Minggu, 27 Januari 2019

AHLUSSUNNAH WAL JAMAAH Yang ASLI, Agar ANDA TIDAK TERSESAT

____________________
Kita sebagai umat Islam perlu memahami apa itu Ahlussunnah wal Jama’ah dan siapa itu Ahlussunnah wal jamaah, agar tahu ciri² aqidah yg benar sehingga dapat membentengi diri dari aqidah² yg menyimpang yg banyak bermunculan.

Secara sederhana, ciri² aqidah yg benar adalah seorang yg beragama Islam, berpaham Ahlussunnah wal Jama’ah, mengikuti Asy’ariyah atau Maturidiyah, mengikuti ulama Tasawuf (Shufiyyah), dan mengikuti salah satu Madzhab Fiqih.

Kelima ciri identitas itu harus ada dalam diri seseorang dan tidak boleh ada satu pun yg lepas darinya agar dapat mengikuti aqidah yg benar.

Sebagai contoh, mungkin kita mendengar pertanyaan dari orang² yg tidak bermadzhab, ”Siapa yg menyuruh kita bermadzhab padahal tidak ada madzhab di zaman Nabi ﷺ .”? Sungguh ini adalah pertanyaan sombong dari mereka yg anti madzhab dan ini akan dibahas selanjutnya dgn menjelaskan terlebih dahulu hakikat ahlussunnah wal jama’ah utk membedakan dgn Ahlussunnah wal Jama’ah palsu dan Salafi palsu.
_____________________
Ahlussunnah wal Jama’ah adalah kelompok/ manhaj sekelompok besar ulama² didalam memahami aqidah ahlussunnah wal jama’ah dan aqidah ini adalah manhajnya salafuna sholeh.
.
Nabi Muhammad ﷺ pun memperingatkan umatnya agar senantiasa mengikuti kelompok mayoritas kaum muslimin dan dari masa ke masa kelompok ahlussunnah wal jama’ah adalah yg mayoritas.
.
Kerancuan timbul disaat munculnya kelompok baru yg juga mengklaim sebagai ahlussunnah wal jama’ah, mengatakan dirinya lebih ahlussunnah tapi ternyata pendahulunya di vonis menjadi tidak ahlussunnah.
.
Utk itu perlu dijelaskan bahwa ahlussunnah wal jama’ah adalah manhajnya para salafuna sholeh, para sahabat Nabi ﷺ , tabi’in, dan tabi’ut tabi’in.
Inilah aqidah yg diridhai Allah ﷻ . Ciri khas mereka sangat jelas, yakni mencintai sahabat Nabi ﷺ dan mencintai ahlul bait Nabi ﷺ .
.
Jika ada sekelompok yg mengaku mencintai sahabat Nabi ﷺ akan tetapi ada su’ul adab atau kurang ajar dengan ahli bait Nabi ﷺ ‏( seperti WAHABI), atau sebaliknya jika ada kelompok yg mencintai ahli bait Nabi ﷺ tetapi di sisi lain membenci sahabat Nabi (seperti SYIAH RAFIDHOH), maka mereka bukan kelompok ahlussunnah wal jama’ah.
.
Dalam perjalanan ahlussunnah wal jama’ah dari masa ke masa tidak lepas dari ahli fitnah. Dari kalangan ahli hadits muncul para pendusta hadits. Dalam hal aqidah muncul seperti orang² Khawarij yg sedikit² mengkafirkan umat Islam lain, yg kini pun mulai marak di Indonesia.
_________
Ketahuilah, kelompok Khawarij ini terkenal masyhur tekun dlm beribadah. Mereka suka membaca al-Qur’an dgn deraian air mata, hingga jenggotnya pun basah, semalam suntuk shalat sunnah dijalankan, mereka selalu berbicara kembali kepada Kitabullah, kembali kepada al-Qur’an dan al-Hadits, selalu gembar-gembor syariat Allah, syariat Islam, tidak ada hukum kecuali hukum Allah, akan tetapi dirinya menganggap paling *benar* dan yg lainnya sebagai *kafir*.
.
Menanggapi kelompok Khawarij ini, Sayyidina Ali bin Abi Thalib KW berkata, _“Itu adalah kalimat yg benar, namun yg dikehendaki adalah kebatilan”._
_____________
Selain Khawarij, muncul kemudian kelompok Mu’tazilah Qadariyah dan Jabbariyah. Aqidah Qadariyah menyatakan seorang manusia itu mempunyai kemampuan melakukan aktivitasnya dan itulah yg akan dipertanggungjawabkan di hadapan Alloh ﷻ kelak....,
.
Segala aktivitas adalah dari kekuatan manusia, sementara Jabariyah menyatakan apa yg dilakukan manusia adalah perbuatan Allah ﷻ , semua aktivitas manusia yg baik dan buruk adalah hasil perbuatan Allah.
.
Kedua aqidah ini, Qadariyah dan Jabbariyah, bagaikan 2 kutub ekstrim, yg satu seolah “Aku bisa melakukannya”, yg satunya lagi “Semua Allah yg melakukan”.
.
Di saat munculnya aqidah² yg menyimpang seperti Khawarij, Syiah, Qadariyah, dan Jabbariyah, tampil seorang Imam yg meluruskannya yaitu Imam Abu Hasan al-Asy’ari dan Imam Abu Manshur al-Maturidi.

Ada juga muncul Imam yg lain yaitu Abu Ja’far al-Thahawi, pencetus aqidah Thahawiyah, hanya saja sedikit sekali pengikutnya.
Aqidah Thahawiyah sebenarnya adalah aqidah yg benar tetapi banyak pensyarah aqidah itu yg ternyata menyimpang. Utk itulah, kita perlu hati-hati.
_______________________
Imam Abu Hasan al-Asy’ari adalah pencetus aqidah Asy’ariyah.

Imam Abu Hasan al-Maturidi adalah pencetus aqidah Maturidiyah banyak diikuti umat Islam sampai sekarang.
Kedua aqidah inilah yg kemudian dikenal dgn aqidah ahlussunnah wal jama’ah.

Aqidah Maturidiyah banyak dianut umat Islam di India dan sebagian kecil Iraq sementara aqidah Asy’ariyah dianut hampir seluruh muslimin dunia termasuk Indonesia yg sebagian besar mengikuti aqidah ahlussunnah Asy’ariyah.

Dalam catatan sejarah, Imam Abu Hasan al-Asy’ari pernah berguru dgn seorang Imam Mu’tazilah yg terkenal pada masanya yaitu bernama Imam al-Jubai.
Gurunya ini merupakan ayah tirinya sendiri yang di kemudian hari pernah menjadikannya sebagai Imam Mu’tazilah.

Di usianya sekitar 40 tahun, Imam Abu Hasan al-Asy’ari keluar dari aqidah Mu’tazilah kembali ke dlm aqidah yg lurus ahlussunnah wal jama’ah, karena ia melihat banyak penyimpangan² di dalam Mu’tazilah.
.
Di mimbar, beliau berkata: “Aku lepas jubahku ini seperti aku melepas aqidah Mu’tazilah dan aku kembali kepada aqidah salafuna sholeh”. Hingga akhir hayatnya, Imam al-Asy’ari tetap berada dlm aqidah ahlussunnah wal jama’ah.

Dari sini jelas Imam Abu Hasan al-Asy’ari hanya mempunyai 2 masa fase kehidupan.

Yg pertama, beliau hidup bersama kaum Mu’tazilah yg berkuasa saat itu. Aqidah Mu’tazilah bersama Daulah Abbasyiyah selama hampir 700 tahun menguasai umat Islam, akan tetapi akhirnya aqidah Mu’tazilah hilang begitu saja. Sampai sekarang masih ada kelompok aqidah Mu’tazilah tetapi hanya sedikit sekali seperti di wilayah Yaman Utara yg dikenal dgn Zaidiyah.

Fase kedua adalah masa beliau bertaubat dan kembali ke dalam aqidah ahlussunnah wal jama’ah sampai ajal menjemput.
Tidak pernah ada masa fase ketiga sehingga tidak benar Imam Abu Hasan al-Asy’ari mengalami 3 masa fase kehidupan.
Itulah Imam al-Asy’ari yg hanya hidup dalam 2 masa fase kehidupan dari Mu’tazilah ke Ahlussunnah.
Orang² yg mengikuti Imam Abu Hasan al-Asy’ari dikenal dgn sebutan pengikut Asy’ariyah. Kelompok Asy’ariyah adalah kelompok ahlussunnah wal jama’ah.

Jika ada yg mencaci maki Asy’ariyah atau Imam al-Asya’ari maka dipastikan ia [sesat].
Umat Islam jgn terkecoh dgn kelompok yg mengaku sebagai ahlussunnah wal jama’ah tapi ternyata masih menjelek-jelekkan Asy’ariyah atau Imam al-Asya’ari.
Bukan kelompok ahlussunnah wal jama’ah kalau mereka mencaci maki Imam al-Asy’ari atau Asy’ariyah.

Dan jangan terkecoh pula dgn kelompok yg mengaku sebagai Salafi tapi tidak bermadzhab. Mereka juga bukan ahlussunnah wal jama’ah.

Tidak akan bisa kembali kepada salaf kecuali dgn bermadzhab karena inilah satu²nya cara yg bisa ditempuh agar bisa kembali kepada salaf di zaman ini.
Adalah dusta mengaku Salafi tapi tidak mengikuti madzhab.

Kelompok yg tidak bermadzhab tidak akan bisa kembali kepada salaf.
Kelompok yg mengaku Salafi tapi tidak bermadzhab adalah kelompok Salafi palsu, bukan termasuk ahlussunnah wal jama’ah.

Dari penjelasan tentang hakikat ahlussunnah wal jama’ah dlm beraqidah yg benar dapat disimpulkan sebagai berikut: seorang yg beraqidah yg benar adalah seseorang yg mempunyai 5 ciri identitas.

Kelima ciri identitas ini harus ada dalam diri orang tersebut semuanya dan tidak boleh ada satu pun yg keluar darinya.
Yaitu seorang yg Muslim, Ahlussunnah wal jama’ah, Asy’ariyah atau Maturidiyah, Shufiyah, dan Bermadzhab atau mengikuti salah satu madzhab.

Jika ada 1 saja ciri identitas itu yg tidak dimiliki seseorang maka bisa dipastikan ia tidak termasuk golongan ahlussunnah wal jama’ah.

Misalnya, kalau ada seseorang mengaku ahlussunnah wal jama’ah tapi tidak bermadzhab maka ia keluar dari ahlussunnah atau kalau ada seorang yg mengaku Islam ahlussunnah tapi mengatakan SESAT kepada para pengamal tashawwuf (SHUFI) maka ia pun dipastikan keluar dari ahlussunnah wal jama’ah atau kalau ada orang yg mengaku ahlussunnah tapi menghina dan menuduh sesat Asy’ariyah maka ia pun sudah keluar dari jalan ahlussunnah wal jama’ah.

Wallahu a'lam.

Sabtu, 26 Januari 2019

DZIKIR-DZIKIR IJAZAH HABIB MUNZIR ALMUSAWA

1. AYAT KURSI

Semasa Hidup, Al - Habib Munzir bin Fuad Al-Musawa, ketika mengisi acara Maulid di Masjid Arriyadh, Pedurenan, Kuningan, pernah memberikan suatu Ijazah Ayat Kursi yg dibaca 1x setiap ba'da sholat fardhu, dengan menyitir suatu Hadits Rosulillah SAW :
"MAN QORO-A AAYATAL KURSIY FII DUBURI KULLI SHOLAATIN MAKTUUBATIN, LAM YAMNA'HU MIN DUKHUULIL JANNAH ILLA AN YAMUUT".
(Siapa yg membaca Ayat Kursi setiap selesai sholat wajib, maka tidak ada yg menghalanginya untuk memasuki surga kecuali kematian).
Beliau menjelaskan, siapa yg membaca Ayat Kursi tsb, maka akan mati dalam keadaan Husnul Khotimah.
Lalu beliau pun berkata :
"Bagaimana dengan orang yg ahli maksiat..!?". Beliaupun meneruskan dengan menjawab sendiri : "Jika orang itu adalah ahli maksiat, maka Alloh akan membuatnya bertaubat hingga akhirnya ia akan mati Husnul Khotimah"

2. DZIKIR JALALAH

Ujar beliau, "Sulthonuddzikir (raja semua dzikir), yaitu : YAA ALLAH
Guru Mulia (Habib Umar bin Hafidz) mengajarkan dzikir ini di waktu yg terbaik dibaca sebelum subuh sebanyak 200X atau lebih, maka saya meminta ijazah pada beliau agar boleh dibaca diwaktu lain untuk jamaah di majelis majelis dan beliau terdiam cukup lama, lalu mengijazahkannya, dengan demikian terbukalah seluruh izin bagi jamaah mengamalkannya kapan saja dalam jumlah berapa saja, namun dengan shighah huruf Nida, yaitu "Yaa" demikian sanad yg dzikir ini yg saya terima dari guru mulia kita.
Dan kalimat Yaa (wahai) ini menjadi pembuka lebih besar lagi dari kalimat selanjutnya, karena terangkat dengan shighah menyeru nama Allah Swt."

3. DOA HABIB MUNZIR ALMUSAWA UNTUK ANAKNYA

Beliau berkata, "Saudaraku yang kumuliakan,
mengenai doa untuk anak-anak saya, saya jarang menggunakan lafadz, saya hanya memandangi mereka dengan kasih sayang, sambil hati bagai terbakar dengan dahsyatnya permohonan pada Allah agar anak ini dijadikan kesayangan Allah SWT dan Rasul Nya, juga saat dari kejauhan, jika teringat pada anak-anak saya, maka doa dalam hati saya selalu memohon pada Allah seperti itu, hal itu mujarab, anak-anak menjadi berubah sifat-sifatnya, suka mimpi Rasul SAW, taat pada saya, budi luhur dan ucapan-ucapan indah yang mengagumkan sering keluar dari ucapan mereka dan perbuatan mereka.
Misalnya tiba-tiba mereka bangun malam dan tahajjud sendiri, padahal masih 6 tahun, atau tiba-tiba tidak mau makan karena ingin puasa, lalu sorenya sudah kelaparan dan akhirnya makan juga, setelah makan mereka menangis karena menyesal membatalkan puasa.
Dan mereka jika saya dirumah, berdesakan mau shalat jamaah dengan saya, anak saya yang terkecil, Hasan, usianya 6 tahun, jika shalat subuh terlambat satu rakaat saja berjama'ah dengan saya, ia menangis, marah, dan murung, kesal, subhanallah, padahal saya tak pernah menghardiknya atau memerintahkannya shalat harus dari awal rakaat berjamaah dengan saya, tapi perasaan itu muncul begitu saja dari anugerah Allah SWT, tentunya sebab do'a."

4. AGAR BERJUMPA NABI / ORANG SOLIH DALAM MIMPI

Seseorang bertanya kepada beliau, "Adakah amalan supaya kita dapat bemimpi/berjumpa dengan Nabi Khidir & adakah amalan supaya kita dapat bemimpi para wali yang kita inginkan?"
Jawaban Habib Munzir al-Musawa rahimahullah:
"Amalan tertentu tidak, namun cinta dan banyak kirim fatihah, dapat mempercepat perjumpaan, saya pernah diajarkan oleh Guru Mulia saya untuk membaca Fatihah 7X setiap sebelum tidur untuk Rasul saw, tak lama saya pun berjumpa beliau saw dalam mimpi. Anda dapat mencoba mengirimkan Fatihah 7X setiap sebelum tidur pada Nabi Khidir as, dan para wali yang anda inginkan, teruskan setiap sebelum tidur, insya Allah anda segera jumpa."

5. MEMPERKUAT HUBUNGAN RUH KITA DENGAN RUH RASUL SAW

"Mengenai berjumpa dengan Rasul Saw adalah dengan merindukan beliau dan memperbanyak amalan Sunnah semampunya, dan memperbanyak Shalawat. Rasulullah Saw sangat mencintai kita dan memperhatikan kita lebih dari ayah bunda kita, beliau adalah Ayah Ruh bagi semua Ummatnya, maka Ruh kita tetap mudah berhubungan dengan Ruh beliau Saw, lewat mimpi misalnya. Nah, perkuat hubungan Ruh anda dengan Ruh Rasulullah Saw dengan Shalawat ini :

"Allahumma shalli alaa ruuhi sayyidina muhammadin fil arwah, wa `ala Jasadihi fil ajsaad, wa alaa Qobrihi filqubuur"

(Wahai Allah limpahkan Shalawat pada Ruh Sayyidina Muhammad di Alam Arwah, dan limpahkan pula pada Jasadnya di Alam Jasad, dan pada Kuburnya di Alam Kubur).

6. MEMPERBANYAK SHOLAWAT

Habib Munzir berkisah, "Imam syadzili suatu hari bermimpi dicium bibirnya oleh Rasulullah saw, maka ia berkata : wahai Rasulullah.... (Saw) kenapa kau mencium bibirku padahal ia banyak dosa?,maka Rasul saw menjawab : aku tidak mencium bibir seseorang kecuali ia bershalawat padaku 1000X siang dan 1000X malam, dan kau wahai abul hasan (assyadzili) akan mensyafaati ribuan orang pendosa dari ummatku kelak dihari kiamat.
kisah saya..?
saya pernah selalu mengamalkan shalawat sebanyak banyaknya, lalu setiap kali saya akan mendapat musibah pastilah Rasul SAW datang sebelum musibah, dan setelah musibah, beliau SAW dengan santainya menenangkan, ketika saya baru menikah, saya kesulitan cari nafkah, karena saya masih belajar di yaman, maka saya menangis sedih karena bayi kecil dan istri saya tidak ada makanan untuk esok sarapan, maka saya dikunjungi beliau SAW sambil tersenyum : wahai munzir, jangan risau, kau tak akan kelaparan dari kehabisan makanan, kalau kau sampai kelaparan karena kehabisan makanan aku yang akan membawa makanan di punggungku mengetuk pintumu membawakan makanan...!, maka saya tersentak kaget mendengar pintu diketuk dengan keras, teman saya datang membawa makanan makanan selepas selamatan dari rumah tetangga, Subhanallah

Saya menyukai semua macam shalawat. Dulu saya membaca 17 macam shalawat, di antaranya shalawat Syeikh Abdul Qadir Al Jailani yg panjangnya 13 halaman. *Namun sekarang saya membaca satu macam shalawat saja, yang diajarkan oleh Rasul saw pada saya lewat mimpi *:
* ﺍﻟﻠﻬﻢ ﺻﻞ ﻋﻠﻰ ﺳﻴﺪﻧﺎ ﻣﺤﻤﺪ ﻭﺍﻟﻪ ﻭﺻﺤﺒﻪ ﻭﺳﻠﻢ *
" Ya Alloh, limpahkanlah shalawat kepada sayyidina muhammad, keluarga dan sahabatnya dan juga limpahkanlah keselamatan".
Shalawat ini saya baca 1.000 kali setiap harinya. Jika anda ingin membacanya silahkan! Saya ijazahkan pada anda, boleh di baca100 kali, 200 kali atau lebih. Berapa saja sekiranya anda mampu dan juga bisa dibaca di mobil, di jalan atau dimanapun anda berada."

Wallahu a'lam bisshowab

Kamis, 24 Januari 2019

MANAQIB Sayyidah Zainab Al-Kubro Rha

*   Kelahiran dan Nama

Sayyidah Zainab lahir pada tanggal 5 Jumadil Awal tahun 5-6 Hijriah. Berdasarkan hasil kajian, Sayyidah Zainab adalah anak perempuan pertama Sayyidah Fathimah Zahra Ada juga yang mengatakan bahwa Sayyidah Zainab lahir 4 tahun sebelum Rasulullah saw wafat.

Ketika Sayyidah Zainab lahir, Sayyidah Fathimah Zahra Berkata kepada Amirul Mukminin, “Karena ayahku tengah bepergian, tolong beri nama bagi anak ini. “Imam Ali Menjawab, “Aku tidak mau mendahului ayahmu.”

Setelah tiga hari berlalu, Rasulullah saw pulang dari perjalanan. Sebagaimana biasa, pertama Rasulullah saw datang ke rumah Sayyidah Fathimah Zahra, Kemudian beliau berkata, “Anak-anak Fathimah adalah anak-anakmu.”

Rasulullah saw untuk memberi nama menunggu wahyu, kemudian Jibril turun dan berkata, “Allah menyampaikan salam untukmu, dan dia berfirman, ‘Beri anak ini nama Zainab, sebagaimana yang telah Kami tulis di Lauh Mahfuz.”

Kemudian Rasulullah saw mencium Sayyidah Zainab dan berkata, “Aku berpesan kepada umatku, baik yang hadir maupun yang tidak hadir, untuk menghormati anak perempuan ini, karena dia sebanding dengan Khadijah Kubra.”

Kemudian Rasulullah saw mendekap Sayyidah Zainab di dadanya dan meletakkan wajahnya yang mulia di wajahnya. Tiba-tiba Rasulullah saw menangis, begitu banyak air mata yang mengalir hingga membasahi janggutnya. Sayyidah Fathimah bertanya, “Duhai ayah, mengapa engkau menangis?”

Rasulullah saw bersabda, “Setelah kepergianku, anak ini akan mendapat musibah yang bermacam-macam.”

Mendengar itu, Sayyidah Fathimah pun menangis...

Berkaitan dengan akar kata nama Sayyidah Zainab terdapat beberapa pendapat. Sebagian mengatakan nama beliau hanya terdiri dari satu suku kata yang berarti nama salah satu pohon yang cantik dan harum baunya, sebagaimana yang disebutkan dalam kamus Lisanul Arab karya Ibnu Manzur. Kelompok lain berpendapat nama beliau terdiri dari dua suku kata yaitu Zain dan Abun yang berarti ‘perhiasan ayah’. Sebagaimana ibunya, Sayyidah Fathimah Zahra, memiliki gelar Ummu Abiiha (ibu ayahnya) yang mengisyaratkan hubungan yang amat dekat antara seorang anak perempuan dengan ayahnya, Sayyidah Zainab juga memiliki gelar Zain Abiiha (hiasan ayahnya). Untuk mempersingkat nama atau karena telah sering digunakan maka alifnya dibuang dan menjadi ‘Zainab’. Yang pasti, baik nama Sayyidah Zainab hanya terdiri dari satu suku kata ataupun dua suku kata, kedua-duanya mengisyaratkan arti dan makna yang sangat tinggi dan indah.

*   Masa Kanak-Kanak

Hanya sebentar Sayyidah Zainab al-Kubro dapat merasakan kasih sayang kakeknya Rasulullah saw  wafat di saat beliau berusia 5 tahun. Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa ketika Sayyidah Zainab masih kanak-kanak, beliau bermimpi buruk. Lantas beliau menceritakan mimpi tersebut kepada kakeknya seraya berkata,:

“Wahai kakekku, semalam aku bermimpi buruk, aku melihat angin topan sangat kencang dan langit menjadi gelap, angin kencang telah membawaku ke sana dan ke mari, tiba-tiba aku melihat sebuah pohon besar, lalu aku memegang pohon itu, namun angin kencang telah membuat pohon besar tersebut tumbang dan jatuh ke atas tanah. Kemudian aku memegang salah satu dahannya yang besar, namun angin kencang juga membuatnya patah, setelah itu akupun memegang dahan lainnya, namun sama seperti sebelumnya, angin kencang mematahkan dahan tersebut. Lalu aku memegang dahan ketiga dan keempat, sampai akhirnya aku terbangun”

Rasulullah saw, menangis setelah mendengarkan cerita beliau dan berkata: “Ketahuilah wahai cucuku, pohon besar itu adalah kakekmu, sedangkan kedua dahan pohon besar tersebut ayah dan ibumu, sementara kedua dahan lainnya adalah kedua saudaramu Hasan dan Husain. Dengan ketiadaan mereka, dunia akan menjadi gelap gulita dan engkau akan memakai pakaian hitam sebagai lambang duka cita atas musibah yang menimpa mereka”.

Sayyidah Zainab di masa kanak-kanaknya sangat dekat dan sayang kepada saudara laki-lakinya Imam Husain, hingga ia tidak akan tenang kecuali berada dalam pelukan saudaranya. Jika ia tengah berada dekat Imam Husain, ia tidak mau jauh darinya, dan jika Imam Husain jauh, ia akan menangis.

Suatu hari, Sayyidah Fathimah berkata kepada Rasulullah saw,:“Hai ayah, antara Zainab dan Husain demikian saling menyayangi, hingga jika ia tidak melihat Husain sebentar saja, ia terlihat tidak tenang”.

Manakala Rasulullah saw mendengar kata-kata ini, beliau menarik napas dalam-dalam sementara air mata mengalir dipipinya, kemudian beliau bersabda,:“Duhai belahan jiwaku, anak perempuan kecil ini akan mendapat berbagai macam ujian dan cobaan.”

*   Pernikahan dan Keluarga Sayyidah Zainab

Ketika beliau telah mencapai usia pernikahan, banyak sekali orang yang datang menemui Imam Ali untuk menyuntingnya. Namun Abdullah bin Jakfar lah yang beruntung dan paling cocok dari yang lainnya. Abdullah bin Jakfar adalah putra dari Jakfar bin Abu Thalib bin Abdul Muthalib yang syahid dalam perang Mu’tah dan mendapat gelar ‘dzul jinahain’ yang berarti memiliki dua sayap. Gelar ini diberikan kepada beliau karena kedua tangan beliau putus disabet pedang musuh dalam peperangan untuk mempertahankan bendera yang ada ditangannya.

*   Keutamaan Sayyidah Zainab

1.)   Aqilah Bani Hasyim
Salah satu gelar termansyur beliau ialah ‘Aqilah’. Abul Faraj Ishfahani dalam karyanya ‘Muqotil at-Tholibin’, ketika menjelaskan biografi Aun bin Abdullah bin Jakfar berkata: “Ibunya adalah Zainab al-Aqiilah. Ibnu Abbas meriwayatkan khutbah Fadak Fathimah Zahra darinya seraya berkata: “Aqiilah kami Zainab binti Ali telah meriwayatkan kepada kami ....”. Berkaitan dengan kata ‘Aqiilah’ terdapat beberapa pendapat. Ibnu Duraid dalam karyanya ‘Jamharotul Loghah’ berkata: “Fulanah Aqiilatul qaum berarti perempuan itu ialah perempuan paling mulia dari kaumnya. Begitu juga pendapat Ibnu Zakaria dalam ‘Mujmal Luhgoh’. Pendapat ini merupakan pandangan beberapa sarjana bahasa. Namun sebenarnya dapat kita katakan bahwa ‘Aqiilah’ adalah shighoh mubalaghah (bentuk kata dalam tata bahasa arab yang menunjukkan amat atau sangat) dan memiliki akar kata ‘aqal’, yang artinya sangat berakal atau dengan kata lain kapasitas dan kesempurnaan akalnya amat besar.

Terdapat kisah tentang Sayyidah Zainab dalam berbagai sumber yang mengisyaratkan tentang kesempurnaan akal beliau. Dalam sejarah disebutkan bahwa pada suatu hari Sayyidah Zainab yang masih kecil bertanya kepada ayahnya, “Ayahku sayang, apakah engkau mencintaiku?” Kemudian Imam Ali kwj menjawab,:“Bagaimana mungkin aku tidak mencintaimu, kau adalah buah hatiku”. Lantas beliau berkata lagi,:“Ayahku sayang, kecintaan hanyalah untuk Allah swt sementara kasih sayang untuk kita”.

Riwayat ini mengisyaratkan bahwa hati Sayyidah Zainab telah dipenuhi oleh cinta pada Allah swt sejak usia sangat dini. Sebagaimana doa dari Imam ‘Ali Zainal ‘Abidin,:

"Allahumma inni as’aluka an tamla’a qalbii hubban laka"
Artinya,:"Ya Allah aku bermohon pada-Mu Agar Kau penuhi kalbuku dengan cinta pada-Mu"

Dalam riwayat lain pula dijelaskan bahwa suatu hari Imam Ali kwj mendudukan putrinya Zainab dipangkuannya lalu beliau mengelus-ngelus kepalanya seraya berkata: “Putriku sayang, katakan satu.” “Satu,” timpal beliau. Kemudian Imam Ali melanjutkan ucapannya: “Putriku sayang, katakan dua”. Namun Sayyidah Zainab diam tidak menjawabnya. Lalu Iman Ali mengulangi ucapannya seraya berkata: “Berkatalah wahai cahaya mataku”. Sayyidah Zainab menjawab: “Ayahku sayang, aku tidak dapat mengatakan dua dengan lidahku yang dengannya aku katakan satu.” Mendengar hal itu lantas Imam Ali kwj memeluknya dan menciumnya dengan penuh rasa haru. Kisah di atas menunjukkan kematangan dan kemampuan daya pikir lebih yang dimiliki oleh Sayyidah Zainab. Padahal beliau kala itu masih kanak-kanak. Dalam usia dini beliau dapat memahami bahwa ketika beliau telah mengatakan Tuhan itu Esa maka beliau tidak dapat mengatakan Tuhan itu dua.

Penafsiran irfani (tashawwuf) tentang hal ini barangkali adalah Sayyidah Zainab telah tenggelam dalam Tauhid (Ketunggalan Tuhan) sejak usia sangat dini. Dalam pandangan wahdah al wujud (Ketunggalan Keberadaan atau Ketunggalan Wujud), yang memiliki keberadaan hakiki hanyalah Ia, sedangkan semua selainNya sirna dalam Cahaya KetunggalanNya.

*   Berilmu Tanpa Ada yang Mengajari (‘Aalimah Ghair Muta’allimah)

Imam Ali Zainal Abidin berkata,:
“Wahai bibiku ... dan engkau, alhamdulillah berilmu tanpa ada yang mengajari dan memahami (sesuatu permasalahan) tanpa ada yang memahamkannya (menerangkannya).” Beliau merupakan salah satu perwujudan hadis Rasulullah saw yang berbunyi,:“Ilmu adalah cahaya yang disematkan Allah swt pada hati orang-orang yang dikehendaki-Nya”.

Dalam sejarah disebutkan bahwa ketika Sayyidah Zainab bersama keluarganya tinggal di Kufah di masa pemerintahan Imam Ali., para lelaki penduduk Kufah mendatangi Iman Ali dan memohon kepada beliau supaya putrinya, Sayyidah Zainab, mengajarkan ilmu-ilmu agama kepada istri dan anak-anak perempuan mereka. Iman Ali menerima permohonan tersebut dan Sayyidah Zainab pun mengajari mereka. Sejarah membuktikan dalam tempo empat tahun atau lebih, banyak para perempuan yang berguru dan belajar kepada beliau.

Pada suatu hari Iman Ali mendengar Sayyidah Zainab mengajarkan tafsir huruf-huruf muqatta’ah (yang terpotong-potong) dari al-Qur’an. Khususnya tentang huruf permulaan surat Maryam, yaitu huruf “Kaaf, Haa, Yaa, Ain Shaad”. Seusai mengajar, Imam Ali mendatangi beliau dan berkata kepadanya: “Wahai cahaya mataku, tahukah bahwa huruf-huruf ini (Kaaf, Haa, Yaa, Ain, Shaad) merupakan kunci rahasia peristiwa yang akan menimpa engkau dan saudaramu Husain di padang Karbala,?” Setelah itu lantas Imam Ali menjelaskan secara terperinci kepada beliau tentang tragedi Asyura yang akan menimpanya.

*   Kekasih Allah (Waliyah)

Kendati beliau harus kehilangan kakak yang amat dicintainya, anggota keluarga, sanak famili dan sahabat-sahabat setianya namun pada tragedi Karbala yang sangat memilukan hati itu, Sayyidah Zainab berkata: “Ya Allah, hamba bersabar atas segala ketentuan-Mu”.

Ketika menyaksikan tragedi Karbala yang menyayat hati itu Sayyidah Zainab masih sempat berkata,:“Tidaklah aku lihat (semua musibah ini) melainkan sesuatu yang indah”. Kesyahidan Imam Husain dengan cara yang sangat tragis itu adalah kehendak Illahi yang selalu sesuai dengan hikmah Illahi dan keteraturan alam semesta. Inilah perwujudan dari iman terhadap takdir Ilahi.

Setelah kesyahidan Imam Husain beserta pasukannya yang berjumlah sangat sedikit itu dan rombongan tawanan akan diarak ke Kufah, beliau sempat berkata kepada Sang Kekasih sejatinya dengan ungkapan,:“Ya Allah, terimalah persembahan ini dari kami”.

Ungkapan ini menunjukkan betapa tingginya makrifat Sayyidah Zainab dan makrifat ini telah menghantarkan beliau kepada cinta Illahi yang mampu menghilangkan ketergantungan kepada kecintaan manapun. Dengan bekal kecintaan sejati inilah akhirnya beliau sampai pada derajat fana’ (menyatu) dengan Allah. Menyatu dalam ridho dan cinta-Nya, sehingga akhirnya beliau mendapat gelar kekasih sejati Allah (waliyah). Demikian dahsyatnya kesabaran Sayyidah Zainab, sehingga layak bagi Beliau untuk disebut jabar ash-shabr (gunung kesabaran).

4.  Banyak Beribadah (‘Abiidah)

Sayyidah Zainab seorang wanita ahli ibadah. Sejarah telah mencatat ibadah beliau lakukan, baik ibadah wajib maupun nafilah yang tidak pernah beliau tinggalkan meskipun dalam kondisi sulit. Pada malam Asyura bahkan pada malam kesebelas, ia tetap mengerjakan salat malam di samping kemahnya yang setengah terbakar.

Ketika menggambarkan maqam ubudiyyah Sayyidah Zainab, Imam Ali Zainal Abidin berkata,:“Sesungguhnya bibiku Zainab telah mendirikan shalat wajib dan nafilahnya dalam keadaan berdiri, namun kadang-kadang di sebagian rumah beliau lakukan dalam keadaan duduk, ketika aku menanyakan sebabnya beliau menjawab,:"Aku melaksanakan shalat sambil duduk karena rasa lapar dan lemah yang amat sangat, sebab selama tiga malam aku telah memberikan bagian makananku kepada anak-anak, dalam sehari semalam, mereka hanya memakan sepotong roti”.

Peristiwa ini terjadi ketika Sayyidah Zainab berada dalam kondisi tertawan dan diarak dari Kufah menuju Syam. Teriknya matahari dan dinginnya malam telah menyiksa beliau dan rombongan tetapi beliau tidak meninggalkan shalat malamnya dalam kondisi sesulit itu.

*   Orator Ulung

Basyir bin Khuzaim Al-Asai berkata, : “Aku melihat Zainab binti Ali saat itu. Tak pernah kusaksikan seorang tawanan yang lebih piawai darinya dalam berbicara. Seakan-akan semua kata-katanya ke luar dari mulut Amirul Mukminin Ali. Beliau memberi isyarat agar semuanya diam. Nafas-nafas bergetar. Suasana menjadi hening seketika. Beliau mulai berbicara,:

Segala puji bagi Allah. Shalawat dan salam atas kakekku Rasulullah Muhamamd saw dan keluarganya yang suci dan mulia. Amma ba’du....!!!

Wahai penduduk Kufah...
Wahai para pendusta dan licik. Untuk apa kalian menangis? Air mata ini tak akan berhenti mengalir. Tangisan tak akan cukup sampai disini. Kalian ibarat wanita yang mengurai benang yang sudah dipintalnya dengan kuat hingga bercerai-berai kembali. Sumpah dan janji setia kalian hanyalah sebuah makar dan tipu daya.

Ketahuilah, wahai penduduk Kufah...
Yang kalian memiliki hanya omong kosong, cela dan kebencian. Kalian hanya tampak perkasa di depan wanita tapi lemah dihadapan lawan. Kaliah lebih mirip dengan rumput yang tumbuh diselokan yang berbau busuk atau perak yang terpendam. Alangkah kejinya perbuatan kalian yang telah membuat Allah murka. Di neraka kelak kalian akan tinggal untuk selama-lamanya. 

Untuk Apa kini kalian menangis tersengguk-sengguk?
Ya, Demi Allah, banyaklah menangis dan sedikitlah ketawa, sebab kalian telah mencoreng diri kalian sendiri dengan aib dan cela yang tidak dapat dihapuskan selamanya. Bagaimana mungkin kalian dapat menghapuskannya sedangkan orang yang kalian bunuh adalah cucu  penghulu para nabi, poros risalah, penghulu pemuda surga, tempat bergantungnya orang-orang baik, pengayom mereka yang tertimpa musibah, menara hujjah dan pusat sunnah bagi kalian.

Ketahuilah, bahwa dosa kalian adalah dosa yang sangat besar. Terkutuklah kalian.., Semua usaha jadi sia-sia, tangan-tangan jadi celaka, dan  jual beli membawa kerugian. Murka Allah telah Dia turunkan atas kalian. Kini hanya kehinaanlah yang selalu menyertai kalian.

Celakalah kalian wahai penduduk Kufah...
Tahukah kalian, bahwa kalian telah melukai hati Rasulullah? Putri-putri Beliau kalian gelandangkan dan pertontonkan di depan khalayak ramai? Darah beliau telah kalian tumpahkan? Kehormatan Beliau kalian injak-injak? Apa yang telah kalian lakukan adalah kejahatan yang paling buruk dalam sejarah yang disaksikan oleh semua orang dan tak akan pernah hilang dari ingatan.

Mengapa kalian mesti keheranan menyaksikan langit yang meneteskan darah? Sungguh azab Allah di Akhirat kelak sangat pedih. Di sana kalian tidak akan tertolong. Jangan kalian anggap remeh waktu yang telah Allah ulurkan ini. Sebab masa itu pasti akan datang dan pembalasan Allah tidak Akan meleset. Tuhan kalian menyaksikan semua yang kalian lakukan.”

Perawi berkata,: Demi Allah, aku melihat orang-orang tertegun dan larut dalam tangisan, tangan-tangan mereka berada di mulut mereka. Aku melihat seorang lelaki tua berdiri disampingku sambil menangis hingga janggutnya basah. Ia berkata,:“Demi ayah dan ibuku, kalian adalah sebaik-baik manusia. Keturunan kalian adalah sebaik-baik keturunan. Tak ada cela dan aib pada kalian.”

Perawi berkata,:“Ibnu Ziyad duduk di atas singgasanannya di istananya yang megah. Sesuai dengan perintahnya, izin masuk ke istana untuk menghadiri pertemuan yang ia adakan diberikan untuk umum. Kepala suci Al-Husain di bawa kehadapannya bersama dengan para wanita keluarga Al-Husain dan anak-anaknya.

Zainab binti Ali duduk dengan wajah yang sulit dikenali. Ibnu Ziyad bertanya, "Siapakah dia?" Terdengar jawaban ,”Dia Zainab binti Ali.”

Ibnu Ziyad berpaling kepadanya dan berkata,:”Puji syukur kapada Allah yang telah mempermalukan kalian dan membuka kedok kebohongan kalian."

Zainab menjawab,:”Yang sebenarnya dipermalukan adalah orang fasik dan yang mempunyai kebohongan adalah para pendosa, bukan kami,”

Ibnu Ziyad menyahut,:”Bagaimana pendapatmu tentang apa yang telah Allah lakukan terhadap saudara dan keluargamu?”

“Aku tidak melihat ketentuan Allah kecuali Indah. Mereka adalah sekelompok orang yang telah di taqdirkan oleh Allah untuk mati terbunuh. Mereka pun bergegas menuju kematian itu. Allah kelak akan mempertemukanmu dengan mereka. Kelak kau akan dihujani pertannyaan dan disudutkan. Lihatlah, siapa pemenang di hari itu, Semoga ibumu memakimu, hai anak Marjanah!”

Perawi berkata,: Ibnu Ziyad marah bukan kepalang. Hampir saja ia mengambil keputusan membunuh Zainab.

'Amr bin Huraits segera menegurnya,:“Tuan dia hanya seorang wanita yang tidak akan dihukum karena kata-katanya.

*   Tragedi karbala

Ketika Sahabat Salman Al-Farisi menjenguk Sayyidatuna Zainab yang baru lahir dan mengucapkan selamat kepada orang tuanya, beliau menemukan Sayyidina Ali bin Abi Thalib, ayahanda Sayyidatuna Zainab, bukannya bahagia, melainkanmenangis dalam duka. Dengan terbata-bata Sayyidina Ali bin Abi Thalib menceritakan kembali "ramalan" Rasulullah saw mengenai nasib Sayyidatuna Zainab di masa kemudian sebagai saksi utama peristiwa pembantaian keluarga Rasulullah saw di Padang Karbala, Irak.

Sayyidatuna Zainab Yang masih kecil, juga merasakan bagaimana orang tuanya memperlakukannya secara istimewa. Hatinya yang bersih menangkap makna butiran air mata di sudut mata ayah bundanya. Ketika baru berusia lima tahun, beliau sudah mendapat latihan ketabahan. Misalnya, menyaksikan ibundanya dengan setia berada disamping Rasulullah saw, kakeknya tercinta, yang tengah sakit. Sampai suatu hari hari, beliau mendengar segenap warga Madinah menangis.

Kala itu beliau melihat serombongan Sahabat secara bergiliran menyampaikan penghormatan terakhir kepada kakeknya tercinta, Rasulullah saw. Sayyidatuna Zainab juga melihat orang-orang menggali sebuah lubang di kamar Sayyidatuna Aisyah, neneknya. Gundukan tanah galian itu menumpuk di kiri-kanan lubang itu, sebagian butirannya mengenai baju Sayyidatuna Zainab. Tak lama kemudian, beliau melihat ayahandanya dibantu dua Sahabat yang lain, perlahan-lahan menurunkan jenazah Rasulullah saw kedalam lubang. Kemudian tubuh mulia yang suci itu ditutupi tanah dan pasir.

Berbagai peristiwa kemudian terjadi. Namun tampaknya Sayyidatuna Zainab tidak memahami semuanya, sebab yang paling beliau cemaskan ialah kesehatan ibundanya. Sejak Rasulullah saw wafat, ibundanya selalu tampak murung, wajahnya semakin kuyu, matanya sembab dan lebih sering mengasingkan diri. Sayyidatuna Zainab pernah melihat ibundanya mengambil sekepal tanah di makam datuknya, lalu mengusapkannya ke wajahnya sambil berlinang air mata.

Sekitar enam bulan setelah kakeknya wafat, apa yang dicemaskannya terjadi; Asma binti Umaisy menemukan Sayyidatuna Fathimah Az-Zahra, ibunda Sayyidatuna Zainab wafat di sebuah rumah disamping masjid dan maqam datuknya. Untuk kedua kalinya, Sayyidatuna Zainab melihat tubuh orang yang dicintainya dimasukkan ke dalam lubang lalu ditimbun tanah dan pasir.

Dalam usia sekitar lima tahun, beliau sudah kehilangan dua orang yang sangat dicintainya; kakek dan ibundanya. Kala itu, selain beliau sendiri, di rumah keturunan Rasulullah saw itu masih ada ayahandanya, Sayyidina Ali bin Abi Thalib kwj, dua kakak lelaki, Sayyidina Hasan dan Sayyidina Husein, serta Adik perempuannya Ummu Kultsum. Setiap kali pulang, Sayyidatuna Zainab menemukan rumah yang sepi.

Beliau tak lagi tertidur di pangkuan ibundanya, ketika malam mulai mendingin, tak lagi mendengar panggilan ibundanya ketika matahari mulai terbit. Namun samara-samar masih teringat wasiat ibundanya untuk merawat kedua kakak lelakinya, Sayyidina Hasan dan Husein serta adik Perempuannya, Sayyidatuna Ummu Kultsum. Tapi, apa yang dapat dilakukannya , kecuali berkumpul dan berpelukan dengan mereka, sementara ayahandanya berusaha menghibur mereka.

Sebelum genap berusia 10 tahun, Sayyidatuna Zainab sudah bertindak sebagai ibu bagi abang dan adiknya, beliau tampak tabah, lembut, rajin, dan penuh kasih sayang. Dan akhirnya menjelang dewasa, ayahandanya memilihkannya seorang lelaki shaleh dan dermawan, Abdullah bin Ja'far. Pasangan ini melahirkan tiga putra dan dua putri.

Belum puas mengecap kebahagiaan, musibah mengguncang rumah tangga mereka, Sayyidatuna Zainab menyaksikan bagaimana ayahandanya, setelah diangkat sebagai Khalifah, tak henti-hentinya bertempur. Sampai suatu hari, tak lama setelah adzan subuh, beliau mendengar hiruk pikuk di masjid " Tangkap pembunuh! Tangkap pembunuh!"

Betapa miris ketika dilihatnya ayahandanya diusung dengan wajah berlumuran darah. Segera Sayyidatuna Zainab teringat percakapan ayahandanya dengan Sayyidatuna Ummu Kultsum, adiknya, tiga hari sebelumnya,:

"Anakku, tinggal sebentar lagi Ayah bersamamu" kata Sayyidina Ali bin Abi Thalib kwj
"Mengapa ayah?" Tanya Sayyidatuna Ummu Kaltsum kaget.
"Aku bermimpi bertemu Rasulullah saw. Beliau mengusap debu dari wajahku, sambil bersabda; "Ali, jangan cemas. Engkau telah melaksanakan apa yang harus engkau lakukan" itulah mimpiku semalam" kata Sayyidina Ali bin Abi Thalib kwj.

Mendadak Sayyidatuna Zainab terguncang, perasaannya kalang kabut dipenuhi hal-hal mencemaskan. Sesaat beliau menyaksikan adiknya Ummu Kultsum, menjerit dan menghardik Abdurrahman bin Muljam, si pembunuh ayahandanya, "Ayahku tidak berdosa, mengapa kau bunuh, hai musuh Allah!".

Sayyidatuna Zainab berlari, lalu memeluk ayahandanya, membanjiri wajah ayahandanya dengan air mata, beliau melihat luka menganga di kepala ayahandanya.

Kala itu, Sayyidina Ali bin Abi Thalib kwj masih bertahan hidup sampai dua hari. Dan setelah itu, Sayyidina Ali bin Abi Thalib kwj, Singa Allah yang lahir di dalam Ka'bah itu, wafat menghadap Allah swt dengan tenang.

Setelah Ayahnya tiada, Sayyidatuna Zainab masih harus menanggung kepedihan tatkala beliau menyaksikan kakak sulungnya, Sayyidina Hasan, wafat karena diracun oleh pengikut Muawiyah. Derita batin rupanya belum lenyap dari nasib Sayyidatuna Zainab, rupanya beliau ditakdirkan Allah swt untuk mendampingi kakaknya, Sayyidina Husein yang syahid di Padang Karbala. Kepala Sayyidina Husein dipancung oleh anggota pasukan Gubernur Kufah, Ubaidillah bin Ziyad, kepalanya ditancapkan di ujung tombak, lalu diarak ke Kufah.

Dalam arak-arakan itu terdapat pula sejumlah wanita dan anak-anak berpakaian kotor berdebu dan compang-camping, Sayyidatuna Zainab dan keluarganya berjalan tertatih-tatih, letih, sedih, takut, geram, campur aduk jadi satu. Mereka digiring seperti kawanan ternak tanpa makan dan minum.

Sayyidina Ali Zainal Abidin, putra Sayyidina Husein yang sempat menantang Ubaidillah bin Ziyad dengan sangat berani,:"Engkau memang seorang Fasiq", ketika itu Ubaidillah bin Ziyad memerintahkan pengawalnya memenggal cicit Rasulullah saw tersebut dengan sigap Sayyidatuna Zainab segera meloncat memeluk remaja kemenakaannya itu,"Belum puaskah engkau menumpahkan darah kami? Demi Allah, aku tak akan melepaskannya. Jika kamu membunuhnya, bunuhlah aku dulu".

Ubaidillah bin Ziyad pun mengurungkan niatnya. Dengan begitu, Sayyidatuna Zainab telah menyelamatkan pelanjut kepemimpinan Ahlul Bait, keturunan Rasulullah saw. Setelah itu, dengan susah payah Sayyidatuna Zainab digiring menghadap Khalifah Yazid bin Muawiyah di Damaskus, Syria. Dalam iring-iringan itu Sayyidina Ali Zainal Abidin, yang masih remaja, harus memikul belenggu pemasung kedua tangannya di atas tengkuk.

Ketika itulah Fathimah, putri Sayyidina Husein yang cantik jelita, nyaris menjadi rebutan antara seorang serdadu Syria dan Yazid. Tentu saja itu menimbulkan kemarahan Sayyidatuna Zainab;
"Engkau memang penguasa Zalim. Engkau menindas orang dalam kekuasaanmu."

Sayyidatuna Zainab menantang dengan berani. Mendengar itu, Yazid jadi malu. Ia terdiam. Sekali lagi, Sayyidatuna Zainab menyelamatkan kuncup keluarga Rasulullah saw.

Kemudian Gubernur Ubaidillah bin Ziyad memulangkan Sayyidatuna Zainab dan rombongannya ke Madinah. Warga Madinah menyambut mereka dengan ratap tangis, Sayyidina Abdullah bin Ja'far, suami Sayyidatuna Zainab menyongsong istrinya dengan perasaan haru tak terlukiskan. Namun, Sayyidatuna Zainab sekeluarga tak dapat lama tinggal di Madinah, karena beberapa hari kemudian Yazid mengusirnya.

Maka berangkatlah Sayyidatuna Zainab ke Mesir, enam bulan pasca tragedy Karbala. Mereka disambut warga Kairo dengan penuh antusias. Bahkan Maslamah, Gubernur Mesir, memboyongnya ke rumah dinas Gubernur, Al-Hamra al-Quswa, sampai akhir hayatnya. Sejak itu kaum muslimin berduyun-duyun mendengarkan tausiyahnya yang mempesona, dan mempelajari hadits-hadits yang disampaikannya. Akhirnya, Sayyidatuna Zainab Al-Kubra wafat sekitar setahun setelah tragedy Karbala.

Ratusan tahun kemudian, keturunan Sayyidatuna Zainab, yang juga keturunan Rasulullah saw, mendirikan Kesultanan besar, Dinasti Fathimiyyah. Dan pada abad ke 5 Hijriyah, 10 abad silam dibangunlah Universitas tertua di dunia, Al-Azhar.

Sayyidatuna Zainab telah wafat, namun setiap saat puluhan ribu kaum muslimin senantiasa menziarahi makamnya dengan hidmat. Kecerdasan, ketabahan dan keberaniannya merupakan teladan bagi kaum Muslimah sepanjang masa.

(SUMBER : Dikutip dari Al-Kisah no. 16 / Tahun IV / 31 Juli-13 Agustus 2006)

( LIKE & SHARE FB : Biografi Auliya Wa Sholihin )

Sabtu, 19 Januari 2019

Kenapa Harus Sholat Jamaah

"Rasulullahﷺ  Menguji Kekhusyuk'an Sholatnya Sayyidina Ali RA"

Kenapa kita harus shalat berjamaah? Karena rahasia shalat adalah khusyuk. Tapi tidak mungkin kita shalat khusyuk dalam 4 maupun 2 rakaat.

Dalam sebuah riwayat dikatakan bahwa, Sayyidina Ali bin Abi Thalib Ra. suatu hari melihat salah seorang sahabat yang sedang shalat. Melihat shalatnya yang tidak bagus Sayyidina Ali Ra. berkata kepada Rasulullah ﷺ.: “Wahai Rasulullah ﷺ shalat apakah itu? Kok tidak menunjukkan khusyuk sama sekali.”

Lalu Rasulullah ﷺ bersabda: “Wahai Ali, bisakah engkau shalat 2 rakaat dengan khusyuk?”

Dijawab: “Bisa ya Rasulullahﷺ."

Kemudian Sayyidina Ali RA mengambil air wudhu. Selesai berwudhu, Rasulullah ﷺ, menyodorkan dua surban kepada Sayyidina Ali RA: “Wahai Ali, ini ada 2 surban, satu dari Irak dan satunya lagi dari Yaman. Aku kasih engkau surban dari Irak jikalau engkau berhasil shalat 2 rakaat dengan khusyuk!”

Telah diketahui bahwa surban Yaman kualitasnya lebih bagus daripada surban dari Irak. Surban Yaman terkenal lebih halus dibandingkan surban Irak.

Lalu Sayyidina Ali Ra. mulai melakukan shalat. Takbir, rukuk dan sujud pada rakaat pertama shalatnya Sayyidina Ali Ra. terlihat benar-benar khusyuk. Tibalah pada rakaat kedua, terlihat dalam rukuknya Sayyidina Ali Ra. lebih panjang dari rukuknya rakaat pertama. Kemudian diucapkan salam pertanda shalat selesai.

Rasulullahﷺ langsung menghadap Sayyidina Ali Ra. seraya bertanya: “As-aluka billahi ya Ali, aku bertanya kepadamu dengan nama Allah wahai Ali. Kenapa rukukmu pada rakaat kedua lebih panjang dari rukuk rakaat pertama?”

Jawab Sayyidina Ali Ra.: “Iya wahai Rasulullah. Saya teringat surban. Andai saja engkau memberikanku surban yang dari Yaman tentu lebih bagus dan Indah. Ini yang saya ingat waktu itu wahai Rasulullah.”

Lantas Rasulullahﷺ  bersabda: “Ketahuilah wahai Ali, tidak mungkin manusia dapat melakukan shalat 2 rakaat dengan khusyuk. Justru itu merupakan rahmat Allah bagi ummat Nabi Muhammad ﷺ agar melakukan shalat berjamaah.”

اللهم صل على سيدنا محمد وعلى ال سيدنا محمد