Rabu, 24 Januari 2018

Bjku Pdf Islam

*HIBAH EBOOK BUKU*

*DAFTAR BUKU*

1. KH. Marzuki Mustamar, *Al-Muqthatofat lil Ahlil Bidayat*, Link Download: https://drive.google.com/file/d/0B49krkb9SjaCZncwcnJtUUltcWM/view

2. A. Zainul Hakim, *Terjemah Risalah Ahlussunah wal Jama'ah (رسالة أهل السنة والجماعة للعلامة حضرة الشيخ محمّد هاشم اشعرى)* Link Download: https://drive.google.com/file/d/0B49krkb9SjaCZjdCS18yVGNMRDg/view

3. Habib Munzir al-Musawa, *Kenalilah Akidahmu*. Link Download: https://drive.google.com/file/d/0B49krkb9SjaCd3JPX0RjWVRfemc/view

4. Harry Yuniardi, *Argumentasi Tarawih 20 Rakaat; Risalah Amaliah Kaum Nahdliyyin* (Bandung; LTN NU Jawa Barat, 2017) Link Download: https://drive.google.com/file/d/0B6GRfv4J--Yuc1J6R1ZtNnRmZEE/view

5. Ustadz M. Idrus Ramli, *Buku Pintar Berdebat dengan Wahhabi*, (Jember; Bina ASWAJA, 2010) Link Download: https://drive.google.com/file/d/0B6GRfv4J--YuZ2M4QW1pMHdvWWc/view

6. Ustadz Ma'ruf Khozin, *Mana Dalil Malam Nishfu Sya'ban?*, (Jember, LTN Jawa Timur, 2017) Link Download: https://drive.google.com/open?id=0B6GRfv4J--YuZ3RPVlB1WGlrVHc

7. Hadratus Syaikh Hasyim Asy'ari, *Risalah Ahlussunnah wal Jama'ah, _Terj._ Ngabdurrohman al-Jawi* (Jakarta: LTM-PBNU, 2011) Link Download: https://drive.google.com/file/d/0B6GRfv4J--YuSVpIMDQ4a01ubXM/view

8. Einar Martahan Sitompul, *NU dan Pancasila*, (Jakarta; CV. Muliasari, 1989) Link Download: https://drive.google.com/file/d/0B49krkb9SjaCWnRqMlVfdmZ3TDA/view

9. A. Gaffar Karim, *Metamorfosis NU dan Politisasi Islam di Indonesia*, (Yogyakarta; LKiS Yogyakarta, 1995) Link Download: https://drive.google.com/file/d/0B49krkb9SjaCWFo0ZE5VWVVqUjA/view

10.KH. MA Sahal Mahfudh, *Nuansa Fiqih Sosial*, (Yogyakarta: LKiS Yogyakarta, 1994) Link Download: https://drive.google.com/file/d/0B49krkb9SjaCY0EtbDRXZVFaR0k/view

11.Lathiful Khuluq, *Kyai Haji Hasyim Asy'ari's; Religious Thought and Political Activities*, (Montreal: McGill University, 1997) Link Download: https://drive.google.com/file/d/0B49krkb9SjaCOFg2d3JmR203QjQ/view

12.Martin van Bruinessen, *NU Tradisi, Relasi-Relasi Kuasa Pencarian Wacana Baru*, (Yogyakarta; LKiS Yogyakarta, 1994) Link Download: https://drive.google.com/file/d/0B49krkb9SjaCc18zcmdva3h1d0U/view

13.M. Ali Haidar, *Nahdlatul Ulama dan Islam di Indonesia*, (Jakarta; PT Gramedia Pustaka Utama, 1993) Link Download: https://drive.google.com/file/d/0B49krkb9SjaCWFo0ZE5VWVVqUjA/view

14.KH. Abdul Muchith Muzadi, *Hadratus Syaikh KH. M. Hasyim Asy'ari di Mata Santri*, (Jombang; Pustaka Tebu Ireng, 2010) Link Download: https://drive.google.com/file/d/0B49krkb9SjaCdzhlemhETldOeDQ/view

15.LTN-NU, *Amaliah NU dan Dalilnya*, (Jakarta; LTN-NU, 2011) Link Download: https://drive.google.com/file/d/0B49krkb9SjaCLUlPdGxwSXl4eXM/view

16.Syaikh Thahir bin Shalih al-Jaza'iri, *Terjemah Jawahirul Kalamiyyah*. Link Download: https://drive.google.com/file/d/0B6GRfv4J--YuZE1iS2RrYWhrdGc/view

17.A. Shihabuddin, *Telaah Kritis atas Doktrin Faham Salafi Wahabi*, Link Download: https://drive.google.com/file/d/0B6GRfv4J--YuOHh6X19SclFaUlE/view

18.Habib Ali bin Muhammad al-Habsy, *Maulid Simthud Duror*, Link Download: https://drive.google.com/file/d/0B49krkb9SjaCS05EdG1fTjJyZGM/view

19.Imam Ja'far Ibn Hasan al-Barzanji, *Maulid Barzanji* Link Download: https://drive.google.com/file/d/0B49krkb9SjaCMUFoLV94NmhVLTQ/view

20.Imam Abdurrahman al-dibaa'i, *Maulid Ad-Dibaa'i*, Link cara Download: https://drive.google.com/file/d/0B49krkb9SjaCVktCNEJTbWVNek0/view

_Semoga bermanfaat, menebar manfaat mendobrak keterbatasan literasi_

Senin, 22 Januari 2018

Wushul

Penghalang Wushul

Dalam dunia tasawuf hal paling utama yang diharapkan oleh seorang salik/murid adalah sampai kepada Allah atau yang dikenal dengan istilah wushul.

Salik adalah orang yang sedang menempuh perjalanan untuk sampai kepada Allah, sedangkan murid adalah orang yang memiliki keinginan untuk sampai kepada Allah.

Dua istilah ini sebenarnya memiliki pengertian yang sama, tujuannya juga sama yaitu sampai kepada Allah.

Setiap orang bisa mencapai wushul atau sampai kepada Allah. Hanya saja dalam proses perjalanannya ada diantara salik yang mampu untuk menyingkirkan dan melewati semua rintangan tetapi banyak juga yang tidak mampu sehingga mereka berhenti atau bahkan terjatuh.

Semua proses itu memerlukan perjuangan yang tidak ringan, mulai dari perjuangan yang bersifat fisik sampai yang bersifat ruhani.

Perjuangan secara fisik mungkin saja berat tetapi seberat beratnya perjuangan fisik masih lebih berat perjuangan secara ruhani.

Perjuangan secara fisik membutuhkan keberanian untuk sedikit mengosongkan isi perut dan mengurangi porsi untuk tidur.

Sementara perjuangan secara ruhani mengharuskan seseorang untuk teliti dan jeli melihat berbagai kemungkinan dikuasainya hati oleh nafsu dan setan.

Terkadang secara fisik ibadah yang dilakukan salik sudah mengindikasikan bahwa dia adalah orang yang dekat kepada Allah, akan tetapi ternyata nafsu dan setan membuat usaha dan perjuangan fisik itu tidak berguna dengan mengibarkan rasa aku, ‘ujub, takabbur dan riya’.

Terkadang juga seseorang seolah sudah dekat dengan Allah, bahkan asrar bathiniyahnya sudah dibuka oleh Allah. Ia menjadi orang yang karamah, banyak orang menyebutnya sebagai wali dan seterusnya,

Tetapi banyak juga yang lantas berhenti pada karamah sehingga tidak sampai kepada Allah.

Dalam hal ini al-Syaikh Ibnu ‘Athaillah al-Sakandari mengingatkan:

من عمل لله فهو عبد الله ومن عمل لأجل الكرامة أو الدرجة فهو عبد لها

Artinya: “Barangsiapa beramal semata karena Allah, maka ia adalah hamba Allah, barangsiapa yang beramal semata karena karamah atau derajat (yang ingin dicapai), maka ia adalah hambanya (karamah dan derajat)”.

Demikianlah sulitnya perjalanan seorang yang menghendaki wushul kepada Allah. Oleh karena itu para ulama mengingatkan agar seorang yang menghendaki sampai kepada Allah harus mencari seorang mursyid.

Mursyid adalah seorang yang telah sempurna imannya dan mampu untuk menyempurnakan iman muridnya. Kedudukan seorang mursyid dalam perjalanan menuju wushul mutlak diperlukan oleh seorang salikk agar dalam perjalanannya ia tidak terpedaya dan tertipu oleh bujuk rayuan setan dan nafsu.

Semua orang bisa mencapai wushul namun terdapat penghalang yang menyebabkan seseorang harus berjuang untuk menyingkirkannya sehingga tidak ada lagi penghalang antara dia dan Allah.

Imam Sahal rahimahullah mengatakan:

إنما حجب الخلق عن الوصول ومشاهدة الملكوت بشيئين: سوء الطعمة، وأذى الخلق

Artinya: “Sesungguhnya makhluk itu terhalang dari wusul dan menyaksikan alam malakut sebab dua hal: buruknya makanan dan menyakiti makhluk lain.”

Qaul Imam Sahal rahimahullah diatas memberikan pencerahan kepada kita agar berhati hati dalam hal makanan dan hubungan sosial.

Seseorang yang menghendaki wushul kepada Allah harus memperhatikan dua hal diatas agar bisa sampai pada tujuan akhir yakni wushul ilallah.

Makanan memiliki peranan yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Bayangkan saja apabila tanpa makanan tentu manusia dan makhluk hidup pada umumnya tidak akan mampu bertahan hidup.

Ya hidup dan mati memang Allah yang memberi dan menentukan, tetapi yang perlu kita ingat Allah selalu menciptakan sarana dan wasilahnya. Wasilah kehidupan kita adalah dengan menyantap makanan yang telah Allah sediakan bagi kita di dunia.

Makanan yang masuk ke dalam perut akan diproses oleh tubuh sehingga akan berubah menjadi daging, darah dan sari yang lain yang dibutuhkan oleh tubuh. Mengingat penyokong tubuh berasal dari makanan, maka penting untuk memperhatikan dan selektif terhadap  berbagai makanan yang masuk ke dalam tubuh.

Bila makanan yang masuk ke tubuh adalah makanan sehat, bergizi dan berasal dari bahan yang halal tentu makanan itu akan menjadi pendorong bagi dia untuk beribadah kepada Allah SWT.

Makanan halal yang msuk ke tubuh akan membuat tubuh pemakannya menjadi ringan untuk diajak mengabdikan diri kepada Allah SWT.

Sebaliknya, bila makanan yang masuk ke dalam tubuh berasal dari makanan yang buruk, makanan yang berasal dari zat zat yang haram dan dilarang oleh syariat, tentu efeknya juga berbeda. Makanan itu akan menyebabkan pemakannya menjadi orang yang keras hatinya dan sulit untuk diajak melakukan perintah Allah SWT. 

Lebih dari itu ibadah yang dilakukan orang tersebut tidak akan diterima Allah SWT sebagaimana keterangan yang ada dalam kitab “Sulam al-Taufiq” berkaitan dengan syarat diterimanya shalat yang termasuk didalamnya adalah makanannya berasal dari sesuatu yang halal.

Jelaslah dari sini kalau ibadahnya orang yang makan haram saja tidak bisa diterima disisi Allah, lantas bagaimana ia bisa menggapai wushul kepada Allah?.

Inilah mungkin sedikit rahasia yang bisa kita dapatkan dari qaul Imam Sahal.

Hal kedua yang menjadi penghalang seseorang untuk menggapai wushul ilallah adalah menyakiti makhluk Allah yang lain. Dari keterangan ini kita dapat menyimpulkan bagaimana kepribadian seorang sufi yang sebenarnya.

Seorang sufi adalah orang yang selalu menjaga hak hak lainnya. Ia tidak akan melakukan hal hal yang bisa menyakiti orang lain. Makhluk disini tidak hanya manusia akan tetapi semua makhluk Allah yang ada di bumi sampai binatang dan tetumbuhan.

Seorang sufi harus mampu menjelma sebagai rahmat bagi seluruh alam layaknya khalifah Allah di bumi.

Seorang mukmin yang sebenarnya harus mampu menjadi penebar kesejahteraan dan keselamatan diseluruh bumi. Oleh karenanya jangan sampai berbuat dlalim terhadap makhluk Allah yang lain.

Dzalim artinya meletakkan sesuatu tidak pada tempatnya. Jadi seorang yang memasukii dunia sufi yang hendak menuju wushul kepada Allah harus berusaha semaksimal mungkin untuk menjauhi segala hal yang bisa menyebabkannya berlaku dzalim.
Dzalim kepada dirinya sendiri maupun dzalim  kepada makhluk yang lain.

Kaidah ushul mengatakan:

لا ضرر ولا ضرار

Artinya: “Tidak boleh berbuat bahaya (untuk diri sendiri) dan berbuat bahaya (untuk orang lain)”.

Para salikin dan muridin harus senantiasa menjaga dirinya agar tidak terjerumus pada perbuatan yang bisa menyakiti makhluk Allah yang lain. Tangan, lisan, hati dan perbuatannya harus berusaha diarahkan untuk kesadaran kepada Allah SWT wa Rasulihi SAW.

Semoga bermanfaat..
Foto: KH Marzuqi Dahlan Lirboyo kediri.

Cinta Nabi

بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ

❤🌹 Guru Mulia 🌹❤
Al Alim Al Allamah Al Musnid Al Habib Umar bin Hafidz

   Para ulama menjelaskan tentang prioritas mereka yang mencintai Rasulullah yang kelak akan meminum air di telaga haudh lewat tangan mulia Nabi محمد صلى الله عليه وسلم , memaknai

"syarbatan hanii'atan "..   (Minuman yang segar yang tidak akan kehausan selama-lamanya)
Dan itu adalah kebahagiaan terhebat bagi penduduk surga.
Dimana kekasih Allah ini akan membuktikan betapa kecintaan itu tidak akan pernah sia-sia dari dunia hingga akhirat.

    Bawalah Rasulullah kerumahmu,
Ajarkan Akhlak Rasulullah pada anak, istri dan keluargamu,
Kenalkanlah Sirah Rasulullah dalam pergaulanmu,
Sungguh tidak ada yang lagi teladan yang patut diidolakan selain Rasulullah,
karena jika Allah Ta'ala saja Rabb/tuhan kita yang menciptakan alam semesta ini memuji kemuliaannya bagaimana kita sebagai umatnya.??

    Wahai orang-orang yang merasa susah merasa sedih merasa gundah dengan peringatan maulid Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم
ketahuilah..
Di semua pintu-pintu surga tertulis nama ALLAH & Nama Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم
Bahkan di tiang ARSY ALLAH tertulis nama ALLAH & Nama Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم
Lalu bagaimana engkau akan masuk ke surga jika engkau tidak senang seseorang yang merayakan kelahiran seseorang yang namanya tertulis di pintu-pintu surga, tertulis ditiang ARSY & bersanding dengan nama ALLAH SWT ???

   Kalau engkau menanggapi perayaan Nabi Muhammad di dunia dengan gundah gelisah, maka tunggulah peringatan menyambut Nabi muhammad صلى الله عليه وسلم
di akhirat yang amat sangat besar agung & mulia, yang tidak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan peringatan didunia ini…

    Ya ALLAH jadikan hati kami & organ daging di kepala berupa telinga kami, selalu patuh padaMu & menyambut panggilan sang Nabi ...
Jagalah telinga kami dari omongan-omongan yang menyesatkan…

Wirid Para Auliya

PARA AULIYA TIDAK PERNAH MENINGGALKAN WIRID INI

Habib Umar Bin Hafidz meriwayatkan bahwa Habib Ali Ibn Hassan Al Attas berkata :

Ada tiga macam wirid yang tidak pernah berpisah dengan para auliya'/sholihin, dikarenakan manfaat dari wirid ini yang sangat besar dalam hidup, baik di dunia maupun akhirat:

1. Membaca 100x sebelum sholat subuh:

سبحان الله وبحمده سبحان الله العظيم ،استغفرالله

Ini dikenal dengan sebutan istighfar para malaikat.
2. Membaca 100x sesudah sholat dzuhur:

لاإله إلا الله الملك الحق المبين

Rasulullah Shallallahu alaihi wa alaa aalihi wasallam bersabda 'Siapa saja yang membaca kalimat ini, akan selamat (dijauhkan) dari kemiskinan dan akan menenangkan serta menyenangkan di alam kubur dari rasa kesepian",
3. Dan membaca sebelum tidur :

33x سبحان الله
33x الحمدلله
34x الله اكبر

Dan menutup dgn

لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ

Inilah kalimat yang diajarkan Rasulullah ﷺ kepada anaknya tercinta, Sayyidah Fatimah RA dan juga kepada Sayyidina Ali KW, para ulama mengatakan ada rahasia yang sangat besar dalam tasbih ini"..

Semoga bermanfaat, aamiin

ﺁﻟﻠّﻬُﻢَ ﺻَﻠّﯿﮱِ ﯛﺳَﻠّﻢْ ﻋَﻠﮱِ ﺳَﻴّﺪﻧَﺂ ﻣُﺤَﻤّﺪْ ﻭَ ﻋَﻠﮱ ﺁﻝِﺳَﻴّﺪﻧَﺂ ﻣُﺤَﻤَّﺪٍ

Allahumma sholli wa sallim ala Sayyidina Muhammad wa ala ali Sayyidina Muhammad

Minggu, 21 Januari 2018

Syarah Sholawat Nariyah

SYARAH SHALAWAT NARIYAH BERDASARKAN HADITS-HADITS NABI shallallahu ‘alaihi wa sallam
Bagian 2

Perlu dijelaskan di sini, bahwa kalimat-kalimat yang terdapat dalam shalawat-shalawat susunan para ulama, merupakan ungkapan dari kebesaran dan keagungan baginda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang dapat ditelusuri dalam al-Qur’an dan hadits-hadits. Akan tetapi kalimat-kalimat tersebut menjadi sasaran pensyirikan dan pengkafiran kaum Wahabi karena kebodohan dan kesempitan akal mereka.  Berikut lanjutan dari syarah shalawat Nariyah.

وَتَنْفَرِجُ بِهِ الْكُرَبُ

Artinya: "Segala kesusahan bisa tersingkap sebab Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam."

Tidak diragukan lagi, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam selalu menjadi sebab tersingkapnya atau terlepasnya kesusahan, baik sebelum baginda dilahirkan, setelah dilahirkan maupun kelak pada hari kiamat, baik kesusahan bagi umat manusia maupun bagi makhluk binatang. Ada beberapa dalil terkait hal ini.

Dalil Pertama
Jauh sebelum dilahirkan ke dunia, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menjadi sebab terlepasnya Nabi Adam ‘alaihissalam dari kesusahan dalam pertaubatannya. Hal ini sebagaimana diriwayatkan dalam hadits berikut ini:

عَنْ عُمَرَ بْنِ الْخَطاَّبِ رضي الله عليه قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم: لَمَّا اقْتَرَفَ آدَمُ الْخَطِيْئَةَ قَالَ: يَا رَبِّ أَسْأَلُكَ بِحَقِّ مُحَمَّدٍ لَمَا غَفَرْتَ لِيْ فَقَالَ اللهُ: يَا آدَمُ وَكَيْفَ عَرَفْتَ مُحَمَّداً وَلَمْ أَخْلُقْهُ، قَالَ: يَا رَبِّ  ِلأَنَّكَ لَمَّا خَلَقْتَنِيْ بِيَدِكَ وَنَفَخْتَ فِيَّ مِنْ رُوْحِكَ رَفَعْتُ رَأْسِيْ فَرَأَيْتُ عَلَى قَوَائِمِ الْعَرْشِ مَكْتُوْباً لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ، مُحَمَّدٌ رَسُوْلُ اللهِ، فَعَلِمْتُ أَنَّكَ لَمْ تُضِفْ إِلَى إسْمِكَ إِلاَّ أَحَبَّ الْخَلْقِ إِلَيْكَ، فَقَالَ اللهُ صَدَقْتَ يَا آدَمُ إِنَّهُ َلأَحَبُّ الْخَلْقِ إِلَيَّ اُدْعُنِيْ بِحَقِّهِ فَقَدْ غَفَرْتُ لَكَ وَلَوْلاَ مُحَمَّدٌ مَا خَلَقْتُكَ.

“Dari Umar bin al-Khaththab radhiyallaahu ‘anhu, berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Setelah Adam melakukan kesalahan, beliau berdoa: “Ya Tuhan, aku memohon kepada-Mu dengan derajat Muhammad, ampunilah aku”. Lalu Allah berfirman: “Wahai Adam, bagaimana engkau mengetahui Muhammad sedang aku belum menciptakannya?” Beliau menjawab: “Ya Tuhan, karena ketika Engkau menciptakan aku dengan kekuasaan-Mu dan Engkau meniupkan ruh dalam tubuhku, maka aku mengangkat kepalaku dan aku melihat di atas tiang-tiang Arasy tertulis “Tiada Tuhan selain Allah, Muhammad utusan Allah”, maka aku meyakini bahwa Engkau tidak menyisipkan kepada Nama-Mu kecuali makhluk yang paling Engkau cintai”. Lalu Allah berfirman: “Engkau benar Adam. Ia makhluk yang paling Aku cintai. Berdoalah kepada-Ku dengan derajatnya, Aku pasti mengampunimu. Dan andai bukan karena Muhammad, Aku tidak menciptakanmu.”

Hadits ini diriwayatkan oleh al-Hakim dalam al-Mustadrak (2/615) dan dinilainya shahih, al-Ajuri dalam al-Syari’ah (hal. 427), al-Baihaqi dalam Dalail al-Nubuwwah (5/489), al-Thabarani dalam al-Mu’jam al-Shaghir (2/82) dan lain-lain. Menurut para pakar, hadits ini dapat dinilai hasan atau shahih berdasarkan syawahid (penguat eksternal)nya, antara lain hadits Maisarah al-Fajr yang dikutip oleh Ibnu Taimiyah dalam Majmu’ al-Fatawa juz 2 hlm 150 sebagai berikut:

عَنْ مَيْسَرَةَ قَالَ قُلْت: يَا رَسُولَ اللهِ مَتَى كُنْت نَبِيًّا؟ قَالَ لَمَّا خَلَقَ اللهُ اْلأَرْضَ وَاسْتَوَى إلَى السَّمَاءِ فَسَوَّاهُنَّ سَبْعَ سَمَوَاتٍ وَخَلَقَ الْعَرْشَ: كَتَبَ عَلَى سَاقِ الْعَرْشِ مُحَمَّدٌ رَسُولُ اللهِ خَاتَمُ الأَنْبِيَاءِ وَخَلَقَ اللهُ الْجَنَّةَ الَّتِي أَسْكَنَهَا آدَمَ وَحَوَّاءَ فَكَتَبَ اسْمِي عَلَى الأَبْوَابِ وَالأَوْرَاقِ وَالْقِبَابِ وَالْخِيَامِ وَآدَمُ بَيْنَ الرُّوحِ وَالْجَسَدِ فَلَمَّا أَحْيَاهُ اللهُ تَعَالَى: نَظَرَ إلَى الْعَرْشِ فَرَأَى اسْمِي فَأَخْبَرَهُ اللهُ أَنَّهُ سَيِّدُ وَلَدِك فَلَمَّا غَرَّهُمَا الشَّيْطَانُ تَابَا وَاسْتَشْفَعَا بِاسْمِي إلَيْهِ.

“Maisarah berkata: “Aku berkata: “Wahai Rasulullah kapan engkau menjadi nabi?” Beliau bersabda: “Ketika Allah menciptakan bumi, dan bermaksud pada langit, lalu menyempurnakannya menjadi tujuh langit, dan menciptakan Arasy, maka Allah menulis pada tiang Arasy Muhammad Rasulullah penutup para nabi. Allah menciptakan surga sebagai tempat tinggal Adam dan Hawa. Maka Allah menulis namaku pada pintu-pintu, daun-daun, kubah-kubah dan kemah-kemah, sedangkan Adam masih di antara roh dan jasad. Ketika Allah subhanahu wa ta’ala menghidupkan Adam, maka ia melihat ke Arasy, lalu melihat namaku. Maka Allah mengabarkannya bahwa ia penghulu anak cucumu. Maka ketika Setan menipunya, maka Adam dan Hawa bertaubat dan meminta pertolongan dengan namaku kepada-Nya.”

Demikian hadits yang disebutkan oleh Syaikh Ibnu Taimiyah dalam Majmu’ al-Fatawa. Hadits ini menjadi syahid atau penguat bagi hadits sebelumnya, sebagaimana diisyaratkan oleh Ibnu Taimiyah. Bahkan al-Hafizh Ibnu Hajar dalam Fath al-Bari, menegaskan bahwa sanad hadits ini kuat.

Dalam hadits tersebut jelas sekali, bahwa diterimanya pertaubatan Nabi Adam dan Ibu Hawa ‘alaihimassalam, sebab bertawasul dengan nama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dengan demikian, berarti Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjadi sebab terlepasnya Nabi Adam ‘alaihissalam dari kesusahannya. Peran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai pelepas kesusahan para nabi sebelumnya telah diabadikan oleh sahabat Abbas bin Abdul Muththalib radhiyallaahu ‘anhu dalam syairnya yang sangat terkenal.

Sahabat Khuraim bin Aus al-Tha’iy, radhiyallahu ‘anhu berkata: “Aku berhijrah kepada Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam sepulang beliau dari peperangan Tabuk dan aku masuk Islam. Lalu aku mendengar Abbas bin Abdul Muththalib berkata: “Wahai Rasulullah, aku ingin memujimu.” Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam menjawab: “Allah akan memberimu kehidupan dengan gigi-gigi yang sehat.” Lalu Abbas berkata:

مِنْ قَبْلِهَا طِبْتَ فِي الظِّلاَلِ وَفِيْ ... مُسْتَوْدَعٍ حَيْثُ يُخْصَفُ الْوَرَقُ

Wahai Rasulullah, engkau telah harum sebelum diciptakan di bumi, dan ketika engkau berada dalam tulang rusuk Adam, ketika ia dan Hawwa menempelkan dedaunan surga ke tubuh mereka

ثُمَّ هَبِطْتَ الْبِلاَدَ لاَ بَشَرُ ... أَنْتَ وَلاَ مُضْغَةٌ وَلاَ عَلَقُ.

Engkau harum keetika Adam turun ke bumi engkau berada dalam tulang rusuknya, ketika engkau bukan seorang manusia, bukan gumpalan daging dan bukan gumpalan darah

بَلْ نُطْفَةٌ تَرْكَبُ السَّفِيْن وَقَدْ ... أَلْجَمَ نَسْراً وَأَهْلَهُ الْغَرَقُ.

Bahkan engkau harum ketika berupa setetes air di punggungnya Nabi Nuh ‘alaihissalam ketika naik perahu, sementara berhala Nasr dan orang-orang kafir pemujanya ditenggelamkan dalam banjir bandang

تُنْقَلُ مِنْ صَالَبٍ إِلىَ رَحِمِ ... إِذَا مَضَى عَالَمٌ بَدَا طَبَقُ.

Engkau harum ketika dipindah dari tulang rusuk laki-laki ke rahim wanita, ketika generasi berlalu diganti oleh generasi berikutnya

وَرَدْتَ نَارَ الْخَلِيْلِ مُكْتَتِمًا ... فِيْ صُلْبِهِ أَنْتَ كَيْفَ يَحْتَرِقُ

Engkau harum ketika berada pada tulang rusuk Nabi Ibrahim sang kekasih Allah, ketika ia dilemparkan ke sekumpulan api, sehingga tidak mungkin ia terbakar

حَتَّى احْتَوَى بَيْتُكَ الْمُهَيْمِنُ مِنْ ... خِنْدِفَ عَلْيَاءَ تَحْتَهَا النُّطُقُ.

Sampai kemuliaanmu yang tinggi yang menjadi saksi akan keutamaanmu memuat dari suku yang tinggi dan di bawahnya terdapat lapisan gunung-gunung

وَأَنْتَ لَمَّا وُلِدْتَ أَشْرَقَتِ اْل ... أَرْضُ وَضَاءَتْ بِنُوْرِكَ اْلأُفُقُ.

Ketika engkau dilahirkan, bumi menjadi bersinar dan cakrawala menjadi terang berkat cahayamu

فَنَحْنُ فِي ذَلِكَ الضِّيَاءِ وَفِي ال ... نُّوْرِ وَسُبُلِ الرَّشَادِ نَخْتَرِقُ.

Maka Kami menerobos dalam sinar, cahaya dan jalan-jalan petunjuk itu

Hadits ini diriwayatkan oleh al-Thabarani dalam al-Mu’jam al-Kabir [4167], Abu Nu’aim dalam Ma’rifah al-Shahabah juz 2 hlm 983 dan al-Hakim dalam al-Mustadrak [5417]. Menurut al-Hakim, syair ini diriwayatkan oleh orang-orang Arab pedalaman, yang biasanya tidak memalsukan hadits. Oleh karena itu, syair tersebut dikutip secara tegas (jazm) oleh al-Hafizh al-Dzahabi dalam beberapa kitab sejarahnya seperti Tarikh al-Islam juz 1 hlm 495 dan Siyar A’lam al-Nubala’ juz 1 hlm 161 dan Ibnu Qayyim al-Jauziyyah dalam Zad al-Ma’ad juz 3 hlm 551.

Dalil Kedua
Setelah dilahirkan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menjadi sebab terlepasnya Sayyidah Halimah al-Sa’diyah dan keluarganya dari kesulitan. Hal ini seperti dapat dibaca dari riwayat hadits berikut:

عَنْ حَلِيمَةَ بِنْتِ الْحَارِثِ، أُمِّ رَسُولِ اللهِ - صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - السَّعْدِيَّةِ الَّتِي أَرْضَعَتْهُ قَالَتْ: خَرَجْتُ فِي نِسْوَةٍ مِنْ بَنِي سَعْدِ بْنِ بَكْرٍ نَلْتَمِسُ الرُّضَعَاءَ بِمَكَّةَ، عَلَى أَتَانٍ لِي قَمْرَاءَ قَدْ أَذْمَتْ فَزَاحَمْتُ بِالرَّكْبِ. قَالَتْ: وَخَرَجْنَا فِي سَنَةٍ شَهْبَاءَ لَمْ تُبْقِ لَنَا شَيْئًا، وَمَعِي زَوْجِي الْحَارِثُ بْنُ عَبْدِ الْعُزَّى. قَالَتْ: وَمَعَنَا شَارِفٌ لَنَا، وَاللهِ إِنْ تَبِضَّ عَلَيْنَا بِقَطْرَةٍ مِنْ لَبَنٍ، وَمَعِي صَبِيٌّ لِي إِنْ نَنَامُ لَيْلَتَنَا مَعَ بُكَائِهِ، مَا فِي ثَدْيِي مَا يُعْتِبُهُ، وَمَا فِي شَارِفِنَا مِنْ لَبَنٍ نَغْذُوهُ إِلا أَنَّا نَرْجُو. فَلَمَّا قَدِمْنَا مَكَّةَ لَمْ يَبْقَ مِنَّا امْرَأَةٌ إِلاّ عُرِضَ عَلَيْهَا رَسُولُ اللهِ - صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - فَتَأْبَاهُ، وَإِنَّمَا كُنَّا نَرْجُو كَرَامَةَ رَضَاعِهِ مِنْ وَالِدِ الْمَوْلُودِ، وَكَانَ يَتِيمًا، فَكُنَّا نَقُولُ: مَا عَسَى أَنْ تَصْنَعَ أُمُّهُ؟ حَتَّى لَمْ يَبْقَ مِنْ صَوَاحِبِي امْرَأَةٌ إِلاَّ أَخَذَتْ صَبِيًّا، غَيْرِي، وَكَرِهْتُ أَنْ أَرْجِعَ وَلَمْ آخُذْ شَيْئًا وَقَدْ أَخَذَ صَوَاحِبِي، فَقُلْتُ لِزَوْجِي: وَاللهِ لأَرْجِعَنَّ إِلَى ذَلِكَ فَلآَخُذَنَّهُ. قَالَتْ: فَأَتَيْتُهُ فَأَخَذْتُهُ فَرَجَعْتُهُ إِلَى رَحْلِي، فَقَالَ زَوْجِي: قَدْ أَخْذَتِيهِ؟ فَقُلْتُ: نَعَمْ وَاللهِ، ذَاكَ أَنِّي لَمْ أَجِدْ غَيْرَهُ. فَقَالَ: قَدْ أَصَبْتِ، فَعَسَى اللهُ أَنْ يَجْعَلَ فِيهِ خَيْرًا. فَقَالَتْ: وَاللهِ مَا هُوَ إِلا أَنْ جَعَلْتُهُ فِي حِجْرِي قَالَتْ: فَأَقْبَلَ عَلَيْهِ ثَدْيِي بِمَا شَاءَ مِنَ اللَّبَنِ، قَالَتْ: فَشَرِبَ حَتَّى رُوِيَ وَشَرِبَ أَخُوهُ - تَعْنِي ابْنَهَا - حَتَّى رُوِيَ، وَقَامَ زَوْجِي إِلَى شَارِفِنَا مِنَ اللَّيْلِ، فَإِذَا هِيَ حَافِلٌ فَحَلَبَتْ لَنَا مَا سَنَّنَنَا، فَشَرِبَ حَتَّى رُوِيَ، قَالَتْ: وَشَرِبْتُ حَتَّى رُوِيتُ، فَبِتْنَا لَيْلَتَنَا تِلْكَ بِخَيْرٍ، شِبَاعًا رِوَاءً، وَقَدْ نَامَ صَبْيَانُنَا، قَالَتْ: يَقُولُ أَبُوهُ - يَعْنِي زَوْجَهَا -: وَاللهِ يَا حَلِيمَةُ مَا أَرَاكِ إِلاّ أَصَبْتِ نَسَمَةً مُبَارَكَةً، قَدْ نَامَ صَبِيُّنَا وَرُوِيَ. قَالَتْ: ثُمَّ خَرَجْنَا، فَوَاللهِ لَخَرَجَتْ أَتَانِي أَمَامَ الرَّكْبِ قَدْ قَطَعَتْهُ حَتَّى مَا يَبْلُغُونَهَا، حَتَّى أَنَّهُمْ لَيَقُولُونَ: وَيْحَكِ يَا بِنْتَ الْحَارِثِ، كُفِّي عَلَيْنَا، أَلَيْسَتْ هَذِهِ بِأَتَانِكِ الَّتِي خَرَجْتِ عَلَيْهَا؟ فَأَقُولُ: بَلَى وَاللهِ وَهِيَ قُدَّامُنَا. حَتَّى قَدِمْنَا مَنَازِلَنَا مِنْ حَاضِرِ بَنِي سَعْدِ بْنِ بَكْرٍ، فَقَدِمْنَا عَلَى أَجْدَبِ أَرْضِ اللهِ، فَوَالَّذِي نَفْسُ حَلِيمَةَ بِيَدِهِ إِنْ كَانُوا لَيُسَرِّحُونِ أَغْنَامَهُمْ إِذَا أَصْبَحُوا، وَيُسَرِّحُ رَاعِي غَنَمِي فَتَرُوحُ غَنَمِي بِطَانًا لَبَنًا حُفَّلاً، وَتَرُوحُ أَغْنَامُهُمْ جِيَاعًا هَالِكَةً مَا بِهَا مِنْ لَبَنٍ. قَالَتْ: فَشَرِبْنَا مَا شِئْنَا مِنْ لَبَنٍ وَمَا فِي الْحَاضِرِ أَحَدٌ يَحْلِبُ قَطْرَةً وَلاَ يَجِدُهَا، فَيَقُولُونَ لِرُعَاتِهِمْ: وَيْلَكُمُ أَلاَ تُسَرِّحُونَ حَيْثُ يُسَرِّحُ رَاعِي حَلِيمَةَ؟ فَيُسَرِّحُونَ فِي الشِّعْبِ الَّذِي يُسَرِّحُ فِيهِ رَاعِينَا، وَتَرُوحُ أَغْنَامُهُمْ جِيَاعًا مَا بِهَا مِنْ لَبَنٍ وَتَرُوحُ غَنَمِي حُفْلاً لَبَنًا. قَالَتْ: وَكَانَ - صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - يَشِبُّ فِي الْيَوْمِ شَبَابَ الصَّبِيِّ فِي شَهْرٍ، وَيَشِبُّ فِي الشَّهْرِ شَبَابَ الصَّبِيِّ فِي سَنَةٍ، فَبَلَغَ سِتًّا وَهُوَ غُلاَمٌ جَفْرٌ.

“Halimah binti al-Harits al-Sa’diyah, ibu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang menyusuinya berkata: “Aku keluar bersama beberapa wanita suku Bani Sa’ad bin Bakr, mencari bayi-bayi yang disusui di Makkah, menaiki keledaiku yang terlambat dari rombongan pada malam rembulan bercahaya. Kami berangkat pada tahun paceklik yang tidak menyisakan sesuatu apapun pada kami. Aku bersama suamiku al-Harits bin Abdul Uzza. Kami juga membawa unta kami yang telah memasuki masa tua, demi Allah yang tidak memberikan setetes pun air susu.

Aku juga membawa bayiku. Pada malam hari kami tidak bisa tidur karena tangisannya. Di susuku tidak ada air yang dapat ia hisap. Pada unta tua kami juga tidak ada air susu sebagai makanan.

Setelah kami tiba di Makkah, setiap wanita di antara kami yang menerima tawaran Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam akan menolaknya. Kami hanya mengharapkan upah menyusui dari ayah seorang bayi. Ia seorang bayi yatim. Kami berkata, kira-kira apa yang dapat dilakukan oleh ibunya? Hingga akhirnya sahabat-sahabatku telah mendapatkan bayi untuk disusui, kecuali aku yang belum mendapatkan. Aku benci jika pulang tanpa membawa sesuatu, sementara sahabat-sahabatku telah mendapatkannya.

Aku berkata kepada suamiku: “Demi Allah, aku akan kembali mengambil bayi itu.” Lalu aku mendatanginya. Aku mengambilnya dan kembali ke tempat perlengkapanku. Suamiku berkata: “Kamu telah mengambilnya?” Aku menjawab: “Iya. Demi Allah, aku tidak menemukan selainnya.” Ia berkata: “Kamu benar. Barangkali Allah menjadikan kebaikan pada bayi ini.” Halimah berkata: “Demi Allah, begitu bayi itu aku letakkan pada pangkuanku, susuku memberinya air susu yang luar biasa. Ia meminumnya sampai segar dan saudaranya juga meminumnya sampai segar.

Pada malam hari, suamiku menghampiri unta betina yang sudah tua itu, ternyata telah penuh dengan air susu, sehingga memberikan air susu yang kami kehendaki. Maka suamiku meminumnya sampai segar. Aku juga meminumnya sampai segar. Pada malam itu kami bermalam dengan baik, dalam keadaan kenyang dan segar. Bayi-bayi kami juga tidur. Ayahnya, yaitu suaminya berkata: “Demi Allah hai Halimah, menurutku kamu mendapatkan nikmat yang diberkahi. Bayi kami benar-benar tidur.”

Halimah berkata: “Kemudian kami keluar menuju kampung kami. Demi Allah keledaiku keluar ke depan rombongan yang telah memotongnya sampai mereka tidak mengejarnya, sehingga mereka berkata: “Demi Allah hai Binti al-Harits, bergabunglah pada kami. Bukankah ini keledaimu yang kamu bawa sewaktu berangkat?” Aku menjawab: “Iya, demi Allah. Ia di depan kami. Hingga kami sampai di tempat tinggal kami, daerah Bani Sa’ad bin Bakr.

Kami datang pada bumi Allah yang paling tandus. Demi Tuhan yang menguasai Halimah, apabila pada pagi hari mereka melepaskan kambing-kambing mereka, sementara penggembala kambingku melepaskannya, maka kambing kami akan kembali pada waktu sore dalam keadaan kenyang dan penuh dengan susu, sementara kambing-kambing mereka kembali dalam keadaan lapar dan binasa tanpa membawa susu. Kami dapat minum air susu yang kami kehendaki. Padahal di daerah kami tidak ada seorang pun yang memerah setetes susu dan tidak mendapatkannya.

Mereka berkata kepada para penggembalanya: “Celaka kalian. Mengapa kalian tidak melepas kambing-kambing itu di tempat penggembala Halimah melepas kambingnya?” Akhirnya mereka melepaskan kambing-kambing mereka di jalan bukit pelepasan penggembala kami. Halimah berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tumbuh dalam sehari seperti bayi berusia satu bulan. Dalam satu bulan, tumbuh seperti bayi berusia satu tahun. Pada usia enam bulan telah menjadi laki-laki seperti usia empat tahun.” 

Hadits shahih riwayat Abu Ya’la [7127], al-Thabarani dalam al-Mu’jam al-Kabir [545], Ibnu Hibban [6335], Abu Nu’aim dalam Ma’rifah al-Shahabah juz 6 hlm 3292 dan al-Baihaqi dalam Dalail al-Nubuwwah juz 1 hlm 13. Al-Hafizh al-Haitsami berkata dalam Majma’ al-Zawaid juz 8 hlm 221, para perawinya dapat dipercaya.

Dalam hadits shahih di atas jelas sekali, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjadi penyebab datangnya keberkahan, kesejahteraan dan kemudahan bagi kehidupan keluarga Halimah binti al-Harits al-Sa’diyyah, ibu yang menyusuinya.

Dalil Ketiga
Setelah diangkat menjadi nabi, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjadi sebab terlepasnya orang-orang musyrik dari kekalahan dalam peperangan. Demikian ini seperti diriwayatkan dalam hadits berikut:

عَنْ خَالِدِ بْنِ سَعِيدِ بْنِ الْعَاصِ عَنْ أَبِيهِ عَنْ جَدِّهِ قَالَ: «قَدِمَتْ بَكْرُ بْنُ وَائِلٍ مَكَّةَ، فَقَالَ النَّبِيُّ - صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - لأَبِي بَكْرٍ: " ائْتِهِمْ فَاعْرِضْ عَلَيْهِمْ ". فَأَتَاهُمْ، فَقَالَ: مَنِ الْقَوْمُ؟ فَقَالُوا: بَنُو ذُهَلِ بْنِ ثَعْلَبَةَ، فَقَالَ: لَسْتُ إِيَّاكُمْ أُرِيدُ، أَنْتُمُ الأَذْنَابُ، فَقَامَ إِلَيْهِ دَغْفَلٌ، فَقَالَ: مَنْ أَنْتَ؟ قَالَ: رَجُلٌ مِنْ قُرَيْشٍ، قَالَ: أَمِنْ بَنِي هَاشِمٍ؟ قَالَ: لا. قَالَ: فَمِنْ بَنِي أُمَيَّةَ؟ قَالَ: لا. قَالَ: فَأَنْتُمْ مِنَ الأَذْنَابِ. ثُمَّ عَادَ إِلَيْهِمْ ثَانِيَةً فَقَالَ: مَنِ الْقَوْمُ؟ فَقَالُوا: بَنُو ذُهَلِ بْنِ شَيْبَانَ، قَالَ: فَعَرَضَ عَلَيْهِمُ الإِسْلامَ، قَالُوا: حَتَّى يَجِيءَ شَيْخُنَا فُلاَنٌ - فَلَمَّا جَاءَ شَيْخُهُمْ عَرَضَ عَلَيْهِمْ أَبُو بَكْرٍ - رَضِيَ اللهُ عَنْهُ - قَالَ: إِنَّ بَيْنَنَا وَبَيْنَ الْفُرْسِ حَرْبًا، فَإِذَا فَرَغْنَا مِمَّا بَيْنَنَا وَبَيْنَهُمْ عُدْنَا فَنَظَرْنَا، فَقَالَ لَهُ أَبُو بَكْرٍ: أَرَأَيْتَ إِنْ غَلَبْتُمُوهُمْ أَتَتِّبِعُنَا عَلَى أَمْرِنَا؟ قَالَ: لا نَشْتَرِطُ لَكَ هَذَا عَلَيْنَا، وَلَكِنْ إِذَا فَرَغْنَا فِيمَا بَيْنَنَا وَبَيْنَهُمْ عُدْنَا فَنَظَرْنَا فِي مَا تَقُولُ. فَلَمَّا الْتَقَوْا يَوْمَ ذِي قَارٍ هُمْ وَالْفُرْسُ، قَالَ شَيْخُهُمْ: مَا اسْمُ الرَّجُلِ الَّذِي دَعَاكُمْ إِلَى اللهِ؟ قَالُوا: مُحَمَّدٌ، قَالَ: هُوَ شِعَارُكُمْ. فَنُصِرُوا عَلَى الْقَوْمِ، فَقَالَ رَسُولُ اللهِ - صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ -: " بِي نُصِرُوا» ".

“Dari Khalid bin Sa’id bin al-Ash, dari ayahnya, dari kakeknya. Ia berkata: “Suku Bakr bin  Wail datang ke Makkah. Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepada Abu Bakar: “Datangi mereka dan tawarkan kepada mereka untuk masuk Islam!” Abu Bakar mendatangi mereka, lalu bertanya: “Dari kaum mana?” Mereka menjawab: “Suku Dzuhal bin Tsa’labah”. Abu Bakar berkata: “Bukan kalian yang aku maksudkan, kalian hanya pengikut.” Lalu Daghfal menghadap kepadanya dan berkata: “Kamu siapa?” Abu Bakar menjawab: “Seorang laki-laki dari suku Quraisy.” Ia bertanya: “Apakah dari Bani Hasyim?” Abu Bakar menjawab: “Tidak.” Ia bertanya: “Apakah dari Bani Umayah?” Abu Bakar menjawab: “Tidak.” Ia berkata: “Berarti kamu juga pengikut.”

Kemudian Abu Bakar kembali lagi pada mereka untuk yang kedua kalinya. Ia bertanya: “Dari kaum mana?” Mereka menjawab: “Suku Dzuhal bin Syaiban.” Lalu Abu Bakar menawarkan kepada mereka untuk masuk Islam. Mereka menjawab: “Hingga orang yang kami tokohkan, si fulan datang.” Setelah tokoh mereka datang, Abu Bakar radhiyallaahu ‘anhu menawarkan lagi pada mereka. Lalu tokoh itu menjawab: “Sebenarnya antara kami dan Persia ada peperangan. Jika kami selesai dari urusan dengan mereka, kami akan kembali dan memikirkan lagi.” Abu Bakar berkata kepadanya: “Menurutmu, jika kalian menang atas mereka, apakah kalian akan mengikuti agama kami?” Ia menjawab: “Kami tidak menjanjikan hal ini kepadamu. Tapi jika kami telah selesai berurusan dengan mereka, kami akan kembali, dan memikirkan lagi apa yang kamu katakan.”

Setelah mereka berhadapan dengan Persia dalam peperangan Dzi Qar, tokoh mereka berkata: “Siapa nama laki-laki yang mengajak kalian kepada Allah?” Mereka menjawab: “Muhammad.” Lalu ia berkata: “Nama Muhammad jadikan slogan kalian dalam peperangan.” Maka mereka diberi kemenangan menghadapi Persia. Mendengar berita itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sebab aku mereka diberi kemenangan.”

Hadits hasan riwayat al-Thabarani dalam al-Mu’jam al-Kabir [5520]. Lihat al-Hafizh al-Haitsami, dalam Majma’ al-Zawaid juz 6 hlm 211. Dalam hadits tersebut dijelaskan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjadi sebab kemenangan mereka yang masih musyrik menghadapi orang-orang Persia, dan beliau membenarkan apa yang mereka lakukan.

Dalil Keempat
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga menjadi penyebab terlepasnya seluruh umat manusia dari kesusahan pada waktu hari kiamat kelak ketika berada di padang Mahsyar. Sebab pertolongan tersebut, baginda shallallahu ‘alaihi wa sallam akan dipuji oleh seluruh manusia di padang Mahsyar.

عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، قَالَ: قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «إِنَّ الشَّمْسَ تَدْنُو يَوْمَ القِيَامَةِ، حَتَّى يَبْلُغَ العَرَقُ نِصْفَ الأُذُنِ، فَبَيْنَا هُمْ كَذَلِكَ اسْتَغَاثُوا بِآدَمَ، ثُمَّ بِمُوسَى، ثُمَّ بِمُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَيَشْفَعُ لِيُقْضَى بَيْنَ الخَلْقِ، فَيَمْشِي حَتَّى يَأْخُذَ بِحَلْقَةِ البَابِ، فَيَوْمَئِذٍ يَبْعَثُهُ اللهُ مَقَامًا مَحْمُودًا، يَحْمَدُهُ أَهْلُ الجَمْعِ كُلُّهُمْ»

"ِAbdullah bin Umar radhiyallaahu ’anhuma berkata, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sesungguhnya Matahari akan mendekat pada hari Kiamat, sehingga keringat akan sampai pada separuh telinga. Maka ketika manusia dalam kondisi demikian, mereka beristighatsah (meminta pertolongan) dengan Nabi Adam, kemudian dengan Nabi Musa, kemudian dengan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Maka beliau akan memberikan pertolongan agar supaya ditetapkan keputusan di antara makhluk. Lalu ia berjalan hingga mengambil bundaran pintu. Pada hari itulah Allah mengutusnya pada derajat yang terpuji, yang akan dipuji oleh seluruh manusia yang berkumpul pada waktu itu." (HR al-Bukhari [1475]).

Dalil Kelima
Pertolongan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam dalam melepaskan dari kesusahan tidak hanya dilakukan kepada kalangan manusia. Tetapi juga dilakukan kepada makhluk hewan.

عن عبد الله بن جعفر قال: "أرْدَفَني رسول الله -صلى الله عليه وسلم- خلفه ذات يوم، فأسرَّ إليَّ حديثًا، لا أُحدث به أحدًا من الناس،: فدخل حائطًا لرجل من الأنصار، فإذا جمل، فَلَمَّا رأى النبيَّ -صلى الله عليه وسلم- حَنَّ، وذَرَفَتْ عيناه، فأتاه النبيُّ -صلى الله عليه وسلم-، فمَسحَ ذِفْرَاهُ، فَسَكَتَ، فقال: مَنْ رَبُّ هذا الجمل؟ لمن هذا الجمل؟ فجاء فتًى من الأنصار فقال: لي يا رسول الله، فقال: أفلا تتقي الله في هذه البهيمة التي مَلَّكَكَ اللَّه إيَّاها؟ فإنه شكى إليَّ أنك تُجيعه وتُدْئِبه".

“Abdullah bin Ja’far berkata: “Pada suatu hari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memboncengkan aku di belakangnya. Beliau membisikkan pembicaraan kepadaku, yang tidak akan aku ceritakan kepada siapapun. Lalu beliau memasuki kebun milik seorang laki-laki dari kaum Anshar. Ternyata di situ ada unta. Ketika unta itu melihat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, ia berbunyi dan kedua matanya bercucuran. Lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mendatanginya, lalu mengusap telinganya. Unta itupun diam. Lalu beliau bertanya, “Siapa pemilik unta ini? Unta ini milik siapa?” Lalu seorang laki-laki dari kaum Anshar datang, lalu berkata: “Milikku wahai Rasulullah.” Beliau bersabda: “Takutlah kamu kepada Allah mengenai hewan yang Allah milikkan padamu ini. Ia mengadu kepadaku bahwa kamu membuatnya lapar dan kelelahan.”

Hadits shahih riwayat Muslim [342], Abu Dawud [2542] dan Ibnu Majah [340]. Dalam hadits, lain Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga menolong kijang betina, dalam riwayat berikut ini:

عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ، قَالَتْ: كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي الصَّحْرَاءِ فَإِذَا مُنَادٍ يُنَادِيهِ يَا رَسُولَ اللهِ فَالْتَفَتَ، فَلَمْ يَرَ أَحَدًا، ثُمَّ الْتَفَتَ فَإِذَا ظَبْيَةٌ مُوَثَّقَةٌ، فَقَالَتْ: ادْنُ مِنِّي يَا رَسُولَ اللهِ فَدَنَا مِنْهَا، فَقَالَ: «حَاجَتَكِ؟» قَالَتْ: إِنَّ لِي خَشَفَيْنِ فِي ذَلِكَ الْجَبَلِ فَحُلَّنِي حَتَّى أَذْهَبَ، فَأُرْضِعَهُمَا، ثُمَّ أَرْجِعُ إِلَيْكَ، قَالَ: «وَتَفْعَلِينَ؟» ، قَالَتْ: عَذَّبَنِي اللهُ بِعَذَابِ الْعِشَارِ إِنْ لَمْ أَفْعَلْ، فَأَطْلَقَهَا فَذَهَبَتْ، فَأَرْضَعَتْ خَشَفَيْهَا، ثُمَّ رَجَعَتْ، فَأَوْثَقَهَا وَانْتَبَهَ اْلأَعْرَابِيُّ، فَقَالَ: لَكَ حَاجَةٌ يَا رَسُولَ اللهِ، قَالَ: «نَعَمْ تُطْلِقُ هَذِهِ» ، فَأَطْلَقَهَا فَخَرَجَتْ تَعْدُو، وَهِيَ تَقُولُ: أَشْهَدُ أَنْ لا إِلَهَ إِلا اللهُ وَأَنَّكَ رَسُولُ اللهِ "

“Ummu Salamah radhiyallaahu ‘anha berkata: “Suatu ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berada di padang pasir. Tiba-tiba ada yang memanggil, “Hai Rasulullah!” Beliau menoleh, ternyata tidak melihat sesuatu. Kemudian menoleh, ternyata ada kijang betina yang diikat. Kijang itu berkata: “Hai Rasulullah, mendekatlah kepadaku!” Beliau mendekat, lalu bertanya: “Apakah kamu ada perlu?” Ia menjawab: “Iya. Aku mempunyai dua anak di gunung itu. Tolong lepaskan aku, untuk pergi menyusuinya, lalu aku akan kembali lagi kepadamu.” Beliau bertanya: “Kamu akan kembali?” Ia menjawab: “Allah akan mengazabku seperti azab pengumpul pungutan liar jika aku tidak kembali.” Lalu beliau melepasnya. Lalu ia pergi menyusui kedua anaknya. Kemudian kembali lagi dan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengikatnya. Dan laki-laki A’rabi (yang memilikinya) terbangun. Ia bertanya: “Apakah engkau ada keperluan hai Rasulullah?” Beliau menjawab: “Iya, kamu lepaskan kijang betina ini.” Laki-laki itu melepasnya. Kijang itu pergi berlari, dan berkata, “Aku bersaksi tiada tuhan selain Allah dan bahwa engkau utusan Allah.”

Hadits riwayat al-Thabarani dalam al-Mu’jam al-Kabir [763], Abu Nu’aim dalam Dalail al-Nubuwwah [273] al-Baihaqi dalam Dalail al-Nubuwwah juz 3 hlm 34-35 dan al-Muzali dalam Mishbah al-Zhalam hlm 193. Lihat al-Hafizh Ibnu Katsir, al-Bidayah wa al-Nihayah juz 6 hlm 155. Al-Shalihi berkata dalam Subul al-Huda wa al-Rasyad juz 9 hlm 520, hadits ini memiliki banyak jalur yang saling menguatkan bahwa hadits ini memiliki asal. Dalam riwayat lain, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga membantu melepaskan seekor burung merah dari kesusahan.

عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ مَسْعُودٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ: كُنَّا مَعَ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي سَفَرٍ وَمَرَرْنَا بِشَجَرَةٍ فِيهَا فَرْخَا حُمَّرَةٍ فَأَخَذْنَاهُمَا قَالَ: فَجَاءَتِ الْحُمَّرَةُ إِلَى رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهِيَ تَصِيحُ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «مَنْ فَجَعَ هَذِهِ بِفَرْخَيْهَا؟» قَالَ: فَقُلْنَا: نَحْنُ. قَالَ: «فَرُدُّوهُمَا» فرددناهما إلى موضعهما.

“Abdullah bin Mas’ud radhiyallaahu ‘anhu berkata: “Kami dalam perjalanan bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kami melewati pohon yang ada dua anak burung merah, lalu kami mengambilnya. Lalu seekor burung merah betina mendatangi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sambil menjerit. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya: “Siapa yang merisaukan burung ini dengan mengambil kedua anaknya?” Kami berkata: “Kami yang mengambilnya.” Beliau bersabda: “Kembalikan lagi.” Maka kami mengembalikannya ke tempatnya.”

Hadits shahih riwayat Abu Dawud [2668] dan al-Hakim [7599].  Pertolongan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam melepaskan kesusahan hidup tidak hanya terjadi pada masa hidupnya. Setelah wafat, beliau masih menjadi penyebab terlepasnya banyak orang dari kesusahan. Seperti yang dialami oleh para ulama ahli hadits berikut ini:

قَالَ اْلإِمَامُ أَبُوْ بَكْرٍ بْنِ الْمُقْرِئِ: كُنْتُ أَنَا وَالطَّبَرَانِيُّ وَأَبُو الشَّيْخِ فِيْ حَرَمِ رَسُوْلِ اللهِ صلى الله عليه وسلم، وَكُنَّا عَلَى حَالَةٍ وَأَثَّرَ فِيْنَا الْجُوْعُ وَوَاصَلْنَا ذَلِكَ الْيَوْمَ، فَلَمَّا كَانَ وَقْتُ الْعِشَاءِ حَضَرْتُ قَبْرَ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم فَقُلْتُ: يَا رَسُوْلَ اللهِ الْجُوْعَ الْجُوْعَ، وَانْصَرَفْتُ. فَقَالَ لِيْ أَبُو الْقَاسِمِ: اِجْلِسْ إِمَّا أَنْ يَكُوْنَ الرِّزْقُ أَوْ الْمَوْتُ، قَالَ أَبُوْ بَكْرٍ: فَنِمْتُ أَنَا وَأَبُو الشَّيْخِ وَالطَّبَرَانِيُّ جَالِسٌ يَنْظُرُ فِيْ شَيْءٍ فَحَضَرَ فِي الْبَابِ عَلَوِيٌّ فَدَقَّ فَفَتَحْنَا لَهُ فَإِذًا مَعَهُ غُلاَمَانِ مَعَ كُلِّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا زَنْبِيْلٌ فِيْ شَيْءٍ كَثِيْرٍ، فَجَلَسْنَا وَأَكَلْنَا، قَالَ الْعَلَوِيُّ: يَا قَوْمُ أَشَكَوْتُمْ إِلَى رَسُوْلِ اللهِ صلى الله عليه وسلم فَإِنِّيْ رَأَيْتُ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه وسلم فِي الْمَنَامِ فَأَمَرَنِيْ أَنْ أَحْمِلَ بِشَيْءٍ إِلَيْكُمْ.

“Al-Imam Abu Bakar bin al-Muqri’ berkata: “Saya berada di Madinah bersama al-Hafizh al-Thabarani dan al-Hafizh Abu al-Syaikh. Kami dalam kondisi prihatin dan sangat lapar, selama satu hari satu malam belum makan. Setelah waktu isya’ tiba, saya mendatangi makam Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lalu saya berkata: “Ya Rasulullah, kami lapar, kami lapar”. Dan saya segera pulang. Lalu al-Hafizh Abu al-Qasim al-Thabarani bertaka: “Duduklah, kita tunggu datangnya rezeki atau kematian”. Abu Bakar berkata: “Lalu aku dan Abu al-Syaikh tidur. Sedangkan al-Thabarani duduk sambil melihat sesuatu. Tiba-tiba datanglah laki-laki ‘Alawi (keturunan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam) dan mengetuk pintu. Kami membukakan pintu untuknya. Ternyata ia bersama dua orang budaknya yang masing-masing membawa keranjang penuh dengan makanan. Lalu kami duduk dan makan bersama. Lalu laki-laki ‘Alawi itu berkata; “Hai kaum, apakah kalian mengadu kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ? Aku bermimpi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan menyuruhku membawakan makanan untuk kalian”.

Kisah ini diriwayatkan oleh al-Hafizh Ibn al-Jauzi (508-597 H/1114-1201 M) dalam al-Wafa bi-Ahwal al-Mushthafa (hal. 818), al-Hafizh al-Dzahabi dalam Tadzkirat al-Huffazh (3/973), dalam Tarikh al-Islam (hal. 2808) dan disebutkan oleh Syaikh Yusuf bin Ismail al-Nabhani dalam Hujjatullah ‘ala al-‘Alamin (hal. 805). Kisah-kisah shahih seperti ini banyak kita jumpai dalam kitab-kitab sejarah seperti kitab Tarikh Dimasyq karya Ibnu Asakir, al-Muntazham karya Ibnu al-Jauzi, dan kitab khusus yang memaparkan banyak sekali kisah-kisah seperti di ata, yang berjudul Mishbah al-Zhalam fi al-Mustaghitsin bi-Khair al-Anam ‘alaih al-Shalah wa al-Salam fi al-Yaqzhah wa al-Manam, karya al-Imam al-Muhaddits Ibnu al-Nu’man al-Muzali al-Marakisyi, wafat pada tahun 683 H. Kitab ini yang menjadi rujukan utama Syaikh Yusuf al-Nabhani dalam kitabnya, Hujjatullaah ‘ala al-‘Alamin fi Mu’jizat Sayyid al-Mursalin shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Berdasarkan paparan di atas, dapat dipahami bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjadi sebab hilangnya banyak kesusahan dari siapapun, yang diredaksikan dengan wa tanfariju bihi al-kurab. Wallahu a’lam.
Bersambung – insya Allah.