Senin, 29 Juli 2019

Microphone Masjidil Haram

Beginilah sajadah, pengeras suara dan peralatan lainnya (tissue dan air minum) yg diletakkan di depan Ka'bah khusus bagi imam di Masjidil Haram. Posisi imam berada di depan pintu Ka'bah.

Setidaknya, ada 10 buah microphone terbaik bermerk Sennheiser disiapkan. Tiga di atas sejajar mulut di saat imam berdiri. Tiga di tengah sejajar mulut di saat imam duduk. Dan tiga di bawah sejajar lantai. Ditambah 1 lagi berbentuk clip button speaker yg berjenis wireless yg ditempelkan di baju sang imam.

Jika cuaca panas, biasanya juga dipasang payung dan portable air conditioner. Semua ini dipasang dan dilepas sebelum dan sesudah pelaksanaan shalat oleh beberapa orang petugas.

Kabel microphone tertanam di lantai Ka'bah dan atau sisi bawah Ka'bah yg menonjol ke depan. Kabel microphone yg terhubung dengan sound system Sennheiser pun terbuat dari serat optic terbaik, sehingga tidak mengakibatkan delayed pada saat imam bersuara hingga terdengar oleh makmum di segenap penjuru Masjidil Haram yg luasnya mencapai 356.800 km2 ini.

Dulu, penggunaan microphone dan speaker ini ditentang dan diharamkan oleh ulama Saudi. Mereka menyebut bahwa cukup Muballigh saja sebagai penyampai suara imam ke belakang. Namun, kemudian keputusan ini 'diprotes' beragam ulama dunia lainnya. Salah satunya adalah Syaikh Muhammad Mutawalli As Sya'rawy dari Mesir.

Hujjah yg ia sampaikan adalah dengan bertanya bolehkah menggunakan kacamata dalam membaca Al Quran? Ulama Saudi sepakat menjawab boleh. Alasannya adalah karena kacamata sebagai alat pembesar dan penjelas tulisan Al Quran sehingga benar dibacanya.

Lalu kemudian, Syaikh Sya'rawi bertanya kembali, "Jika demikian apa bedanya dengan pengeras suara? Bukankah ia memperbesar dan memperjelas bacaan Al Quran sehingga bisa terdengar oleh siapa pun di belakang?".

Sejak saat itu, speaker dan microphone kemudian dipasang di Masjidil Haram dan Masjid Nabawi. Namun, Muballigh tetap difungsikan dan jumlahnya dikurangi menjadi satu orang saja dirangkap oleh Muadzin. Muballigh yg mengiringi takbir hingga salam imam pun menggunakan speaker dengan jumlah yg hampir sama dengan yg digunakan imam. Bedanya, letaknya saja. Jika imam di depan pintu Ka'bah. Muadzin dan Muballigh berada di ruangan khusus di salah satu sudut di Masjidil Haram.

***
Allahummarzuqna ziyarata baitikal Mu'azzham wa Rasulikal Mukarram fi hadzal 'am wa fi kullu 'am bi ahsanil hal Ya Rabbana Ya Rabbal 'Alamin...

👖 👖 CINGKERANG ,, SUNNAHKAH ?

Kaum wahhabi umumnya akan merasa terhina jika ada yang menyebut mereka bercelana cingkrang, mereka akan mengatakan bahwa orang yang menyebut kata "cingkrang" sebagai menghina sunnah.
Lho,, sunnah siapa ,,?
Ya,,,, wahhabi yang merasa sudah paling nyunnah, beranggapan bahwa CELANA CINGKRANG merupakan Sunnah Nabi.
Apa iya Nabi berpakaian seperti itu ?

IZAR (kain/sarung) di atas mata kaki adalah sunnah dan ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Hal ini dikhususkan bagi laki2, sedangkan wanita diperintahkan untuk menutup telapak kakinya. Kita dapat melihat bahwa pakaian Nabi selalu berada di atas mata kaki sebagaimana dalam keseharian Beliau.

Dari Al-Asy’ats bin Sulaim, ia berkata :
ﺳَﻤِﻌْﺖُ ﻋَﻤَّﺘِﻲ ، ﺗُﺤَﺪِّﺙُ ﻋَﻦْ ﻋَﻤِّﻬَﺎ ﻗَﺎﻝَ : ﺑَﻴْﻨَﺎ ﺃَﻧَﺎ ﺃَﻣْﺸِﻲ ﺑِﺎﻟﻤَﺪِﻳْﻨَﺔِ ، ﺇِﺫَﺍ ﺇِﻧْﺴَﺎﻥٌ ﺧَﻠْﻔِﻲ ﻳَﻘُﻮْﻝُ : ‏« ﺍِﺭْﻓَﻊْ ﺇِﺯَﺍﺭَﻙَ ، ﻓَﺈِﻧَّﻪُ ﺃَﻧْﻘَﻰ ‏» ﻓَﺈِﺫَﺍ ﻫُﻮَ ﺭَﺳُﻮْﻝُ ﺍﻟﻠﻪِ ﺻَﻠَّﻰ ﺍﻟﻠﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ ﻓَﻘُﻠْﺖُ : ﻳَﺎ ﺭَﺳُﻮْﻝَ ﺍﻟﻠﻪِ ﺇِﻧَّﻤَﺎ ﻫِﻲَ ﺑُﺮْﺩَﺓٌ ﻣَﻠْﺤَﺎﺀُ ‏) ﻗَﺎﻝَ : ‏« ﺃَﻣَّﺎ ﻟَﻚَ ﻓِﻲَّ ﺃُﺳْﻮَﺓٌ ؟ ‏» ﻓَﻨَﻈَﺮْﺕُ ﻓَﺈِﺫَﺍ ﺇِﺯَﺍﺭَﻩُ ﺇِﻟَﻰ ﻧِﺼْﻒِ ﺳَﺎﻗَﻴْﻪِ
Saya pernah mendengar bibi saya menceritakan dari pamannya yg berkata, “Ketika saya sedang berjalan kaki di kota Madinah, tiba2 seorang laki2 di belakangku berkata, ’Angkat kainmu, karena itu akan lebih bersih.’ Ternyata orang yg berbicara itu adalah Rasulullah.. Aku berkata, Sesungguhnya yg kukenakan ini tak lebih hanyalah burdah yg bergaris-garis hitam dan putih”. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Apakah engkau tidak menjadikan aku sebagai teladan?” Aku melihat kain sarung beliau, ternyata ujung bawahnya di pertengahan kedua betisnya.” (Mukhtashor Syama’il Muhammadiyyah, hal. 69, Al Maktabah Al Islamiyyah Aman-Yordan)

Dari Hudzaifah bin Al-Yaman, ia berkata, “Rasulullah pernah memegang salah satu atau kedua betisnya. Lalu Beliau bersabda,
ﻫَﺬَﺍ ﻣَﻮْﺿِﻊُ ﺍﻹِﺯَﺍﺭِ ﻓَﺈِﻥْ ﺃَﺑِﻴْﺖَ ﻓَﺄَﺳْﻔَﻞَ ﻓَﺈِﻥْ ﺃَﺑِﻴْﺖَ ﻓَﻼَ ﺣَﻖَّ ﻟِﻺِْﺯَﺍﺭِ ﻓِﻲ ﺍﻟْﻜَﻌْﺒَﻴْﻦِ
“Di sinilah letak ujung kain. Kalau engkau tidak suka, bisa lebih rendah lagi. Kalau tidak suka juga, boleh lebih rendah lagi, akan tetapi tidak dibenarkan kain tersebut menutupi mata kaki.” (Mukhtashor Syama’il Al Muhammadiyyah, hal.70)

Dari dua hadits diatas terlihat yang disebut adalah  IZAR (kain/sarung dan bukan CELANA ya ) Nabi selalu berada di atas mata kaki sampai pertengahan betis. Boleh bagi seseorang menurunkan kainnya, namun dengan syarat tidak sampai menutupi mata kaki.

Asal mula penggunaan celana cingkrang seperti yg dipakai oleh ikhwan wahhabi adalah untuk menghindari larangan Nabi Muhammad. Karena dalam sebuah hadits Nabi Muhammad bersabda:
ﻋَﻦْ ﻋَﺒْﺪِ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﺑْﻦِ ﻋُﻤَﺮَ ﺭَﺿِﻲَ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻋَﻨْﻬُﻤَﺎ ﻗَﺎﻝَ ﻗَﺎﻝَ ﺭَﺳُﻮﻝُ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﺻَﻠَّﻰ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ ﻣَﻦْ ﺟَﺮَّ ﺛَﻮْﺑَﻪُ ﺧُﻴَﻼَﺀَ ﻟَﻢْ ﻳَﻨْﻈُﺮْ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﺇِﻟَﻴْﻪِ ﻳَﻮْﻡَ ﺍﻟْﻘِﻴَﺎﻣَﺔِ ﻓَﻘَﺎﻝَ ﺃَﺑُﻮ ﺑَﻜْﺮٍ ﺇِﻥَّ ﺃَﺣَﺪَ ﺷِﻘَّﻲْ ﺛَﻮْﺑِﻲ ﻳَﺴْﺘَﺮْﺧِﻲ ﺇِﻻَّ ﺃَﻥْ ﺃَﺗَﻌَﺎﻫَﺪَ ﺫَﻟِﻚَ ﻣِﻨْﻪُ ﻓَﻘَﺎﻝَ ﺭَﺳُﻮﻝُ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﺻَﻠَّﻰ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ ﺇِﻧَّﻚَ ﻟَﺴْﺖَ ﺗَﺼْﻨَﻊُ ﺫَﻟِﻚَ ﺧُﻴَﻼَﺀَ ‏( ﺻﺤﻴﺢ ﺍﻟﺒﺨﺎﺭﻱ، 3392 )
Dari Abdullah bin Umar ra berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barang siapa yg memanjangkan pakaiannya hingga ke tanah karena sombong, maka Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak akan melihatnya (memperdulikann
ya) pada hari kiamat” Kemudian sahabat Abu Bakar bertanya, sesungguhnya bajuku panjang namun aku sudah terbiasa dengan model seperti itu. Kemudian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya engkau tidak melakukannya karena sombong.” (HR. Bukhari)

Ketahuilah bahwa pakaian kesukaan Rasulullah adalah gamis. Jadi memakai gamis adalah suatu yg disunnahkan, namun kadang memakainya melihat keadaan masyarakat, jangan sampai terjerumus dalam pakaian yg tampil beda (pakaian syuhroh).

Dari Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha, ia berkata,
ﻛَﺎﻥَ ﺃَﺣَﺐَّ ﺍﻟﺜِّﻴَﺎﺏِ ﺇِﻟَﻰ ﺭَﺳُﻮﻝِ ﺍﻟﻠَّﻪِ - ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ – ﺍﻟْﻘَﻤِﻴﺺُ
“Pakaian yg paling disukai oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yaitu gamis.” (HR. Tirmidzi dan Abu Daud. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa hadits ini hasan)

Hadits di atas disebutkan oleh Imam Nawawi dalam Riyadhus Sholihin di mana hadits tersebut menunjukkan bahwa pakaian yg paling disukai oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah pakaian gamis.

Ulama wahhabi sendiri yaitu Muhammad bin Sholeh Al-Utsaimin berkata ; Karena gamis di sini lebih menutupi diri dibanding dengan pakaian yg dua pasang yaitu izar (pakaian bawah) dan rida’ (pakaian atas). Namun para sahabat di masa Nabi terkadang memakai pakaian atas dan bawah seperti itu. Terkadang mereka mengenakan gamis. Nabi sendiri menyukai gamis karena lebih menutupi. Karena pakaian gamis hanyalah satu dan mengenakannya pun hanya sekali.
Memakai gamis di sini lebih mudah dibanding menggunakan pakaian atas bawah, di mana yg dipakai adalah bagian celana terlebih dahulu lalu memakai pakaian bagian atas.

LARANGAN BERPENAMPILAN BEDA DARI MASYARAKAT SEKITAR
Namun ada catatan yg diberikan oleh Syaikh Muhammad bin Sholeh Al ‘Utsaimin :
" Akan tetapi jika engkau berada di daerah (negeri) yg terbiasa memakai pakaian atasan dan bawahan, memakai semisal mereka tidaklah masalah. Yang terpenting adalah jangan sampai menyelisihi pakaian masyarakat di negeri kalian agar tidak terjerumus dalam larangan memakai pakaian yg tampil beda. Sungguh, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah melarang pakaian syuhroh (pakaian yg tampil beda). (Syarh Riyadhis Sholihin, 4: 284-285, terbitan Madarul Wathon).

Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
ﻣَﻦْ ﻟَﺒِﺲَ ﺛَﻮْﺏَ ﺷُﻬْﺮَﺓٍ ﺃَﻟْﺒَﺴَﻪُ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻳَﻮْﻡَ ﺍﻟْﻘِﻴَﺎﻣَﺔِ ﺛَﻮْﺑًﺎ ﻣِﺜْﻠَﻪُ
“Barangsiapa memakai pakaian syuhroh, niscaya Allah akan memakaikan kepadanya pakaian semisal pada hari kiamat” (HR. Abu Daud dan Ibnu Majah. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa hadits ini hasan)

Syaikh Muhammad bin Sholeh Al ‘Utsaimin menerangkan :
ﺃﻥ ﻣﻮﺍﻓﻘﺔ ﺍﻟﻌﺎﺩﺍﺕ ﻓﻲ ﻏﻴﺮ ﺍﻟﻤﺤﺮﻡ ﻫﻲ ﺍﻟﺴﻨﺔ؛ ﻷﻥ ﻣﺨﺎﻟﻔﺔ ﺍﻟﻌﺎﺩﺍﺕ ﺗﺠﻌﻞ ﺫﻟﻚ ﺷﻬﺮﺓ، ﻭﺍﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠّﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠّﻢ ﻧﻬﻰ ﻋﻦ ﻟﺒﺎﺱ ﺍﻟﺸﻬﺮﺓ ، ﻓﻴﻜﻮﻥ ﻣﺎ ﺧﺎﻟﻒ ﺍﻟﻌﺎﺩﺓ ﻣﻨﻬﻴﺎً ﻋﻨﻪ .
ﻭﺑﻨﺎﺀً ﻋﻠﻰ ﺫﻟﻚ ﻧﻘﻮﻝ : ﻫﻞ ﻣﻦ ﺍﻟﺴﻨﺔ ﺃﻥ ﻳﺘﻌﻤﻢ ﺍﻹﻧﺴﺎﻥ؟ ﻭﻳﻠﺒﺲ ﺇﺯﺍﺭﺍً ﻭﺭﺩﺍﺀً؟
ﺍﻟﺠﻮﺍﺏ : ﺇﻥ ﻛﻨﺎ ﻓﻲ ﺑﻠﺪ ﻳﻔﻌﻠﻮﻥ ﺫﻟﻚ ﻓﻬﻮ ﻣﻦ ﺍﻟﺴﻨﺔ، ﻭﺇﺫﺍ ﻛﻨﺎ ﻓﻲ ﺑﻠﺪ ﻻ ﻳﻌﺮﻓﻮﻥ ﺫﻟﻚ، ﻭﻻ ﻳﺄﻟﻔﻮﻧﻪ ﻓﻠﻴﺲ ﻣﻦ ﺍﻟﺴﻨﺔ .
“Mencocoki kebiasaan masyarakat dalam hal yg bukan keharaman adalah disunnahkan. Karena menyelisihi kebiasaan yg ada berarti menjadi hal yg syuhroh (suatu yg tampil beda). Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang berpakaian syuhroh. Jadi sesuatu yg menyelishi kebiasaan masyarakat setempat, itu terlarang dilakukan.

Berdasarkan hal itu, apakah yg disunnahkan mengikuti kebiasaan masyarakat lantas memakai pakaian atasan dan bawahan ,,?

Jawabannya, jika di negeri tersebut yg ada adalah memakai pakaian seperti itu, maka itu bagian dari sunnah. Jika mereka di negeri tersebut tidak mengenalnya bahkan tidak menyukainya, maka itu bukanlah sunnah.” (Syarhul Mumthi’, 6: 109, terbitan Dar Ibnul Jauzi).
—————————
Kesimpulannya yg merupakan sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah:
1. Sunnah memakai izar (kain/sarung) setengah betis atau diatas mata kaki.

2. Boleh memakai izar menutup mata kaki asal tidak sombong sebagaimana Abu Bakar biasa memakainya dan dibolehkan oleh Nabi.

3. Boleh memakai sirwal (celana panjang) saat beribadah. Namun pakaian kesukaan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah qamish (baju kurung panjang)

4. Larangan memakai pakaian suhroh (pakaian yg beda daripada umumnya) termasuk larangan memakai celana cingkrang di masjid yg mayoritas memakai sarung atau memakai celana yg tidak cingkrang.

5. Belum ditemukan riwayat yg menyebutkan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah memakai celana panjang, apalagi celana cingkrang.

Jadi buat ikhwan wahhabi dan semisalnya, janganlah bangga dengan celana cingkrang yang katanya nyunnah demi menghindari isbal.

Ketahuilah sesungguhnya qomish/gamis pakaian sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dan berpakaianlah yg umum dimana kita berada biar tidak suhroh karena itu dilarang oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Minggu, 21 Juli 2019

Hakikat Wali Jadzab

Habib Munzir Al Musawa : "saya jelaskan mengenai orang Majdzub, majdzub adalah orang yg sangat banyak ibadah, dan terlalu mencintai Allah swt hingga tergila gila dengan Allah swt, namun karena terlalu tergila gila pada ALlah swt maka ia lupa pada makhluk dan lupa pada keadaan dirinya, hingga menjadi seakan akan gila, tak mengurus diri, tak perduli lagi dengan segala galanya.

mereka ini mempunyai satu kesalahan, yaitu tidak memanut langkah langkah Nabi saw dan ulama ulama, mereka asyik sendiri dengan Allah swt

Allah mengasihani mereka ini, Allah swt selalu melindungi mereka dengan hal hal ajaib agar ia tak terlalu dihinakan orang,

namun mereka itu bukan panutan, tidak boleh dimuliakan dan diikuti ucapannya, dan tidak perlu dipercaya perkataannya, namun bukan pula boleh dihina.

ucapan orang seperti ini tak bisa diartikan dan tak perlu difahami dan direnungkan maknanya, karena mereka berbicara dengan makna yg keluar dari jiwa yg berbeda dg kita."

Allahuma sholi  'ala sayidina Muhammad nabiyil umiyi wa 'alihi wa shohbihi wa salim

silahkan tag dan share

Jumat, 05 Juli 2019

Sudah Ada Quran Sunnah, Kenapa Masih Beda Pendapat?


by : Ahmad Sarwat, Lc.,MA

Banyak orang tanya ke saya kayak gitu. Sudah ada Al-Quran yang kebenarannya mutlak, kok masih saja berbeda pendapat?

Sudah ada hadits yang dipastikan mutlak benarnya, kenapa masih saja berbeda pendapat?

Kenapa 4 mazhab itu masih saja mengajak orang berbeda pendapat dan mengajak kepada perpecahan? Tidak kah mereka takut dosa karena memecah-belah umat Islam dan mengkotak-kotakkannya?

Saya raga garuk-garuk kepala yang 100% tidak gatal. Agak susah juga menjawabnya ya.

Jadi dalam pandangannya, dia pikir bahwa beda pendapat itu haram dan berdosa, sehingga paling benci kalau dengar adanya ikhtilaf atau perbedaan pendapat ulama.

Teman saya yang lain dan sudah jadi ustadz malah lebih ekstrim lagi. Menurut beliau, umat Islam itu wajib bersatu. Kalau tidak bersatu, maka semuanya jadi ikut berdosa besar.

Ternyata ketika saya tanyakan lebih dalam, bersatu dalam hal apa? Menurutnya bersatu itu harus dalam semuanya. Mulai dengan satu aqidahnya, tidak boleh ada perbedaan pandangan dan metode dalam beraqidah.

Kemudian juga harus bersatu dalam ibadah. Maksudnya semua tata cara ibadah itu harus seragam, kompak, tidak boleh ada yang beda-beda satu dengan yang lain. Kan nabinya cuma satu, masak ibadahnya beda-beda?

Selama aqidah dan ibadah belum bersatu (baca: seragam), maka jangan mimpikan bersatunya umat Islam.

Saya penasaran jadi tanya lagi. Kan dalam Quran dan Sunnah sendiri ada begitu banyak dalil yang mana satu dengan yang lain saling ta'arudh (bertolak-belakang), terus ayat atau hadits yang mana dari Al-Quran yang kita pakai dan yang kita buang? 

Ada sekian banyak ayat dan hadits yang berpotensi melahirkan  perbedaan pendapat, dan ternyata para fuqaha sejak dahulu sudah berbeda pendapat, lalu kita pakai yang mana?

Ditanya begitu, dia rada bengong sebenar sambil mikir kayaknya. Terus tiba-tiba dia berujar,"Ya, pokoknya ikuti ustadz lah".

"Lha terus kalau ustadz-ustadz itu juga pada berbeda pendapat, ustadz yang mana yang kita ikuti?", tanya saya lagi

"Ya, pokoknya ikuti ustadz yang paling sesuai dengan Quran dan Sunnah", jawabnya.

"Ya pasti lah itu. Cuma tolok ukurnya apa? Bagaimana cara mengukur kadar seorang ustadz itu lebih dekat dengan Quran dan Sunnah?", tanya saya lagi.

Dia jawab, kali ini dengan rada puyeng,"Misalnya celananya cingkrang, jidatnya hitam, jenggotnya lebat, pokoknya yang paling dekat dengan sunnah aja".

Oooh, jadi ukurannya ternyata potongan celana, kehitaman dahi, dan panjangnya jenggot. Sederhana sekali cara berpikirnya. Sesimple dan se-praktis itu metodologi istimbath hukumnya. Ya sudah tidak saya teruskan obrolannya.

خاطبوا الناس على قدر عقولهم
Ajak ngomong orang itu harus selevel dengan kemampuan berpikirnya.

Kalau kira-kira nggak sampai, mending jangan diteruskan.