Minggu, 30 Juni 2019

QUR'AN BERTANYA PADA ALKITAB

QUR'AN    : Apa nama Anda?
ALKITAB : Saya tidak tahu!
QUR'AN    : Nama saya adalah QUR'AN (Surah 36: 2)
QUR'AN    : Dari mana anda berasal?
ALKITAB : Saya tidak tahu!
QUR'AN    : Dari ALLAH (Tuhan) (Surah 39: 1).
QUR'AN    : Apa agama anda?
ALKITAB : Saya tidak tahu!
QUR'AN    : Islam, (Surah 3:19).
QUR'AN    : Apakah orang kristen menginstruksikan untuk pergi ke gereja pada hari minggu?.
ALKITAB : Tidak, mereka memilih hari itu sendiri!
QUR'AN    : Ya, saya menginstruksikan muslim untuk pergi ke masjid pada hari jum'at (surah 62).
QUR'AN    : Mengapa anda tidak pakai bahasa asli anda?
ALKITAB : Karena orang-orang telah banyak melakukan perubahan tentang diriku!
QUR'A N   : Saya dalam bahasa asli, bahasa arab dan tidak rusak ( Surah 12: 2).
QUR'AN    : Mengapa anda memiliki banyak kontradiksi?
ALKITAB : Karena aku ditulis oleh orang-orang yang tidak dikenal(Yeremia 8: 8)!
QUR'AN    : Aku tidak punya kontradiksi karena aku dari ALLAH ( Tuhan) (Surah 4: 82).
QUR'AN    : Mengapa anda banyak kesalahan dalam dunia?
ALKITAB : Karena saya banyak orang-orang yang menulis tetapi tidak benar, konyol dan saya mengatakan kelinci mengunyahnya(Imanat 11: 6).
QUR'AN    : Saya tidak memiliki kesalahan bahkan apa yang ada didunia sudah tertulis padaku dan ilmu pengatahuan modern pun sudah tertulis padaku ( Surah 25: 61).

Jika anda Muslim, tidak sibuk, kuota internet dan Wi-Fi ada, tulis Allahu Akbar, dan jika anda benar-benar kitabnya Al-qur'an bagikan dengan ke ikhlasan hati.

#tauhit #sahabatsurga #tulusberhijrah #tausiyah #hijrah #muaalaf
Te

Sukai halaman Lover Ustadz Abdul Somad Lc MA

Selasa, 25 Juni 2019

Celana Cingkrang Bukan Sunnah Nabi.

Perlu diketahui bahwasanya IZAR (kain/sarung) di atas mata kaki adalah sunnah dan ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Hal ini dikhususkan bagi laki-laki, sedangkan wanita diperintahkan untuk menutup telapak kakinya.

Kita dapat melihat bahwa pakaian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam selalu berada di atas mata kaki sebagaimana dalam keseharian beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Dari Al-Asy’ats bin Sulaim, ia berkata :

سَمِعْتُ عَمَّتِي ، تُحَدِّثُ عَنْ عَمِّهَا قَالَ : بَيْنَا أَنَا أَمْشِي بِالمَدِيْنَةِ ، إِذَا إِنْسَانٌ خَلْفِي يَقُوْلُ : « اِرْفَعْ إِزَارَكَ ، فَإِنَّهُ أَنْقَى» فَإِذَا هُوَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقُلْتُ : يَا رَسُوْلَ اللهِ إِنَّمَا هِيَ بُرْدَةٌ مَلْحَاءُ) قَالَ : « أَمَّا لَكَ فِيَّ أُسْوَةٌ ؟ » فَنَظَرْتُ فَإِذَا إِزَارَهُ إِلَى نِصْفِ سَاقَيْهِ

Saya pernah mendengar bibi saya menceritakan dari pamannya yang berkata,

“Ketika saya sedang berjalan kaki di kota Madinah, tiba2 seorang laki2 di belakangku berkata,

’Angkat kainmu, karena itu akan lebih bersih.’
Ternyata orang yang berbicara itu adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Aku berkata,
Sesungguhnya yang kukenakan ini tak lebih hanyalah burdah yang bergaris-garis hitam dan putih”.

Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Apakah engkau tidak menjadikan aku sebagai teladan?” Aku melihat kain sarung beliau, ternyata ujung bawahnya di pertengahan kedua betisnya.”

(Lihat Mukhtashor Syama’il Muhammadiyyah, hal. 69, Al Maktabah Al Islamiyyah Aman-Yordan)

Dari Hudzaifah bin Al-Yaman (bapak kaum sufi), ia berkata,
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah memegang salah satu atau kedua betisnya. Lalu beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

هَذَا مَوْضِعُ الإِزَارِ فَإِنْ أَبِيْتَ فَأَسْفَلَ فَإِنْ أَبِيْتَ فَلاَ حَقَّ لِلإِْزَارِ فِي الْكَعْبَيْنِ

“Di sinilah letak ujung kain. Kalau engkau tidak suka, bisa lebih rendah lagi. Kalau tidak suka juga, boleh lebih rendah lagi, akan tetapi tidak dibenarkan kain tersebut menutupi mata kaki.”

(Mukhtashor Syama’il Al Muhammadiyyah, hal.70)

Dari dua hadits ini terlihat bahwa IZAR (kain/sarung dan bukan CELANA) Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam selalu berada di atas mata kaki sampai pertengahan betis.

Boleh bagi seseorang menurunkan kainnya, namun dengan syarat tidak sampai menutupi mata kaki.

Asal mula penggunaan celana cingkrang seperti yang dipakai oleh sebagian komunitas muslim saat ini adalah untuk menghindari larangan Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Karena dalam sebuah hadits Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ جَرَّ ثَوْبَهُ خُيَلاَءَ لَمْ يَنْظُرْ اللَّهُ إِلَيْهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَقَالَ أَبُو بَكْرٍ إِنَّ أَحَدَ شِقَّيْ ثَوْبِي يَسْتَرْخِي إِلاَّ أَنْ أَتَعَاهَدَ ذَلِكَ مِنْهُ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّكَ لَسْتَ تَصْنَعُ ذَلِكَ خُيَلاَءَ (صحيح البخاري، 3392)

Dari Abdullah bin Umar ra berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Barang siapa yang memanjangkan pakaiannya hingga ke tanah karena sombong, maka Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak akan melihatnya (memperdulikannya) pada hari kiamat”

Kemudian sahabat Abu Bakar bertanya, sesungguhnya bajuku panjang namun aku sudah terbiasa dengan model seperti itu. Kemudian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Sesungguhnya engkau tidak melakukannya karena sombong.”

(HR. Bukhari)

Juga hadits berikut yang mungkin dijadikan rujukan penyuka celana cingkrang:

عن ابن عباس رضي الله عنهما قالسمعت النبي صلى الله عليه وسلم يخطب بعرفات من لم يجد النعلين فليلبس الخفين ومن لم يجد إزارا فليلبس سراويل للمحرم

Dari Ibnu ‘Abbas ra berkata: ”Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkhutbah kepada kami saat dipadang ‘Arafah.
Beliau bersabda:

'Barang siapa yang tidak mempunyai sarung maka pakailah celana bagi yang berihrom.”

(Shahih Al-Bukhari bab memakai sepatu bagi yang sedang ihrom jika tdk memiliki sandal)

قال القرطبي : أخذ بظاهر هذا الحديث أحمد فأجاز لبس الخف والسراويل للمحرم الذي لا يجد النعلين والإزار على حاله

Menurut Imam Al-Qurthubi jika melihat zhahir ini hadits dari Imam Ahmad tentang kebolehan memakai sepatu jika tdk punya sandal dan boleh memakai celana jika tdk memiliki kain bagi yang sedang ihrom.

Ketahuilah bahwa pakaian kesukaan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah gamis.
Jadi memakai gamis adalah suatu yang disunnahkan.
Namun kadang memakainya melihat keadaan masyarakat, jangan sampai terjerumus dalam pakaian yang tampil beda (pakaian syuhroh).

Dari Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha, ia berkata,

كَانَ أَحَبَّ الثِّيَابِ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم – الْقَمِيصُ

“Pakaian yang paling disukai oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yaitu gamis.”

(HR. Tirmidzi dan Abu Daud. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa hadits ini hasan)

Hadits di atas disebutkan oleh Imam Nawawi dalam Riyadhus Sholihin di mana hadits tersebut menunjukkan bahwa pakaian yang paling disukai oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah pakaian gamis.

Syaikh Muhammad bin Sholeh Al-Utsaimin (tokoh besar wahabi) berkata,

Karena gamis di sini lebih menutupi diri dibanding dengan pakaian yang dua pasang yaitu izar (pakaian bawah) dan rida’ (pakaian atas).
Namun para sahabat di masa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam terkadang memakai pakaian atas dan bawah seperti itu.
Terkadang mereka mengenakan gamis.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri menyukai gamis karena lebih menutupi. Karena pakaian gamis hanyalah satu dan mengenakannya pun hanya sekali.
Memakai gamis di sini lebih mudah dibanding menggunakan pakaian atas bawah, di mana yang dipakai adalah bagian celana terlebih dahulu lalu memakai pakaian bagian atas.

Namun ada catatan yang diberikan oleh Syaikh Muhammad bin Sholeh Al ‘Utsaimin,

Akan tetapi jika engkau berada di daerah (negeri) yang terbiasa memakai pakaian atasan dan bawahan, memakai semisal mereka tidaklah masalah.
Yang terpenting adalah jangan sampai menyelisihi pakaian masyarakat di negeri kalian agar tidak terjerumus dalam larangan memakai pakaian yang tampil beda.
Sungguh, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah melarang pakaian syuhroh (pakaian yang tampil beda).

(Lihat Syarh Riyadhis Sholihin, 4: 284-285, terbitan Madarul Wathon).

Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ لَبِسَ ثَوْبَ شُهْرَةٍ أَلْبَسَهُ اللَّهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ثَوْبًا مِثْلَهُ

“Barangsiapa memakai pakaian syuhroh, niscaya Allah akan memakaikan kepadanya pakaian semisal pada hari kiamat”

(HR. Abu Daud dan Ibnu Majah. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa hadits ini hasan)

Syaikh Muhammad bin Sholeh Al ‘Utsaimin (tokoh besar Wahabi) menerangkan,

أن موافقة العادات في غير المحرم هي السنة؛ لأن مخالفة العادات تجعل ذلك شهرة، والنبي صلّى الله عليه وسلّم نهى عن لباس الشهرة ، فيكون ما خالف العادة منهياً عنه.
وبناءً على ذلك نقول: هل من السنة أن يتعمم الإنسان؟ ويلبس إزاراً ورداءً؟
الجواب: إن كنا في بلد يفعلون ذلك فهو من السنة، وإذا كنا في بلد لا يعرفون ذلك، ولا يألفونه فليس من السنة.

“Mencocoki kebiasaan masyarakat dalam hal yang bukan keharaman adalah disunnahkan. Karena menyelisihi kebiasaan yang ada berarti menjadi hal yang syuhroh (suatu yang tampil beda).
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang berpakaian syuhroh.
Jadi sesuatu yang menyelishi kebiasaan masyarakat setempat, itu terlarang dilakukan.

Berdasarkan hal itu, apakah yang disunnahkan mengikuti kebiasaan masyarakat lantas memakai pakaian atasan dan bawahan?

Jawabannya, jika di negeri tersebut yang ada adalah memakai pakaian seperti itu, maka itu bagian dari sunnah.
Jika mereka di negeri tersebut tidak mengenalnya bahkan tidak menyukainya, maka itu bukanlah sunnah.”

(Syarhul Mumthi’, 6: 109, terbitan Dar Ibnul Jauzi).

Kesimpulannya yang merupakan sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah:

1. Sunnah memakai izar (kain/sarung) setengah betis atau diatas mata kaki.

2. Boleh memakai izar menutup mata kaki asal tidak sombong sebagaimana Abu Bakar biasa memakainya dan dibolehkan oleh Nabi.

3. Boleh memakai sirwal (celana panjang) saat beribadah. Namun pakaian kesukaan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah qamish (baju kurung panjang)

4. Larangan memakai pakaian suhroh (pakaian yang beda daripada umumnya) termasuk larangan memakai celana cingkrang di masjid yang mayoritas memakai sarung atau memakai celana yang tidak cingkrang.

5. Belum ditemukan riwayat yang menyebutkan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah memakai celana panjang, apalagi celana cingkrang.

Jadi buat ikhwan salafi wahabi dan semisalnya, janganlah bangga dengan celana cingkrang yang katanya nyunnah demi menghindari isbal.

Ketahuilah sesungguhnya qomish/gamis pakaian sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Dan berpakaianlah yang umum dimana kita berada biar tidak suhroh karena itu dilarang oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

ORANG YANG MENINGGAL DAPAT MERASAKAN SAKIT

Dalam Kitab Ushfuriyah Diterangkan:

عَنْ سُفْيَانَ عَمَّنْ سَمِعَ مِنْ اَنَسِ ابْنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللهُ تَعَالَى عَنْهُ يَقُوْلُ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ الْأَعْمَالَ الْأَحْيَاءِ تُعْرَضُ عَلَى عَشَآئِرِهِمْ وَعَلَى آبَآئِهِمْ مِنَ الْأَمْوَاتِ فَإِنْ كَانَ خَيْرًا حَمِدُوا اللهَ تَعَالَى وَاسْتَبْشِرُوْا وَإِنْ يَرَوْا غَيْرَ ذٰلِكَ قَالُوْا : اَللهم لَا تَمُتُّهُمْ حَتَّى تَهْدِيْهِمْ هِدَايَةً فَقَالَ عَلَيْهِ السَّلَامَ يُؤْذِى الْمَيِّتِ فِى قَبْرِهِ كَمَا يُؤْذِى فِى حَيَاتِهِ قِيْلَ مَا اِيْذَاءُ الْمَيِّتِ قَالَ عَلَيْهِ السَّلَامَ اِنَّ الْمَيِّتَ لَايَذْنَبُ وَلَايَتَنَازَعُ وَلَايَخَاصَمُ أَحَدًا وَلَايُؤْذِى جَارًا إِلَّا أَنَّكَ اِنْ نَازَعْتَ أَحَدًا لَابُدَ اَنْ يَسْتَمَكَ وَوَالِدَيْكَ فَيُؤْذِيَانِ عِنْدَ الْاُسَاةِ وَكَذٰالِكَ يَفْرَحَانِ عِنْدَ اْلإِحْسَانِ فِى حَقِّهِمَا.

Dari Sufyan, dia dari seseorang yang pernah mendengar dari Anas bin Malik ra. dia berkata, Rasulullah saw. bersabda :

“ Sesungguhnya amal-amal (perbuatan) mereka yang masih hidup itu bisa diperlihatkan kepada keluarga dan ayah-ayahnya yang sudah meninggal dunia. Jika amal tersebut baik maka mereka merasa gembira dan memuji Allah swt. akan tetapi jika amal tersebut buruk, maka mereka (para mayit) berdo’a ‘Ya Allah, janganlah Engkau tutup usianya sebelum Engkau memberi petunjuk kepada mereka’ “.

Kemudian, Rasulullah saw. bersabda :

“ Mayit yang ada di dalam kubur itu juga bisa merasakan sakit, apabila dia disakiti sebagaimana halnya saat dia masih hidup ”.

‘Apa yang dapat menyakiti si mayit?’ demikian beliau ditanya.

Rasulullah saw. menjawab,

“ Jika engkau bersengketa dengan seseorang, kemudian orang tersebut mencacimu dan mencaci kedua orang tuamu (yang sudah meninggal). Maka, si mayit yang sama sekali tidak merasa berdosa, bersengketa dan bersitegang (bermusuhan) kepada orang itu serta tidak merasa menyakiti hati tetangga, akan turut juga terkena cacian dari orang tersebut.

Allahuma sholii 'alaa sayyidina muhammad wa 'alaa aalihi wa shohbihi wa salim

Support By :

RUMAH MUSLIMIN GRUP

Please Follow :

Fanspage facebook :
> Dakwah Para Habaib dan Ulama Was Sholihin <
> Rumah-muslimin <
> Perkataan Para Habaib dan Ulama <
> Hijrah Sebelum Terlambat <

Grup Facebook :
> Kalam Habaib Dan Ulama ( Mutiara Hikmah ) <

Instagram :
> @mutiara_habib <

Channel Youtube :
> Rumah Muslimin TV <

Blog :
> www.rumah-muslimin.blogspot.com <

Kamis, 20 Juni 2019

APA SEMUA BIDAH SESAT???

......... BID'AH.... BID'AH...  BID'AH.......
......MEMBACA AL-QUR'AN BID'AH?.....
..... Baru Bisa Baca Al-quran terjemahan ajak sok ...NGUSTAD....

Salik dan Matin memegang mushaf Al-Qur'an hadiah dari Saudi Arabia. Dengan kualitas kertas, design, model tulisan Arab yang menarik dan indah membuat Salik teringat pertanyaan menggelitik dari tetangga sebelah.
Salik (S):  Di zaman Nabi belum ada Mushaf Al-Qur'an secantik ini, kan?
Matin (M): Betul...betul...betul.
S : Berarti bid'ah dong?!
M : Hahaha. Mulai lagi, deh.
S :  Nabi kan pernah bilang "kullu bid'atin dhalal" Tiap bid'ah itu sesat. Semuanya bid'ah dong?!

M : Pahami hadis secara cerdas, Bung!

S : Mereka bilang, seluruh hal yang ditambah-tambahkan dalam urusan ibadah itu bid'ah. Tahlil bid'ah, shalawatan bid'ah, maulid bid'ah. Semua yang tidak dicontohkan nabi bid'ah.

M : Hmmmm

S : Jadi, bagaimana ini?!
M : Hmmmm
S : Mushaf Al-Qur'an ini pun bid'ah dong?!

M : Ibadah itu terbagi 2, ibadah mahdhoh dan ibadah ghairu mahdhoh. Semua ibadah mahdhoh, tata-cara tekniknya pernah diajarkan Nabi. Contohnya, shalat, zakat, puasa, dan haji.Tapi, ibadah ghairu mahdhoh tidak dicontohkan tata-caranya oleh Nabi, tapi dicontohkan sahabat, tabiin, tabi tabiin, ulama dari zaman ke zaman.

S : Contoh ibadah ghairu mahdhoh apa?

M : Membaca shalawat dan dzikir. Perintah Allah dan Rasul tegas, kita disuruh berdzikir setiap saat, kapan pun dan dimanapun. Sebanyak-banyaknya. Shalawat juga begitu. Sampai-sampai jadi rukun khutbah, kita harus bershalawat sebanyak-banyaknya kapan pun.

S : Jadi, mushaf Al-Qur'an ini pun bid'ah?
M : Bid'ah hasanah, untuk kemaslahatan, pendidikan, syiar, dan memudahkan. Ini tidak termasuk kategori sesat. Kalau semua hal baru dan tidak dicontoh Nabi sebagai bidah, bisa bahaya. Contohnya mushaf ini, bisa dianggap bidah. Sebab mushaf ini dipegang, dibaca, ditelaah sebagai bentuk ibadah. Setiap huruf yang kita baca bernilai pahala. Dan, kita memegang benda yang tak ada di zaman Nabi.

S : Hmmmm. Bukankah dulu Al-Quran diperintahkan Nabi untuk ditulis?
M : Betul. Ditulis di dinding, batu, kulit binatang,  tulang unta, kayu, dan sebagainya. Berserakan. Tak teratur. Belum terbukukan.
S : Bagaimana mereka membacanya?
M : Susah. Kebanyakan para sahabat menghafalkan langsung.Tulisan hanya dokumentasi.
S : Berapa lama menghafalnya? Seperti orang zaman ini?
M: Nggak. Nabi dan sahabat mengafalkan Al-Quran selama 23 tahun.

S : Koq begitu?
M : Ya iyalah. Karena Al-Quran turun berangsur-angsur.
S : Berarti bidah dong, kalau hafal 2 tahun?!
M : Hahaha. Baru dari zaman sahabat Al-Quran dihafal utuh hanya dalam waktu beberapa tahun.
S : Bidah juga dong?!
M : Kalau tak ada bid'ah, Islam tak akan bisa tersebar ke seluruh dunia, tidak relevan dari zaman ke zaman, dari waktu ke waktu.
S : Maksudnya?!

M : Meski kamu belajar di pondok Kediri 3 tahun, belum tentu bisa baca tulisan Al-Quran di zaman Nabi.
S : Maksudnya?!
M : Susah. Belum ada titik koma, apalagi fathah dhamah.
S: Ohhhh

M : Di zaman Khalifah Abu Bakar, Umar dan Usman, Al-Quran baru mulai disusun, dikumpulkan dari batu, tulang, kayu, kulit hewan, dinding dan sebagainya.

S : Berarti sudah dibukukan?
M : Baru kodifikasi, dikumpulkan. Tapi, masih belum ada tanda baca. Sulit sekali orang non-Arab membaca dan memahaminya.
S : Terus bidah apa yang dilakukan sahabat?
M : Setelah khalifah Rasyidah berakhir, barulah di masa khalifah Muawiyah terjadi bidah lagi. Dia menugaskan Abu al-Aswad Ad-du'ali untuk meletakkan tanda baca pada tiap kalimat dalam bentuk titik. Agar tidak salah baca.
S : Baru sebagai tanda akhir kalimat? Lalu, belum ada titik di huruf ba, ta, tsa dan lainnya?

M : Belum. Untuk membedakan, ba, ta, tsa, jim dan sebagainya itu baru terjadi pada Khalifah Abdul Malik bin Marwan. Beliau menugaskan Al Hajjaj bin Yusuf untuk memberikan titik sebagai pembeda antara satu huruf dengan lainnya. Misalnya, huruf ba dengan satu titik di bawah, huruf ta dengan dua titik di atas, dan tsa dengan tiga titik di atas.

S : Subhanallah. Terus, belum ada harakat?

M : Belum. Di masa Dinasti Abbasiyah, baru diberikan tanda baris berupa dhamah, fathah, kasrah, dan sukun untuk memudahkan umat Islam dalam membaca Al-Qur'an. Berarti 250-an tahun setelah Nabi baru ada harakat. Contoh khat naskhi dalam mushaf Al-Quran juga baru pada masa itu.

S : Lalu, kapan lahirnya tajwid?
M : Itu baru terjadi di masa Khalifah Al-Makmun. Ulama melakukan "bid'ah" lagi dengan membuat ilmu tajwid, agar memudahkan orang-orang non Arab membacanya.
S : Berarti ada konvensi kebahasaan, kesepakatan, penelitian, dan pengembangan mushaf dari zaman ke zaman?
M : Betul. Ada bidah.hehehe

S : Oh begitu.

M : Di zaman ini, ulama pun membuat tanda lingkaran bulat untuk pemisah ayat dan mencantumkan nomor ayat. Sebelumnya tidak ada, Bro. Dan, hanya segelintir orang yang punya mushaf Al-Quran secara utuh. Hanya orang yang kaya raya yang memilikinya. Al-Quran bisa seharga mobil Alphad keluaran terbaru. Kertas atau papirus sangat langka.

S : Ohhhhh

M : Kalau tidak ada ulama hafidz, ulama fiqih, ulama arif dalam tradisi surau, madrasah, pondok, meunasah, yang langsung mengajarkan secara lisan, Islam tak bisa sehebat ini. Semuanya punya peran dan andil besar. Ini adalah kerja ibadah dalam bidang ilmu, politik, budaya, seni dan sebagainya.

S : Lalu, Al-Quran yang dicetak Kerajaan Saudi bagaimana?
M : Mereka mengambil Al-Quran dari proses kodifikasi tersebut. Mereka juga merem. Tanpa dalil. Mengambil hasil manuskrip dari zaman Abbasyiah, bukan dari zaman Nabi atau sahabat.
S : hmmm. Berarti bidah dong?!
M : Jawab sendiri deh!
S : Apa yang terjadi jika ulama tidak melakukan bidah dalam hal mushaf Al-Quran?
M : Islam tidak akan sampai ke Ujung Berung, Ujung Aspal, Ujung Pandang, Temerloh, Jurong, Batu Pahat, Sigli, Tidore, dan sebagainya. Kita akan saling mengkafirkan dan bahkan saling bunuh gara-gara tidak ada "TITIK"

S : Hmmmm. Kenapa?
M : Bukankah perbedaan waqaf dan tanda baca bisa membuat salah arti dan makna?
S : Ohhhh iya betul.
M : Karena itu, mari memberi makna pada keindahan yang pernah dihasilkan oleh ulama-ulama terdahulu. Pelajari dan hayati. Jangan gampang menghujat, mengkafirkan dan menganggap bid'ah.
S : Jadi, ungkapan populer "Mari kita kembali kepada Al-Qur'an dan Sunnah" itu bukan menafikan kontribusi para ulama dari zaman ke zaman ya?
M : Alhamdulillah. Berarti ente sudah faham.
S : Jawab dulu!
M : Betul. Berarti tidak cukup belajar Al-Quran dan Hadis saja. Anda harus belajar sejarah, bahasa Arab, fiqih, ushul fiqih, asbabun nuzul, asbabul wurud, tasawuf, mantiq, falaq, dan sebagainya.

Semoga bermanfaat
Salam,

Nb: gambar merupakan kata2 yang sering diucapkan oleh orang yang sok nyunah..... He... He...

Nasehat Habib Anis Bin Alwi Bin Ali AlHabsyi AlQutb

BEBERAPA PETUAH Al HABIB ANIS BIN ALWI ALHASBYI YG CUKUP MENGENA BUAT SAYA
______________________________________________

1." hidup ana tu ana bagi 3 kata beliau..kerja ..ngaji (rauha dan ngajar rauha siang) sam sholat "

2.beliau seorang yg punya etos kerja tinggi dan tertib tapi hebatnya beliau pernah berkata

"ana tidak pernah menyalahkan orang yg bekerja dan tidak pernah menyalahkan orang yang gak bekerja (nganggur) "

3."kalo makan itu yg kita suka jangan yg orang lain suka..lain dengan pake baju..kalo pake baju itu yg orang lain suka bukan yg kita suka.."

(Krn makan kita sendiri yg menikmati jd ya bagaimana selera kita jangan selera org lain alias ikut2 an..tapi kalo berpakaian itu buat diliat sama org lain)

4.."katak itu kalo berbunyi mereka itu selaras nadanya..jika ada yg fals maka yg fals td ni akan di datangi katak katak yg lain dan dihajar"..

(Maksudnya nyindir halus org yg qosidah tp g sesuai nada..beda dg yg lain tp g merasa..g peka krn beliau memang punya dzauq  atau cita rasa tinggi...dan sangat penikmat seni)

5.."jangan sampe anda bermesraan dengan istri anda di dpn ibu anda"

(Krn ibu itu pny rasa cemburu sama anak laki nya..bagian dr adab)

6." Orang sekarang itu begitu gampangnya bilang saya murid habib fulan atau syekh fulan...padahal dia g pernah berkhidmat kpd hhabib atau syekh itu org diakui murid itu khidmat bertaun taun..ada yg puluhan taun"

7." Nabi yusuf karena lebih dicintai oleh ayahnya ketimbang yg lain ..maka menyebabkan saudara2 yusuf berbuat makar...itu pelajaran kalo kita punya anak wajar salah satu pasti ada yg lbh di cintai..tapi jangan sampe terlalu ditunjukkan di dpn yg lain menyebabkan nanti yg lain menjadi benci kpd anak itu"

8."pernah raja ni sampe heran kenapa majnun (dalam kisah majnun laila) selalu menyebut2 nama laina..secantik apa sih dia..maka didatangkan laila..si raja mengatakan ooh ini laila..biasa saja..lebih cantik dayang dayang ku ketimbang laila..
Maka dijawab majnun...wahai amir jika anda ingin melihat cantik nya laila jangan dengan mata anda..tapu gunakanlah mataku.."

9."kam min qoriibin baid. .wa kam min baiiidin qorib...(berapa dari kita terlihat dekat padahal sejatinya jauh..dan berapa dari kita terlihat jauh sejatinya dekat..) "

Terkahir pernah ada orang sholat subuh rupanya ketiduran saat sujud terakhir...gak bangun2 sampe orang2 selesai wirid salam salam an...dia tetap tidur sujud..sama habib anis didiemken saja g dibanguni krn kesian mgkn kelelahan atau gimana..sampe akhirnya bangun sendiri dan lgsg berdiri pulang krn malu..😁

dijaman itu kalo kita mau macem2 nama nya anak muda ..mikir takut kalo sampe ke habib anis ketauan..
Hebat nya beliau..

Allah yarhamuh habib anis.. kami selalu merindukan mu..
Sosokmu
Tak tergantikan oleh siapapun.

Foto.habib anis muda kalo g salah pertama kali memimpin haul solo sepeninggal abah beliau Alhabib alwi bin Ali alhabsyi

Huwannur

Mengenang guru Mulia Sulthonul quluub Al Habib Munzir bin Fuad Al Musawa
Qosidah Huwan Nur karya nan indah Al-Habib ‘Ali bin Muhammad al-Habsyi.
Terjemahan oleh: Al-Habib Munzir bin Fuad Al~Musawa

هو النور يهدی الحائرين ضياؤه

Huwan-nuuru yahdiil haa-iriina dliyaa-uhu
Dialah Nabi saw Pelita cahaya yang memberi petunjuk orang-orang yang bimbang

وفى الحشر ظل المرسلين لواؤه

Wa fiil hasyri dhillul mursaliina liwaa-uhu
Di padang mahsyar panjinya sebagai pemberi naungan

تلقی من الغيب المجرد حکمة

Talaqqoo minal ghoibil mujarrodi hikmatan
Sampailah kepadanya hikmah tanpa perantara apapun

بها أمطرت فی الخافقين سماؤه

Bihaa amthorot fil khoofiqoini samaa-uhu
Dengan hikmah itu hujanlah langit (dengan rahmat) di segala penjuru barat dan timur

و مشهود أهل الحق منه لطائف

Wa masyhuudu ahlil haqqi minhu lathoo-ifun
Para saksi dari para ahli makrifah yang dalam kebenaran, menyaksikan dari beliau saw kasih sayang dan kelembutan-kelembutan

تخبر أن المجد والشأ وشاؤه

Tukhobbiru annal majda wasysya, wasyaa-uhu
Dikabarkan sungguh apa yang terjadi adalah dengan keinginanmu (saw)

فلله ما للعين من مشهد اجتلا

Fallillaahi maa lil’aini min masyhadijtilaa
Padaku penglihatan apa apa yang kusaksikan sangatlah berpijar luhur,

يعز علی أهل الحجاب اجتلاؤه

Ya’izzu ‘ala ahlil hijaabijtilaa-uhu
Menundukkan para pemilik kemuliaan yang masih tertutup penglihatannya dari pandangan keluhuran ini,

أيا نازحا عني ومسگنه الحشا

Ayaa naazihaan ‘anniy wa maskanuhul hasyaa
Wahai yang jauh dariku dan tempatnya di lubuk hati yang terdalam,

أجب من ملا کل النواحی نداؤه

Ajib man malaa kullan-nawaahiy nidaa-uhu
Jawablah wahai saudaraku seruan (Sang Nabi saw) yang memenuhi segala penjuru,

أجب من تولاه الهوی فيك وامض في

Ajib man tawallaahul hawaa fiika wamdli fiy
Jawablah wahai yang diriku adalah terbenam dalam rindu padamu (saw), dan mengalir pada-

فؤادي ما يهوی الهوی ويشاؤه

Fu-aadiya maa yahwaal hawaa wa yasyaa-uhu
Sanubariku apa apa yang dirindukan sanubari ini dan yang ia (diriku) dambakan

بنی الحب فی وسط الفؤادی منازلا

Banal hubbu fiy wasthil fu-aadi manaazilaan
Cinta membangun istana agung di dalam hati yang terdalam

فلله بان فاق صنعا بناؤه

FaLillaahi baanin faaqo shun’an binaa-uhu
Demi Allah, sungguh tempat itu paling tinggi dan indah di antara bangunan (tempat) yang lain

بحکم الولا جردت قصدي وحبذا

Bihukmil walaa jarodtu qosdiy wa habbadzaa
Dengan keputusan pasrah kubiarkan yang lainnya berlalu dari semua keinginanku, dan alangkah indahnya sang baginda menenangkan hati ini dari wewenang lembutnya

موال أراح القلب منه ولاؤه

Muwaalin aroohal qolba minhu walaa-uhu
sang baginda menenangkan hati ini dari wewenang lembutnya

مرضت فگان الذکر برءا لعلتي

Maridltu fakaanadz-dzikru bur-an li’allitiy
(Jika) aku sakit, maka menceritakan tentangnya (saw) adalah obat bagi penyakitku

فيا حبذا ذکرا لقلبي شفاؤه

Fayaa habbadzaa dzikroon liqolbiy syifaa-uhu
Sungguh indah, menyebutnya adalah obat bagi hatiku

إذا علم العشاق دائی فقل لهم

Idzaa ‘alimal-‘usyaaqu daa-iy faqul lahum
Jika para perindu mengetahui penyakitku, maka katakan kepada mereka

فإن لقا أحباب قلبي دواؤه

Fa Inna liqoo ahbaabi qolbiy dawaa-uhu
Sesungguhnya perjumpaan dengan kekasih hati itulah obatnya

أيا راحلا بلغ حبيبي رسالة

Ayaa roohilaan balligh habiiby risaalatan
Wahai orang yang berjalan (ke Madinah) sampaikan lembaran cinta kepada kekasihku (saw)

بحرف من الأشواق يحلو هجاؤه

Biharfin minal asywaaqi yahluu hijaa-uhu
Dengan indahnya ejaan huruf-huruf kerinduan

و هيهات أن يلقی العذول إلی الحشا

Wa haihaata an yalqol-‘adzuulu ilaal-hasyaa
Maka sulitlah bagi yang memusuhi cinta ini sampai kebatas yang tak mungkin, mencapai jalan kebenaran dengan memujinya (saw) dan mengucapkan padanya (saw)

سبيلا سواء مدحه وهجاؤه

Sabiilaan sawaa-un mad-huhu wa hijaa-uhu
mencapai jalan kebenaran dengan memujinya (saw) dan mengucapkan padanya (saw)

فؤادي بخير المرسلين مولع

Fu-aadiy bikhoiril mursaliina muwalla’un
Jiwaku terbakar (karena cinta) dengan sebaik-baik utusan

وأشرف مايحلو لسمعي ثناؤه

Wa asyrofu maa yahluw lisam’iy tsanaa-uhu
Dan yang terindah di pendengaranku adalah mendengar pujiannya

رقی في العلی والمجد أشرف رتبة

Roqoo fiil ‘ulaa wal majdi asyrofa rutbatin
Mulia dalam tanga tanga keluhuran, semulia-mulia tingkatan yang semakin luhur

بمبداه حار الخلق گيف انتهاؤه

Bimabdaahu haarol-kholqi kaifantihaa-uhu
Dalam awal cinta dan rindu pada beliau saw akan muncul hangat membara dihati makhluk, maka bagaimana keadaan yang telah mencapai puncaknya

أيا سيدي قلبي بحبك بائح

Ayaa sayyidiy qolbiy bihubbika baa-ihun
Wahai tuanku, hatiku lebur dengan kecintaan kepadamu

وطرفي بعد الدمع تجري دماؤه

Wa thorfiya ba’dad-dam’i tajriy dimaa-uhu
Mata ini niscaya menangis darah setelah air mata mengering dan tak mengalir

إذا رمت کتم الحب زادت صبابتي

Idzaa rumta katmal hubbi zaadat shobaabatiy
Jika engkau sembunyikan cinta maka akan bertambah kecintaanku dan airmataku

فسيان عندي بثه و خفاؤه

Fasiyyaani ‘indii batstsuhu wa khofaa-uhu
Maka sama saja bagiku, kuungkapkan cinta itu atau kusembunyikannya

أجب يا حبيب القلب دعوة شيق

Ajib yaa habiibal qolbi da’wata syayyiqin
Jawablah seruan kerinduan ini wahai kekasih hati

شگی لفح نار قد حوتها حشاؤه

Syakaa lafha naarin qod hawat-haa hasyaa-uhu
Rintihan api kerinduan telah menyelimuti lubuk hatiku

ومر طيفك الميمون في غفلة العدا

Wa mur thoyfakal maymuuna fii ghoflatil ‘idaa
Maka lewatkanlah keindahan dan kelembutanmu saat hamba hamba ummatmu (saw) yang tenggelam dalam kelupaan

يمر بطرف زاد فيك بکاؤه

Yamurru bithorfin zaada fiika bukaa-uhu
Lintasan keindahan dan kemuliaanmu yg membuat berlindangnya airmata

لي الله من حب تعسر وصفه

LiyaAllaahu min hubbin ta’assaro washfuhu
Duhai Allah, sungguh sulit cinta ini diungkapkan

ولله أمري والقضاء قضاؤه

Wa lillaahi amrii wal-qodloo-i qodloo-uhu
Semua ini hanya kepada Allah kupasrahkan Karena ketentuan adalah ketentuan Nya

فيا رب شرفني برؤية سيدي

Fa yaa robbi syarrifniy biru,yati sayyidiy
Ya Allah, muliakanlah aku dengan memandang tuanku (sayyidina Muhammad)

وأجل صدی القلب الگثير صداؤه

Wa ajli shodal qolbil katsiiri shodaa-uhu
Dan bersihkanlah hati yang penuh dengan kekeruhan ini

وبلغ عليا ما يروم من اللقا

Wa balligh ‘aliyyan maa yaruumu minalliqoo
Dan sampaikanlah pada diriku (Al Habib Ali Al Habsyi) pada puncak harapan untuk berjumpa

بأشرف عبد جل قصدي لقاؤه

Bi-asyrofi ‘abdin jullu qoshdii liqoo-uhu
Dengan semulia-mulia hamba, dan perjumpaan dengannya adalah segala tujuanku

وعليه صلاة الله ماهبت الصبا

Wa ‘alaihi sholaatullaahi maa habbatish-shobaa
Atasnya curahan shalawat selama angin berhembus

وما أترب الحادی فطاب حداؤه

Wa maa atrobal-haadii fathooba hidaa-uhu
Sebanyak asyik merdunya qasidah pujian yang memadukan cinta padamu (saw), maka semakin indahlah pujian yang menyatukan hati dalam cinta padanya (Saw)

مع الآل والأصحاب ماقال منشد

Ma’al aali wal-ash-haabi maa qoola munsyidun
Beserta keluarga, sahabat dan yang diucapkan oleh munsyid (pembaca qasidah)

هو النور يهدي الحائرين ضياؤه

Huwannuuru yahdiil haa-iriina dliyaa-uhu
Dialah pelita cahaya yang memberi petunjuk orang-orang yang bimbang

Rabu, 19 Juni 2019

APAKAH PARA SAHABAT NABI pernah melakukan Praktik Bid'ah Hasanah, Setelah Rasulullah Wafat, dan apakah benar bahwa semua bid'ah itu SESAT....

Para sahabat sering melakukan perbuatan yang bisa digolongkan ke dalam bid'ah hasanah atau perbuatan baru yang terpuji yang sesuai dengan cakupan sabda Rasulullah SAW:

مَنْ سَنَّ فِى اْلاِسْلاَمِ سُنَّةً حَسَنَةً فَلَهُ أَجْرُهَا وَأَجْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا مِنْ غَيْرِ اَنْ يَنْقُصَ مِنْ أُجُوْرِهِمْ شَيْئًا

Siapa yang memberikan contoh perbuatan baik dalam Islam maka ia akan mendapatkan pahala orang yang turut mengerjakannya dengan tidak mengurangi dari pahala mereka sedikit pun. (HR Muslim)

Karena itu, apa yang dilakukan para sahabat memiliki landasan hukum dalam syariat. Di antara bid'ah terpuji itu adalah:

a. Apa yang dilakukan oleh Sayyidina Umar ibn Khattab ketika mengumpulkan semua umat Islam untuk mendirikan shalat tarawih berjamaah. Tatkala Sayyidina Umar melihat orang-orang itu berkumpul untuk shalat tarawih berjamaah, dia berkata: "Sebaik-baik bid'ah adalah ini".

Ibn Rajar al- Asqalani dalam Fathul Bari ketika menjelaskan pernyataan Sayyidina Umar ibn Khattab "Sebaik-baik bid'ah adalah ini" mengatakan:

"Pada mulanya, bid'ah dipahami sebagai perbuatan yang tidak memiliki contoh sebelumnya. Dalam pengertian syar'i, bid'ah adalah lawan kata dari sunnah. Oleh karena itu, bid'ah itu tercela. Padahal sebenarnya, jika bid'ah itu sesuai dengan syariat maka ia menjadi bid'ah yang terpuji. Sebaliknya, jika bidطah itu bertentangan dengan syariat, maka ia tercela. Sedangkan jika tidak termasuk ke dalam itu semua, maka hukumnya adalah mubah: boleh-boleh saja dikerjakan. Singkat kata, hukum bid'ah terbagi sesuai dengan lima hukum yang terdapat dalam Islam".

b. Pembukuan Al-Qur'an pada masa Sayyidina Abu Bakar ash-Shiddiq atas usul Sayyidina Umar ibn Khattab yang kisahnya sangat terkenal.

Dengan demikian, pendapat orang yang mengatakan bahwa segala perbuatan yang tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah adalah haram merupakan pendapat yang keliru. Karena di antara perbuatan-perbuatan tersebut ada yang jelek secara syariat dan dihukumi sebagai perbuatan yang diharamkan atau dibenci (makruh).

Ada juga yang baik menurut agama dan hukumnya menjadi wajib atau sunat. Jika bukan demikian, niscaya apa yang telah dilakukan oleh Abu Bakar dan Umar sebagai­mana yang telah dituliskan di atas merupakan perbuatan haram. Dengan demikian, kita bisa mengetahui letak kesalahan pendapat tersebut.

c. Sayyidina Utsman ibn Affan menambah adzan untuk hari Jumat menjadi dua kali. Imam Bukhari meriwatkan kisah tersebut dalam kitab Shahih-­nya bahwa penambahan adzan tersebut karena umat Islam semakin banyak. Selain itu, Sayyidina Utsman juga memerintahkan untuk mengumandangkan iqamat di atas az-Zawra', yaitu sebuah bangunan yang berada di pasar Madinah.

Jika demikian, apakah bisa dibenarkan kita mengatakan bahwa Sayyidina Utsman ibn Affan yang melakukan hal tersebut atas persetujuan seluruh sahabat sebagai orang yang berbuat bid'ah dan sesat? Apakah para sahabat yang menyetu­juinya juga dianggap pelaku bid'ah dan sesat?

Di antara contoh bid'ah terpuji adalah mendirikan shalat tahajud berjamaah pada setiap malam selama bulan Ramadhan di Mekkah dan Madinah, mengkhatamkan Al-Qur'an dalam shalat tarawih dan lain-lain. Semua perbuatan itu bisa dianalogikan dengan peringatan maulid Nabi Muhammad SAW dengan syarat semua perbuatan itu tidak diboncengi perbuatan-perbuatan yang diharamkan atau pun dilarang oleh agama. Sebaliknya, perbuatan itu harus mengandung perkara-perkara baik seperti mengingat Allah dan hal-hal mubah.

Jika kita menerima pendapat orang-orang yang menganggap semua bid'ah adalah sesat, seharusnya kita juga konsekuen dengan tidak menerima pembukuan Al-Qur'an dalam satu mushaf, tidak melaksanakan shalat tarawih berjamaah dan mengharamkan adzan dua kali pada hari Jumat serta menganggap semua sahabat tersebut sebagai orang-­orang yang berbuat bid'ah dan sesat.

Dr. Oemar Abdallah Kemel
Ulama Mesir kelahiran Makkah al-Mukarromah
Dari karyanya "Kalimatun Hadi’ah fil Bid’ah"

KENALI SIAPA ITU SALAFI - WAHABI

KH. As’ad Said Ali, Mantan Waka BIN/Mantan Waketum PBNU

Istilah SALAFI pada mulanya digunakan oleh beberapa komunitas Sunni. NU menggunakan istilah ini untuk kesetiaan terhadap model ajaran para imam-imam madzab dalam memecahkan problem masa kini. Sejak awal, NU juga telah mengklaim sebagai kelompok ” AHLUSSUNNAH WAL JAMA'AH ”. Istilah yang juga kini digunakan kelompok WAHABI.

Istilah Salafi kemudian digunakan oleh Muhammad Abduh dan Rasyid Ridlo tatkala hendak membangun gerakan pembaharuan di Mesir. Di tangan Abduh, istilah Salafi sedikit mengalami pergeseran makna yang dikaitkan dengan semangat pembaharuan dan pemurnian. Di sini salafi dirujukkan pada model pemahaman para penganut Islam paling awal, yaitu Nabi dan Sahabat.


Gerakan pemurnian yang lain, khususnya wahabisme, ternyata pada mulanya tidak menggunakan istilah ini. Mereka mengkampanyekan pemurnian ajaran dengan merujuk langsung Qur’an dan Sunnah dengan model pemahaman yang literal. Di Indonesia, Muhammadiyah dan Persis yang juga mengusung tema pemurnian ajaran, juga tidak menggunakan istilah salafi. Walaupun ketiganya sama-sama menggeluti isu-isu bid’ah, kurafat dan sejenisnya.

Istilah Salafi kemudian dipopulerkan kembali oleh Nashiruddin Al-bani pada dekade 1980-an di Madinah. Jamaahnya kemudian dikenal dengan al-Jamaa al-Salafiyya al-Muhtasib._ Hampir sama dengan wahabisme, salafi yang dimaksudkan Albani adalah _suatu gerakan untuk memurnikan kembali ajaran Islam dengan mengedepankan kampanye pembasmian terhadap segala sesuatu yang dianggap bid’ah. Albani tidak menggunakan nama wahabisme dikarenakan istilah ini, dianggap kurang tepat. Di dalamnya terkesan ada pemujaan terhadap tokoh. Di samping itu, salafi yang dimaksudkan, tidak sama persis dengan wahabi resmi pemerintah Arab Saudi. Perbedaannya, salafi menegaskan atau menolak semua pemikiran mazhab. Sedangkan wahabi Arab Saudi lebih cenderung pada model pemikiran mazhab Hambali (kendati tidak pernah diakui secara resmi).

Kendati berbeda, keduanya sesungguhnya berakar pada semangat yang sama yaitu keinginan untuk memahami Islam tekstual secara ketat. Sandarannya hanya Quran dan hadits sahih. Adapun terhadap hadits non-sahih mereka cenderung kritis dan lebih menyukai tidak menggunakannya. Mereka juga mengenal “golden period” praktek kemurnian Islam yaitu zaman tiga generasi awal (sahabat, tabiin dan tabiut tabiin). Zaman ini disebut salafus shaleh.


Pemurnian yang diusung oleh Al-Bani memang tidak begitu berbeda dengan pemurnian yang dibawa Muhammad bin Wahab pada abad 13. Mereka sama-sama prihatin terhadap segala sesuatu yang dianggap menyimpang dari ajaran Islam. Karena itu, mereka berusaha memerangi segala sesuatu yang dianggap bid’ah. Namun bedanya, di tangan Al-Bani dan mereka yang sehaluan dengannya, kategori bid’ah bisa sangat luas mencakup pada fenomena kemoderenan, baik yang dihasilkan kemajuan teknologi maupun perilaku dan paham pemikiran. Televisi, foto manusia dan patung adalah terlarang. Duduk berdua yang bukan muhrim, kendati di dalam taksi, adalah terlarang. Daftar sesuatu yang dianggap haram atau bid’ah ini bisa sangat banyak.

Karena semangat tekstualisme yang sangat kuat itulah maka boleh dikatakan, gerakan salafi sekarang ini adalah bentuk lain dari wahabisme namun dengan pendekatan yang lebih radikal. Radikalisme ini bersumber dari prinsip ketaatannya yang ketat pada teks Quran dan hadits shohih serta hanya melihat praktek Islam murni pada cara yang digunakan para salafus shaleh. Karena itu, ketika mendapatkan fenomena yang berlawanan dengan teks dan tidak ada dalam praktek masa salafus shaleh, mereka akan menentangnya dan tidak akan berkompromi. Dengan cara ini mereka melawan paham-paham modern, seperti demokrasi dan partai politik. Mereka juga mengharamkan organisasi. Semua itu dianggap bid’ah karena tidak ada prakteknya pada masa tiga generasi awal Islam.


Ketaatan pada model klasik (salafus shaleh) juga menyebabkan gerakan ini tidak mengenal organisasi resmi. Mereka mengembangkan gerakan dengan instrumen hubungan guru-murid yang sangat setia. Pola yang memang telah dikenal sejak zaman Nabi. Dalam hubungan yang bersifat personal dan penuh ketaatan ini Salafi berkecambah berbagai penjuru dunia.

● Konteks politik gerakan Wahabi/Salafi dan lahirnya Salafi Jihadi

Pandangan wahabi/salafi sebagaimana disinggung di muka, pada awalnya hanya berkembang di Arab Saudi dan sebagian wilayah Timur Tengah, seperti Yaman dan Jordan. Paham ini kurang mampu berkembang luas di dunia muslim karena karakter paham wahabi/salafi yang tidak kompatibel dengan tradisi sufisme ataupun sunni madzhab di belahan dunia muslim lainnya. Wahabisme juga kurang berkembang di Palestina, tanah yang terus membutuhkan ideologi perlawanan yang kuat. Faktor lain yang turut menghambat perkembangan wahabi/salafi adalah sikap pemerintah Arab Saudi yang cenderung “inward looking” dalam pengembangan ajaran salafi dan wahabi di dunia internasional.

Krisis politik dalam negeri Arab Saudi tampaknya menjadi titik krusial bagi perkembangan gerakan wahabi/salafi. Dominasi wahabi/salafy mulai dipertanyakan oleh gerakan Al-sahwa al-Islamiyyah (Kebangkitan Islam) yang saat itu mulai berkembang di sejumlah universitas Arab Saudi.

Akar-akar gerakan ini dapat ditelusuri dari tahun 1960-an ketika pemerintah Saudi membuka peluang bagi para aktifis Islam untuk tinggal di Saudi. Para aktivis Islam yang melarikan diri ke Saudi kebanyakan adalah para aktivis Ikhwanul Muslimin dari Mesir dan Syria. Pemerintah menampung mereka untuk mengelola berbagai lembaga pendidikan di Arab Saudi yang saat itu kekurangan tenaga pengajar. Sikap ini sekaligus sebagai strategi “perlawanan” Arab Saudi” terhadap kelompok Gamal Abdul Naser di Mesir dan partai Baath di Irak.

Pada mulanya aktivis Ihwanul Muslimin yang mengajar di universitas Arab Saudi memang tidak menunjukkan tanda perlawanan terhadap kerajaan. Mereka satu pemikiran dengan paham wahabi terutama dalam hal ibadah dan tauhid. Namun, perhatian dalam dunia politik (sikap kritis terhadap penguasa) yang dimiliki oleh akitivis Ihwan, adalah titik awal perbedaan mereka dengan ulama-ulama wahabi.

Hal lain yang membedakan kalangan as-sahwah al-Islamiyah dengan Wahabi, kalangan as-sahwah al-Islamiyah sangat familiar dengan peralatan modern saat itu, seperti menggunakan tape recorder, radio, di mana saat itu masih diperdebatkan penggunaannya.


Simpang jalan Wahabi dengan as-Sahwah al-Islamiyah mulai terasa saat Juhayman al-Utaybi pada tahun 1979 mengambil alih Masjidil Haram di Mekkah. Kendati gerakan ini mudah ditumpas, namun Juhayman terhadap gaya hidup Barat (sekularisasi) dan penolakannya terhadap politik Arab Saudi yang pro Amerika Serikat secara perlahan menimbulkan simpati terutama di Universitas Islam Madinah.

Menyadari akar gerakan di kampus, maka raja kemudian berusaha menekan mereka. Cara yang ditempuh, salah satu di antaranya, adalah memperkuat posisi ulama wahabi. Hal ini dimaksudkan agar lembaga keulamaan wahabi, akan mampu mengkooptasi kalangan as-sahwah al-Islamiyah. Usaha ini tentu saja tidak mudah mengingat pengaruh Ikhwan sudah cukup kuat di kampus. Cara lain adalah mengganti guru-guru di universitas. Mereka yang berpaham Ikhwan segera diganti dengan yang berpandangan wahabi/salafi.

Sikap pemerintah tersebut tampaknya disambut antusias oleh kalangan ulama Wahabi. Tampaknya, ulama Wahabi juga merasakan bahwa gerakan as-Sahwah dianggap telah melenceng. Pasalnya, sikap kritisisme yang artikulatif terhadap penguasa adalah sesuatu “terlarang” dalam paham wahabi. Apalagi mereka mengadopsi gagasan Sayyid Qutub yang dianggap ulama Wahabi sebagai ahlul Bid’ah.

Dalam konteks inilah Nashiruddin Al-Bani berusaha memberikan “perlawanan” terhadap gerakan as-sahwah” dengan mendeklarasikan kembali pentingnya memulai gerakan pemurnian Islam secara lebih radikal. Mereka mengelompokkan diri dalam al-Jamaa al-Salafiyya al-Muhtasiba (JSM) yang dipimpin oleh Nasr al-Din al-Albani di Madinah. Kelompok salafi ini menolak semua aliran fiqih dalam Islam. Bagi kelompok salafi, aliran fiqih adalah buah pemikiran manusia, karena itu jika ingin, beribadah dengan benar, maka harus kembali pada Qur’an dan sunnah an sich. Karena sikap ini, salafi menjadi gerakan yang sangat konservatif, puritan dalam gaya hidup dan belajar agama secara informal di masjid (halaqoh) yang bukan berbasis wahabi dan universitas yang bukan basis as-sahwah al-Islamiyah. Dengan kata lain, perhatian salafi lebih diutamakan pada hal-hal yang bersifat keimanan individual, moral dan praktek ritual. Adapun masalah-masalah sosial, budaya dan isu politik mereka kurang memberi perhatian yang kuat. Pada tahun 1980-an itu pula kelompok ini telah menyebar ke Kuwait, Yaman, dan utara Saudi.

Akan tetapi, as-sahwah dan ulama wahabi kembali bersatu dalam isu jihad Afganistan. Pada awal dekade 1980-an itu, ketika Sovyet menginvasi Afgan, hampir seluruh ulama sepakat untuk mendukung Afgan secara konkret dengan mem ”fardlu ain” kan. Atas kesepakatan ulama ini pula, Abdullah Azzam berangkat ke Afgan.

Dukungan terhadap Afgan, ternyata bersesuian dengan kepentingan internasional Arab Saudi. Keterlibatan Iran dalam konflik Afganistan telah dianggap sebagai ancaman serius bagi hegemoni tidak langsung Arab Saudi dalam dunia Muslim. Bagaimanapun keterlibatan Iran dianggap manifestasi kepentingan mengekspor pandangan syiah (pasca revolusi Iran) dalam dunia muslim lainnya. Sesuatu yang akan mengancam hegemoni Arab Saudi. Karena itulah, Saudi berkepentingan untuk memberikan “perlawanan” politik terhadap sikap Iran dengan berusaha membantu Afgan secara material dan tenaga jihad.


Pada masa perang Afgan, assahwah mengalami perkembangan yang sangat penting. Kelompok ini semakin mendekatkan diri pada pemikiran Sayyid Qutub guna memompa semangat jihad. Lahirlah kemudian penyerbukan gagasan antara pemikiran Ikhwanul Muslimin (Sayyid Qutub) dengan pemikiran wahabi. Perkawinan gagasan ini kemudian melahirkan paham salafi jihadi.

Atas kecenderungan ini, Salafi di bawah ajaran Nashiruddin Al Bani dan Bin Baz tentu saja menentangnya. Mereka mulai mengecam para jihadi sebagai jihad yang tidak murni, keluar dari riil salafi. Perselisihan ini tidak pernah terselesaikan sehingga kedua kelompok akhirnya mengambil jalan masing-masing. Simpang jalan pun terjadi. Hal ini semakin dikuatkan tatkala Arab Saudi mulai mengurangi dukungannya seiring penarikan pasukan Uni Sovyet di Afgan. Simpang jalan kembali terjadi dan sulit dipertemukan kembali. Sejak saat ini, gerakan salafi terbelah dalam dua garis besar.

● Pertama, salafi puritan di bawah Nashiruddin Al-Bani, Bin Baz, Sheh Mugbil dan sebagainya.

Kedua, salafi jihadi yang dipelopori Abdullah Azzam, Mullah Umar dan seterusnya.

Kedua kelompok ternyata saling berkompetisi. Salafi jihadi berkembang seiring dengan luasnya medan jihad seperti di Afgan dan Asia Tengah hingga Eropa Timur. Sementara itu, salafi puritan juga semakin terdorong meluaskan pengaruhnya pada wilayah yang hampir bersamaan.

● Diaspora Salafi Puritan

Gerakan salafi puritan menyebar luas di berbagai belahan dunia sebetulnya relatif baru. Awal dekade 1980-an adalah titik penting awal mula sebaran ajaran salafi puritan. Sebagaimana sudah disinggung sebelumnya, go international dari ajaran ini terutama didorong oleh konstelasi dalam negeri Arab Saudi serta perang Afganistan. Dua peristiwa tersebut menandai awal mula lahirnya gerakan salafi puritan pada level international.

Bagaimanakah ajaran ini disebarkan? Dalam pola salafi puritan, model jaringan organisasi sebetulnya tidak dikenal. Sebagai gantinya gerakan ini berkembang biak melalui jaringan guru-murid. Di sini tokoh penting yang perlu disebut adalah Nashiruddin Al-Bani dan Sheyh Mugbil Yaman. Dua maha guru salafi ini sekarang mempunyai institusi semi-formal yang menjadi pusat perkembangan gerakan salafi.

Pusat utama perkembangan tentu saja Arab Saudi. Universitas-universitas kembali menjadi basis kaderisasi salafi. Akan tetapi, segera perlu mendapat catatan, tidak semua alumni universitas Arab Saudi menjadi agen penting penyebaran ajaran salafi puritan. Bagaimanapun jejak ajaran Ikhwanul Muslimin masih terasa di sana. Hal ini nantinya terlihat pada alumninya di mana sebagian di antaranya justru menjadi aktivis ikhwanul muslim di berbagai negara.

Di luar universitas, tempat yang berperan penting adalah halaqoh-halaqoh yang diadakan ulama Wahabi secara informal. Halaqoh inilah yang nantinya menjadi titik penting kaderisasi serta melahirkan jaringan guru-murid. Sayangnya, perkembangan halaqoh salafi di Arab Saudi justru tidak sepesat di Jordan maupun Yaman.

Jordan kini telah menjadi basis penting perkembangan salafi puritan. Kendati Albani memulai gerakan salafi dari Madinah, namun Albani justru mengembangkan salafi puritan secara intensif di tanah kelahirannya. Di sini dia membangun semacam pondok pesantren yang berperan penting dalam kaderisasi dakwah. Para murid senior Albani kemudian mendirikan Markaz Imam Albani di Aman, Jordania. Mereka adalah Syekh Salim bin Ied Al-hilaly, Syaikh Ali Hasan al-Halaby, Syaikh Muhammad Musa Alu Nashr, Syaikh Masyhur Alu Salman, Syaikh Husain al-Awaisyah. Berkat ketenaran Albani, dalam waktu singkat Markaz mampu menarik minat banyak kalangan dari banyak negara untuk mendalami salafi.

Alumni Markaz Albani sekarang ini telah menyebar ke banyak negara. Mereka umumnya terjun dalam dunia dakwah dengan mengembangkan ajaran salafi puritan. Jaringan komunikasi mereka cukup intensif. Setidaknya telah diadakan beberapa kali pertemuan reuni. Dapat diduga pertemuan tersebut menjadi ajang konsolidasi gerakan salafi. Publikasi penting dari Markaz Imam Albani adalah “Pokok-Pokok Aqidah Salafiyah”. Buku ini telah diterjemahkan ke berbagai bahasa yang berisi prinsip-prinsip dasar ajaran salafi puritan.


Pusat kedua adalah Pondok Sheyh Muqbil di Dammaj, Yaman. Pondok yang terletak di sebuah desa terpencil ini telah dikunjungi murid dari berbagai penjuru dunia, mulai dari negara Barat, seperti Amerika Serikat, Inggris, Perancis, Jerman, Kanada, (tentu saja dengan jumlah murid yang lebih sedikit) hingga negara-negara mayoritas sunni, khususnya kawasan Timur Tengah, Asia Tengah, hingga Asia Tenggara. Pada Sheyh Muqbil inilah Jafar Umat Talib berguru ajaran salafi.

Perkembangan salafi puritan makin menemukan momentumnya tatkala pemerintah Arab Saudi secara tidak resmi memberikan bantuan dana bagi operasi dakwah salafi puritan di berbagai penjuru dunia. Bantuan ini umumnya mengalir lewat individual, yayasan ataupun lembaga islam internasional seperti Rabithah dan IIRO. Untuk Robithoh dan IIRO, aliran bantuannya memang tidak membedakan friksi dalam salafi. Kedua lembaga ini hanya concern terhadap perkembangan Islam terutama yang mengusung ideologi Salafi. Orientasi ke salafi ini sangat kuat karena sebagian besar organisasi Islam sunni moderat di Indonesia umpamanya, kurang mendapatkan bantuan dari organisasi Islam internasional tersebut.

● Perpecahan dan Munculnya Salafi “Sururiyah”

Gerakan salafi tampaknya belum bisa melepaskan diri dari konflik dan ketegangan politik di Arab Saudi. Ketegangan ini telah berimbas pada terbelahnya gerakan salafi internasional pada dua kubu penting.

Pertama, mereka yang berkiblat pada ulama resmi pemerintah. Dalam barisan ini tidak saja ulama-ulama resmi Arab Saudi, melainkan pula jaringan Markaz Imam Albani Jordan dan jaringan Pondok Syeh Muqbil Yaman. Dua jaringan yang mempunyai operasi yang bersifat internasional.

Kedua, mereka yang berkiblat pada ulama yang melakukan oposisi atau bersikap kritis terhadap kerajaan. Salah satu tokoh pentingnya adalah Muhammad Surur bin Zainal Abidin. Dia merasa kecewa dengan sikap pemerintah Arab Saudi yang didukung ulama Wahabi atas koalisi Amerika Serikat dengan Arab Saudi dalam kasus Perang Teluk Pertama dan kedua. Muhammad urur mengecam keras sikap ulama Arab Saudi yang menjustifikasi keterlibatan Amerika dengan mengatakan bahwa mereka adalah budaknya Amerika. Sikap keras ini lantas mendatangkan penentangan yang sengit dari seluruh ulama wahabi resmi. Mereka ramai-ramai mengecam Muhammad Surur sebagai tokoh yang telah keluar dari manhaj salafi karena berani mengkritik ulama dan pemerintah. Akhirnya, Muhammad Surur harus terusir dari Arab Saudi dan kini menetap di Birmingham Inggris. Muhammad Surur kemudian mengembangkan Yayasan Al-Muntada dari Inggris.

Muhammad Surur tidak sendirian. Dia kemudian bersua gagasan dengan Abdurrahman Abdul Khaliq, orang Saudi yang dituduh menikam ulama wahabi atau salafi Saudi, karena mendukung Ikhwanul Muslimin. Abdurrahman Abdul Khaliq kini mengoperasikan Yayasan Ihya’ut Turats dari Kuwait. Pertemuan ini melahirkan poros Birmingham-Kuwait dan melahirkan suatu group baru dalam gerakan salafi internasional. Group ini dikenal dengan sebutan “sururiyah” dan kini menjadi bulan-bulanan kecaman dari group salafi/wahabi resmi.

Tokoh lain dalam barisan Sururiyah ini adalah Salman bin Fahd Al-Audah. Dia adalah ulama wahabi atau salafi Saudi yang dimasukkan kepenjara selama lima tahun (1994 sampai 1999) karena dituduh menentang pemerintah yang sah dengan melakukan protes terhadap tindakan korupsi dan tindakan menyalahi kesusilaan yang dilakukan oleh pemerintah Raja Fahd bin Abdul Aziz dan Putra Mahkota Abdullah bin Abdulaziz al-Saud. Setelah terjadi 11 September 2001, Salman bin Fahd Al-Audah dituduh sebagai penasehat Osama bin Laden oleh pihak Saudi Arabia dan pihak Amerika.

Di samping itu terdapat ulama Aidh Al Qarni. Seorang ulama wahabi/salafi Saudi yang menentang Yahudi dan Amerika yang dianggapnya sebagai negara yang melakukan teror. Kecaman tersebut dibaca sebagai penentangan terhadap pemerintah dan ulama wahabi resmi yang saat itu menjustifikasi koalisi Amerika-Saudi. Dengan sikap yang anti Amerika dan Yahudi inilah akhirnya pihak ulama wahabi atau salafi Saudi menganggap Aidh Al Qarni sebagai orang yang melecehkan ulama.


Safar bin Abdul al-Rahman al-Hawali adalah ulama wahabi yang menentang kebijaksanaan dobel standar George W. Bush dan menentang kebijaksanaan politik pemerintah Kerajaan Raja Fahd bin Abdul Aziz dan Putra Mahkota Abdullah bin Abdulaziz al-Saud yang bergandengan serta paralel dengan kebijaksanaan politik Amerika, sehingga Safar bin Abdul al-Rahman al-Hawali dianggap melecehkan ulama wahabi atau salafi Saudi.

Muhammad bin Abdillah Al Masari ulama wahabi atau salafi Saudi yang merupakan pelopor Hizbut Tahrir di Saudi Arabia, yang sekarang menetap di Inggris karena diusir dari Saudi. Ulama-ulama wahabi atau salafi Saudi menganggap Muhammad bin Abdillah Al Masari menentang dan melecehkan ulama ahlus sunnah dan dianggap sebagai khawarij, karena Muhammad bin Abdillah Al Masari mengklaim bahwa pemerintah Kerajaan Saudi Arabia tidak mengadili berdasarkan lembaga hukum Islam.

Konteks politik tersebut menjadi semakin rumit karena pertikaian antar ulama salaf tersebut berlangsung dalam wacana ideologis. Mereka yang setia dengan ulama wahabi resmi menganggap Muhammad Surur telah keluar dari Salafi karena berani mengkritik pemerintah dan ulama, sesuatu yang terlarang dalam doktrin salafi puritan. Kritikan ini terus digemakan oleh salafi puritan dengan memberi label Muhammad Surur sebagai ahli bidah dan kelompoknya diberi label “sururiyun”. Kritikan makin menguat tatkala Muhammad Surur ternyata menjalin hubungan dengan Abdurrahman Abdul Khaliq yang mentoleransi pemikiran Ikhwanul Muslimin.

Menghadapi tekanan Salafi puritan, Muhammad Surur dan Abdurahman Abdul Khaliq tampaknya kurang reaktif untuk membalasnya. Mereka justru semakin intensif mengembangkan gagasan salafiyah versi mereka (untuk gampangnya sebut saja “sururiyah). Gerakan ini tetap berbeda dengan gerakan salafi jihadi maupun salafi puritan. Secara umum salafi sururiyah lebih sensitif dalam persoalan politik kendati tensi jihad tidak sekuat salafi jihadi. Dalam menanggapi problem sosial, salafi sururiyah lebih toleran dan responsif dibandingkan salafi puritan. Dengan demikian, posisi salafi sururiyah adalah antara salafi puritan dan salafi jihadi. Repotnya, Muhammad Surur dan Abdurrahman Abdul Khaliq tidak pernah menggunakan label tambahan untuk gerakan dakwahnya. Mereka tetap menggunakan nama jenerik “Salafi” dalam mengembangkan ajaran-ajarannya. Sehingga, sering kali merepotkan sebagian kalangan untuk memilahkannya.

#صلواعلى_النبي_محمد

❤اللهم صل و سلم على سيدنا محمد و على ال سيدنا محمد❤
❤اللهم صل وسلم وبارك عليه 🌹
MANAQIB KAUM SHOLIHIN & AMALIAHNYA
https://www.facebook.com/groups/1348537445262609/
"MENAPAKI TITIAN ULAMA ASWAJA, SELAMAT SAMPAI SURGA

✍Asal usul Raja Saudi (Kerajaan Saudi Arabia)

Peringatan: Sebelum membaca artikel yang panjang ini, bersihkan hati, lapangkan dada dan dinginkan kepala. Netralkan pikiran dan jiwa dari keberpihakan kepada kelompok sendiri dan biasakan lisan untuk tidak latah menuduh apa yang dikatakan orang sebagai tuduhan dan fitnah sebelum  kita meneliti secara mendalam dan membuka kembali lembaran-lembaran sejarah. Wabillahi taufiq. Bismillah...
Oleh Alm. Muhammad Sakher (Yang di bunuh Rezim Keluarga Saud) diterjemahkan secara bebas oleh  Abdur Rahim Ats-Tsauri dari sebuah naskah berbahasa Arab berjudul Ali Sa’ud, Min Aina? Wa ila Aina?
Pada tahun 851 H, sekumpulan pria dari Bani Al Masaleekh, yaitu trah dari Kaum Anza, yang membentuk sebuah kelompok dagang (korporasi) yang bergerak di bidang bisnis gandum dan jagung dan bahan makananan lain dari Irak, dan membawanya kembali ke Najd. Direktur korporasi ini bernama Sahmi bin Hathlool. Kelompok dagang ini melakukan aktifitas bisnis mereka sampai ke Basra, di sana mereka berjumpa dengan seorang pedagang gandum bernama Mordakhai bin Ibrahim bin Moshe, seorang Yahudi. Ketika sedang terjadi proses tawar menawar, yahudi itu bertanya kepada mereka, “Dari mana Anda berasal?”
Mereka menjawab, ”Dari Kaum Anza, kami adalah keluarga Bani Al-Masaleekh. ”Setelah mendengar nama itu , yahudi itu menjadi gembira dan juga mengakui dia berasal dari kaum keluarga yang sama,tetapi terpaksa tinggal di Basra, Irak. Karena persengketaan keluarga antara bapaknya dan ahli keluarga kaum Anza.
Dia kemudian menyuruh budaknya untuk menaikkan keranjang-keranjang berisi gandum, kurma dan makanan lain ke atas pundak unta-unta milik kabilah itu. Hal ini adalah sebuah ungkapan penghormatan bagi para saudagar Bani Al Masaleekh itu,  dan menunjukkan kegembiraannya karena berjumpa saudara tuanya di Irak. Mereka adalah sumber pendapatan, relasi bisnis baginya (Yahudi). Mereka adalah para saudagar kaya raya yang sejatinya adalah keturunan Yahudi yang bersembunyikan di balik roman muka Arab dari kabilah Al-Masaleekh.
Apabila rombongan itu hendak bertolak ke Najd, para saudagar Yahudi tersebut meminta izin mereka untuk menemani mereka, kerana dia ingin pergi bersama mereka ke tanah asal mereka Najd. Setelah mendengar tawaran lelaki Yahudi itu, mereka amat berbesar hati dan menyambutnya dengan gembira.
Akhirnya,Yahudi yang sedang taqiyyah alias nyamar itu tiba di Najd dengan pedati-pedatinya. Di Najd, dia mulai melancarkan aksi propaganda tentang sejatinya siapa dirinya melalui sahabat-sahabat, kolega dagang dan saudara sepupunya yang keturunan Bani Al-Masaleekh tadi. Setelah itu, berkumpullah para pendukung dan penduduk Najd. Tetapi tanpa disangka, dia berhadapan dengan seorang ulama yang menentang doktrin dan fahamnya. Dialah Syekh Saleh Salman Abdullah Al-Tamimi, seorang ulama kharimatik dari distrik Al-Qaseem.
Daerah-daerah yang menjadi lokasi disseminasi dakwahnya sepanjang distrik Najd, Yaman, dan Hijaz. Karena suatu alasan,  Yahudi itu (yang nanti akan melahirkan Keluarga Saud itu) berpindah dari Al Qaseem ke Al Ihsa. Di sana, dia merubah namanya dari Mordakhai menjadi Markhan bin Ibrahim Musa. Kemudian dia pindah dan menitip di sebuah tempat bernama Dir’iya yang berdekatan dengan Al-Qateef. Di sana, dia memaklumatkan propaganda dustanya, bahwa pedang Nabi Saw. telah direbut sebagai barang rampasan oleh seorang pagan (musyrikin) pada waktu Perang Uhud antara Arab Musyrikin dan Kaum Muslimin.
Katanya “Pedang itu telah dijual oleh arab musyrikin kepada kabilah kaum yahudi bernama Banu Qunaiqa’ yang menyimpannya sebagai harta karun. Selanjutnya dia mengukuhkan lagi posisinya di kalangan Arab Badwi melalui cerita-cerita dusta yang menyatakan bagaimana Kaum Yahudi di Tanah Arab sangat berpengaruh dan berhak mendapatkan penghormatan tinggi. Akhirnya, dia diberi suatu rumah untuk menetap di Dlir’iyya, yang berdekatan dengan AL- Qateef. Di  daerah ini ingin dia jadikan sebagai pusat Teluk Persia. Dia kemudian mendapatkan ide untuk menjadikannya sebagai batu loncatan untuk mendirikan kerajaan Yahudi di tanah Arab.
Untuk memuluskan cita-citanya itu ,dia mendekati kaum Arab Badwi untuk memantapkan lagi posisinya, kemudian secara perlahan, dia mensohorkan dirinya sebagai raja kepada mereka.
Kabilah Ajaman dan Kabilah Bani Khaled, yang merupakan penduduk asli Dlir’iyya menjadi risau akan sepak terjang dan rencana busuk keturunan Yahudi itu. Mereka berencana menantang untuk berdebat dan bahkan ingin mengakhiri hidupnya. Mereka menangkap saudagar yahudi itu dan menawannya, namun dia berhasil meloloskan diri.
Saudagar keturunan Yahudi dari Keluarga Mordakhai itu mencari suaka di sebuah ladang bernama Al-Malibeed Gushaiba yang berdekatan dengan Al Arid, sekarang bernama Riyadh. Dia meminta suaka kepada pemilik ladang tersebut agar menyembunyikan dan melindunginya. Tuan ladang itu sangat simpati lalu memberikannya tempat untuk berlindung. Tetapi kemudiannya yahudi itu (Mordakhai) hanya tinggal selama sebulan di rumah itu, setelah yahudi itu membantai habis si tuan ladang dan keluarganya. Sungguh bengis, air susu dibalas dengan air aki campur tuba!!. Mordakhai memang pandai beralibi, dia katakan bahwa mereka semua telah dibunuh oleh pencuri yang menggarong rumahnya. Dia juga berpura-pura bahwa dia telah membeli ladang tersebut dari tuan tanah sebelum katastropi pembantaian tersebut datang kepada mereka! Setelah merampas tanah tersebut, dia menamakannya Al-Dlir’iyya, sebuah nama yang sama dengan tempat yang pernah dimilikinya.
Keturunan Yahudi bernama Mordakhai itu dengan cepat mendirikan sebuah markas dan ajang rendezvous bernama “Madaffa” di atas tanah yang dirampasnya itu. Di markas ini dia mengumpulkan para pendekar dan jawara propaganda (kaum munafik) yang selanjutnya mereka menjadi ujung tombak propaganda dustanya. Mereka mengatakan bahwa Mordakhai adalah syekhnya orang-orang keturunan Arab yang disegani. Dia menabuh genderang perang terhadap Syeikh Saleh Salman Abdulla Al-tamimi, musuh tradisinya. Akhirnya, Syeikh Saleh Salman terbunuh di tangan anak buah Mordakhai di Masjid Al-Zalafi.
Mordakhai berhasil dan puas hati dengan aksi-aksinya. Dia berhasil menjadikan Dlir’iyya sebagai pusat kekuasaannya. Di tempat ini, dia mengamalkan poligami, mengawini puluhan gadis, melahirkan banyak anak yang kemudian dia beri nama dengan nama-nama Arab.
Walhasil, kaum kerabatnya semakin bertambah dan berhasil menghegemoni daerah Dlir’iyya di bawah Bendera Dinasti Saud. Mereka acapkali melakukan tindak kriminal , menggalang beragam konspirasi untuk menguasai semenanjung Arab. Mereka melakukan aksi perampasan dan penggarongan tanah dan ladang penduduk setempat, membunuh setiap orang yang mencoba menentang rencana jahat mereka. Dengan beragam cara dan muslihat mereka melancarkan aksi mereka. Memberikan suap, memberikan iming-iming wanita dan gratifikasi uang kepada para pejabat berpengaruh di kawasan itu. Bahkan mereka “menutup mulut” dan “membelenggu tangan” para sejarawan yang mencoba menyingkap sejarah hitam dan merunut asal garis trah keturunan mereka kepada kabilah Rabi’a, Anza dan Al-Masaleekh.
Seorang sejarawan hipokrit “si raja bohong” bernama Mohammad Amin al-Tamimi, kepala perpustakaan Kerajaan Saudi, menulis garis silsilah keluarga Saudi dan menghubungkan silsilah Moordakhai pada Nabi Muhammad Saw. Untuk kerja kotornya itu, dia dihadiahi uang sebesar 35 ribu pound Mesir dari Kedutaan Arab Saudi di Kairo, Mesir pada tahun 1362 H atau 1943 M yang diserahkan secara simbolis kepada dubes Arab Saudi untuk Mesir, yang waktu itu dijabat oleh Ibrahim Al-Fadel.
Seperti yang telah disebutkan sebelum ini, keluarga Yahudi berasal dari Klan Saud (Moordakhai) mengamalkan ajaran poligami dengan mengawini ratusan wanita arab dan melahirkan banyak anak. Hingga sekarang amalan poligami itu diteruskan praktiknya oleh anak keturunan. Poligami adalah warisan yang harus dijaga dan diamalkan sebagaimana praktik kakek moyangnya!
Salah seorang anak Mordakhai bernama Al-Maqaran, diarabkan dari keturunan Yahudi (Mack-Ren) dan mendapat anak bernama Mohamad dan seorang lagi bernama Saud, yang merupakan cikal bakal Dinasti Saud sekarang ini.
Keturunan Saud melancarkan kampanye dan propaganda pembunuhan terhadap ketua-ketua kabilah Arab yang berada di bawah kekuasaannya dan mencap mereka sesat, telah meninggalkan ajaran Al-Qur;an, dan menyeleweng dari ajaran Islam. JADI MEREKA BERHAK UNTUK DIBUNUH OLEH KELUARGA SAUDI !!
Dalam sebuah buku tentang sejarah Keluarga Saudi hal. 98-101 , ahli sejarah keluarga mereka telah mempopulerkan bahwa Dinasti Saud mendakwa semua penduduk Najd adalah kafir, maka darah mereka adalah halal, mereka berhak dibantai, harta mereka dirampas, wanita mereka dijadikan budak seks. Seseorang muslim tidak benar-benar Muslim jika tidak mengamalkan ajaran yang berasal dari MOHAMMAD BIN ABDUL WAHAB (seorang Yahudi yang berasal dari Turki).
Ajaran dan doktrinnya memberikan kuasa kepada Keluarga Saudi untuk membumihanguskan kampung-kampung mereka. Mereka membunuh para suami dan anak-anak, merampas para istri, menikam perut wanita hamil, memotong tangan anak mereka dan kemudian membakar mereka!! Ditambah justifikasi doktrin paham wahabi bagi mereka untuk seenak pusernya sendiri membajak dan merampas harta penentang mereka.
Keluarga Yahudi ini telah melakukan banyak kezaliman dibawah panji ajaran Wahabi yang dicipta oleh Mordakhai untuk menyemai benih kekejaman di hati manusia. Dinasti Yahudi telah melakukan aksi kebiadaban sejak 1163 H. Sampai-sampai mereka telah menamakan semenanjung tanah Arab dengan nama keluarga mereka (Arab Saudi) sebagai sebuah negara kepunyaan mereka, dan semua penduduk Arab adalah hamba mereka, bekerja keras untuk kemewahan mereka (Keluarga Saudi).
Mereka telah menghakmilikkan semua kekayaan negara tersebut sebagai harta pribadi. Jika ada yang berani mengkritik undang-undang dan peraturan buatan “rezim tangan besi” Dinasti Yahudi tersebut, pihak penguasa tak segan-segan memenggal kepala pengkritik di depan khalayak. Disebutkan bahwa salah seorang puteri mereka melewati masa liburnya dengan plesiran ke Florida, Amerika Serikat bersama para pembantu dan penasihatnya. Dia menyewa 90 kamar mewah (suite) di Grand Hotel dengan tarif satu juta dolar per-malam!!! Rakyat yang mencoba bersuara memprotes lawatan sang puteri yang jelas-jelas menghamburkan uang Negara akan di tembak mati dan dipenggal kepalanya!!
Beberapa kesaksian bahwa Keluarga Saud merupakan keturunan Yahudii pada tahun 1960, ”Sawt Al Arab” sebuah stasiun TV di Kairo  Mesir dan satu stasiun TV Yaman di Sana`a telah mempublikasikan bahwa Keluarga Saudi adalah keturunan Yahudi.
Raja Faisal Al-Saud pada masa itu tidak dapat menafikan bahwa keluarganya sangat berbaik hati kepada Yahudi. Bahkan di Koran Washington Post, tanggal 17 September 1969 dia menyatakan bahwa “Kami Keluarga Saud adalah saudara Yahudi. Kami tidak setuju dan menentang siapa saja dan para penguasa di Semenanjung Arab ini yang menunjukkan pertentangan terhadap Yahudi. Kita mestilah hidup bersama mereka dengan kasih sayang. Negara kami (Arab Saudi) juga merupakan cikal bakal dari keturunan Yahudi dan keturunannya telah tersebar ke seluruh dunia. Ini merupakan deklarasi Raja Faisal Al-Saud bin Abdul Aziz.
Hafez Wahbi, seorang anggota dewan penasihat Kerajaan Saudi menyatakan dalam bukunya yang bertajuk “Semenanjung Tanah Arab” bahwa Raja Abdul Aziz Al-Saud sebelum meninggal pada tahun 1953 telah menyatakan bahwa ”Ajaran kami (paham wahabi) mendapat tentangan dari seluruh kabilah Arab. Kakek kami Saud Awal, telah memenjarakan ketua kabilah Matheer. Apabila datang ketua kabilah lainnya yang berkeinginan membebaskan ketua kabilah Matheer, Raja Saud Awal memerintahkan supaya para tentaranya memenggal kepala mereka. Bahkan Raja Saud Awal mencoba memalukan mereka dengan menjemput mereka untuk diundang makan dari tempat duduk yang dibuat dari daging mangsa yang telah dipenggal, dimana kepala-kepala mereka diletakkan diatas pinggan makanan. Rombongan tersebut menjadi sadar dan enggan memakan danging saudara mereka, kemudian dia memerintahkan para tentara untuk memenggal kepala rombongan itu juga. Tindak pidana yang sungguh bengis dan tak manusiawi ini dilakukan oleh Raja Saud Awal terhadap manusia-manusia tak berdosa hanya karena mereka menentang kebijakan despotisnya.
Hafez Wahbi menyatakan lebih jelas lagi bahawa Raja Abdul Aziz Al-Saud termasuk salah satu orang yang harus bertanggung jawab dan berkaitan erat dengan drama pembantaian ketua-ketua Kabilah Matheer yang bermaksud menjenguk Faisal Al-Darweesh, salah satu tahanan Raja Saud. Dia menyeru agar warga dari Kabilah Matheer lainnya mengurungkan maksudnya untuk membebaskan pemimpin mereka, jika mereka bersikukuh mereka akan bernasib sama seperti pemimpinnya, yakni kepala mereka akan dipenggal. Dia telah membunuh Syekh tersebut dan menggunakan darahnya untuk berwudu` sebelum menunaikan shalat. Kesalahan Faisal Al-Darweesh pada waktu itu adalah mengkritik Raja Abdul Aziz Al-Saud karena Raja Saudi itu bersedia menandatangani sebuah dokumen perjanjian dengan pihak kolonial Inggris, tahun 1922 bertempat di Al-Aqeer. Dokumen perjanjian itu berisi penyerahan Negara Palestina kepada Yahudi.
Inilah politik kebijakan Rezim ini yang masih terus diamalkan oleh Keluarga Yahudi. Kredo gerakan mereka adalah merampas harta kekayaan negara lain, merompak, menipu dan melakukan pelbagai jenis kekejaman, kezaliman dan kekufuran- semua itu dilakukan bekerjasama dengan "agama" yang mereka ciptakan -Wahabi- yang membenarkan pemenggalan kepala penentang mereka.
(Diterjemahkan secara bebas oleh عبدالرحيم الثوري dari sebuah naskah berbahasa Arab berjudul Ali Sa’ud, Min Aina ? wa ila Aina? yang ditulis oleh alm. Muhammad Sakher dan merupakan hasil Penelitian dan Penelusuran Mohammad Sakher, seseorang yang akhirnya dibantai oleh rezim Saudi karena temuannya yang menggemparkan ini).
#صلواعلى_النبي_محمد
❤اللهم صل و سلم على سيدنا محمد و على ال سيدنا محمد❤
❤اللهم صل وسلم وبارك عليه 
MANAQIB KAUM SHOLIHIN & AMALIAHNYA
https://www.facebook.com/groups/1348537445262609/
"MENAPAKI TITIAN ULAMA ASWAJA, SELAMAT SAMPAI SURGA

✍Sejarah "Hitam" Kaum Wahabi

Oleh: MN Harisudin

Sejarah NU adalah sejarah perlawanan terhadap kaum Wahabi. Seperti dituturkan KH Abd. Muchith Muzadi, sang Begawan NU dalam kuliah Nahdlatulogi di Ma' had Aly Situbondo dua bulan yang silam, jam'iyyah Nahdlatul Ulama didirikan atas dasar perlawanan terhadap dua kutub ekstrem pemahaman agama dalam Islam. Yaitu: kubu ekstrem kanan yang diwakili kaum Wahabi di Saudi Arabia dan ekstrem kiri yang sekuler dan diwakili oleh Kemal Attartuk di Turki, saat itu. Tidak mengherankan jika kelahiran Nahdlatul  Ulama di tahun 1926 M sejatinya merupakan simbol perlawanan terhadap dua kutub ekstrem tersebut.

Hanya saja, kali ini, karena keterbatasan space, saya akan membatasi tulisan ini pada bahasan kutub ekstrem yang pertama, Wahabi. Pun bahwa saya akan membatasi pembahasan Wahabi secara khusus pada sejarah kelamnya di masa lampau, belum pada doktrin-doktrin, tokoh-tokohnya atau juga yang lainnya. Saya berharap bahwa fakta sejarah ini akan dapat kita gunakan untuk memprediksi kehidupan sosial keagamaan kita di masa-masa yang akan datang. Karena bagaimanapun juga, apa yang dilakukan oleh kaum Wahabi saat itu merupakan goresan noda hitam. Goresan noda hitam inilah yang kini mengubah wajah Islam yang sejatinya pro damai menjadi sangat keras dan mengubah Islam yang semula ramah menjadi penuh amarah.   

***

Sebagaimana dimaklumi, kaum Wahabi adalah sebuah sekte Islam yang kaku dan keras serta menjadi pengikut Muhammad Ibn Abdul Wahab. Ayahnya, Abdul Wahab, adalah seorang hakim Uyainah pengikut Ahmad Ibn Hanbal. Ibnu Abd Wahab sendiri lahir pada tahun 1703 M/1115 H di Uyainah, masuk daerah Najd yang menjadi belahan Timur kerajaan Saudi Arabia sekarang. Dalam perjalanan sejarahnya, Abdul Wahab, sang ayah harus diberhentikan dari jabatan hakim dan dikeluarkan dari Uyainah pada tahun 1726 M/1139 H karena ulah sang anak yang aneh dan membahayakan tersebut. Kakak kandungnya, Sulaiman bin Abd Wahab mengkritik dan menolak secara panjang lebar tentang pemikiran adik kandungnya tersebut (as-sawaiq al-ilahiyah fi ar-rad al-wahabiyah). (Abdurrahman Wahid: Ilusi Negara Islam, 2009, hlm. 62)

Pemikiran Wahabi yang keras dan kaku ini dipicu oleh pemahaman keagamaan yang mengacu bunyi harfiah teks al-Qur'an maupun al-Hadits. Ini yang menjadikan Wahabi menjadi sangat anti-tradisi, menolak tahlil, maulid Nabi Saw, barzanji, manaqib, dan sebagainya. Pemahaman yang literer ala Wahabi pada akhirnya mengeklusi dan memandang orang-orang di luar Wahabi sebagai orang kafir dan keluar dari Islam. Dus, orang Wahabi merasa dirinya sebagai orang yang paling benar, paling muslim, paling saleh, paling mukmin dan juga paling selamat. Mereka lupa bahwa keselamatan yang sejati tidak ditunjukkan dengan klaim-klaim Wahabi tersebut, melainkan dengan cara beragama yang ikhlas, tulus dan tunduk sepenuhnya pada Allah Swt. 

Namun, ironisnya pemahaman keagamaan Wahabi ini ditopang oleh kekuasaan Ibnu Saud yang saat itu menjadi penguasa Najd. Ibnu Saud sendiri adalah seorang politikus yang cerdas yang hanya memanfaatkan dukungan Wahabi, demi untuk meraih kepentingan politiknya belaka. Ibnu Saud misalnya meminta kompensasi jaminan Ibnu Abdul Wahab agar tidak mengganggu kebiasaannya mengumpulkan upeti tahunan dari penduduk Dir'iyyah. Koalisipun dibangun secara permanen untuk meneguhkan keduanya. Jika sebelum bergabung dengan kekuasaan, Ibnu Abdul Wahab telah melakukan kekerasan dengan membid'ahkan dan mengkafirkan orang di luar mereka, maka ketika kekuasaan Ibnu Saud menopangnya, Ibnu Abdul Wahab sontak melakukan kekerasan untuk menghabisi orang-orang yang tidak sepaham dengan mereka.

Pada tahun 1746 M/1159 H, koalisi Ibnu Abdul Wahab dan Ibnu Saud memproklamirkan jihad melawan siapapun yang berbeda pemahaman tauhid dengan mereka. Mereka tak segan-segan menyerang yang tidak sepaham dengan tuduhan syirik, murtad dan kafir. Setiap muslim yang tidak sepaham dengan mereka dianggap murtad, yang oleh karenanya, boleh dan bahkan wajib diperangi. Sementara, predikat muslim menurut Wahabi, hanya merujuk secara eklusif pada pengikut Wahabi, sebagaimana dijelaskan dalam kitab Unwan al-Majd fi Tarikh an-Najd. Tahun 1802 M /1217 H, Wahabi menyerang Karbala dan membunuh mayoritas penduduknya yang mereka temui baik di pasar maupun di rumah, termasuk anak-anak dan wanita.

Tak lama kemudian, yaitu tahun 1805 M/1220 H, Wahabi merebut kota Madinah. Satu tahun berikutnya, Wahabi pun menguasai kota Mekah. Di dua kota ini, Wahabi mendudukinya selama enam tahun setengah. Para ulama dipaksa sumpah setia dalam todongan senjata. Pembantaian demi pembantaian pun dimulai. Wahabi pun melakukan penghancuran besar-besaran terhadap bangunan bersejarah dan pekuburan, pembakaran buku-buku selain al-Qur'an dan al-Hadits, pembacaan puisi Barzanji, pembacaan beberapa mau'idzah hasanah sebelum khutbah Jumat, larangan memiliki rokok dan menghisapnya bahkan sempat mengharamkan kopi.

Tercatat dalam sejarah, Wahabi selalu menggunakan jalan kekerasan baik secara doktrinal, kultural maupun sosial. Misalnya, dalam penaklukan jazirah Arab hingga tahun 1920-an, lebih dari 400 ribu umat Islam telah dibunuh dan dieksekusi secara publik, termasuk anak-anak dan wanita. (Hamid Algar: Wahabism, A Critical Essay, hlm. 42). Ketika berkuasa di Hijaz, Wahabi menyembelih Syaikh Abdullah Zawawi, guru para ulama Madzhab Syafii, meskipun umur beliau sudah sembilan puluh tahun. (M. Idrus Romli: Buku Pintar Berdebat dengan Wahabi, 2010, hlm. 27). Di samping itu, kekayaan dan para wanita di daerah yang ditaklukkan Wahabi, acapkali juga dibawa mereka sebagai harta rampasan perang.

Di sini, setidaknya kita melihat dua hal tipologi Wahabi yang senantiasa memaksakan kehendak pemikirannya. Pertama, ketika belum memiliki kekuatan fisik dan militer, Wahabi melakukan kekerasan secara doktrinal, intelektual dan psikologis dengan menyerang siapapun yang berbeda dengan mereka sebagai murtad, musyrik dan kafir. Kedua, setelah mereka memiliki kekuatan fisik dan militer, tuduhan-tuduhan tersebut dilanjutkan dengan kekerasan fisik dengan cara amputasi, pemukulan dan bahkan pembunuhan. Ironisnya, Wahabi ini menyebut yang apa yang dilakukannya sebagai dakwah dan amar maruf nahi mungkar yang menjadi intisari ajaran Islam.

***

Membanjirnya buku-buku Wahabi di Toko Buku Gramedia, Toga Mas, dan sebagainya akhir-akhir ini, hemat saya, adalah merupakan teror dan jalan kekerasan yang ditempuh kaum Wahabi secara doktrinal, intelektual dan sekaligus psikologis terhadap umat Islam di Indonesia. Wahabi Indonesia yang merasa masih lemah saat ini menilai bahwa cara efektif yang bisa dilakukan adalah dengan membid'ahkan, memurtadkan, memusyrikkan dan mengkafirkan orang yang berada di luar mereka. Jumlah mereka yang minoritas hanya memungkinkan mereka untuk melakukan jalan tersebut di tengah-tengah kran demokrasi yang dibuka lebar-lebar untuk mereka.
   
Saya yakin seyakin-yakinnya jika suatu saat nanti kaum Wahabi di negeri ini memiliki kekuasaan yang berlebih dan kekuatan militer di negeri ini, mereka akan menggunakan cara-cara kekerasan dengan pembantaian dan pembunuhan terhadap sesama muslim yang tidak satu paham dengan mereka. Jika wong NU, jam'iyyah Nahdlatul Ulama, dan ormas lain yang satu barisan dengan keislaman yang moderat dan rahmatan lil alamien tidak mampu membentenginya, saya membayangkan Indonesia yang kelak menjadi  Arab Saudi jilid kedua. Saya tidak dapat membayangkan betapa mirisnya jika para kiai dan ulama kita kelak akan menjadi korban pembantaian kaum Wahabi, terutama ketika mereka sedang berkuasa di negeri ini. Naudzubillah wa naudzubilah min dzalik.   
Wallahualam. **           
   
* Wakil Sekretaris PCNU Jember, Wakil Sekretaris Yayasan Pendidikan Nahdaltul Ulama Jember, PW Lajnah Talif wa an-Nasyr NU Jawa Timur dan kini menjabat sebagai Deputi Direktur Salsabila Group.

#صلواعلى_النبي_محمد

❤اللهم صل و سلم على سيدنا محمد و على ال سيدنا محمد❤
❤اللهم صل وسلم وبارك عليه 🌹
MANAQIB KAUM SHOLIHIN & AMALIAHNYA
https://www.facebook.com/groups/1348537445262609/
"MENAPAKI TITIAN ULAMA ASWAJA, SELAMAT SAMPAI SURGA