Senin, 29 November 2021

Tasawuf Adalah Senjata Pamungkas Melawan Paham Salafi dan Wahabi

Bagi ahlussunnah wal jama'ah, tasawuf menjadi salah satu kajian keagamaan yang vital. 

Karena ajarannya yang mengandung makna cinta kasih kepada Allah dan kepada sesama ciptaan-Nya. 

Tasawuf sendiri adalah jalan supaya lebih dekat kepada Sang Maha Cinta. 

Jalan supaya mendapatkan ketenangan batin dalam meniti kehidupan.

 Tentunya dengan bimbingan guru spiritual atau mursyid yang ahli di bidangnya.

*Juga jangan lupa, bahwa tasawuf tidak pernah mengajarkan kekerasan.*

 Selama ini kita selalu disuguhi dengan paradigma kekerasan atas nama agama.

 Aksi-aksi teror yang telah terjadi atas nama agama menjadikan pertanyaan dibenak kita: "apakah agama adalah sumber ketenangan? Atau justru sebaliknya?"

Maka, benar seperti apa yang pernah diungkapkan Prof. Dr. Quraish Shihab: *"Iblis berbuat jahat tidak berani sambil bertakbir. Sedangkan manusia berani berbuat jahat sambil bertakbir, seolah-olah kejahatan yang mereka lakukan atas perintah Tuhannya."*

Lain hal dengan kaum radikalis yang mengatakan bahwa seolah-olah tasawuf adalah gulma yang harus disingkirkan serta menjadi sebab kemunduran bagi ummat islam. 

Bahkan dianggap sebagai suatu kesesatan dalam beragama. Walhasil, aksi teror mereka lakukan dengan menggila dan terkadang tanpa belas kasih justru dianggap sebagai aksi jihad ala mereka. 

Diawali dengan menebar propaganda secara halus dan dengan konten yang menarik. 

Kemudian mereka terjebak dalam fanatisme agama yang membunuh peradaban. 

Mereka justru menjadi parasit dalam keberagaman dan keberagamaan.

Beberapa pemikiran kaum radikalis tentang tasawuf bisa kita lihat sebagai berikut:

*1. Hizbut Tahrir (Tahririyah)*

Untuk masalah tasawuf, tercantum dalam pasal 10 di RUU Daulah khilafah versi HTI:

“Seluruh kaum Muslim memikul tanggung jawab terhadap Islam. Islam tidak mengenal rohaniawan. 

Dan negara mencegah segala tindakan yang dapat mengarah pada munculnya mereka dikalangan kaum Muslim.”

Tasawuf menurut mereka bukan bagian integraldari Islam, tasawuf mereka anggap berasal dari  India. 

Tidak murni ajaran Islam. Menurut Ketua DPD HTI Malang raya, Abdul Malik, pembinaan spriritual untuk aktivis HTI bukan dengan tasawuf tapi cukup dengan al-Qur'an:

“Tasawuf itu bukan dari islam, tasawuf itu adalah perkawinan antara islam, ketika islam ke india. Berarti itu bukan murni

dari islam. Sebenarnya pembinaaan spiritual untuk para kader HTI cukup apa yang ada pada hadist Rasulullah dan cukup apa yang ada pada Qur’an, selesai. 

Kita punya buku min muqawimat nafsiyah islamiyah (pilar-pilar pengokoh nafsiyah islamiyah). 

orang yang ingin bergabung dengan Hizbut Tahrir harus mengkaji kitab itu sampai selesai."

Dari sini bisa kita ketahui bila Khilafah versi HTI berdiri, dapat dipastikan Tarekat Tasawuf tidak bisa eksis lagi. 

Daulah Khilafah tidak segan untuk menindak tegas aktivitas Tarekat.

Bila dibandingkan dengan Libya ketika dipimpin Khadaffi, Muammar Khadaffi cukup toleran terhadap Tarekat-Tarekat di negaranya. 

Semasa berkuasa, tidak terdengaradanya berita pelarangan atau sikap represif pemerintah terhadap eksistensi Tarekat Tasawuf.

Juga, Hizbut Tahrir menganggap bahwa Tasawuf merupakan sumber dari kemunduran bahkan kehancuran khilafah. 

Khususnya pada masa Khilafah Utsmaniyah (1299-1924). Seperti yang dijelaskan dalam buku terbitan Lembaga Kajian Syamina pada April 2017 di halaman ke-2. 

Disitu tertera jelas bahwa sumber kemunduran ummat islam dalam hal Sains dan Keagamaan adalah Aliran Murji'ah dan Tasawuf.

*2. Salafi Wahabi*

Selain Tahririyah, Salafi Wahabi justru lebih lantang menyuarakan "kesesatan" Tasawuf.

 Selain dikarenakan tidak ada dalil dalam nash tentang tasawuf, juga amaliyah kaum sufi dianggap sesat dan pengamalnya pasti masuk neraka. 

Hal ini di jelaskan dengan rinci pada buku Sufi, dalam Pandangan Islam yang diterbitkan oleh Penerbit Darul Qasim tahun 2007.

Dalam buku tersebut, mereka menggaungkan beberapa premis terhadap kaum tasawuf:

a.) Kaum Tasawuf berdoa kepada Nabi dan para Mursyid Tarekat.

 Padahal ini adalah sebagai Wasilah doa yang biasa menjadi amaliyah Aswaja An Nahdliyah. 

Dan golongan Salafi Wahabi sangat mengharamkan Tawashul. 

Mereka menganggap bahwa tawashul merupakan salah satu bentuk kesyirikan.

b.) Ajaran tasawuf sebenarnya adalah produk dari Kaum Hindu India. 

Padahal jelas, tasawuf adalah intisari perjalanan ruhani para mu'minin dalam mendekatkan diri kepada Allah, dan tidak bertentangan dengan Nash. 

Bahkan Tasawuf telah berhasil menjadi media pendekatan dakwah di Nusantara hingga berkembang sampai saat ini.

c.) Fitnah bahwa kaum Sufi mengajarkan berkasih sayang kepada Setan, memberikan salam kepada anjing dan babi, Fir'aun lebih alim daripada Nabi Musa AS, dan lain sebagainya.

d.) Ziarah ke makam para Wali. Ini pun sangat sering di suarakan oleh kaum Salafi Wahabi.

e.) Kitab-kitab kaum sufi menyesatkan. Siapa saja yang mempelajari kitab mereka akan masuk neraka.

Intinya kaum Tahririyah, Salafi dan Wahabi membenci Tasawuf dengan berbagai alasan.

 Tidak heran pula dari golongan mereka sering melakukan teror, menjadi perusuh, menganggap golongan selain mereka termasuk sesat, dan lain sebagainya.

a.) Ajaran tasawuf sebenarnya adalah produk dari Kaum Hindu India. 

Padahal jelas, tasawuf adalah intisari perjalanan ruhani para mu'minin dalam mendekatkan diri kepada Allah, dan tidak bertentangan dengan Nash. 

Bahkan Tasawuf telah berhasil menjadi media pendekatan dakwah di Nusantara hingga berkembang sampai saat ini.

b.) Fitnah bahwa kaum Sufi mengajarkan berkasih sayang kepada Setan, memberikan salam kepada anjing dan babi, Fir'aun lebih alim daripada Nabi Musa AS, dan lain sebagainya.

c.) Ziarah ke makam para Wali. Ini pun sangat sering di suarakan oleh 
 Salafi Wahabi.

d.) Kitab-kitab kaum sufi menyesatkan. Siapa saja yang mempelajari kitab mereka akan masuk neraka.

Intinya kaum Tahririyah, Salafi dan Wahabi membenci Tasawuf dengan berbagai alasan.

 Tidak heran pula dari golongan mereka sering melakukan teror, menjadi perusuh, menganggap golongan selain mereka termasuk sesat, dan lain sebagainya. 

Rekam jejak mereka dalam jejak sejarah pun lebih berdarah dari apa yang mereka tuduhkan kepada kaum Sufi dan para Ulama' Aswaja An Nahdliyah.

WAHABI SALAFI JAHIL MURROKAB PEMALSU KITAB DAN PENGUBAH KITAB ULAMA ASWAJA

Ada 40 kitab yang telah terbukti mengalami pemalsuan. 

Padahal ini belum lagi yang lain yang jumlahnya banyak. Diantaranya :

1. Shahih Bukhari
2. Shahih Muslim
3. Shahih At Turmudzi
4. Musnad Imam Ahmad
5. Tarikh Al Ya’qubi
6. Nahj Al Balaghah
7. Syarh Aqaid An Nasafi
8. Al-Kasykul wal mukhallah
9. Iqtidhas shirat al-mustaqim
10.Ahwalul qubur, ibn rajab
11.Al-bahr al-muhith
13.As-shawaiqul muhriqah
14.Diwan al-mutanabbi
15.Akhbarul himaqi wal mughaffilin
16.Hayatul muhammad
17.Thabaqatul mu’tazilah
18.Al-ibanah, asy’ari
19.Majma’ al-bayan
20.Mukhtashar tarikh ad-dual
21.Al-aghani, abul faraj
22.Muqatil at-thalibin
23.At-thabaqat, ibn sa’ad
24.Syarh an-nahj, al-mu’tazili
25.Tathir al-jinan
26.Al-ma’arif, ibn qutaibah
27.Tarikh at-thabari
28.Hasiyah as-shawi ala tafsir jalalain
29.Aqidatus salaf ashabul hadits
30.Syarh al-aqidah at-thahawiyah
31.Al-adzkar, an-nawawi
32.Tafsir al-kasyaf, az-zamahsyari
33.Diwanul imam syafi’i
34.Al-fawaid al-muntakhabat
35.Tafsir ruhul ma’ani
36.Hasiyah ibnul abidin
37.Majmu’ fatawa, ibn taimiyah
38.Nihayah al-qaul al-mufid
39. Alwasiat imam Hanafi
40. Nadzom jurumiyah
dll

[lihat Mereka memalsukan kitab-kitab karya ulama klasik:82-83]

disini adalah bukti nyata pemalsuan kitab kitab ulama sunni oleh wahabi :

1. Pemalsuan Kitab alwasiat (imam Hanafi)

2. Pemalsuan Kitab Ijtima’ al-Juyus al-Islamiyah ‘ala Ghazwi al-Mu’aththilah wa al-Jahmiyah (Ibnul Qayyim al-Jauziyah)

3. Pemalsuan Kitab ‘Aqidah as-Salaf Ashab al-Hadits (Imam Abu Utsman As-Shobuni)

4. Pemalsuan Kitab “Ash-Shawi ‘ala Tafsir Al-Jalalain” (Imam ashawi asyafi’i)

5. Pemalsuan kitab “al adzkar” (Imam Nawawi)

6. Pemalsuan Kitab “Diwan Imam Syafii ” (Imam Syafii)

7. Pemalsuan Kitab “jami’ushaghir” (Imam Suyuti) oleh Syaikh Albani alkadzab

8. Pemalsuan Kitab Nadhom Jurumiyah

Bukti Buktinnya: A. Kejahatan Wahabi Yang Merombak Kitab al-Washiyyah (Imam Abu Hanifah) : Dia Allah Istawâ atas arsy dari tanpa memerlukan kepada arsy itu sendiri dan tanpa bertempat di atasnya Kejahatan Wahabi Yang Merombak Kitab al-Washiyyah Karya Imam Abu Hanifah

Tradisi buruk kaum Musyabbihah dalam merombak karya para ulama Ahlussunnah terus turun-temurun dan berlangsung hingga sekarang. 

Kaum Wahhabiyyah di masa sekarang, yang notabene kaum Musyabbihah juga telah melakukan perubahan yang sangat fatal dalam salah satu karya al-Imâm Abu Hanifah berjudul al-Washiyyah. 

Dalam Kitab berjudul al Washiyyah yang merupakan risalah akidah Ahlussunnah karya Imam agung, Abu Hanifah an Nu’man ibn Tsabit al Kufiyy (w 150 H), beliau menuliskan :

استوى على العرش من غير أن يكون احتياج إليه واستقرار عليه

(Artinya; *Dia Allah Istawâ atas arsy dari tanpa membutuhkan kepada arsy itu sendiri dan tanpa bertempat di atasnya).*

Perhatikan manuskrip kitab al Washiyyah ini:

Namun dalam cetakan kaum Wahabi tulisan Imam Abu Hanifah tersebut dirubah menjadi:

استوى على العرش من غير أن يكون احتياج إليه واستقر عليه

Maknanya berubah total menjadi: *”Dia Allah Istawâ atas arsy dari tanpa membutuhkan kepada arsy, dan Dia bertempat di atasnya”.*

Anda perhatikan dengan seksama cetakan kaum Wahabi berikut ini :

Padahal, sama sekali tidak bisa diterima oleh akal sehat, mengatakan bahwa Allah tidak membutuhkan kepada arsy, namun pada saat yang sama juga mengatakan bahwa Allah bertempat di atas arsy.

Yang paling mengherankan ialah bahwa dalam buku cetakan mereka ini, manuskrip risalah al-Imâm Abu Hanifah tersebut mereka sertakan pula. 

Dengan demikian, baik disadari oleh mereka atau tanpa disadari, mereka sendiri yang telah membuka ”kedok” dan “kejahatan besar” yang ada pada diri mereka, karena bagi yang membaca buku ini akan melihat dengan sangat jelas kejahatan tersebut.

Anda tidak perlu bertanya di mana amanat ilmiah mereka? Di mana akal sehat mereka? Dan kenapa mereka melakukan ini? Karena sebenarnya itulah tradisi mereka. 

*Bahkan sebagian kaum Musyabbihah mengatakan bahwa berbohong itu dihalalkan jika untuk tujuan mengajarkan akidah tasybîh mereka.*

A’ûdzu Billâh. Inilah tradisi dan ajaran yang mereka warisi dari “Imam” mereka, “Syaikh al-Islâm” mereka; yaitu Ahmad ibn Taimiyah, seorang yang seringkali ketika mengungkapkan kesesatan-kesesatannya lalu ia akan mengatakan bahwa hal itu semua memiliki dalil dan dasar dari atsar-atsar para ulama Salaf saleh terdahulu, padahal sama sekali tidak ada. Misalkan ketika Ibn Taimiyah menuliskan bahwa “Jenis alam ini Qadim; tidak memiliki permulaan”, atau ketika menuliskan bahwa “Neraka akan punah”, atau menurutnya “Perjalanan(as-Safar) untuk ziarah ke makam Rasulullah di Madinah adalah perjalanan maksiat”, atau menurutnya “Allah memiliki bentuk dan ukuran”, serta berbagai kesesatan lainnya, ia mengatakan bahwa keyakinan itu semua memiliki dasar dalam Islam, atau ia berkata bahwa perkara itu semua memiliki atsar dari para ulama Salaf saleh terdahulu, baik dari kalangan sahabat maupun dari kalangan tabi’in, padahal itu semua adalah bohong besar. 

Kebiasaan Ibn Taimiyah ini sebagaimana dinyatakan oleh muridnya sendiri; adz-Dzahabi dalam dua risalah yang ia tulisnya sebagai nasehat atas Ibn Taimiyah, yang pertama an-Nashîhah adz-Dzhabiyyah dan yang kedua Bayân Zaghl al-‘Ilm Wa ath-Thalab.

Sesungguhnya memang seorang yang tidak memiliki senjata argumen, ia akan berkata apapun untuk menguatkan keyakinan yang ia milikinya, termasuk melakukan kebohongan-kebohongan kepada para ulama terkemuka. 

Inilah tradisi ahli bid’ah, untuk menguatkan bid’ahnya, mereka akan berkata : al-Imam Malik berkata demikian, atau al-Imam Abu Hanifah berkata demikian, dan seterusnya. 

Padahal sama sekali perkataan mereka adalah kedustaan belaka.

Dalam al-Fiqh al-Akbar, al-Imam Abu Hanifah menuliskan sebagai berikut :

“Dan sesungguhnya Allah itu satu bukan dari segi hitungan, tapi dari segi bahwa tidak ada sekutu bagi-Nya. 

Dia tidak melahirkan dan tidak dilahirkan, tidak ada suatu apapun yang meyerupai-Nya. 

Dia bukan benda, dan tidak disifati dengan sifat-sifat benda. 

Dia tidak memiliki batasan (tidak memiliki bentuk; artinya bukan benda), Dia tidak memiliki keserupaan, Dia tidak ada yang dapat menentang-Nya, Dia tidak ada yang sama dengan-Nya, Dia tidak menyerupai suatu apapun dari makhluk-Nya, dan tidak ada suatu apapun dari makhluk-Nya yang menyerupainya” (Lihat al-Fiqh al-Akbar dengan Syarh-nya karya Mulla ‘Ali al-Qari’, h. 30-31).

Masih dalam al-Fiqh al-Akbar, Al-Imam Abu Hanifah juga menuliskan sebagai berikut :

وَاللهُ تَعَالى يُرَى فِي الآخِرَة، وَيَرَاهُ الْمُؤْمِنُوْنَ وَهُمْ فِي الْجَنّةِ بِأعْيُنِ رُؤُوسِهِمْ بلاَ تَشْبِيْهٍ وَلاَ كَمِّيَّةٍ وَلاَ يَكُوْنُ بَيْنَهُ وَبَيْنَ خَلْقِهِ مَسَافَة.

“Dan kelak orang-orang mukmin di surga nanti akan melihat Allah dengan mata kepala mereka sendiri. 

Mereka melihat-Nya tanpa adanya keserupaan (tasybih), tanpa sifat-sifat benda (Kayfiyyah), tanpa bentuk (kammiyyah), serta tanpa adanya jarak antara Allah dan orang-orang mukmin tersebut (artinya bahwa Allah ada tanpa tempat, tidak di dalam atau di luar surga, tidak di atas, bawah, belakang, depan, samping kanan atau-pun samping kiri)”” ( Lihat al-Fiqh al-Akbar dengan syarah Syekh Mulla Ali al-Qari, h. 136-137).

Pernyataan al-Imam Abu Hanifah ini sangat jelas dalam menetapkan kesucian tauhid. 

Artinya, kelak orang-orang mukmin disurga akan langsung melihat Allah dengan mata kepala mereka masing-masing.

*Orang-orang mukmin tersebut di dalam surga, namun Allah bukan berarti di dalam surga.*

 Allah tidak boleh dikatakan bagi-Nya “di dalam” atau “di luar”. 

*Dia bukan benda, Dia ada tanpa tempat dan tanpa arah.*

Inilah yang dimaksud oleh Al-Imam Abu Hanifah bahwa orang-orang mukmin akan melihat Allah tanpa tasybih, tanpa Kayfiyyah, dan tanpa kammiyyah.

Pada bagian lain dari Syarh al-Fiqh al-Akbar, yang juga dikutip dalam al-Washiyyah, al-Imam Abu Hanifah berkata:

ولقاء الله تعالى لأهل الجنة بلا كيف ولا تشبيه ولا جهة حق

“Bertemu dengan Allah bagi penduduk surga adalah kebenaran. 

Hal itu tanpa dengan Kayfiyyah, dan tanpa tasybih, dan juga tanpa arah” (al-Fiqh al-Akbar dengan Syarah Mulla ‘Ali al-Qari’, h. 138).

Kemudian pada bagian lain dari al-Washiyyah, beliau menuliskan :

وَنُقِرّ بِأنّ اللهَ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى عَلَى العَرْشِ اسْتَوَى مِنْ غَيْرِ أنْ يَكُوْنَ لَهُ حَاجَةٌ إليْهِ وَاسْتِقْرَارٌ عَلَيْهِ، وَهُوَ حَافِظُ العَرْشِ وَغَيْرِ العَرْشِ مِنْ غَبْرِ احْتِيَاجٍ، فَلَوْ كَانَ مُحْتَاجًا لَمَا قَدَرَ عَلَى إيْجَادِ العَالَمِ وَتَدْبِيْرِهِ كَالْمَخْلُوقِيْنَ، وَلَوْ كَانَ مُحْتَاجًا إلَى الجُلُوْسِ وَالقَرَارِ فَقَبْلَ خَلْقِ العَرْشِ أيْنَ كَانَ الله، تَعَالَى اللهُ عَنْ ذَلِكَ عُلُوّا كَبِيْرًا.

*“Kita menetapkan sifat Istiwa bagi Allah pada arsy, bukan dalam pengertian Dia membutuhkan kepada arsy tersebut, juga bukan dalam pengertian bahwa Dia bertempat atau bersemayam di arsy.*

 Allah yang memelihara arsy dan memelihara selain arsy, maka Dia tidak membutuhkan kepada makhluk- makhluk-Nya tersebut. 

Karena jika Allah membutuhkan kapada makhluk-Nya maka berarti Dia tidak mampu untuk menciptakan alam ini dan mengaturnya. 

Dan jika Dia tidak mampu atau lemah maka berarti sama dengan makhluk-Nya sendiri. 

Dengan demikian jika Allah membutuhkan untuk duduk atau bertempat di atas arsy, lalu sebelum menciptakan arsy dimanakah Ia? (Artinya, jika sebelum menciptakan arsy Dia tanpa tempat, dan setelah menciptakan arsy Dia berada di atasnya, berarti Dia berubah, sementara perubahan adalah tanda makhluk). 

Allah maha suci dari pada itu semua dengan kesucian yang agung” (Lihat al-Washiyyah dalam kumpulan risalah-risalah Imam Abu Hanifah tahqiq Muhammad Zahid al-Kautsari, h. 2. juga dikutip oleh Mullah Ali al-Qari dalam Syarh al-Fiqhul Akbar, h. 70).

Dalam al-Fiqh al-Absath, al-Imam Abu Hanifah menuliskan :

قُلْتُ: أرَأيْتَ لَوْ قِيْلَ أيْنَ اللهُ؟ يُقَالُ لَهُ: كَانَ اللهُ تَعَالَى وَلاَ مَكَانَ قَبْلَ أنْ يَخْلُقَ الْخَلْقَ، وَكَانَ اللهُ تَعَالَى وَلَمْ يَكُنْ أيْن وَلاَ خَلْقٌ وَلاَ شَىءٌ، وَهُوَ خَالِقُ كُلّ شَىءٍ.

“Aku katakan: Tahukah engkau jika ada orang berkata: Di manakah Allah? Jawab: Dia Allah ada tanpa permulaan dan tanpa tempat, Dia ada sebelum segala makhluk-Nya ada. 

Allah ada tanpa permulaan sebelum ada tempat, sebelum ada makhluk dan sebelum segala suatu apapun. Dan Dia adalah Pencipta segala sesuatu”

 (Lihat al-Fiqh al-Absath karya al-Imam Abu Hanifah dalam kumpulan risalah-risalahnya dengan tahqiq Muhammad Zahid al-Kautsari, h. 20).

Pada bagian lain dalam kitab al-Fiqh al-Absath, al-Imam Abu Hanifah menuliskan:

“Allah ada tanpa permulaan (Azali, Qadim) dan tanpa tempat. 

Dia ada sebelum menciptakan apapun dari makhluk-Nya. 

Dia ada sebelum ada tempat, Dia ada sebelum ada makhluk, Dia ada sebelum ada segala sesuatu, dan Dialah pencipta segala sesuatu. Maka barangsiapa berkata saya tidak tahu Tuhanku (Allah) apakah Ia di langit atau di bumi?, maka orang ini telah menjadi kafir. 

*Demikian pula menjadi kafir seorang yang berkata: Allah bertempat di arsy,* tapi saya tidak tahu apakah arsy itu di bumi atau di langit” 
(al-Fiqh al-Absath, h. 57).

Wa Allah A’lam Bi ash Shawab,

Wal Hamdu Lillah Rabb al Alamin,

*(AQIDAH AHLUSSUNNAH: ALLAH ADA TANPA TEMPAT)*

Lampiran :

I. Bukti (Kitab al fiqh al absath) Aqidah Imam Abu Hanifah “ALLAH ADA TANPA TEMPAT DAN TANPA ARAH”, (Mewaspadai Ajaran Sesat Wahabi)

Terjemah:

Lima: Apa yang beliau (Imam Abu Hanifah) tunjukan –dalam catatannya–: “Dalam Kitab al-Fiqh al-Absath bahwa ia (Imam Abu Hanifah) berkata: Allah ada tanpa permulaan dan tanpa tempat, Dia ada sebelum menciptakan segala makhluk, Dia ada sebelum ada tempat, sebelum segala ciptaan, sebelum segala sesuatu”. Dialah yang mengadakan/menciptakan segala sesuatu dari tidak ada, oleh karenanya maka tempat dan arah itu bukan sesuatu yang qadim (artinya keduanya adalah

II. Hujjah Imam Hanafi dalam Kitab Alwasiat) Kalahkan Aqidah sesat salafy / wahaby


( DIATAS ADALAH KENYATAAN IMAM ABU HANIFAH DALAM KITAB WASIAT BELIAU PERIHAL ISTAWA )

Demikian dibawah ini teks terjemahan nas Imam Abu Hanifah dalam hal tersebut ( Rujuk kitab wasiat yang ditulis imam hanifah, sepertimana yang telah di scandiatas, baca yang di line merah) :

“ Berkata Imam Abu Hanifah: Dan kami ( ulama Islam ) mengakui bahawa Allah ta’al ber istawa atas Arasy tanpa Dia memerlukan kepada Arasy dan Dia tidak bertetap di atas Arasy, Dialah menjaga Arasy dan selain Arasy tanpa memerlukan Arasy, sekiranya dikatakan Allah memerlukan kepada yang lain sudah pasti Dia tidak mampu mencipta Allah ini dan tidak mampu mentadbirnya sepeti jua makhluk-makhluk, kalaulah Allah memerlukan sifat duduk dan bertempat maka sebelum diciptaArasy dimanakah Dia? Maha suci Allah dari yang demikian”. 

Tamat terjemahan daripada kenyatan Imam Abu Hanifah dari kitab Wasiat beliau.B. 

Bukti Ibnu qayyim melegalkan tawasul dan Kejahatan Wahabi memalsukan kitab ibnul qayyim...

Kitab karya Ulama Rujukan Sejati mereka pun tak lepas dari penganiayaan mereka.Kitab “Ijtima’ al-Juyus al-Islamiyah ‘ala Ghazwi al-Mu’aththilah wa al-Jahmiyah” karya Ibnul Qayyim al-Jauziyah.

Ibnul Qayyim dalam kitab ini menyebutkan aqidah Imam Hujjatul Islam Abi Ahmad bin Husain Asy-Syafi’iy yang dikenal dengan Ibn Hadaad.

 Dalam kitab cetakan Darul Kutub ilmiyah, Beirut – Libanon, Cetakan pertama, Tahun 1974, Halaman 105 dituliskan :

ونتوسل إلى الله تعالى باتباعهم

Artinya : Dan kita ber”wasilah” (bertawassul) kepada Allah Yang Maha Tinggi dengan (cara) mengikuti mereka (para shahabat Rasulullah)

NAMUN jika kita lihat pada teks dalam manuskrip ASLinya, yang tertulis adalah :

ونتوسل إلى ربنا تعالى بهم

Artinya : Dan kita ber”wasilah” (bertawassul) kepada Tuhan kita Yang Maha Tinggi dengan mereka (para shahabat Rasulullah).

Secuil pen-tahrif-an isi kitab ini otomatis akan menghasilkan pengertian yang berbeda.

 “Berwasilah dengan (cara) mengikuti para sahabat” berbeda pengertiannya dengan “berwasilah dengan mereka.

1. Tulisan dalam lingkar hitam adalah scan isi kitab Ijtima’ al-Juyus al-Islamiyah ‘ala Ghazwi al-Mu’aththilah wa al-Jahmiyah, cetakan Darul Kutub ilmiyah, Beirut – Libanon, Cetakan pertama, Tahun 1974, Halaman 105.

kalimat dalam lingkar birunya adalah kalimat yang sudah ditahrif, yang tertulis :

 ونتوسل إلى الله تعالى باتباعهم

2. Tulisan dalam lingkar hijau adalah Zoom scan mahfuzhah/manuskrip dari kitab Ijtima’ al-Juyus al-Islamiyah ‘ala Ghazwi al-Mu’aththilah wa al-Jahmiyah.

Kalimat dalam dua lingkar merah tertulis :

ونتوسل إلى ربنا تعالى بهم

C. Bukti Kejahatan Wahabi Mengubah Kitab Ash Shobuni dengan kedok Tharij/ Tahrif = Ziarah Kubur Nabi Menjadi Ziarah masjid nabiTahrif Kitab Ash Shobuni

Nama Kitab : ‘Aqidah as-Salaf Ashab al-Hadits

Penulis : Abu Utsman As-Shobuni

Pemalsu : (diduga) Kelompok Wahhabi

Tujuan : Pembenaran faham Wahhabi sebagai faham Salafy

Pada bukti kali ini anda akan saya bawa kepada fakta bahwa mereka memang suka mentahrif kitab kitab ‘Ulama, jika kaum Yahudi terkenal sebagai kaum yang suka merubah rubah isi kitab sucinya para Rasul, maka mereka sangat hoby mentahrif kitab ‘ulama, dan kali ini yang menjadi korban tahrif itu adalah Kitab Ash Shobuni.

Tahrif Kitab Ash Shobuni ini disertai bukti yang kuat melalui scen kitab asli dan palsunya, betapa tahrif kitab ash shobuni ini dalam rangka mendukung fatwa farwa mufti yang ada di kerajaannya.

Berikut adalah Cover Edisi “pemalsuan” pertama cetakan tahun 1397 H.:

Tahrif Kitab Ash Shobuni

Edisi pertama ini adalah cetakan ad-Dar as-Salafiyah Kuwait. berikut adalah isu kajian yang dipalsukan:

perhatikan, pada halaman ini komentator menjelaskan (sekaligus memperlihatkan) perubahan kata “ziyarat qabri“ pada kata “ziyarat masjidi”. Menurutnya, kata “ziyarat qabri“ adalah salah (walaupun naskah aslinya seperti itu).

Lalu beberapa tahun kemudian, tahun 1404 H. terbit edisi baru:

Tahrif Kitab Ash Shobuni

ini adalah edisi cetakan pada percetakan yang sama. 

dengan komentator Badar al-Badar (yang mungkin lebih amanah dari edisi sebelumnya), coba perhatikan pada isu yang sama:

pada halaman ini, terlihat bahwa kata “ziyarat qabri” tertulis sebagaimana aslinya. 

walaupun si komentator memberikan komentar sesuai dengan keyakinannya, bahwa kata “ziyarat qabri” itu salah.

Kemudian edisi berikutnya, terbit di Mesir:

Tahrif Kitab Ash Shobuni

yang diterbitkan oleh percetakan Dar at-Tauhid li an-Nasr wa at-Tawzi’, dengan komentator Abu Khalid Majdi Ibn Saad. 

pada isu yang sama, si komentator sama sekali merubah dan bahkan membuang semua komentar pada edisi sebelumnya, sehingga pembaca akan kehilangan jejak sama sekali.

Tahrif Kitab Ash Shobuni

Anda ingin bergabung dengan orang-orang jahat? Wahabi akan menerima anda dengan tangan terbuka!!!D. 

Tafsir Shawi Bongkar Kejahatan WahabiHasyiyah Ash-Shawi 'ala Tafsir Al-JalalainDi dalam kitab tafsir “Ash-Shawi ‘ala Tafsir Al-Jalalain” yang masih asli dan belum ditahrif oleh Wahabi Salafi cetakan “Darul Fikr” jilid 5 halaman 119-120 (lihat dan simak tulisan yang ada di foto kedua & ketiga di bagian baris 1, 2, dan 3 dari bawah, dan foto keempat di bagian baris 5 dan 6 dari atas) diterangkan sebagai berikut:

ٱلَّذِينَ كَفَرُواْ لَهُمۡ عَذَابٌ۬ شَدِيدٌ۬ۖ وَٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ وَعَمِلُواْ ٱلصَّـٰلِحَـٰتِ لَهُم مَّغۡفِرَةٌ۬ وَأَجۡرٌ۬ كَبِيرٌ (٧ 

Artinya:Orang-orang yang kafir bagi mereka azab yang keras. 

Dan orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh bagi mereka ampunan dan pahala yang besar. (Al-Qur’an Surat Fathir: 7)Tulisan yang ada di foto kedua dan ketiga, sebagai berikut:

و قيل : هذه الأية نزلت في الخوارج الذين يحرفون تأويل الكتاب و السنة , و يستحلون بذلك دماء المسلمين و أموالهم , لما هو مشاهد الأن فى نظائرهم و هم فرقة بأرض الحجاز يقال لهم الوهابية يحسبون أنهم على شيئ 

Artinya:“Dikatakan bahwa ayat tersebut di atas diturunkan pada kaum Khawarij, yaitu golongan orang-orang yang suka mentahrif (merubah) Al-Qur’an dan Hadits Nabi. 

Dengan demikian, mereka menghalalkan darah dan harta kaum muslimin. 

Hal itu bisa dibuktikan, karena adanya suatu kesaksian pada bangsa mereka saat ini. 

Mereka adalah golongan orang-orang yang berasal dari tanah Hijaz (sekarang Mekkah). 

Golongan tersebut dinamakan “Wahabiyyah”. 

Mereka mengira bahwa mereka berkuasa atas sesuatu.”…Tulisan yang ada di foto keempat, sebagai berikut:

ألا أنهم هم الكاذبون , استحوذ عليهم الشيطان , فأنساهم ذكر الله , اولئك حزب الشيطان , ألا ان حزب الشيطان هم الخاسرون , نسأل الله الكريم أن يقطع دابرهم 

Artinya:“Ingatlah ! Mereka adalah golongan para pembohong, yang telah dikuasai oleh hawa nafsu setan. 

Dan setan itu berusaha melupakan agar mereka tidak ingat atau dzikir kepada Allah swt. 

Mereka adalah termasuk golongan setan. Sedangkan, golongan setan itu adalah golongan orang-orang yang merugi. 

Kami memohon kepada Allah Yang Maha Mulia, semoga Allah membinasakan mereka !.”

BANDINGKAN:

Kitab tafsir Ash-Shawi yang asli.

tafsir “Ash-Shawi ‘ala Tafsir Al-Jalalain” yang masih asli dan belum ditahrif oleh Wahabi Salafi cetakan pertama “Darul Fikr” th 1988 jilid 5 halaman 119, tertulis:

و قيل : هذه الأية نزلت في الخوارج الذين يحرفون تأويل الكتاب و السنة , و يستحلون بذلك دماء المسلمين و أموالهم , لما هو مشاهد الأن فى نظائرهم و هم فرقة بأرض الحجاز يقال لهم الوهابية يحسبون أنهم على شيئ

“Dikatakan bahwa ayat tersebut di atas diturunkan pada kaum Khawarij, yaitu golongan orang-orang yang suka mentahrif (merubah) Al-Qur’an dan Hadits Nabi. 

Dengan demikian, mereka menghalalkan darah dan harta kaum muslimin. 

Hal itu bisa dibuktikan, karena adanya suatu kesaksian pada bangsa mereka saat ini. 

Mereka adalah golongan orang-orang yang berasal dari tanah Hijaz (sekarang Mekkah). 

Golongan tersebut dinamakan “Wahabiyyah”. 

Mereka mengira bahwa mereka berkuasa atas sesuatu.”

Kitab tafsir Ash-Shawi yang dipalsu wahabi

tafsir “Ash-Shawi ‘ala Tafsir Al-Jalalain” yang masih sudah dipalsukan dan dihapus oleh Wahabi Salafi cetakan “Darul Fikr” tahun 1993 jilid 3 halaman 397, Tertulis

و قيل : هذه الأية نزلت في الخوارج الذين يحرفون تأويل الكتاب و السنة , و يستحلون بذلك دماء المسلمين و أموالهم , لما هو مشاهد الأن فى نظائرهم………….. يحسبون أنهم على شيئ

“Dikatakan bahwa ayat tersebut di atas diturunkan pada kaum Khawarij, yaitu golongan orang-orang yang suka mentahrif (merubah) Al-Qur’an dan Hadits Nabi. 

Dengan demikian, mereka menghalalkan darah dan harta kaum muslimin. 

Hal itu bisa dibuktikan, karena adanya suatu kesaksian pada bangsa mereka saat ini………………………………………….. Mereka mengira bahwa mereka berkuasa atas sesuatu.”

Sekte wahabi salafi menghapus kalimat:

و هم فرقة بأرض الحجاز يقال لهم الوهابية

Mereka adalah golongan orang-orang yang berasal dari tanah Hijaz (sekarang Saudi). 

Golongan tersebut dinamakan “Wahabiyyah”.

CATATAN PENTING:

Kitab tafsir “Ash-Shawi ‘ala Tafsir Al-Jalalain” yang saat ini beredar di seluruh dunia, asbabun nuzul (sebab-sebab diturunkannya ayat-ayat suci Al-Qur’an) ayat tersebut di atas yang menerangkan tentang “Wahabiyah” dihapus dan dihilangkan oleh kelompok Wahabi. 

Karena, kalau tidak dihilangkan akan merugikan dan membahayakan bagi mereka, bahkan bisa menjadi ancaman bagi Saudi Arabia dalam rangka tetap menjaga dan memelihara eksistensi kerajaannya di dunia internasional.

INI DIA KITAB YANG MENJADI PINTU MASUK PENGAJARAN TERORISME

Ini bukti kitab atau buku yang nyata-nyata mengajarkan terorisme. 

Salah satunya adalah kitab الدرر السنية في الاجوبة النجدية    (Ad-durar as Saniyyah fi al-Ajwibah an-Najdiyyah) yang merupakan kumpulan risalah dan makalah ulama-ulama Najd dari sejak zaman Muhammad Abdul wahab hingga zaman ini. 

Buku ini disusun oleh Abdurrahman ibnu Muhammad Ibnu Qasim al-Ashimi al-Qahthani an-Najdi (1312-1392 H), ada 16 jilid kitab, cetakan ke enam tertulis tahun 1996.

 ini adalah “buku babon” yang menelurkan paham takfiri (mengkafirkan orang islam karena alasan berbeda paham).

Salah satu yang ajaran kontroversial dari Muhammad bin Abdul Wahab (1703 – 1792 M) yaitu:

إني أدعوكم إلى التوحيد وترك الشرك بالله وجميع ما هو تحت السبع الطباق مشرك على الإطلاق ومن قتل مشركا فله الجنة. 

“Sesungguhnya aku (Muhammad bin Abdul Wahab) mengajak kalian kepada TAUHID dan meninggalkan Syirk terhadab Allah.

 SEMUA YANG ADA DI BAWAH TUJUH LAPIS LANGIT ADALAH BENAR-BENAR MUSYRIK, dan barang siapa MEMBUNUH MUSYRIK maka dia akan MEMPEROLEH SYURGA”

من دخل في دعوتنا فله مالنا وعليه ما علينا ومن لم يدخل معنا فهو كافر حلال الدام والمال

“siapa saja yang masuk ke dalam kelompok dakwah kami, maka dia memiliki hak dan kewajiban yang sama dengan kami, dan siapa yang tidak masuk bersama kami, maka DIA KAFIR, HALAL DARAH DAN HARTANYA.
------------------------------

Saya kira ajaran  di atas sudah jelas penyimpangannya.  jadi gak perlu dijelaskan lagi di mana letak penyimpangannya. 
- - - ---------

Dari dulu ajaran Kitab di atas banyak pula ditentang oleh para ulama, salah satunya adalah Syaikh Sayyid Ahmad Zaini Dahlan, Mufti Haromain (Mufti Mekkah Madinah), guru dari Sayyid Abu Bakar Syatho ad-Dimyathi pengarang kitab I’anathuth-Tholibin (syarah dari kitab Fathul Mu’in).  

Sayyid Ahmad Zaini Dahlan juga merupakan guru dari Syaikh Hasyim Asy’ari, Pendiri Nahdhotul Ulama.

Sayyid Ahmad Zaini Dahlan ini kemudian berusaha untuk melawan penyimpangan dari kaum Wahabi.

Kamis, 16 September 2021

Memudahkan Mahar dan Resepsi Sederhana Pernikahan

Bagi calon pengantin, orang tua dan calon mertua, mudahkanlah mahar dan sederhanakan resepsi pernikahan sewajarnya sesuai keadaan. Janganlah dipaksakan padahal tidak mampu, karena ini untuk kebaikan anak-anak calon pengantin dunia-akhirat.

Kita mencari berkah bukan gengsi, kita mencari ridha Allah bukan Ridha manusia. Allah yang menghidupi, bukan kenyang dengan gengsi. Jika dijelaskan baik-baik kepada keluarga, mereka akan paham bahwa dana lebih baik dialokasikan untuk membangun rumah tangga di  awal-awal pernikahan.

Sebagai bahan renungan:

[1] Mahar yang mudah akan membuat pernikahan berkah
Berkah itu adalah bahagia dunia-akhirat baik kaya maupun miskin. Tidak sedikit orang kaya tetapi rumah tangga tidak bahagia dan tidak berkah

[2] Resepsi dianjurkan sederhana sesuai keadaan, tidak dipaksa apalagi sampai harus berhutang, sehingga dana yang ada bisa digunakan untuk awal membangun rumah tangga
Dalam hadits dijelaskan, makanan yang paling jelek adalah makanan walimah yang diundang hanya orang kaya saja, orang miskin tidak diundang

[3] Mempercepat pernikahan dan menyelamatkan dari zina
Tidak sedikit kedua calon siap menikah, tetapi dipersulit dengan beratnya mahar dan biaya resepsi, cinta dan gelora muda tertahan paksa bahkan ada juga yang “tabrakan duluan”.

[4] Menunda anak perempuannya menikah akan membuat anak perempuannya tidak bahagia
Karena wanita butuh kepastian cinta, dan kepastian itu adalah dengan menikah bukan hanya janji, wanita tidak akan tenang sampai dia menikah dan mendapat imam bagi hidupnya. Apalagi jumlah wanita semakin banyak dan laki-laki semakin sedikit

[5] Jika ditunda atau ditolak terus, anak perempuannya bisa tidak mendapatkan jodoh dan menjadi perawan tua

Umumnya calon pengantin ingin segera menikah dan mereka mencari cara yang termudah, akan tetapi tidak sedikit para orang tua dan calon mertua yang membuatnya menjadi tertunda bahkan gagal hanya karena mahar atau acara resepsi yang megah dan mewah

Semoga bisa segera sadar karena ini semua untuk kebaikan dan berkah anak-anak mereka sendiri.

Berikut penjelasan dalilnya:

[1] Mahar yang mudah akan membuat pernikahan berkah
Berkah itu adalah bahagia dunia-akhirat baik kaya maupun miskin. Tidak sedikit orang kaya tetapi rumah tangga tidak bahagia dan tidak berkah

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ﺧَﻴْـﺮُ ﺍﻟﻨِّﻜَـﺎﺡِ ﺃَﻳْﺴَـﺮُﻩُ

‘Sebaik-baik pernikahan ialah yang paling mudah.’ (HR. Abu Dawud, Al-Irwaa’ (VI/345)

Dalam riwayat Ahmad,

ﺇِﻥَّ ﺃَﻋْﻈَﻢَ ﺍﻟﻨَّﻜَـﺎﺡِ ﺑَﺮَﻛَﺔً ﺃَﻳَْﺴَﺮُﻩُ ﻣُﺆْﻧَﺔً

“Pernikahan yang paling besar keberkahannya ialah yang paling mudah maharnya.”

Amirul Mukminin, ‘Umar radhiallahu anhu pernah berkata,
“Janganlah kalian meninggikan mahar wanita. Jika mahar termasuk kemuliaan di dunia atau ketakwaan di akhirat, tentulah Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam paling pertama melaksanakannya.” (HR. At-Tirmidzi, shahih Ibni Majah)

[2] Resepsi dianjurkan sederhana sesuai keadaan, tidak dipaksa apalagi sampai harus berhutang
Dalam hadits dijelaskan, makanan yang paling jelek adalah makanan walimah yang diundang hanya orang kaya saja, orang miskin tidak diundang

Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ﺷَﺮُّ ﺍﻟﻄَّﻌَﺎﻡِ ﻃَﻌَﺎﻡُ ﺍﻟْﻮَﻟِﻴْﻤَﺔِ، ﻳُﺪْﻋَﻰ ﺇِﻟَﻴْﻬَﺎ ﺍْﻷَﻏْﻨِﻴَﺎﺀُ ﻭﻳُﺘْﺮَﻙُ ﺍﻟْﻤَﺴَﺎﻛِﻴْﻦُ

“Makanan paling buruk adalah makanan dalam walimah yang hanya mengundang orang-orang kaya saja untuk makan, sedangkan orang-orang miskin tidak diundang.” (HR. Bukhari Muslim)

[3] Mempercepat pernikahan dan menyelamatkan dari zina
Tidak sedikit kedua calon siap menikah, tetapi dipersulit dengan beratnya mahar dan biaya resepsi, cinta dan gelora muda tertahan paksa bahkan ada juga yang “tabrakan duluan”.

Ini yang dijelaskan dalam hadits, mempersulit menikah akan terjadi kerusakan.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ﺇِﺫَﺍ ﺧَﻄَﺐَ ﺇِﻟَﻴْﻜُﻢْ ﻣَﻦْ ﺗَﺮْﺿَﻮْﻥَ ﺩِﻳْﻨَﻪُ ﻭَﺧُﻠُﻘَﻪُ ﻓَﺰَﻭِّﺟُﻮْﻩُ، ﺇِﻻَّ ﺗَﻔْﻌَﻠُﻮﺍ ﺗَﻜُﻦْ ﻓِﺘْﻨَﺔٌ ﻓِﻲ ﺍﻟْﺄَﺭْﺽِ ﻭَﻓَﺴَﺎﺩٌ ﻋَﺮِﻳْﺾٌ

“Apabila seseorang yang kalian ridhai agama dan akhlaknya datang kepada kalian untuk meminang wanita kalian, maka hendaknya kalian menikahkan orang tersebut dengan wanita kalian. Bila kalian tidak melakukannya niscaya akan terjadi fitnah di bumi dan kerusakan yang besar.” (HR. At-Tirmidzi no. 1084, Ash-Shahihah no. 1022)

[4] Menunda anak perempuannya menikah akan membuat anak perempuannya tidak bahagia
Karena wanita butuh kepastian cinta, dan kepastian itu adalah dengan menikah bukan hanya janji, wanita tidak akan tenang sampai dia menikah dan mendapat imam bagi hidupnya. Apalagi jumlah wanita semakin banyak dan laki-laki semakin sedikit

Sebagaimana dalam hadits,

ﻣِﻦْ ﺃَﺷْﺮَﺍﻁِ ﺍﻟﺴَّﺎﻋَﺔِ ﺃَﻥْ ﻳَﻘِﻞَّ ﺍْﻟﻌِﻠْﻢُ ﻭَﻳَﻈْﻬَﺮَ ﺍﻟﺠَﻬْﻞُ ﻭَﻳَﻈْﻬَﺮَ ﺍﻟﺰِّﻧَﺎ ﻭَﺗَﻜْﺜﺮَ ﺍﻟﻨِّﺴَﺎﺀُ ﻭَﻳَﻘﻞَّ ﺍﻟﺮِّﺟَﺎﻝُ ﺣَﺘَّﻰ ﻳَﻜُﻮﻥُ ﻟِﺨَﻤْﺴِﻴﻦَ ﺍﻣْﺮَﺃَﺓً ﺍﻟﻘَﻴِّﻢُ ﺍْﻟﻮَﺍﺣِﺪُ

“Di antara tanda-tanda dekatnya hari Kiamat adalah sedikitnya ilmu (agama), merajalelanya kebodohan dan perzinahan, dan sedikitnya kaum laki-laki, sehingga lima puluh orang wanita hanya terdapat satu orang pengurus (laki-laki) saja” (HR. Al-Bukhari Muslim)

Demikian semoga bermanfaat

Penyusun: Raehanul Bahraen

Kamis, 09 September 2021

DI MANA ALLAH?JAWAB: ALLAH DEKAT.

ALLAH MENGAJARKAN LANGSUNG KEPADA ROSULULLAH UNTUK MENJAWAB PERTANYAAN TERHADAP HAMBA2 ALLAH YANG BERTANYA TENTANG DIMANA ALLAH.

Allah tidak pernah mengajari Rosulullah untuk menjawab pertanyaan orang2 yang bertanya " dimana Allah" agar Rosulullah menjawab: " Allah di langit" ataupun Allah di atas 'Arsy.

Dalil yang sangat kuat untuk menjawab pertanyaan "di mana Allah" adalah langsung dari Allah sendiri, agar tidak ada satu orang pun yang membantah terhadap firman Allah.

Allah mengajari Rosulullah secara langsung dalam menjawab pertanyaan orang2 yang bertanya "dimana Allah" agar menjawab: Allah Dekat (Allahu Qorib). Bukan dengan jawaban2 yang lain.

Ini adalah jawaban langsung dari Allah 
yang diamanatkan kepada Nabi Muhammad dalam menjawab pertanyaan terhadap hamba2Nya yang menanyakan tentang Allah (keberadaan Allah):

   وَ اِذَا سَأَلَكَ عِبَادِى عَنِّى فَإِنِّى قَرِيْبٌ

("Dan apabila hambaku bertanya tentang AKU, maka jawablah (Muhammad), maka sungguh AKU adalah DEKAT").

Imam As-Suyuthi di dalam Kitab LUBAB AN-NUQUL :

أخرج عبد الرزاق عن الحسن قال ؛ 
سأل أصحابُ رسولِ اللهِ النبىَّ صلى الله عليه و سلم ؛ أَيْنَ رَبُّنَا ؟؟ 
فأنزل اللهُ ؛ وَ اِذَا سَأَلَكَ عِبَادِى عَنِّى فَإِنِّى قَرِيْبٌ

Diriwayatkan oleh Abdur Razzaq dari Al Hasan berkata ; Sahabat Nabi bertanya kepada Nabi Shallallahu Alaihi Wassallam:
"(Ya Rasulallah), DIMANA TUHAN KITA BERADA ???"
Maka Allah Langsung Berfirman Dengan Menurunkan Ayat :

                    وَ اِذَا سَأَلَكَ عِبَادِى عَنِّى فَإِنِّى قَرِيْبٌ 

"Dan apabila hambaku bertanya tentang AKU, maka jawablah (hai Muhammad), maka sungguh AKU adalah DEKAT".

Keberadaan tentang Allah yang dijelaskan dalam firman Allah tersebut terdapat dalam kalimat pengandaian (Conditional sentence) yang berupa pesan, yaitu menggunakan redaksi kalimat langsung dari Allah SWT kepada Nabi Muhammad (terdapat dalam surat Al-Baqoroh, ayat 186):

                   وَ اِذَا سَأَلَكَ عِبَادِى عَنِّى فَإِنِّى قَرِيْبٌ 

Kalimat dalam ayat tersebut berupa kalimat pengandaian (coditional senence), yang terdiri dari:
1. Kalimat syarat yang dimulai dengan kata "Idza" (Apabia/Jika), yaitu: 

                              وَ اِذَا سَأَلَكَ عِبَادِى عَنِّى    

Dan jika hamba2ku bertanya kepada kamu (Nabi Muhammad) tentang Aku (keberadaan Ku). Dalam bagian ayat ini Allah berpesan kepada Nabi Muhammad jika pada waktu2 mendatang ada hamba2 Allah yang menanyakan tentang Allah (keberadaan Allah) kepada Nabi Muhammad. 

2. Kalimat jawab (jawab syarat), dengan kalimat (bagian ayat):

                                   فَإِنِّى قَرِيْبٌ 

        ("Maka sungguh Aku (Allah) dekat".)  

Dalam bagian ayat yang merupakan kalimat jawab (jawab syarat) tersebut mengandung pesan berupa instruksi (perintah) Allah kepada Nabi Muhammad, agar Nabi Muhammad menjawab pertanyaan hamba2 Allah yang menanyakan tentang Allah (keberadaan Allah), dengan menjawab sesuai dengan yang difirmankan oleh Allah dalam bagian ayat yang merupakan kalimat jawaban (jawab syarat), yaitu dengan jawaban bahwa " Allah Dekat.

ALLAH MAHA DEKAT, TETAPI BUKAN FISIK ALLAH YANG MAHA DEKAT DENGAN HAMBA2-NYA. SEBAB ALLAH ITU BUKAN JISIM/ BENDA.

Dimanapun manusia berada, manusia bisa mendekatkan diri kepada Allah. Sebab Allah Maha Dekat. Allah Maha Meliputi Segalanya. Allah bersama hamba2-Nya yang bertaqwa kepada-Nya di manapun mereka berada. Allah bersama orang2 yang senantiasa berbuat kebaikan yang diridhoi oleh Allah, dimanapun mereka berada.
Kekuasaan Allah meliputi segala kerajaan langit dan bumi.

Adanya Allah adalah tanpa tempat. Adanya tempat adalah setelah Allah menciptakan tempat. Allah tetap tanpa tempat seperti pada azalinya setelah Allah menciptakan tempat.

Allah Maha Kuasa. Allah Maha Meliputi Segalanya.

DENGAN ILMU YANG DIMILIKI-NYA, KEKUASAAN ALLAH MELIPUTI SELURUH PENJURU KERAJAAN LANGIT DAN BUMI. ALLAH ADALAH PEMILIK KERAJAAN LANGIT DAN BUMI. ( Kekuasaan Allah meliputi seluruh yang di 'Arsy, langit, bumi, dan seluruh makhluk-Nya). Adanya Allah tetap tanpa tempat meskipun telah menciptakan tempat bagi seluruh makhluk-Nya. Dan seluruh makhluk Allah adalah dalam kekuasaan-Nya. Allah Maha Meliputi Segalanya.

HADITS:
Bagi anda yang meyakini bahwa Allah bertempat di atas langit dan berani mengkafirkan golongan lain yang memiliki beda faham, apakah dengan hadits Rosulullah di bawah ini kemudian anda juga berani mengkafirkan Rosulullah yang menyatakan bahwa Allah berada di hadapan orang yang sedang sholat?👇👇👇

Rosulullah juga bersabda dalam hadits berikut ini:

Dari Abdullah ibn Umar bahwa Rasulullah SAW bersabda :
إذا كان أحدكم يصلي فلا يبصق قبل وجهه فإن الله قبل وجهه إذا صلى .
Artinya : Jika seorang dari kamu shalat maka janganlah ia meludah di depan wajahnya, sebab sesungguhnya Allah berada di depan wajahnya ketika ia shalat. (H.R. Bukhari[10] dan Muslim[11])
(Allah di depan wajah orang yang sedang sholat).

Apakah bagi anda yang meyakini bahwa Allah bertempat di atas langit dan berani mengkafirkan golongan yang memiliki beda faham, juga berani membantah firman Allah yang menyatakan bahwa kemanapun hamba2 Allah menghadap maka disanalah Dzat Allah?

Allah berfirman dalam Al-Qur'an Surat Al-Baqoroh, ayat: 115:

     فَأَيْنَمَا تُوَلُّوا فَثَمَّ وَجْهُ اللَّهِ ۚ إِنَّ اللَّهَ وَاسِعٌ عَلِيمٌ

 "Kemanapun kamu menghadap, di sana lah Dzat Allah".

Kamis, 12 Agustus 2021

Renungan Tentang Bahagia

Keluargaku ..

Di saat kita memakai jam tangan seharga Rp 500.000,- atau Rp 50.000.000,-, kedua jam itu menunjukkan waktu yg sama.
Ketika kita mengayuh sepeda seharga 100jt ataupun 1jt...tetap mengeluarkan keringat yang sama...
Ketika kita membawa tas atau dompet seharga Rp 500.000,- atau Rp 5.000.000,-, keduanya sama2 dapat membantumu membawa sebagian barang/uang.
Waktu kita tinggal di rumah seluas 50 m2 atau 5.000 m2, kesepian yg kita alami tetaplah sama.
Ketika kita terbang dengan first class atau ekonomi class, maka saat pesawat terbang jatuh maka kita pun ikut jatuh.
Keluargaku ..
Kebahagiaan sejati bukan datang dari harta duniawi.
Jadi ketika kita memiliki pasangan, anak, saudara, teman dekat, teman baru dan lama... Lalu kita ngobrol, bercanda, tertawa, bernyanyi, bercerita tentang berbagai hal, berbagi suka dan duka- itulah kebahagiaan sesungguhnya.
Hal penting yang patut di renungkan dalam hidup :
1. Jangan mendidik anak mu untuk terobsesi menjadi kaya. Didiklah mereka menjadi bahagia. Sehingga saat mereka tumbuh dewasa mereka menilai segala sesuatu bukan dari harganya.
2. Kata2 yg terbaik di Inggris :
"Makan makananmu sebagai obat. Jika tidak, kamu akan makan obat2an sebagai makanan."
3. Seseorang yg mencintaimu tidak akan pernah meninggalkanmu karena walaupun ada 100 alasan untuk menyerah, dia akan menemukan 1 alasan untuk bertahan.
4. Banyak sekali perbedaan antara "manusia & menjadi manusia" Hanya yg bijak yang mengerti tentang itu.
5. Hidup itu antara
"B" birth (lahir) dan "D" death (mati), diantara nya adalah ada "C" choice (pilihan) hidup yang kita jalani, keberhasilannya ditentukan oleh setiap pilihan kita.
Jika kamu mau berjalan cepat, Jalanlah sendirian. Tetapi Jika kamu ingin berjalan jauh, jalanlah bersama sama.
Ada 6 dokter terbaik,
1. Keluarga
2. Istirahat
3. Olah raga
4. Makan yg sehat
5. Teman
6. Tertawa
Nikmati hidup dan tetap bersandar pada Tuhan
yang punya kehidupan.!
Semoga bermanfaat 😀😊😚

Selasa, 29 Juni 2021

💕💝 SUNAN GUNUNG JATI 💖💞

Makam Sultan Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati) bin  Sultan Syarif Abdullah Umdatuddin (Champa) terletak di astana gunung jati, cirebon jawa barat Indonesia

Gelar Syarif Hidayatullah yaitu:
1. Sayyid Al-Kamil
2. Sultan Cirebon 2
3. Sunan Gunung Jati 1
4. Syarif Hidayat Putra Mesir
5. Kanjeng Sinuhun Gunung Jati
6. Walisongo tanah pasundan
7.Maulana Jati

Syarif Hidayatullah  dilahirkan di Mekkah Pada tahun 1448 M, dibesarkan di Mesir dan Wafat Di Cirebon pada th.1568 M

Silsilah Nasab Sultan Syarif Hidayatullah Al-Azhmatkhan (Sunan Gunung Jati) Sultan Cirebon:

Nabi Muhammad menikah dengan Sayyidah Khadijah binti Khuwailid, wafat di Madinah 12 Rabiul Awwal 11 H, 
memiliki anak yaitu:

Sayyidah Fatimah Az-Zahra, menikah dengan Imam Ali bin Abi Thalib, wafat di Madinah 634 M, memiliki anak yaitu:

Al-Imam As-Sayyid Al-Husain, menikah dengan Syaharbanu putri Kaisar Yazdigird, kaisar terakhir Sasaniyah, Persia, wafat di Karbala Iraq 64 H/ 680 M, memiliki anak yaitu:

Al-Imam As-Sayyid Ali Zainal Abidin, menikah dengan Syarifah Fathimah binti Hasan bin Ali bin Abi Thalib, Wafat di Baqi Madinah 93 H/713 M, memiliki anak yaitu:

Al-Imam As-Sayyid Muhammad Al-Baqir, menikah dengan Ummu Farwah binti Qasim bin Muhammad bin Abu Bakar Ash-Shiddiq, wafat di Baqi Madinah 114 H/731 M, memiliki anak yaitu:

Al-Imam As-Sayyid Ja’far ash-Shadiq, menikah dengan Syarifah Fathimah binti Husain bin Ali Zainal Abidin bin Husain bin Ali bin Abi Thalib, wafat di Baqi Madinah 148 H/765 M, memiliki anak yaitu:

Al-Imam As-Sayyid Ali Al-Uraidhi, menikah dengan Ummu Walad Wafat di Al-'Uraidh Madinah 210 H, memiliki anak yaitu:
Al-Imam As-Sayyid Muhammad An-Naqib, menikah dengan Ummu Isa, wafat di Bashrah 243 H, memiliki anak yaitu:

Al-Imam As-Sayyid Isa Ar-Rumi Al-Azraq, menikah dengan Ummu Ahmad, wafat di Bashrah 298 H, memiliki anak yaitu:

Al-Imam As-Sayyid Ahmad Al-Muhajir, menikah dengan Zainab binti Abdullah bin Hasan bin Ali Al-Uraidhi, wafat di Hasys, Yaman 345 H, memiliki anak yaitu:

Al-Imam As-Sayyid Ubaidillah, menikah dengan Ummul Banin binti Muhammad bin Isa bin Muhammad bin Ali Al-Uraidhi, wafat di Sumal Yaman 383 H, memiliki anak yaitu:

Al-Imam As-Sayyid Alwi, menikah dengan Ummu Muhammad, wafat di Hadramaut Yaman 400 H, memiliki anak yaitu:

Al-Imam As-Sayyid Muhammad, menikah dengan Ummu Alwi, wafat di Bayt Jubair Yaman 446 H, memiliki anak yaitu:

Al-Imam As-Sayyid Alwi, menikah dengan Ummu Ali[3], Wafat di Bayt Jubair Yaman 512 H, memiliki anak yaitu:

Al-Imam As-Sayyid Ali Khali’ Qasam, menikah dengan Ummu Muhammad, Wafat di Tarim Yaman 529 H, memiliki anak yaitu:

Al-Imam As-Sayyid Muhammad Shahib Mirbath, menikah dengan Ummu Banin, wafat di Marbath Oman 556 H, memiliki anak yaitu:
Al-Imam As-Sayyid Alwi Ammil Faqih, menikah dengan Ummu Abdul Malik . wafat di Yaman 613 H, memiliki anak yaitu:

Al-Imam As-Sayyid Abdul Malik Azhmatkhan, menikah dengan Ummu Abdullah binti Raja Naserabad India Lama, wafat di Naserabad India 653 H, memiliki anak yaitu:

Al-Imam As-Sayyid Abdullah Amir Khan, menikah dengan Ummu Ahmad, wafat di Naserabad India 696 H, memiliki anak yaitu:

Al-Imam As-Sayyid Ahmad Syah Jalaluddin, menikah dengan Ummu Husain, wafat di Hyderabad India (dekat kota ahmadabad) th 711 H, memiliki anak yaitu:

Al-Imam As-Sayyid Syekh Jamaluddin Al-Akbar Al-Husaini menikah dengan Puteri Syahirah atau Puteri Selindung Bulan (Putri Saadong II) binti Sultan Baki Syah bin Sultan Mahmud, Raja Chermin, Kelantan, Malaysia (menikah tahun 1360 M),
wafat di wajo, sulawesi indonesia, 1453 M / 857 H,
memiliki anak yaitu:

Al-Imam As-Sayyid Ali Nurul Alam (Perdana Menteri Kelantan / Raja Champa, menikah dengan (Putri Mesir) Syarifah Fatimah Al-Jilani  Al- Hasani binti Muhammad bin Abdullah bin Ahmad bin Hasan Al-Jilani Al-Hasani.
wafat di Kampung Garak Ruwain, Binjai Lima / Binje Limo, Provinsi Pattani, Thailand Bagian Selatan.
memiliki anak yaitu:

As- Sayyid Al-habib Malik Abdullah / Raja Abdullah / Syarif Abdullah Mesir / Sultan Syarif Abdullah Umdatuddin champa menikah dengan Syarifah Mudaim alias Nyimas Rara Santang binti Raden Pemanah Rasa (Prabu Siliwangi - Raja Pajajaran) Penguasa tanah pasundan.
wafat di kampung surabaya ilir, bandar surabaya, lampung tengah,indonesia
memiliki anak yaitu:

As-Sayyid Al-Habib Syarif Hidayatullah / Sunan Gunung Jati / Sultan Cirebon, wafat di Astana gunung jati, cirebon jawa barat indonesia th.1568 M / 976 H

Rabu, 31 Maret 2021

Nasihat Seorang Kiai Sepuh kepada Para Santri

LIMA MENIT

Di suatu malam yang ditumpahi cahaya bulan, seorang kiai sepuh dari Jawa Timur bertutur. Ratusan santrinya menyimak kalimat demi kalimat yang keluar laksana mutiara. Dengan nada pelan dan santai, sang kiai memberi nasehat yang kurang lebih demikian:

Saya ini dulu sudah mengaji lebih dari tiga puluh tahun, tapi perasaan saya tak dapat ilmu,  kecuali hanya sedikit saja. 

Namun, saya selalu setia dengan proses ini, proses belajar ala pesantren, taat pada metode pembelajaran para kiai dan ulama salaf. 

Pernah, ketika dulu mengaji Kitab Ihya Ulumuddin baru beberapa lembar saja, kiai saya sakit, sampai dua tahun, mendekati tiga tahun. Selama itu pula saya setia menunggu beliau. 

Setelah beliau sembuh, saya baru dapat melanjutkan mengaji Kitab Ihya Ulumuddin karya Imam Ghazali. Saya juga mengaji kitab Al-Hikam karya Ibnu Athaillah As-Sakandari.

Alhamdulillah, seletelah tiga puluh tahun lebih mengaji, saya dapat membaca kitab-kitab (kuning) apa saja yang telah diajarkan oleh kiai saya. Namun, seakan itu hanya di lidah saya saja, tak sampai tenggorokan. Belum menancap di hati saya.  

Kemudian, tanpa saya duga, kiai saya meminta saya untuk menikahi putri beliau. Saya kaget: 

kenapa mesti saya? Saya itu  kan tidtak punya apa-apa? Saya juga bukan kategori orang yang bisa bekerja. 

Usut punya usut, ternyata kiai saya menikahkan putrinya kepada saya justru karena ketidakpunyaan saya. Karena saya tidak punya harta benda. 
Ini, lho, berkah saya tidak punya apa-apa, saya malah menjadi menantu kiai saya.

Saudara saya membanyol: kiai memilih kamu (yang tidak punya apa-apa) agar kamu tidak berani mempoligaminya! 

Haha, banyolan saudara saya ini ada-ada saja. Mana mungkin saya berani menduakan putri kiai saya sendiri. 

Kemudian saya membantu mengajar di pesantren kiai saya, sampai kemudian ayah saya meninggal dunia. Karena dirumah ayah saya punya pesantren, saya mesti kembali. Saya pamit kepada kiai saya: 

Kiai, saya pamit, saya harus pulang, ayah saya meninggal dunia, kata saya.  

Kiai menjawab, oh iya betul, kamu harus pulang. Punya tinggalan pesantren harus terus dilestarikan. 

Namun kiai, ada satu hal yang ingin saya minta: saya ini tidak punya apa-apa. Mohon minta doa amalan kepada kiai, agar saya mudah mendapat rejeki, pinta saya. Bukannya diberi amalan doa, saya malah dimarahi: 

Huuussss!!! Kamu ini gimana, seperti tak percaya kepada Allah saja!!! 

Sontak saya tercekat kaget, tak karu-karuan rasanya. Marah betul beliau. 
Namun di situlah, di akhir-akhir dengan kiai saya itu, hanya pertemuan sekitar lima menit, ilmu kiai saya tertancap ke dalam hati. 

Karena marahnya kiai itu, saya jadi ingat semua apa-apa yang di dalam Al-Quran, Hadits dan kitab-kitab, termasuk yang ada di Ihya’ dan Hikam. Saya jadi ingat ayat Al-Quran: 

Wa ma min dabbatin fil-ardhi illa ‘alallahi rizquha; dan tidak ada satu binatang melatapun di bumi melainkan Allahlah yang memberi rezekinya (QS. Hud [11]: 6). 

Saya jadi ingat:  “...Wamayyattaqillaaha yaj ‘allahu mahrajan. Wayarzuqhu minhaitsu laayahtasib, wamayya tawaqal ‘alallaahi fahuwa hasbuhu, inalallaha balighu amrihi  qad ja ‘alallaahu liqulli syai in qodron.”. ...

Barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah, niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rejeki dari arah yang tidak disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan (yang dikehendaki)-Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu." (QS. At-Thalaq: 65, 2-3) 

Lima menit itu benar-benar mengubah saya. Yang tadinya ilmu hanya di lidah, sepertinya masuk ke hati saya. 
Hati saya jadi tawakkal, pasrah kepada Allah. 
Apa yang selama ini saya kaji di kitab-kitab itu, baru saya rasakan setelah kiai memarahi dalam tempo lima menitan itu. 
Saya jadi mantap menjalani hidup. 

Kemudian saya bertanya kepada istri saya: Dik, kita akan pindah. Namun rumah ayah saya kini diwarisi adik saya. Saya sudah tidak punya rumah. Apa jawaban istri saya?  

"Saya tidak menikah dengan rumahmu, Mas." 

Begitulah jawabannya. Saya jadi lega. Memang benar Hadis Nabi: memilih istri itu yang terpenting adalah karena faktor agamanya...

Fadzfarbidzaatitdieni, taribatyadaka. 

Nabi Muhammad juga demikian: menjodohkan putrinya dengan Sayyidina Ali kw, salah seorang yang miskin (secara duniawi, namun pandai ilmu agamanya). Padahal, banyak sahabat Nabi yang kaya raya. 

Juga demikian salah satu sahabat beliau, Abu Hurairah. Ketika beliau mendapati putrinya yang sudah berumur untuk menikah, beliau bertanya: lelaki seperti apa yang engkau mau? 

Sang putri menjawab: dua syarat. 

Pertama pandai dalam ilmu, dan kedua miskin. 

Abu Hurairah membalas balik: syarat pertama bisa kumengerti. Tapi, untuk apa syarat yang kedua? 

Sang putri menjawab: agar dia tidak berani nikah lagi.  

Begitulah. Orang-orang dulu begitu hati-hati dalam urusan harta. 
Maka saya minta, jika anda sekalian menuntut ilmu, niatnya jangan karena ingin harta. Jangan karena ingin jabatan atau kedudukan. Jangan karena ingin dipuji orang lain. Jangan karena dunia. 

Tapi niatilah menuntut ilmu untuk mencari ridla Allah semata. Insya Allah nanti Allah yang menjamin. 

Itulah salah satu kandungan yang ada dalam kitab Ihya dan Kitab Hikam. 
Ini kitab tasawuf, yang kadang agak bertentangan dengan (pendpat ulama) fiqih. Namun, kitab ini ampuh, sudah diakui keramatnya. 

Dulu, setelah jadi, kitab Ihya ini akan dilarang oleh seseorang yang alim.  Orang itu menyuruh murid-muridnya agar kitab itu dimusnahkan, karena isinya dianggap bertentangan. 

Sebelum sempat memusnahkan, orang itu mimpi bertemu dengan Rasulullah,  Abu Bakar dan Umar bin Khattab ra. Ia melihat Imam Ghazali bersamanya dan mengadukan perihal kitab ini yang ingin dibakar. Ternyata rasulullah mengatakan kitab itu baik. 

Rasulullah kemudian mencambuk orang yang alim itu. Meski dalam mimpi, ketika bangun tidur, bekas pukulan membekas dalam tubuh, sampai waktu yang lama. 

Setelah itu orang alim itu bertaubat, mau mempelajari kitab Ihya’ dan bahkan ditemui Rasulullah dalam mimpi. 

(Kisah lengkapnya dalam Kitab Awariful Ma'arif karya Imam Syaikh Syahrowardi, ed.) Imam Ghazali - sang Hujjatul Islam, pengarang kitab itu – ternyata tak sembarangan dalam menulis hadits. 

Tiap kali menulis hadis untuk dimasukkan ke kitab Ihya, beliau berwudlu, kemudian shalat sunnah, kemudian istikharah terlebih dahulu. 

Pasca itu, sepertinya beliau dibimbing Nabi dalam mimpi, ataupun melalui peristiwa lain. 

Misalnya, setelah itu, hadis yang ditulis itu dicium, apakah baunya wamgi atau tidak? 
Kalau baunya wangi, ini berarti benar-benar dari nabi. Kalau tidak wangi beliu tinggalkan hadits itu, tidak dimasukkan dalam kitabnya. 
Inilah, kehebatan para ulama salaf. 

Mengapa di pesantren kitab-kitab para ulama salaf masih kita kaji. Apa maksud dari kitab ulama salaf itu? 

Yaitu kitab-kitab yang dibikin oleh para ulama yang tulus, bersih, jujur, wira’i, dan hanya berharap ridha dari Allah. Bukan untuk mendapat ganti cetak (royalti) yang melebihi harga cetaknya.

Beliau-beliau menulis bukan karena uang, ketenaran, jabatan atau yang lainnya, tapi karena mengharap Ridla Allah semata. 

Maka, anda yang belajar di pesantren dan membelajari kitab karya ulama-ulama terdahulu harus bersyukur. Dan banggalah, jangan minder. Dan jangan berhenti belajar. 

Usahakan apa yang anda pelajari menjadi laku dan menancap dalam hati. Karena soal hatilah yang paling sulit di dunia ini. 

Kalau soal ilmu dunia, skill, itu mudah. Tapi soal hati ini sulit. Banggalah jadi santri. 

Kiai Mahrus Ali, guru saya, itu ya cuma mengaji di pesantren seperti ini, tapi beliau bisa mencari solusi problem-problem kebangsaan, dan sering dengan Bung Karno dan tokoh bangsa lainnya. 

Mbah Hasyim Asy’ari dulu juga begitu, dengan mempelajari kitab-kitab para ulama salaf. Toh beliau mampu berkontribusi banyak untuk bangsa dan negara. 

Jangan minder jadi santri. Bila perlu, pakailah identitasnya, seperti sarung dan peci misalnya. 

Mbah Mahrus Ali dulu pakai sarung, tak pernah pakai celana. Toh beliau diterima oleh segenap tokoh bangsa. 

Pula Kiai Hasyim Asy’ari, yang oleh Jepang dianggap Bapak Umat Islam Indonesia, kemana-mana sering pakai sarung. Dan beliau-beliau mampu menjadi rujukan persolan agama, bangsa dan negara. 

Dan para kiai hari ini juga sebenarnya bukan tidak mengerti persoalan bangsa. Hanya karena memang ada yang sementara diam. Karena memang, dari kitab ulama salaf yang diajarkan di pesantren itu, bisa untuk apa-apa. 

Maka, banggalah jadi santri. Jangan pernah merasa minder. 
Nanti bangsa dan negara ini akan butuh kalian. Butuh orang-orang yang jujur dan berakhlak. 

Kita bisa lihat, bagaimana kondisi negara ini hancur ditangan orang terdidik. 

BLBI belum selesai, ada Century. 
Century belum selesai, ada lagi dan lagi. Terus begitu, saking ruwetnya. 

Mereka tak akan kuat terus menerus seperti itu. Masalah belum ketemu solusi, sudah masalah lagi. Ini persoalan utama ada pada manusianya. 

Nah, dalam beberapa tahun kedepan, bangsa dan negara akan butuh kalian, butuh orang orang yang jujur, bisa dipercaya. 

Orang-orang akan datang ke kita, ketika ketidakjujuran dan saling-tipu sudah membabi buta dimana-mana. 

Mantapkanlah ilmu sampai kedalam hati. Meski kelak kamu jadi apa saja, dan melanglangbuana ke Eropa misalnya, hati kalian masih berpijak pada pesantren ini, memegang apa yang diajarkan para kiai dan ulama salaf. 

Dan jangan lupa, untuk senantiasa shalat di awal waktu, dan lebih-lebih dilakukan secara berjamaah. Jika sudah beristri kelak, jadilah imam istri kalian dalam shalat berjamaah. 

Jika anda sekalian memenuhi kewajiban kalian, Insya Allah nanti Allah sendiri yang menata kalian. 
Kadang kita ini malu. Bahkan, Ibnu Athaillah sendiri heran: 

Kenapa untuk disuruh masuk surga saja harus “dipaksakan”. Ini kan mengherankan. Coba saja: 

shalat subuh berjamaah, misalnya, itu jelas sangat utama, jalan menuju syurga, tapi sulit orang menjalankannya. Padahal itu jalan menuju kebahagiaan.  
Hal-hal yang wajib, lebih-lebih yang sunnah, itu kan dari Allah agar kita menuju ke kebahagiaan, tapi seringkali sulit orang melaksanakan. 
Demikian, mudah-mudahan ini semua bermanfaat untuk kita semua. Amin Allahumma Amin. *** 

Nasihat-nasihat itu, kurekam dalam kepala. Kuolah dengan penangkapanku, kemudian kusarikan dalam tulisan ini dengan caraku sendiri, yang jelas tak persis seluruhnya. 

Kuambil yang ingat-ingat saja, kutambahkan dan kurangi apa yang menurutku membantu pemahaman. 

Nasehati itu disampaikan oleh sang kiai sepuh ketika mengisi ceramah pada khataman Kitab Ihya dan Al-Hikam. Meski hanya sebentar, nasehat Kiai Sepuh itu begitu bermakna, dan mengingatkan kembali nilai-nilai islami dan kesantrian. 

Kuketahui kemudian, kiai sepuh itu adalah almarhum KH. Abdul Aziz Mansyur, Pimpinan Pesantren Paculgowang. 

Mbah Aziz, begitu beliau bisa disapa, kemudian banyak menelurkan dan menyunting buku. Bahkan beliau menjadi pimpinan tertinggi (Ketua Dewan Syuro) PKB, dikenal kealimannya, serta menjadi tokoh nasional. Beliau bercerita semasa nyanti di Pesantren Lirboyo, Kediri. 
Dan ceramah itu, ditayangkan di TV9 malam jumat (28/12) lalu. 

Untuk beliau, al-Faatihah. 

(Ahmad Naufa) 

Kamis, 14 Januari 2021

Satu Jurus Bidah

Diriwayatkan dari Jabir bin Abdillah ra bahwasannya Rasul saw menyampaikan pesan dalam khutbanya (sebagian diantaranya adalah) : 

وَشَرُّ الْأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلُّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلُّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ وَكُلُّ ضَلَالَةٍ فِي النَّارِ

Sejelek-jelek perkara adalah perkara yang diada-adakan (baru), dan “KULLU” perkara yang diada-adakan (baru) adalah bid’ah, dan “KULLU” bid’ah adalah kesesatan”  

[HR. An Nasa’i]

Catatan Alvers

Hadits ini menjadi “rukun”  pembuka khutbah atau ceramah dari kalangan yang mendakwahkan dirinya sebagai gerakan puritanisme. 

Hadits ini menjadi pokok pertentangan antara yang pro dan kontra dengan mereka. Fokus persoalannya terletak pada lafadz “KULLU”. 

Kebanyakan orang memaknai lafadz "KULLU" dengan arti semua atau setiap ataupun "tanpa kecuali" padahal jika kita teliti dalam bahasa arab bahwa makna dari lafadz "Kullu" adalah tidak selalu dimaknai "semua" akan tetapi ada sebagian lafadz "Kullu" bermakna "Sebagian", seperti pada firman Allah yang berbunyi : 

وَجَعَلْنَا مِنَ الْمَاءِ كُلَّ شَيْءٍ حَيٍّ

Dan kami menjadikan dari air; “KULLA” makhluk hidup

 [QS Al-Anbiya : 30]

Lafadz “KULLA” disini haruslah diterjemahkan dengan arti : SEBAGIAN sehingga ayat itu berarti: Kami ciptakan dari air sperma; SEBAGIAN makhluk hidup, karena pada kenyataannya tidak semua makhluk yang diciptakan Allah berasal dari air. 

Coba perhatikan firman Allah yang menceritakan tentang penciptaan Iblis dan adam yang berbunyi: 

خَلَقْتَنِي مِنْ نَارٍ وَخَلَقْتَهُ مِنْ طِينٍ

"Engkau (Allah) telah menciptakan aku (iblis) dari api sedangkan engkau menciptakannya (adam) dari tanah liat".

[QS Al-A’raf : 12]

Dengan demikian, ternyata lafadz KULLU tidak dapat diterjemahkan secara mutlak dengan arti : setiap / semua, sebagaimana umumnya jika merujuk ke dalam kamus bahasa Arab umum, karena hal itu tidak sesuai dengan kenyataan.

Maka dari itu tidak semua bid’ah itu sesat. 

Imam Syafi’i dalam kitab Fathul Bari menyebutkan:

الْبِدْعَة بِدْعَتَانِ : مَحْمُودَة وَمَذْمُومَة ، فَمَا وَافَقَ السُّنَّة فَهُوَ مَحْمُود وَمَا خَالَفَهَا فَهُوَ مَذْمُوم

Bid’ah itu ada dua: terpuji dan tercela. Bid’ah yang sesuai dengan sunnah berarti terpuji, sedangkan yang menyelisihinya berarti tercela.

Namun orang yang anti bid’ah hasanah, mereka bertanya: 
“kalau memang ada sesuatu yang dinilai baik pada zaman sekarang niscaya kebaikan itu telah dilakukan oleh para salaf”. 

Sebagaimana slogan yang sering mereka kemukakan: 

لأنه لو كان خيرا لسبقونا إليه

jika suatu perbuatan itu dinilai baik maka sudah pastilah mereka (salaf) mendahului kita dalam melakukannya 

[Tafsir Ibn Kathir, IV, 190]

Kiranya statement ini juga dibantah oleh imam Syafi’i yang dinukil dalam kitab dalam Husnu at-Tafahhum, beliau berkata:

كل ما له مستند من الشرع فليس ببدعة ولو لم يعمل به السلف

Setiap perkara yang memiliki landasan dari syari’atnya, maka bukanlah bid’ah walaupun tidak dilakukan oleh ulama salaf.

Dalam prakteknya, para sahabat banyak melakukan sesuatu kebaikan yang tidak pernah dilakukan sama sekali oleh Rasul saw. Jikalau ada seseorang yang patut mengerjakan semua kebaikan dan tidak menyisakannya sedikitpun dari kebaikan maka itu adalah Rasul saw. 
Namun kenyataan berkata lain, Ketika Umar bin Khaththab memberi isyarat kepada Abu Bakar Ash-Shiddiq untuk mengumpulkan Al-Quran dalam satu mushaf karena banyak sahabat penghafal quran telah gugur dalam perang yamamah maka Abu Bakar berkata:

كيف نفعل شيئا لم يفعله رسول الله صلى الله عليه وسلم؟

“ Bagaimana kita akan melakukan sesuatu yang tidak dilakukan oleh Rasul saw?

 [HR Bukhari]

Generasi berikunya juga melakukan hal yang sama seperti yang dilakukan oleh Imam Malik, beliau melakukan qunut witir, dan beliau pun mengatakan bahwa itu tidak pernah dilakukan sahabat akan tetapi itu baik

 [al-Hawadits wal Bida’].

 Imam Syafi’i melafazkan Niat sholat padahal Nabi dan sahabat tidak pernah melakukannya 

[Al-Mu’jam]. 

Urwah bin Zubair ketika hendak makan memabaca doa yang tidak diajarkan oleh Nabi saw dan para sahabatnya

 [Al-Mushannaf].

Kondisi ini mengukuhkan statemen di atas bahwa tidak selamanya kebaikan itu harus dilakukan oleh pendahulu kita yang dikemukakan imam syafi’i di atas dalam prakteknya “disetujui” oleh syeikh Ibn Baz, sehingga ulama kenamaan arab saudi ini berfatwa dalam situsnya tentang bolehnya membaca doa khatam al-Quran di dalam sholat dan tidak termasuk bid’ah meskipun tidak ada contoh dari Rasul maupun dari para sahabat yang merupakan acuan ibadah. 

Selanjutnya ia beragumen karena tidak ada seorang pun dari ulama salaf yang mengingkari doa khatam al-Quran di dalam sholat, dan tidak ada seorang pun yang mengikarinya jika dilakukan di luar sholat. 

Selanjutnya ia mengakhiri fatwanya dengan tantangan bagi orang yang melarangnya, ia berkata :  

 فمن قال: إنه منكر فعليه بالدليل

maka barangsiapa yang mengingkarinya (bolehnya membaca doa khatam quran dalam sholat), wajib ia mengemukakan dalilnya

 “Wallahu A’lam. 

Semoga uraian singkat ini menjadikan orang sadar bahwa tidak semua bid’ah itu jelek sehingga tidak mudah membid’ahkan perbuatan baik yang dikerjakan orang lain.