megah di Baghdad” (Siyar A’lam an-Nubala’ 6/403)
Di bagian lain al-Hafidz adz-Dzahabai berkata:

وَبَنَوْا عَلَى قَبْرِ أَبِي حَنِيْفَةَ قُبَّةً عَظِيْمَةًً (سير أعلام النبلاء للحافظ الذهبي – ج 18 / ص 314)

“Mereka membangun kubah besar di atas makam Abu Hanifah” (Siyar A’lam an-Nubala’ 18/314)

al-Hafidz Ibnu Katsir berkata:

سَنَةَ تِسْعٍ وَخَمْسِيْنَ وَأَرْبَعِمِاَئةٍ فِيْهَا بَنَى أَبُوْ سَعِيْدِ الْمُسْتَوْفِى الْمُلَقَّبُ بِشَرَفِ الْمَلِكِ مَشْهَدَ اْلإِمَامِ أَبِي حَنِيْفَةَ بِبَغْدَادَ وَعَقَدَ عَلَيْهِ قُبَّةً وَعَمِلَ بِإِزَائِهِ مَدْرَسَةً (البداية والنهاية للحافظ ابن كثير – ج 12 / ص 95)

“Pada tahun 459, Abu Said al-Mustahfa yang dibelari dengan Syaraf al-Malik membangun makam Abu Hanifah di Baghdad. Ia membuatkan kubah dan madrasah di dekanya” (al-Bidayah wa an-Nihayah 12/95)

Kubah Makam Qadli Iyadl

وَبُنِىَ عَلَيْهِ (الْقَاضِي عِيَاضٍ) قُبَّةٌ عَظِيْمَةٌ ذَاتَ أَرْبَعَةِ أَوْجُهٍ، وَأَلْزَمَ الْفُقَهَاءُ بِالتَّرَدُّدِ إِلَى هُنَاكَ لِتِلاَوَةِ الْقُرْآنِ لِيَشْتَهِرَ الْقَبْرُ. قَالَ لِي أَبُوْ عَمْرٍو: أَنَا جِئْتُ إِلَى الْقُبَّةِ الْمَذْكُوْرَةِ، وَدَعَوْتُ اللهَ تَعَالَى، فَاسْتَجَابَ لِي. وَاللهُ أَعْلَمُ. (سير أعلام النبلاء للحافظ الذهبي – ج 20 / ص 217)

“Dan makam Qadli Iyadl dibangunkan kubah besar persegi empat. Para ulama fikih bolak-balik berdatangan kesana untuk membaca al-Quran, untuk mempopulerkan makam. Abu Amr berkata kepada saya; Saya mendatangi kubah makam tersebut dan saya berdoa kepada Allah, lalu Allah mengabulkan untuk saya. Wallahu A’lam” (Siyar A’lam an-Nubala’ 20/217)

Kubah Makam Syaikh al-Karmani

وَمَاتَ رَاجِعاً مِنْ مَكَّةَ فِي سَادِسَ عَشَرَ الْمُحَرَّمِ بِمَنْزِلَةٍ تُعْرَفُ بِرَوْضٍ مِنْهَا، وَنُقِلَ إِلَى بَغْدَادَ فَدُفِنَ بِهَا، وَكَانَ أَعَدَّ لِنَفْسِهِ قَبْراً بِجِوَارِ الشَّيْخِ أَبِي إِسْحَاقَ الشَّيْرَازِي وَبُنِيَتْ عَلَيْهِ قُبَّةٌ (إنباء الغمر بأبناء العمر للحافظ ابن حجر – ج 1 / ص 112)

“Syaikh Muhammad bin Yususf al-Karmani (lahir 717 H). Ia wafat ketika kembali dari Makkah pada 16 Muharram di sebuat tempat yang dikenal dengan sebah taman, kemudian dipindah ke Baghdad dan dimakamkan disana. Ia telah menyiapkan makam untuk dirinya sendiri di dekat Abu Ishaq asy-Syairazi, dan dibangunkan sebuah kubah”

(Iba’ al-Ghumr fi Abna’ al-Umr 1/112)

Kubah Makam Imam Syafii

وَقَالَ الْمُنْذِرِي: أَنْشَأَ الْكَامِلُ دَارَ الْحَدِيْثِ بِالْقَاهِرَةِ، وَعَمَّرَ قُبَّةً عَلَى ضَرِيْحِ الشَّافِعِي (سير أعلام النبلاء للحافظ الذهبي – ج 22 / ص 127)

“al-Kamil (seorang raja besar penguasa Mesir dan Syam tahun 576 H) tumbuh di Dar al-Hadis di Mesir. Ia membangun kubah makam asy-Syafii” (Siyar A’lam an-Nubala’2 2/127)

Kubah Makam Imam Syafii Wajib Dibongkar?

وَأَفْتَى جَمْعٌ شَافِعِيُّوْنَ بِوُجُوْبِ هَدْمِ كُلِّ بِنَاءٍ بِالْقَرَافَةِ حَتَّى قُبَّةِ إِمَامِنَا الشَّافِعِي رَضِيَ اللهُ عَنْهُ الَّتِي بَنَاهَا بَعْضُ الْمُلُوْكِ (فيض القدير – ج 6 / ص 402)

“Sekelompok ulama Syafiiyah berfatwa dengan wajibnya merobohkan setiap bangunan di Qarafah, hingga kubahnya imam kita, asy-Syafii radliallahu anhu, yang dibangun oleh sebagian raja” (Faidl al-Qadir 6/402)

Mengapa kubah makam Imam Syafii mau dibongkar? Apakah khawatir syirik? Bukan karena itu, namun karena tanah Qarafah di Mesir adalah tanah wakaf dari Sayidina Umar:

وَقَالَ فِي الْمَدْخَلِ فِي فَصْلِ زِيَارَةِ الْقُبُورِ : الْبِنَاءُ فِي الْقُبُورِ غَيْرُ مَنْهِيٍّ عَنْهُ إذَا كَانَ فِي مِلْكِ الْإِنْسَانِ لِنَفْسِهِ وَأَمَّا إذَا كَانَتْ مُرْصَدَةً فَلَا يَحِلُّ الْبِنَاءُ فِيهَا ، ثُمَّ ذَكَرَ أَنَّ سَيِّدَنَا عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ جَعَلَ الْقَرَافَةَ بِمِصْرَ لِدَفْنِ مَوْتَى الْمُسْلِمِينَ وَاسْتَقَرَّ الْأَمْرُ عَلَى ذَلِكَ وَأَنَّ الْبِنَاءَ بِهَا مَمْنُوعٌ (مواهب الجليل في شرح مختصر الشيخ خليل – ج 5 / ص 468)

Akan tetapi makam Imam Syafii terletak di rumah murid beliau, bukan di area tanah wakaf:

وَقَدْ أَفْتَى الْعِزُّ بْنُ عَبْدِ السَّلَامِ بِهَدْمِ مَا فِي الْقَرَافَةِ ، وَيُسْتَثْنَى قُبَّةُ الْإِمَامِ لِكَوْنِهَا فِي دَارِ ابْنِ عَبْدِ الْحَكَمِ ا هـ (حاشية البجيرمي على الخطيب – ج 6 / ص 156)

Dan sungguh Izzuddin bin Abdissalam berfatwa untuk merobohkan kubah makam yang ada di Qarafa. Kecuali kubahnya Imam asy-Syafii sebab kubah tersebut berada di rumah Ibnu Abdil Hakam” (Hasyiah Bujairimi ala al-Khathib 6/156)

Makam Ulama Yang Memiliki Kubah Tak Terhitung Jumlahnya

Apa yang saya tulis disini hanya sebagian kecil dari kitab-kitab Tarikh, belum mencantumkan kitab-kitab lain seperti an-Nur as-Safir karya Syaikh al-Aidrus, Simth an-Nujum karya Syaikh al-‘Ishami, Khulashat al-Atsar karya Syaikh al-Muhibbi, al-Kawakib as-Sairah karya Syaikh Najmuddin al-Ghazi, Mir’at al-Jinan karya Syaikh al-Yafi’i, Bughyat ath-Thalab fi Tarikhi Halb karya Syaikh Ibnu al-Adim, dan sebaginya.

Lalu siapakah yang pertama kali yang membangun kubah di kuburan?

قَالَ مَالٍكٌ: أَوَّلُ مَنْ ضَرَبَ عَلَى قَبْرٍ فُسْطَاطًا عُمَرُ، ضَرَبَ عَلَى قَبْرِ زَيْنَبَ بِنْتِ جَحْشٍ زَوْجِ النَّبِىِّ، – صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – (شرح ابن بطال – ج 5 / ص 346)
“Malik berkata: Orang yang pertama kali membangun kubah diatas kuburan adalah Umar. Ia membangun kubah di atas makam Zainab binti Jahsy, istri Nabi Saw” (Syarahal-Bukhari karya Ibnu Baththal, 5/346)

Padahal Sayidina Umar adalah salah seorang sahabat yang dijamin masuk surga dan Amir al-Mu’minin atau Khalifah kedua. Apakah yang dilakukan Sayidina Umar adalah bid’ah yang sesat?

*SANGGAHAN TEORI BUMI DATAR DLM KAJIAN*.


.
Penulis :  Von Edison Alouisci
.
Pengikut bumi datar dan orang yang sejalan dgn pemikirannya Merasa yakin sekali bahwa bumi itu datar.
.
Dgn modal ILMU TERJEMAHNYA Meraka menganggap ayat ayat quran itu bicara bumi datar.
.
Berikut ini dalil Alqur’an yang biasa mereka pakai:
.
DALIL MEREKA PERTAMA:
.
firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala dalam Al-Qur’an surat Al-Hijr: 19, “Dan Kami (Allah) telah menghamparkan bumi….”.
.
Nah lihatlah, kata mereka, bukankah ayat ini dengan gamblang telah menjelaskan bahwa bumi itu terhampar, dan tidak dikatakan bulat…!
.
Kemudian mereka pun dengan enteng mengkafirkan semua orang yang berseberangan faham dengan mereka.
.
DALIL MERAKA KEDUA:
.
adalah firman Allah pada surat Al-Baqarah: 22, “Dialah (Allah) yang telah menjadikan bumi itu sebagai hamparan (firasy) bagimu.”
.
DALIL MEREKA KETIGA:
.
adalah firman Allah pada surat Qaf:7, “Dan Kami hamparkan bumi itu dan Kami letakkan padanya gunung-gunung yang kokoh dan Kami tumbuhkan padanya segala macam tanaman yang indah dipandang mata…”
.
DALIL MEREKA KEEMPAT:
adalah firman Allah pada surat An-Naba 78: 6-7, “Bukankah Kami telah menjadikan bumi itu sebagai hamparan dan gunung-gunung sebagai pasak?
.
DALIL MEREKA KELIMA
.
adalah firman Allah pada surat Al-Ghasyiyah : 20, “Dan bumi bagaimana dihamparkan ?”
.
DAKIL MEREKA KEENAM
.
Adalah firman Allah pada surah yasin : Qs.36, 37, 38, 39
.
Memang secara tekstual, bunyi ayat-ayat di atas mengatakan bahwa bumi ini terhampar, seumpama firasy, karpet, atau tempat tidur.
Namun, apakah sesederhana itu sajakah memahamkan ayat Al-Qur’an….?
.
Apakah memahamkan al-Qur’an yang agung cukup secara tekstual saja, kemudian mengabaikan arti kontekstualnya…?
Kalau demikian, yakni Al-Qur’an hanya difahamkan secara tekstual saja, maka pasti akan hilanglah kehebatan dan keagungan Al-Qur’an itu.
.
Padahal ada banyak ayat suci Al-Qur’an dan hadis yang mendudukkan derajat orang-orang berpengetahuan berada beberapa tingkat di atas orang awam.
.
Dalam hal ini, pemahaman kontekstual jelas memerlukan daya nalar yang lebih tinggi dibandingkan sekedar pemahaman tekstual saja.
.
Dengan demikian, pantaslah kiranya jika Allah dalam Al-Qur’an dan Nabi dalam banyak hadis beliau, memuji dan menyatakan bahwa orang yang berilmu pengetahuan, yang memakai akal dan nalar, memiliki derajat yang tinggi jauh berbeda dengan orang awam.
.
*MARI KITA KAJI AGAR TDK MODE ON ASAL TEKSTUAL.*
.
Pada surat Al-Hijr ayat 19 dikatakan bahwa Allah telah menghamparkan bumi.
.
Disitu tidak ada dikatakan bagian yang dihamparkan adalah bagian bumi tertentu, tetapi yang terhampar adalah bumi secara mutlak. Sehingga dengan demikian, jika kita berada di suatu tempat di bagian manapun dari pada bumi itu (selatan, barat, utara, dan timur), maka kita akan melihat bahwa bumi itu datar saja, SEOLAH-OLAH TERHAMPAR di hadapan kita.
.
Kemudian jika kita berjalan dan terus berjalan dengan mengikuti satu arah yang tetap, maka bumi itu akan terus menerus kita dapati terhampar di hadapan kita sampai suatu saat kita kembali ke tempat semula saat awal berjalan.
.
Hal ini telah jelas membuktikan bahwa justru bumi itu bulat adanya.
.
Sebaliknya, jika saja bumi itu berbentuk kubus, misalnya, maka pasti hamparan itu suatu saat akan terpotong, dan kita akan menuruni suatu bagian yang menjurang, menurun, TIDAK LAGI TERHAMPAR…..!
.
Selanjutnya, jika bumi itu adalah sebuah hamparan seperti karpet atau tikar, maka jika ada orang yang melakukan perjalanan lurus satu arah secara terus menerus, maka orang itu pada akhir perjalanannya akan sampai pada ujung bumi yang terpotong, dan tidak akan pernah kembali ke tempatnya semula, di mana dia memulai perjalanannya yang pertama dulu.
.
Penelitian dan pengalaman manusia telah membuktikan bahwa perjalanan yang dilakukan secara terus menerus ke satu arah tertentu tidak pernah menemukan ujung dunia yang terpotong, melainkan terus menerus yang ditemukan hanyalah hamparan demi hamparan di tanah yang dilalui, untuk kemudian perjalanan itu berakhir pada tempat semula saat perjalanan pertama dimulai.
.
Hal ini tidak mungkin dapat terjadi jika saja bumi itu tidak bulat keberadaannya.
.
Penjelasan yang lebih gamblang adalah pada surat Al-Baqarah ayat 22: “ Dia (Allah) yang telah menjadikan bumi itu firasy (hamparan, kapet) BAGIMU ……” Perhatikan kata-kata “bagimu”.
.
Al-Qur’an dalam hal ini, tidak sekedar mengatakan bahwa bumi itu hamparan umpama karpet saja, kemudian berhenti pada kalimat itu, tapi ada kata tambahan lain yaitu “bagimu”.
.
Artinya, bagi kita manusia yang tinggal di atas permukaan bumi ini, bumi terasa datar. Walaupun, bumi itu pada kenyataannya adalah tidak datar. Hanya TERASA DATAR bagi kita manusia.
.
Terasa datar bukan berarti benar-benar datar, bukan….?
.
Penjelasan kata “karpet (firasy)” bagimu bukankah bisa diartikan sebagai sesuatu yang berfungsi untuk diduduki atau dipakai tidur, dengan aman dan nyaman…?.
.
Kata firasy dalam bahasa Indonesia dapat diartikan karpet, atau ranjang adalah sesuatu yang nyaman dan aman dan dipakai untuk tidur.
.
Nampaknya arti seperti ini dapat dipakai, sebab keberadaan struktur bumi ini memang berlapis-lapis.
.
Bagian intinya sangat panas dengan suhu ribuan derajat celcius yang mematikan.
.
Namun demikian, pada bagian LAPISAN YANG PALING ATAS, ada sebuah lapisan keras setebal 70 kilometer, disebut lapisan kerak bumi yang paling aman dan nyaman, dengan suhu yang aman pula bagi kehidupan.
.
Seolah-olah lapisan bumi bagian atas itu adalah ‘karpet’ atau ‘ranjang’ yang terbentang luas dan melindungi manusia serta seluruh makhluk Allah yang berada di atasnya, aman dari bahaya lapisan bumi bagian dalam yang cair, yang sangat panas lagi mematikan itu.
.
Kemudian dalam QS.Qaf:7, “Dan Kami hamparkan bumi itu dan Kami letakkan padanya gunung-gunung yang kokoh dan Kami tumbuhkan padanya segala macam tanaman yang indah dipandang mata…”
.
Perhatikan gambaran bumi dalam ayat lainnya:
.
waal-ardha ba’da dzaalika dahaahaa
[79:30] Dan bumi sesudah itu dihamparkan-Nya.
.
terjemahan bahasa Indonesia kembali menyaakan kata ini dengan ‘hamparan’.
.
Lalu ketika Al-Qur’an menyebut kata ‘al-ardha ‘ atau ‘al-ardhi ‘ yang diterjemahkan menjadi ‘bumi’, bisa juga merujuk kepada ‘permukaan bumi’ atau lapisan bumi paling luar tempat kita berpijak, lihat ayat ini :
.
walakum fii al-ardhi mustaqarrun wamataa’un ilaa hiinin [2:36]
.
Dan bagi kamu ada tempat kediaman di bumi, dan kesenangan hidup sampai waktu yang ditentukan.”
.
wa-idzaa tawallaa sa’aa fii al-ardhi liyufsida fiihaa wayuhlika alhartsa waalnnasla waallaahu laa yuhibbu alfasaada
[2:205]
.
Dan apabila ia berpaling (dari kamu), ia berjalan di bumi untuk mengadakan kerusakan padanya, dan merusak tanam-tanaman dan binatang ternak, dan Allah tidak menyukai kebinasaan
.
Ayat-ayat tersebut merupakan sinyal-sinyal ilmiah dari Al-Qur’an tentang proses pembentukan kulit bumi, tempat kita berpijak, disitu ada indikasi terjadinya proses yang berangsur-angsur, mulai dari sedikit lalu meluas menjadi seperti permukaan bumi yang ada sekarang, ibarat orang menggelar/
menghamparkan permadani..
.
Kata ‘ farsya’ juga diartikan sebagian para ulama dengan ‘alas’ atau ‘tunggangan’. Sebagian ulama tafsir mengartikan sebagai ‘yang disembelih’, dalam hal ini adalah terkait dengan kambing, domba dan sapi (lihat Tafsir Al-Mishbah ).
Ini menjelaskan bahwa hewan yang disembelih tersebut bisa dimanfaatkan, misalnya kulitnya sebagai alas untuk tempat duduk.
.
wamina al-an’aami hamuulatan wafarsyan
[6:142]
.
Dan di antara hewan ternak itu ada yang dijadikan untuk pengangkutan dan ada yang untuk disembelih.
.
Ini dijelaskan dalam ayat Al-Qur’an yang lain :
.
waallaahu ja’ala lakum min buyuutikum sakanan waja’ala lakum min juluudi al-an’aami buyuutan tastakhiffuunahaa yawma zha’nikum wayawma iqaamatikum wamin ashwaafihaa wa-awbaarihaa wa-asy’aarihaa atsaatsan wamataa’an ilaa hiinin
[16:80]
.
Dan Allah menjadikan bagimu rumah-rumahmu sebagai tempat tinggal dan Dia menjadikan bagi kamu rumah-rumah (kemah-kemah) dari kulit binatang ternak yang kamu merasa ringan (membawa)nya di waktu kamu berjalan dan waktu kamu bermukim dan (dijadikan-Nya pula) dari bulu domba, bulu onta dan bulu kambing, alat-alat rumah tangga dan perhiasan (yang kamu pakai) sampai waktu (tertentu).
.
Maka lagi-lagi kata ‘ farasy ’ dalam ayat tersebut tidak mengandung unsur ‘datar’ melainkan ‘alas tempat duduk’. Tentu saja suatu yang dihamparkan/digelar/dibentangkan akan membentuk sesuai tempat dimana dia dihamparkan, hamparan akan berbentuk melengkung kalau dasar tempatnya juga melengkung, hamparan akan berbentuk datar kalau dasar tempatnya juga datar..
.
Kata tersebut juga dipakai dalam ayat lain :
.
muttaki-iina ‘alaa furusyin bathaa-inuhaa min istabraqin wajanaa aljannatayni daanin
[55:54]
.
Mereka bertelekan di atas permadani yang sebelah dalamnya dari sutera. Dan buah-buahan di kedua syurga itu dapat (dipetik) dari dekat.
.
wafurusyin marfuu’atin
[56:34] dan kasur-kasur yang tebal lagi empuk.
.
Ayat tersebut juga tidak menyinggung tentang suatu bidang yang datar, tapi mengenai suatu benda yang ‘ dibentangkan‘ untuk tempat duduk-duduk atau istirahat.
.
al’farasyi’ dalam ayat ini diartikan sebagai ‘ anai-anai/laron ’ yang baru lahir sehingga posisi mereka bertumpuk-tumpuk bergerak makin lama makin meluas, maka kata ini diikuti dengan ‘ al-mabtsuutsi ’ = bertebaran, menyebar makin lama makin luas, dalam kalimat ini juga tidak ada korelasi antara kata ‘faraasyi’ dengan datar, melainkan menjelaskan sesuatu yang berkembang meluas.
.
Bisa dilihat dalam ayat ini :
.
yawma yakuunu alnnaasu kaalfaraasyi almabtsuutsi
[101:4]
.
Pada hari itu manusia adalah seperti anai-anai yang bertebaran,Dialah Yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan Dia menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rezeki untukmu; karena itu janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah, padahal kamu mengetahui.
.
QS 2:22
alladzii ja’ala lakumu al-ardha firaasyan [2:22]
Dialah yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu
Farasya = ‘fa-ra-syin’
.
Kata tersebut berasal dari kata ‘ farasya ’ yang berarti : to spread out, extend, stretch forth, furnish = menghampar, mempunyai kata turunan : furusy (berbentuk jamak, bentuk tunggalnya : firasy ).
.
Kata ‘ firasy ’ berarti : hamparan yang biasanya digunakan untuk duduk atau berbaring.
.
Dari situ kata tersebut juga bisa diartikan : permadani, kasur atau ranjang. Dalam kalimat ini tidak ada kaitan sesuatu yang terhampar dengan ‘datar’.
.
Ketahuilah wahai saudaraku seiman, bahwa bumi yang kita tempati ini berbentuk bulat menurut kesepakatan para ulama. Hal ini mereka nyatakan jauh-jauh hari sebelum para ilmuwan barat menyatakan hal ini.
.
*PENDAPAT ULAMA AHLI TAFSIR DAN ASTRONOMI ISLAM*
.
1.Berkata Imam Ibnu Hazm dalam Al-Fishal fil Milal wan Nihal (2/97) :
.
Pasal penjelasan tentang bulatnya bumi. Tidak ada satupun dari ulama kaum muslimin semoga Allah meridlai mereka- yang mengingkari bahwa bumi itu bulat, dan tidak dijumpai bantahan atau satu kalimat pun dari salah seorang dari mereka, bahkan al-Quran dan as-Sunnah telah menguatkan tentang bulatnya bumi.
.
2. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah ULAMA RUJUKAN AKIDAH WAHABI dengan menukil perkataan Imam Abul Husain Ahmad bin Jafar bin Munadi salah seorang ulama Hanabillah yang sangat masyhur di zamannya- berkata :
.
Demikianlah juga para ulama sepakat bahwasanya bumi dengan segala gerakannya, baik di darat maupun di laut itu bulat *[Lihat Majmu Fatawa Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah 25/159]*
.
Dan Syaikhul Islam pun menukil adanya ijma para ulama mengenai hal ini dari Imam Ibnu Hazm dan Abul Faraj Ibnul Jauzi. [Lihat Majmu Fatawa 6/586]
.
Berkata Imam Ibnu Hazm :
.
Kita katakan kepada orang yang tidak memahami masalah ini :
.
Bukankah Allah mewajikan kepada kita untuk shalat Dzuhur apabila matahari telah bergeser ke arah barat (zawal)? Pasti dia akan menjawab : Ya. Lalu tanyakan kepadanya tentang makna bergesernya matahari ke arah barat, pasti jawabannya adalah bahwa matahari telah berpindah dari tempat pertengahan jarak antara waktu terbitnya dengan waktu tenggelamnya, dan ini terjadi di semua waktu dan semua tempat. Maka orang yang mengatakan bahwa bumi itu datar dan tidak bulat dia harus mengatakan bahwa orang yang tinggal di daerah bumi paling timur harus shalat Dhuhur saat matahari barusan terbit, juga orang yang tinggal di daerah paling barat tidak menjalankan shalat Dhuhur kecuali di pengunjung siang dan ini adalah sesuatu yang sudah keluar dari ketetapan syariat Islam [Lihat Al-Fishal 2/87 dengan diringkas)
.
Adapun firman Allah. Artinya :
.
Dan bumi bagaimana dihamparkan? {Al-Ghasyiyah [88] : 20]
.
Ayat ini sama sekali tidak menunjukkan bahwa bumi itu datar, karena sebuah benda yang bulat kalau semakin besar, maka akan semakin tidak kelihatan bulatnya dan akan nampak seperti datar. *[Lihat Hidayatul Hairan Fi Masalatid Daurah oleh Syaikh Abdul karim Al-Humaid hal. 56]*
.
Keberadaan bumi itu bulat tidak bertentangan dengan bahwa permukaan bumi itu datar yang layak untuk dijadikan tempat tinggal, sebagaimana firman Allah Taala. Artinya : Dialah yang menjadikan bumi sebagai hamparan [Al-Baqarah [2] ; 22]
.
Juga firmanNya. Artinya : Bukankah Kami telah menjadikan bumi itu sebagai hamparan dan gunung-gunung sebagai pasak? [An-Naba [78] : 6-7] Artinya : Dan bumi bagaimana dihamparkan ? *[Al-Ghasyiyah [88] : 20]*
.

.
3.Imam Al-Baidhawi -Seorang mufassir dari kelompok mutaqaddimin, lahir kurun 13, wafat 1286 - menafsirkan firman Allah:
.
ﺍﻟَّﺬِﻱ ﺟَﻌَﻞَ ﻟَﻜُﻢُ ﺍﻷﺭْﺽَ ﻓِﺮَﺍﺷًﺎ ﻭَﺍﻟﺴَّﻤَﺎﺀَ ﺑِﻨَﺎﺀً
“Dialah Yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap” (Q.S Al-Baqarah (02): 22)
.
Yakni, Bumi disediakan untuk manusia agar dapat duduk dan tidur di atasnya, seperti tikar yang terhampar. Hal ini tidaklah mengandung pengertian bahwa bentuk bumi itu menghampar walaupun bumi itu bundar (bulat), namun oleh karena fisiknya yang amat besar, hal ini tidak berarti bahwa ia tidak bisa digunakan untuk tempat duduk, tidur dan sebagainya. (ﻭَﺍﻟﺴَّﻤَﺎﺀَ ﺑِﻨَﺎﺀً) Dan langit sebagai bangunan, Yakni atap yang tinggi dan berada jauh di atas bumi sebagaimana halnya keadaan kubah. *(Tafsir Al-Baidhawi, Surah Al Baqarah :22)*
.
4.Firman Allah SWT dalam surat Ar-Ra’d:
.
ﻭَﻫُﻮَ ﺍﻟَّﺬِﻱ ﻣَﺪَّ ﺍﻷﺭْﺽَ ﻭَﺟَﻌَﻞَ ﻓِﻴﻬَﺎ ﺭَﻭَﺍﺳِﻲَ ﻭَﺃَﻧْﻬَﺎﺭًﺍ

“Dan Dia-lah Tuhan yang membentangkan bumi dan menjadikan gunung-gunung dan sungai-sungai padanya.” (Q.S Ar-Ra’d (13): 3)
Yakni, Allah SWT dengan kekuasaan-Nya telah membentangkan bumi dan memanjangkan lagi luas, agar manusia dapat bertempat tinggal di atasnya. Seandainya seluruh bumi berupa jurang-jurang, bukit-bukit dan tidak ada tanah-tanah datar yang membentang, maka dapat dipastikan manusia tidak mungkin dapat hidup disana. Berkenaan dengan hal itu Ibnu Jazyi mengatakan dalam kitab tafsirnya; yang bernama At tashil Fi Ulum At Tanzil sebagai berikut, “Kata membentang , memanjang dan melingkar tidaklah menafikan akan bentuk bumi yang bulat, karena masing-masing bagian dari bumi memang datar, namun secara kesatuan bumi itu bulat” *(Ibnu Jazyi Al Kalabi 1321 – 1357 ( 36 – 35) dalam At tashil Fi Ulum At Tanzil, II/130)*
.
5.Imam Al Alusi saat mentafsirkan firman Allah SWT:
ﻭَﺍﻟﻠَّﻪُ ﺟَﻌَﻞَ ﻟَﻜُﻢُ ﺍﻷﺭْﺽَ ﺑِﺴَﺎﻃًﺎ
“Dan Allah menjadikan bumi untukmu sebagai hamparan”
Beliau mengungkapkan, “Ayat di atas sama sekali tidak menunjukkan bahwa bentuk bumi itu datar bukan bulat. Karena bola bumi yang sedemikian besar, menjadikan orang-orang yang berada di dalamnya akan melihat kondisi sekelilingnya datar terhampar. Sebenarnya keyakinan tentang bulat atau tidak bulatnya bentuk bumi, bukanlah merupakan suatu keharusan dalam syari’at Islam. Akan tetapi, bulatnya bentuk bumi telah menjadi sesuatu yang diyakini kebenarannya. Adapun maksudnya ‘Allah telah menjadikannya terhampar’ adalah; bahwa kamu semua dapat berhilir mudik di dalamnya sebagaimana engkau berhilir mudik di atas hamparan. *(Al Alusi 10 Des 1802 - 29 july 1854., Tafsir Ruh Al Ma’ani, XXIX/76)*
.
6. Ahmad bin Ja’far Al-Munadi; salah seorang ulama dari pengikut Imam Ahmad yang telah menulis sekitar 400 buku, Imam Ibnu Hazm dan Abu Al-Fajar bin Al-Jauzi. Mereka menguraikannya dengan dalil yang telah popular.” adalah firman Allah SWT.
ﻛُﻞٌّ ﻓِﻲ ﻓَﻠَﻚٍ ﻳَﺴْﺒَﺤُﻮﻥَ .
“Masing-masing dari keduanya itu beredar di dalam garis edarnya” (QS. Al-anbiyaa’ (21): 33).
.
Masih *dalam kitab Harakat Al-Ardh wa Dauranuha* Ibnu Abbas dan ulama salaf yang lain berkata: “Garis edar adalah seperti tempat pusaran alat pemintal. Ungkapan ini memperjelas, bahwa garis edar adalah berbentuk bulat dan berputar.
.
Adapun kata Falak “ﻓﻠﻚ ” secara etimologis berarti; sesuatu yang bulat. Ada sebuah ungkapan:
.
ﺗَﻔَﻠَّﻚَ ﺛَﺪْﻱُ ﺍﻟﺠﺎﺭﻳَﺔِ ﺇﺫﺍَ ﺍﺳْﺘَﺪَﺍﺭَ .
“Buah dada gadis itu akan disebut ‘Tafallaka’ bila mana telah membulat”
Demikian alat pemintal; disebut falakah “ﻓﻠﻜﺔ”, karena bentuknya bulat.”
Para Mufasir dan pakar bahasa telah sepakat bahwa pengertian Falak “ ﻓﻠﻚ” adalah sesuatu yang bulat.

7.menurut Al Alusi “Semuanya yang dipaparkan Al Qur’an telah diperkuat dengan serangkaian bukti dari ahli-ahli astronomi moder” *dikutip dari syiehk Muhammad Mahmud Ash shawwaf, Al Muslimun wa ‘Ilmu Al-Falak, hal.44.*
.
8. Menurut Syieh Ali Ash Shobuni dalam karyanya *Harakat Al-Ardh wa Dauranuha*, beliau mengatakan: “mengenai Pengertian ( ﺣُﺴْﺒَﺎﻧًﺎ) dalam firman Allah SWT:
.
ﻭَﺟَﻌَﻞَ ﺍﻟﻠَّﻴْﻞَ ﺳَﻜَﻨًﺎ ﻭَﺍﻟﺸَّﻤْﺲَ ﻭَﺍﻟْﻘَﻤَﺮَ ﺣُﺴْﺒَﺎﻧًﺎ
“Dan (Allah) telah menjadikan malam untuk beristirahat, dan (menjadikan) matahari dan bulan untuk perhitungan.” (Al An’am (06) : 96). Dan dalam ayat yang lain.
ﺍﻟﺸَّﻤْﺲُ ﻭَﺍﻟْﻘَﻤَﺮُ ﺑِﺤُﺴْﺒَﺎﻥٍ
“Matahari dan bulan (beredar) menurut perhitungan.” (S. Arrahman (55) : 5)
.
Ada yang mengatakan dari “Al-Hisabu” ‘Matematis’, dan yang lain berpendapat dengan makna “Husbanu” ‘Perhitungan’ , sebagai mana perhitungan gerak dan putaran batu penghiling, yaitu peredaran lintasan benda-benda langit. Pendapat ini sudah tidak diperselisihkan lagi, karena memang sesuai dengan apa yang ditunjukkan oleh Al-Qur’an dan As-Sunnah. Para ulama telah bersepakat, bahwa berdasarkan hasil penelitian para pakar astronomi, bentuk pelanet bumi adalah bulat, bukan datar”.

9. Ilmuan Islam, Ibnu Khaldun (1332 – 1406 M / 732H – 808 H): “Ketahuilah, sudah jelas di kitab-kitab para ilmuan dan peneliti tentang alam bahwa bumi berbentuk bumi….” *(Muqaddimah Ibnu Khaldun, Kairo).*
.
salah satu bukti bumi berbentuk bulat adalah bintang-bintang dan planet-planet yang berbentuk bulat *(Atsar Al-Bilad wa Akhbar Al-Bilad)*
.
Selain mereka, masih banyak ilmuan dan ulama Islam klasik yang menyebutkan di dalam bukunya bahwa bumi berbentuk bulat. Di antara buku tersebut adalah:
.
1. Muruj Al-Dzahab wa Ma’adin Al-Jauhar, oleh Mas’udi Ali Husain Ali bin Husain (w. 346 H).
2. Ahsan Taqasim fi Ma’rifah Al-Aqalim, oleh Al-Maqdisi (w. 375 H)
3. Kitab Shurah Al-Ardh, oleh Ibnu Hauqal
4. Al-Masalik wa Al-Mamalik, oleh Al-Ishthikhry
5. Ruh Al-Ma’ani, oleh Imam Al-Alusi (ulama tafsir Al-Qur’an)
6. Mafatih Al-Ghaib, oleh Fakhru Ar-Razi (ulama tafsir Al-Qur’an)
Dan lain-lain.
.
ULAMA lama kita terdahulu betapa ilmu dan pengetahuan mereka telah sedemikian luasnya, dan betapa pandangan serta pemahaman mereka telah sedemikian cemerlang, pada saat umat manusia belum ada yang mengetahui ilmu-ilmu alam, kecuali hanya sedikit saja.
.
Jadi kesimpulan yg terpenting dalam hal ini jelas bahwa bumi itu bulat berdasarkan pendapat ahli tafsir dan kaidah tata bahasa arab.Bahkan pendapat ulama islam jauh telah lama ada sebelum muncul saint Saint Barat.
.
Artinya saint barat justru mengutip sumber ilmu pengetahuan islam di bidang astronomi.

By.Von Edison Alouisci
Kingstones 01.01.2013
.
http://v-e-alouisci.blogspot.com

Mujassimah

Mujassimah Wahabi Mengatakan Istawa itu hanya Allah yang tahu Bagaimana , apa dan cara nya , namun sungguh aneh melihat tingkah mereka di sisi lain dengan memahami Istawa Sebagai Bentuk Dari Pada Keberadaan Allah.

Istawa = ayat Mutasyabihat yang makna nya memang Hanya Allah yang Tahu

Namun kemudian mereka (Wahabi) menafsirkannya dengan makna yang zhahir/ Tekstual ! Sangat mengherankan sekali, hal yang tidak diketahui kecuali Allah Saja yang Tahu , akan tetapi zhahir bagi mereka dan mereka tetapkan Sebagai Hujjah Untuk Memahami zat Allah ,

Tidaklah Hanya Orang yang sakit jiwa saja yang melakukan seperti mereka lakukan.

Lalu Kenapa Kita ( Aswaja ) memahami Istawa Sebagai Menguasai ? Kita memahami Istawa Sebagai Menguasai Dengan ayat Muhkamat (Jelas Makna nya ).

إِنَّ ٱللَّهَ عَلَىٰ كُلِّ شَىْءٍ قَدِير

Sesungguhnya Allah berkuasa atas segala sesuatu.(Potongan ayat sering Di Ulang-ulang Dalam Qur'an)

Segala Sesuatu = Semua Ciptaan Allah dan Arsy itu Ciptaan Allah.

Oleh karena Itu Memahami Ayat Mutasyabihat Seperti Istawa Harus Dengan ayat yang muhkam yang jelas , Maka Makna Istawa Ialah Berkuasa / Menguasai Arsy ini lah metode Tanzih (Mensucikan Allah).

Perlu Di Ingat Golongan Setan Itu Mengambil Sebagian ayat lalu memahami sesuai hawa nafsu *

Di Dalam al Qur'an banyak sekali ayat Saling bertentangan kalau hanya di fahami secara tekstual seperti Wahabi Najdi oleh karena itu Kebejatan Wahabi Ini Menutupi (Tidak Mengekspos Ayat yang bertentangan dengan keyakinan mereka).

Jauhi Aqidah Mujassimah!!!

Anti_wahabi_takfirii1
Pecihitam.org
Komunitas Peci Hitam