Rabu, 25 Desember 2019

Bukan Nabi.

"Janganlah kamu berteman dengan orang yang tidak siap melihatmu berbuat salah.”

Orang seperti itu tak layak dijadikan teman karena ia mengingkari fitrah manusia yaitu berbuat salah. 
Dan lebih berbahaya lagi, karena diam-diam, orang seperti itu punya rasa sombong
Di mata orang seperti itu, ini salah. Itu salah. Tidak terbuka peluang bagi orang untuk memperbaiki diri. 

Pernah, seorang alim ditegur Tuhan karena berdoa agar dijauhkan dari kesalahan. 

Kata Tuhan, “Lha kalau kamu tidak berbuat salah, lalu di mana letak kehebatan sifat pengampun-Ku?”

Sementara Nabi sendiri mensifati umatnya, dan melukiskan kebesaran Tuhan, salah satunya dalam bentuk betapa dhaifnya manusia dan betapa besarnya pengampunan Tuhan. 

Anak-cucu Adam itu senantiasa berbuat salah, dan sebaik-baiknya mereka adalah yg lekas meminta ampunan. 

Sementara, Tuhan membentangkan tangannya di malam hari agar orang yg salah di siang hari dapat pengampunan dan membentangkan tangannya di siang hari agar manusia yg berbuat salah di malam hari dapat pengampunan

Ini berbeda sama sekali dengan orang Khawarij. Kaum ini sering mencap orang yg berbuat salah dan maksiat telah keluar dari Islam. Sementara Tuhan menyeru, sebanyak apapun kesalahan dan dosa hambaNya, jangan pernah berputus asa dari ampunan Tuhan. 

Aneh sekali kaum Khawarij ini yg justru ‘mengusir’ orang yg sudah masuk Islam hanya karena berbuat salah, sementara Tuhan selalu mengulurkan tangan agar orang yg berbuat salah tak berputus asa

Ada kisah orang alim yg selalu dijadikan contoh oleh Gus Baha dalam konteks ini. Beliau adalah Mbah Nafi’ (KH Nafi' Abdullah Salam, putra Mbah Abdullah Salam Kajen).
Waktu sudah dianggap alim, oleh sesepuh dan guru-gurunya, Mbah Nafi’ diminta mengajar mengaji. Tapi beliau menolak karena takut salah

Akhirnya beliau diundang oleh guru-gurunya dan diberitahu: 

“Kamu keliru kalau tidak mau mengajar karena takut salah. Memangnya kamu itu siapa? 
Orang yang takut berbuat salah justru orang yang sombong. Kamu itu bukan nabi kok takut berbuat salah." 

Semenjak itu Mbah Nafi’ mau mengajar

Sumber: 
Sayidina Ali, Imam Syafi’i, Gus Baha.

Rabu, 18 Desember 2019

JIKA SUDAH TEGAK QOUL ULAMA DI DALAM MADZHAB, KEMUDIAN WAHABI MEMPERMASALAHKAN, MAKA JAWABANNYA BEGINI

Kami adalah orang yang tidak tahu dalil, dan tidak hafal ribuan hadits. Maka kami memilih qoul ulama di dalam madzhab yang sudah mahsyur sebagai ahli ilmu, ahli hadits dan ahli fiqih sesuai petunjuk dari Allah ﷻ.
Allah ﷻ berfirman :
فاسألوا أهل الذكر إن كنتم لا تعلمون
Tanyalah ahli ilmu jika kamu tidak tahu. Al Anbiya Ayat 7.

Ustad antum tidak mahsyur sebagai ahli ilmu dikalangan para ulama, jika kami mengikuti perkataan.ustad antum, maka kami menyalahi petunjuk Allah Ta'ala sekalipun ustad antum berdalil dengan hadits sohih. Karena siapa tahu masih ada hadits yang belum diketahui oleh ustad antum, dan antum tidak mengetahuinya juga.

Selasa, 17 Desember 2019

"JANGAN BERHENTI DI TENGAH BADAI "

Seorang Anak mengemudikan mobilnya bersama ibunya.

Setelah beberapa puluh kilometer, Tiba² awan hitam datang bersama angin kencang. Langit menjadi gelap. Beberapa kendaraan mulai menepi & berhenti.

“BAGAIMANA, Bu? Kita berhenti?”,
Si Anak bertanya.

“Teruslah.. !”, kata Ibu.

Anaknya TETAP menjalankan mobil. Langit makin gelap, angin bertiup kencang. Hujanpun turun.

Beberapa pohon bertumbangan, Bahkan ada yg diterbangkan angin. Suasana sangat menakutkan. Terlihat kendaraan² besar juga mulai menepi & berhenti.

“Bu....?"

“TERUSLAH mengemudi..!!” kata Ibu, sambil terus melihat ke depan.

Anaknya TETAP mengemudi degan bersusah payah.

Hujan lebat menghalangi pandangan HANYA berjarak bebarapa meter saja.

Si Anak mulai takut.
NAMUN... tetap mengemudi WALAUPUN sangat perlahan.

Setelah melewati beberapa kilo ke depan, dirasakan hujan mulai mereda & angin mulai berkurang.

SETELAH beberapa kilometer, SAMPAILAH mereka pada daerah yg kering & matahari bersinar.

“SILAKAN berhenti & keluarlah”, kata Ibu
“KENAPA sekarang ?”, tanya-nya.
“Agar kau BISA MELIHAT seandainya berhenti di tengah badai”.

Sang Anak berhenti & keluar.
 Dia melihat jauh di belakang sana badai masih berlangsung.
 Dia MEMBAYANGKAN orang² yg terjebak di sana.

Dia BARU mengerti bahwa JANGAN PERNAH BERHENTI di tengah badai KARENA akan terjebak dalam ketidak pastian.

JIKA kita sedang menghadapi “badai” kehidupan, TERUSLAH berjalan, JANGAN berhenti & putus asa karena kita akan tenggelam dalam keadaan yg terus menakutkan.

LAKUKAN saja Apa yang dpt kita lakukan & yakinkan diri bahwa BADAI PASTI BERLALU.
KITA tidak kan pernah berhenti, tetapi maju terus Karena kita yakin bahwa di depan sana Kepastian dan Kesuksesan ada untuk kita...

HIDUP TAK SELAMANYA BERJALAN MULUS!!!

BUTUH batu kerikil supaya kita BERHATI-HATI..

BUTUH semak berduri supaya kita WASPADA..

BUTUH Pesimpangan supaya kita BIJAKSANA dalam MEMILIH..

BUTUH Petunjuk jalan supaya kita punya HARAPAN tentang arah masa depan..

Hidup Butuh MASALAH supaya kita tahu kita punya KEKUATAN..

BUTUH Pengorbanan supaya kita tahu cara KERJA KERAS.

BUTUH air mata supaya kita tahu MERENDAHKAN HATI.

BUTUH dicela supaya kita tahu bagaimana cara MENGHARGAI..

BUTUH tertawa dan senyum supaya kita tahu MENGUCAPKAN SYUKUR..

BUTUH Orang lain supaya kita tahu kita TAK SENDIRI..

Jangan selesaikan MASALAH dengan mengeluh, berkeluh kesah, dan marah", Selesaikan saja dengan sabar, bersyukur dan jangan lupa TERSENYUM.

Teruslah MELANGKAH walau mendapat RINTANGAN, Jangan takut..
Saat tidak ada lagi tembok untuk bersandar, masih ada lantai untuk bersujud.

Perbuatan baik yg paling sempurna adalah perbuatan baik yg tidak terlihat, Namun.. Dapat dirasakan hingga jauh ke dalam relung hati.

Jangan menghitung apa yg hilang, namun hitunglah apa yg tersisa.

Sekecil apapun penghasilan kita, pasti akan cukup bila digunakan utk Kebutuhan Hidup.
Sebesar apapun penghasilan kita, pasti akan kurang bila digunakan utk Gaya Hidup.

Tidak selamanya kata-kata yg indah itu benar, juga tidak selamanya kata-kata yg menyakitkan itu salah.

Hidup ini terlalu singkat, lepaskan mereka yg menyakitimu, sayangi mereka yg peduli padamu.

SEMOGA BERMANFAAT..

ZURIYYAT ROSULULLOH SAW AKAN TERUS WUJUD SAMPAI AKHIR ZAMAN.

imam zamakhsyari dalam kitab al kasyaf mengutip apa yg ditulis oleh imam fakhurrozi dalam kitab al kabir :
Barangsiapa wafat dalam mencintai keluarga Rasulullah saw,maka ia mati syahid.
Sungguh barangsiapa yang wafat dalam keadaaan mencintai keluarga muhammad, maka orang itu akan memperoleh ampunan atas dosa-dosanya.

Rasullah saw bersabda:
Seorang hamba Allah belum sempurna keimanannya sebelum kecintaanya kepadaku melebihi kecintaan kepda diri sendiri,sebelum kecintaanya kepada keturunanku melebihi kecintaan kepada keturunan sendiri,sebelum kecintaan kepada ahlul baitku melebihi kecintaan kepada keluarganya sendiri dan sebelum kecintaan kepada dzatku melebihi kecintaan kepada dzatnya sendiri.
(HR.ath thabrani)

Rasullah saw bersabda:
Ahlul baitku dan para pencintanya dikalangan umatku,akan bersama-sama masuk surga sepertu dua jari telunjuk ini.

(HR.thabrani)

Rasullah saw bersabda:
Hendaklah kalian tetap memelihara kasih sayang dengan kami (ahlul bait) sebab pada hari kiamat kelak orang yg bertemu dengan Allah dalam keadaan mencintai ahlu bait akan masuk surga dengan syafaat kami,demi Allah yg nyawaku berada ditangannya amal seorang hamba tidak dapat bermanfaat baginya tanpa mengenal hak-hak kami (ahlul bait).

(HR.thabrani)

Rasulullah saw bersabda:
Hai manusia,barangsiapa membenci kami(ahlu bait),maka pada hari kiamat Allah aakan menggiringnya sebagai orang yahudi.

(HR.thabrani)

Rasullah saw bersabda:
Orang yg membenci kami (ahlul bait) pasti akan dimasukkan ke neraka.

(HR.athabrani)

Rasulullah saw bersabda:
Barangsiapa yg hendak bertawasul (berwasilah) dan ingin mendapar syafaatku pada hari kiamat kelak,hendaklah ia menjaga hubungan silaturohim dengan aahlu baitku dan berbuat menggembirkan mereka.

(HR.addailami)

Rasulullah saw bersabda;
Diantara kalian yg paling mantap berjalan diatas shirat ialah yg paling besar kecintaanya kepada ahlu baitku dan para sahabatku.

(HR. addailami)

Rasullah saw bersabda:
Empat orang yg akan memperoleh syafaatku pada hari kiamat adalah:orang yg menghormati ahlu baitku,orang yg memenuhi kebutuhan mereka,orang yg berusaha membantu urusan mereka pada saat diperlukan dan orang yg mencintai mereka dengan hati dan lidahnya.

(HR.imam ahmad)

Rasulullah saw bersabda:
Siapa yg membenci ahlu baitku,ia adalah orang munafik.

(HR.imam aahmad)

Rasulullah saw bersabda:
Mereka (ahlu bait) adalah keturunanku,diciptakan dari darah dagingku dan dikaruniakan pengertian serta pengetahuanku.maka celakalah orang dari umatku yg mendustakan mereka dan memutuskan hubungan denganku melalui pemutusan hubungan dengan mereka dan kepada orang-orang seperti ini Allah tidak akan menurunkan syafaatku.

(HR alhakim)

Abu bakar shiddiq berkata:
Jagalah baik-baik wasiat muhammad saw mengenau ahlu baitnya.

Kerabat Rasullah saw lebih kucintai daripada kerabatku sendiri

(HR.bukhori)

Senin, 16 Desember 2019

CIRI DITERIMA TAUBATNYA SEORANG HAMBA, BIASANYA DIIKUTI 5 KEMUDAHAN.

Diantara ciri-ciri manusia mendapatkan kemudahan karna ridha-Nya, yakni: .
Pertama, Allah mudahkan dalam hatinya muncul rasa nikmat beribadah. Sholat bisa khusyuk, nikmat duduk berlama sambil dzikir, nikmat qiyamul lail, nikmat puasa, nikmat di majelis ilmu dan seterusnya. Bahagia hatinya saat beramal kebaikan.

Kedua, Allah mudahkan ia menegakkan amalan sunnah. Jika sudah nikmat dengan yang wajib. Ia akan dekat dengan yang sunnah. Mulai memburu amal lain sebagai upayanya menutup kekurangan.

Ketiga, Allah mudahkan baginya bertemu dengan kawan yang sholeh. Ini sebagai penjaga bagi pertaubatannya. Allah menjaganya dengan menghadirkan kawan-kawan sholeh di dalam perjalanan taubatnya.

Keempat, Allah mudahkan hatinya menerima nasihat. Hatinya melembut. Hidayah mudah masuk saat menerima nasihat kebaikan. Sehingga perilakunya terjaga dari keburukan.

Kelima, Allah mudahkan air mata keluar dari dua matanya. Ia mudah menangis. Bukan karena cengeng tapi karena mengingat semua dosa masa lalunya. Ia menangis karena mengingat semua nikmat Allah. Ia menangis atas kesempatan yang sudah Allah berikan. Ia menangis sebagai bentuk penyesalan, sekaligus rasa syukurnya kepada Allah.

لاحول ولا قوة الا بالله العلي العظيم

Semoga kita termasuk hamba-hamba yang menikmati ampunan Allah azza wajalla. Aamiin Ya Allahu rabbal'alamiin

Selasa, 26 November 2019

DIPOTONG LIDAH KARENA MEMUJI NABI MUHAMMAD SAW DENGAN LANTUNAN SYA'IR SHALAWAT

Dahulu Kala Ada seorang penyair hebat dan sangat terkenal yaitu Syaikh Farazdaq dimana beliau selalu asyik memuji Rasulullah SAW., beliau mempunyai kebiasaan melakukan ibadah haji setiap tahunnya
Suatu waktu ketika beliau melakukan ibadah haji kemudian datang berziarah ke makam Rasulullah SAW. dan membaca qasidah di makam beliau dan ketika itu ada seseorang yang mendengarkan qasidah pujian yang dilantunkannya.

Setelah selesai membaca qasidah, orang itu menemui Sang Penyair dan mengajak beliau untuk makan siang ke rumahnya. Beliau pun menerima ajakan orang tersebut dan setelah berjalan jauh hingga keluar dari Madinah al-Munawwarah sampailah keduanya di rumah yang dituju.

Sesampainya di dalam rumah, orang tersebut memegangi Sang Penyair dan berkata: “Sungguh aku sangat membenci orang-orang yang memuji-muji Muhammad, dan ku bawa engkau ke sini untuk ku gunting lidahmu!”

Maka orang itu menarik lidah beliau lalu mengguntingnya dan berkata: “Ambillah potongan lidahmu ini dan pergilah untuk kembali memuji Muhammad!”

Maka Sang Penyair pun menangis karena rasa sakit dan juga sedih tidak bisa lagi membaca syair untuk Sayyidina Muhammad SAW. Kemudian beliau datang ke makam Rasulullah Saw. seraya berdoa: “Ya Allah jika penghuni makam ini tidak suka atas pujian-pujian yang aku lantunkan untuknya maka biarkan aku tidak lagi bisa berbicara seumur hidupku, karena aku tidak butuh kepada lidah ini kecuali hanya untuk memuji-Mu dan memuji Nabi-Mu. Namun jika Engkau dan Nabi-Mu ridha maka kembalikanlah lidahku ini ke mulutku seperti semula.”

Beliau terus menangis hingga tertidur dan bermimpi jumpa dengan Rasulullah SAW. yang berkata:

“Aku senang mendengar pujian-pujianmu, berikanlah potongan lidahmu.”

Lalu Rasulullah SAW. mengambil potongan lidah itu dan mengembalikannya pada posisinya semula. Ketika Sang Penyair ( Syaikh Farazdaq ) terbangun dari tidurnya beliau mendapati lidahnya telah kembali seperti semula, maka beliau pun bertambah dahsyat memuji Rasulullah SAW.

Hingga di tahun selanjutnya beliau datang lagi menziarahi Rasulullah SAW. dan kembali membaca pujian-pujian untuk Rasulullah SAW. Dan di saat itu datanglah seorang yang masih muda dan gagah serta berwajah cerah menemui beliau dan mengajak beliau untuk makan siang di rumahnya.
Beliau teringat kejadian tahun yang lalu namun beliau tetap menerima ajakan tersebut sehingga beliau dibawa ke rumah anak muda itu. Sesampainya di rumah anak muda itu, beliau dapati rumah itu adalah rumah yang dulu pernah beliau datangi lalu lidah beliau dipotong.

Anak muda itu pun meminta beliau untuk masuk yang akhirnya beliau pun masuk ke dalam rumah itu hingga mendapati sebuah kurungan besar terbuat dari besi dan di dalamnya ada kera yang sangat besar dan terlihat sangat beringas, maka anak muda itu berkata: “Engkau lihat kera besar yang di dalam kandang itu, dia adalah ayahku yang dulu telah menggunting lidahmu, maka keesokan harinya Allah merubahnya menjadi seekor kera.”

Dan hal yang seperti ini telah terjadi pada ummat terdahulu, sebagaimana firman Allah Swt.:

فَلَمَّا عَتَوْا عَنْ مَا نُهُوا عَنْهُ قُلْنَا لَهُمْ كُونُوا قِرَدَةً خَاسِئِينَ ( الأعراف

“Maka setelah mereka bersikap sombong terhadap segala apa yang dilarang, Kami katakan kepada mereka: “Jadilah kalian kera yang hina”. (QS. al-A’raf ayat 166)

Kemudian anak muda itu berkata: “Jika ayahku tidak bisa sembuh maka lebih baik Allah matikan saja.”

Maka Syaikh Farazdaq berdoa: “Ya Allah aku telah memaafkan orang itu dan tidak ada lagi dendam dan rasa benci kepadanya”. Dan seketika itu pun Allah SWT. mematikan kera itu dan mengembalikannya pada wujud yang semula.

Dari kejadian ini jelaslah bahwa sungguh Allah SWT. mencintai orang-orang yang suka memuji Nabi Muhammad SAW. Karena pujian kepada Nabi Muhammad SAW. disebabkan oleh cinta dan banyak memuji kepada Nabi Muhammad SAW. berarti pula banyak mencintai beliau.

Dan semakin banyak orang yang berdzikir, bershalawat dan memuji Nabi Muhammad SAW., maka Allah akan semakin menjauhkan kita, wilayah kita dan wilayah-wilayah sekitar dari musibah dan digantikan dengan curahan rahmat dan anugerah dari Allah SWT.

( Dikisahkan Oleh Almaghfurlah Al Habib Mundzir bin Fuad Al Musawwa )

#Wallahu'alam

اللَّهُمَّ صَلِّ عَلىَ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ

وَ السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ

Minggu, 24 November 2019

SALAH KAPRAH MEMAKNAI"KAIN SARUNG" SEBAGAI "CELANA"

=======
Imam Ahmad mencatat sebuah riwayat dalam Musnad-nya
(4 / 390) :
( حَدَّثَنَا سُفْيَانُ بْنُ عُيَيْنَةَ ، عَنْ إِبْرَاهِيمَ بْنِ مَيْسَرَةَ ، عَنْ عَمْرِو ابْنِ الشَّرِيدِ ، عَنْ أَبِيهِ أَوْ : عَنْ يَعْقُوبَ بْنِ عَاصِمٍ ، أَنَّهُ سَمِعَ الشَّرِيدَ يَقُولُ : أَبْصَرَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَجُلًا يَجُرُّ إِزَارَهُ ، فَأَسْرَعَ إِلَيْهِ أَوْ : هَرْوَلَ ، فَقَالَ : ” ارْفَعْ إِزَارَكَ ، وَاتَّقِ اللَّهَ ” ، قَالَ : إِنِّي أَحْنَفُ ، تَصْطَكُّ رُكْبَتَايَ ، فَقَالَ : ” ارْفَعْ إِزَارَكَ ، فَإِنَّ كُلَّ خَلْقِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ حَسَنٌ ” ، فَمَا رُئِيَ ذَلِكَ الرَّجُلُ بَعْدُ إِلَّا إِزَارُهُ يُصِيبُ أَنْصَافَ سَاقَيْهِ ، أَوْ : إِلَى أَنْصَافِ سَاقَيْهِ
Sufyan bin ‘Uyainah menuturkan kepadaku, dari Ibrahim bin Maisarah, dari ‘Amr bin Asy Syarid, dari ayahnya, atau dari Ya’qub bin ‘Ashim, bahwa ia mendengar Asy Syarid berkata: Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam melihat seorang laki-laki yang pakaiannya terseret sampai ke tanah, kemudian Rasulullah bersegera (atau berlari) mengejarnya. Kemudian beliau bersabda:
“Angkat pakaianmu, dan bertaqwalah kepada Allah“. Lelaki itu berkata: “kaki saya bengkok, lutut saya tidak stabil ketika berjalan”. Nabi bersabda: “angkat pakaianmu, sesungguhnya semua ciptaan Allah Azza Wa Jalla itu baik”.
Sejak itu tidaklah lelaki tersebut terlihat kecuali pasti kainnya di atas pertengahan betis, atau di pertengahan betis.
Rosululloh Saw bersabda:
رأيت رسول الله صلى الله عليه وسلم أخذ بحجزة سفيان بن أبي سهل فقال يا سفيان لا تسبل إزارك فإن الله لا يحب المسبلين
“Aku melihat Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam mendatangu kamar Sufyan bin Abi Sahl, lalu beliau berkata: ‘Wahai Sufyan, janganlah engkau isbal. Karena Allah tidak mencintai orang-orang yang musbil’” (HR. Ibnu Maajah no.2892, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Ibni Maajah)
Berangkat dari hadits tersebut dan beberapa hadits lainnya tentang isbal , ada beberapa gelintir kaum yang memelintir kata الإزار "KAIN /SARUNG" menjadi سَرَاوِيلَ "CELANA" yang sehingga larangan isbal menyasar ke "CELANA", yang pada perkembangannya melahirkan RCTI ( Rombongan Celana Tinggi) alias Bani Cingkrang.
Perlu kita pahami bahwa "ISBAL" berlakunya pada kain sarung, baju gamis ataupun sorban bukan, pada celana.
Sebagaimana tertera dalam hadits ini;
عن عبد الله بن عمر عن النبي صلى الله عليه وسلم قال: الإسبال في الإزار والقميص والعمامة, من جر منها شيئا خيلاء لم ينظر الله إليه يوم القيامة. (رواه أبو داود وغيره )
Dari Abdullah bin Umar dari Nabi -shollallohu alaihi wasallam-bersabda: “Isbal terdapat padasarung, baju gamis ataupunsorban . Barangsiapa menyeret salah satu darinya karena sombong, maka pada hari kiamat nanti, Allah tidak akan mau melihat kepadanya” (HR. Abu Dawud dan yang lainnya).
Coba perhatikan benar-benar redaksi haditsnya. Di dalam matan hadits tsb tertuliskan الإزار atau sarung. Dan tidak ada satupun yang memuat سَرَاوِيلَ atau celana. Padahal celana sudah ada pada jaman Rasulullah, dan itu terbukti dengan banyaknya hadits shahih yang menerangkan tentang celana. Beliau berkata-kata dengan kalimat yang sangat jelas dan tegas.
Silahkan dilihat hadits di bawah ini.

صحيح البخاري ٥٣٥٧:
حَدَّثَنَا أَبُو نُعَيْمٍ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ عَنْ عَمْرٍو عَنْ جَابِرِ بْنِ زَيْدٍ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ
عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ لَمْ يَجِدْ إِزَارًا فَلْيَلْبَسْ سَرَاوِيلَ وَمَنْ لَمْ يَجِدْ نَعْلَيْنِ فَلْيَلْبَسْ خُفَّيْنِ
Shahih Bukhari 5357:
Telah menceritakan kepada kami Abu Nu'aim telah menceritakan kepada kami Sufyan dari 'Amru dari Jabir bin Zaid dari Ibnu Abbas dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam beliau bersabda: "Barangsiapa tidak mendapat sarung (ketika berihram), hendaknya ia mengenakan celana panjang, dan siapa yang tidak mendapatkan sandal, hendaknya ia mengenakan sepatu."
Dari hadits tersebut menjadi sangat jelas bahwa yg dimaksed dengan Izar إِزَار adalah sarung / kain bawahan ihram , bukan termasuk celana , sebagaimana bunyi hadits إِزَارًا فَلْيَلْبَسْ سَرَاوِيلَ sangat jelas ada kata "izar" dan "sarawil"
Jadi kesimpulannya SARUNG dengan CELANA adalah dua subtansi yang berbeda, maka jsangan disamakan arti dan maknanya.
Demikian sekelumit tentang perbedaan antara SARUNG dengan CELANA.
Semoga ada manfaatnya.

Rabu, 20 November 2019

Tidak Ada Haditsnya

By. Ahmad Sarwat, Lc.MA

Dalam diskusi tentang dalil, kita sering mendengar argumen : tidak ada haditsnya. 

Kesannya, yang punya argumen itu pinter sekali, bahwa dia sudah hafal sekian juta hadits dan selesai menelaahnya satu per satu. Lalu dia simpulkan tidak ada hadits yang menjadi dalil untuk masalah itu.

Lalu dengan bekal ungkapan 'tidak ada haditsnya', lantas suatu amal divonis bid'ah, haram dan terlarang. Plus ditambahi bahwa yang masih menjalankannya masuk neraka.

Ibarat main catur, skak-ster sudah tuh.

Tapi apa benar kaidah 'tidak ada haditsnya' ini  bisa dijadikan argumen? Mari kita uji bersama khusus dalam perkara ibadah shalat di masjid saja.

Adakah hadits yang menyebutkan Nabi SAW shalat dengan karpet diberi garis-garis shaf? Tidak ada kan? Nah, seharusnya garis-garis shaf itu bid'ah dan semua yang shalat disitu masuk neraka. 

Adakah hadits yang menyebutkan Nabi SAW menentukan jadwal iqamah shalat pakai timer berbunyi nyaring yang terpasang di dinding masjid? Tidak ada lah. So, harusnya kan bid'ah juga dan masuk neraka.

Dimana posisi Bilal saat mengumandangkan azan? Naik ke atas bangunan atau di ruang shalat? Haditsnya sih naik ke atas bangunan. Tidak ada hadits yang menyebutkan posisi muadzdzin di dalam ruang shalat masjid. 

Jadi harusnya bidah dan masuk neraka.

Adakah hadits yang menyebutkan bahwa dinding masjid Nabawi dihias dengan kaligrafi, diberi atap, menara dan kubah berwarna hijau? Jelas tidak ada. Maka seharusnya semua yang shalat disitu jadi ahlul bid'ah, halal darahnya dan mati masuk neraka. 

Satu lagi, pernahkah dengar dalam hadits bahwa di masjid Nabawi disediakan kotak amal? 100% dipastikan tidak ada haditsnya. 

Jadi, siapa pun yang nyemplungin duit di kotak amal masjid, siap-siap kalau mati tidak dishalatkan jenazahnya dan tidak dikuburkan di pekuburan Islam. Matinya dibakar karena mati sebagai ahli bid'ah. 

So, masih mau berdalih pakai istilah 'tidak ada haditsnya'?

Rabu, 06 November 2019

KAU INSPIRASIKU, NING

Jangankan menyapaku, cara mengingatku saja kau sudah lupa . . .

Nduk . . .

Menikah itu bukan tentang sekedar meraih kebahagiaan dalam kebersamaan saja, tidak, tapi juga tentang niatnya, jika niatmu hanya itu, maka tidak akan pernah kamu mendapatkannya, karena sesuatu yg akan binasa tidak akan pernah alamikan kebahagiaan untuk siapapun

Pernah kamu melihat  bayanganmu sendiri memberikanmu seteguk minuman saat kamu haus ? Tidak kan, itu sifat dunia, _mataul gurur_
Karena sejatinya yg bisa buat hausmu hilang adalah prmilik dunia itu sendiri

Nduk . . .

Menikah juga bukan tentang dengan siapa kamu akan menjalani hidup, tidak, tapi tentang seberapa menerima dirimu pada  siapa dan bagaimana  suamimu nanti

Jika kamu pernah berharap, kebahagiaan itu dengan cara punya suami yg bisa buatmu nyaman menjalani hidup, serba kecukupan, dengan sejuta harkat dan martabat, maka sungguh kamu tidak akan pernah dapatkan kemuliaan, karena kamu tau, semakin tinggi kelas seorang tidak mungkin ujiannya semakin ringan

Pernah kamu memilih ingin menjadi anaknya siapa ? Tidak kan, setau kamu, mereka adalah orang tua yg harus kamu mengabdikan diri pada mereka _Ma kana lahumul khiyaroh_
Tapi orang yg cerdas adalah mereka yg bisa memanfaatkan apa yg mereka miliki  untuk mendapatkan apa yg dia inginkan

Nduk . . .

Jika nanti orang tuamu sudah memasrahkan dirimu pada suamimu, maka saat itu pula, suami adalah orang tua yg harus kamu dewakan, orang tuanya adalah abahmu, adiknya adalah adikmu, anaknya adalah anakmu

Jangan sesekali kamu menganggap mereka orang lain, jangan pula memperlakukan mereka seperti keluargamu
Karena mereka Abahmu, tapi juga Ayah dari suamimu _Innahu laisa min ahlik, innahu amalun goiru sholih_

Nduk . . .

Dadio khodijah seng sugeh ati, opo seng mbok duweni kabeh kanggho bojomu

Dadio Aisyah seng sugeh akale, opo seng mbok werohi kanggo bojomu

Dadio Fathimah seng sugeh nerimane, opo seng di wei bojomu dang di syukuri

Dadio Zalikho seng ngegantungno marang pangeran, ojo marang ciptaane pangeran termasuk bojomu

Karena, dunia itu makhkuq, yg hanya bisa melahirkan mahluq, dan hanya akan menjadi cerita bagi sang kholiq, _Nabai Ma Qod Sabaq_

 Nduk . . .

Solihe anakmu tergantung sepiro  solihae ibu'e

Tergantung noto niatmu mulai saiki, nek niatmu cuma kangho awakmu, yo wes entu'e iku

Contohono poro Ahlil Bayt, mereka menjaga kemurnian dzurriyah mereka baik secara jasmani maupun rohani, khawatir anak keturunannya akan menjadi buruk, dan menjadi contoh buruk bagi umat mbahe nabi muhammad

Misale ae Mbah Ali Ridho bin Musa al Kazhim bin Jafar As-Sodiq bin Muhammad al-Bagir bin Ali Zainal Abidin bin al Husein bin Ali bin Abi Tholib
Beliau di jaga betul oleh kedua orang tuanya, sejak bahkan jauh sebelum dia dilahirkan

Tidak menikah kecuali dengan orang sholih, tidak berhubungan kecuali wes di tirakati, tidak hamil kecuali wes siap mosoni, tidak melahirkan kecuali wes siap didik ilmu lan adape

Alim nganti ora ono seng ngerti alime
Tawadduk nganti ora ono seng ngerti mulyane

Sampek Abu Hanifah ngendikan, andai bukan karena Jafar, niscaya saya akan tersesat
Sampai imam Ahmad Hambal ngendikan, andai kemuliaan mereka diberitahukan pada orang gila, niscaya akan langsung sembuh
Seng ngerti yo seng podo  tekkane

 Ngertio, nduk

Kemuliaan mereka berawal karena kesucian niat mereka
Menikah karena  mencari rido Allah, karena menjalani perintah, karena sunnah, karena menjaga trah, karena ingin anak solih solihah, karena ulama salaf jadi tedak lelampah, karen dakwah, karena ingin syafaat anak dunia dan akhirah, dan sejuta karena yg lain . . .

Mbah Abu Bakar as-Sakron bin Abdurrohman as-Segaf, iso duwe anak Mbah Abdullah Alydrus yo rahasiane iku, niat seng apik, lakone kalawan apik, didik kalawan apik, wong apek ora kiro rugi, wong apik mesti mulyo

Kamu tau, ndak ?

Saking  hawatirnya Ahli Bayt pada anaknya, mereka tidak memasrahkan pendidikan putra mereka pada orang lain, mereka mendidik tegas anak mereka sendiri sampai mapan, lalu mencarikan Guru Ngalim Wali nek wes fondasine tidak tergoyahkan

Elengo, Nduk...

Nabi muhammad itu Rosul, juga Ulul Azmi, Pamungkase poro Nabi, cubone yo mesti paling gede tanimbang liane, mulyone awakmu, tergantung sepiro abote cubomu, hebate awakmu, tergantung bisa tidaknya dirimu menyempurkan segala jenis isi daripada soal ujian tersebut

Layakah kita mendapatkan soal ujian ? Koyok dene Buyut Ibrohim

Jika hidupmu saja tanpa ujian, mana mungkin ada jawaban
Jika tidak ada jawaban, mana mungkin ada kenaikan kelas
Jika tidak ada naik kelas, mana mungkin ada kelulusan
Jika tidak ada kelulusan, mana mungkin dirimu mendapatkan pangkat jabatan luhur di sisi Tuhan

_Wa idzibtala Ibrohima robbuhu bikalimatin, Fa atammahun_

Nduk . . . 

Jangan lupa, sholato sunnah setidaknya 50 roka'at sehari dan malamnya, ben rizqine lancar tur berkah, karo di niati nirakati anak lan sak keturunane

Jangan malas berpuasa sunnah, setidaknya senin dan kamis, ngormati lelahirane kanjeng Nabi, insyallah pinaringan sehat jasmani lan rohani, kagem sampean dan keturunane 

Ojo males-males dzikir, api'e dzikir iku sholawat, sanajan lafadz cendek Shollollah Ala Muhammad, karena di sana menyebutkan nama Allah dan Rosulnya, otomatis dapat dua faedah, akeh-akeho istighfar, nanti hidupnya tenang karena jauh dari balak dan mushibah dan anaknya bukan hanya sholih tapi alim juga 

Kabeh amalan iku, niate ngambah dalane gusti Allah, ngelakoni sunnahe Rosulullah, eleng marang gusti Allah dengan bersolawat kepada Rosulullah, sekaligus moco lan ngamalno isine alQuran

 Nduk . . .

Orang hamil itu berkah, maka jangan melakukan hal yg menjadi sebab turunnya mushibah

Jika rido allah ada dibalik ta'at, maka marahnya juga ada dibalik ma'siat

Nduk . . .

Mbah Arwani itu jadi ahli Quran bukan hanya karena usaha beliau, namun lebih kepada usaha orang tuanya semasa hamil, yg tidak putus berpuasa senin dan kamis dan khotam al-Quran setiap pekan

Karena saya tau, tidak ada yg gratis di dunia ini, hebatnya keinginanmu itu tergantung seberapa hebat usahamu, jika kamu tetap disibukan dengan hal yg tidak penting, maka jangan pernah berharap anakmu menjadi orang penting

Nduk . . .

Ora usah muluk-muluk urusan dunia, rejekine menungso iku namung seng dipangan karo seng di enggo, sisanya hanya fatamorgana, kebayang tapi tidak bisa di sandang, solihnya anakmu, tergantung seberapa solihahnya ibunya, karena ayah, hanya sebagai penyandang nama, ibu adalah madrasah sebenarnya

Saksekno, betapa banyak orang solih lahir dari ayah yg biasa saja, namun, ibunya lah yg luar biasa, sebab anak itu pasti nurun ke ibunya sebagai pembentuk karakter, Mbah Fadlol as-Senori salah satunya
Ketika ibunya mengambil air di sumur,  sering kali beliau mendapatkan emas setimba, tapi beliau kembalikan ke dalam sumur, sambil mengatakan, Ya Allah, saya tidak ingin harta, saya hanya ingin anak yg alim

Nduk . . .

Hati-hati dengan apa yg kau makan, jika kamu makan racun, pasti kamu dan anakmu akan sakit bahkan mati
Maka barang syubhat apalagi haram, lebih bisa buat jiwamu sekarat dan hatimu wafat, saat itu terjadi, manusia lebih nyampah dari kotoran hewan, yg terkadang, masih bisa di jadikan pupuk kandang

Jika karena najis, pakaian tidak bisa dipakai untuk sholat, lalu bagaina dengan darah dan daging yg sudah menjadi najis karena memakan barang haram ?

Elengo, Nduk . . .
Adzab terbesar manusia itu bukan kemiskinan, tapi tercegahnya dia untuk bisa bersujud kepada Allah sebagai Tuhan, _Aba An yakuna ma'assajidin_ , Naudzu billah

Atiqurrohman Umar
Tanjung priok, 8 Shofar 1441 H l 7 Oktober 2019 M

Selasa, 29 Oktober 2019

Mengenal Pengarang Maulid Al-Barzanji

Sayyid Ja‘far bin Hasan bin ‘Abdul Karim bin Muhammad bin Rasul Al-Barzanji, pengarang Maulid Barzanji, adalah seorang ulama besar keturunan Nabi SAW dari keluarga Sadah Al-Barzanji yang termasyhur, berasal dari Barzanj di Irak. Beliau lahir di Madinah Al-Munawwarah pada tahun 1126 H (1714 M). Datuk-datuk Sayyid Ja‘far semuanya ulama terkemuka yang terkenal dengan ilmu dan amalnya, keutamaan dan keshalihannya.

Sayyid Muhammad bin ‘Alwi bin ‘Abbas Al-Maliki dalam Hawl al-Ihtifal bi Dzikra al-Mawlid an-Nabawi asy-Syarif pada halaman 99 menulis sebagai berikut : “Al-Allamah Al-Muhaddits Al-Musnid As- Sayyid Ja`far bin Hasan bin `Abdul Karim Al-Barzanji adalah mufti Syafi`iyyah di Madinah Al-Munawwarah. Terdapat perselisihan tentang tahun wafatnya. Sebagian menyebutkan, beliau meninggal pada tahun 1177 H (1763 M). Imam Az-Zubaid dalam al-Mu`jam al-Mukhtash menulis, beliau wafat tahun 1184 H (1770 M). Imam Az-Zubaid pernah berjumpa beliau dan menghadiri majelis pengajiannya di Masjid Nabawi yang mulia. Beliau adalah pengarang kitab Maulid yang termasyhur dan terkenal dengan nama Mawlid al-Barzanji. Sebagian ulama menyatakan nama karangannya tersebut sebagai ‘Iqd al-Jawhar fi Mawlid an-Nabiyyil Azhar.

Kitab Maulid karangan beliau ini termasuk salah satu kitab Maulid yang paling populer dan paling luas tersebar ke pelosok negeri Arab dan Islam, baik di Timur maupun Barat. Bahkan banyak kalangan Arab dan non-Arab yang menghafalnya dan mereka membacanya dalam acara-acara (pertemuan-pertemuan) keagamaan yang sesuai. Kandungannya merupakan khulashah (ringkasan) sirah nabawiyyah yang meliputi kisah kelahiran beliau, pengutusannya sebagai rasul, hijrah, akhlaq, peperangan, hingga wafatnya.”

Kitab Mawlid al-Barzanji ini telah disyarahkan oleh Al-Allamah Al-Faqih Asy-Syaikh Abu Abdillah Muhammad bin Ahmad Al-Maliki Al-Asy‘ari Asy-Syadzili Al-Azhari yang terkenal dengan panggilan Ba‘ilisy dengan pensyarahan yang memadai, bagus, dan bermanfaat, yang dinamakan al-Qawl al-Munji ‘ala Mawlid al-Barzanji dan telah berulang kali dicetak di Mesir. Beliau seorang ulama besar keluaran Al-Azhar Asy-Syarif, bermadzhab Maliki, mengikuti paham Asy‘ari, dan menganut Thariqah Syadziliyyah. Beliau lahir pada tahun 1217 H (1802 M) dan wafat tahun 1299 H (1882 M).

Selain itu, ulama terkemuka kita yang juga terkenal sebagai penulis yang produktif, Syaikh Muhammad Nawawi Al-Bantani Al-Jawi, pun menulis syarahnya yang dinamakannya Madarijush Shu‘ud ila Iktisa-il Burud. Kemudian, Sayyid Ja‘far bin Isma‘il bin Zainal ‘Abidin bin Muhammad Al- Hadi bin Zain, suami anak satu-satunya Sayyid Ja‘far Al-Barzanji, juga menulis syarah kitab Mawlid al-Barzanji tersebut yang dinamakannya al-Kawkabul-Anwar ‘ala ‘Iqd al-Jawhar fi Mawlidin-Nabiyyil-Azhar. Sebagaimana mertuanya, Sayyid Ja‘far ini juga seorang ulama besar lulusan Al-Azhar Asy-Syarif dan juga seorang mufti Syafi‘iyyah. Karangankarangan beliau banyak, di antaranya Syawahid al-Ghufran ‘ala Jaliy al-Ahzan fi Fadha-il Ramadhan, Mashabihul Ghurar ‘ala Jaliyyil Qadr, dan Taj al-Ibtihaj ‘ala Dhau’ al-Wahhaj fi al-Isra’ wa al-Mi‘raj.

Beliau pun menulis manaqib yang menceritakan perjalanan hidup Sayyid Ja‘far Al-Barzanji dalam kitabnya ar-Raudh al-‘Athar fi Manaqib as-Sayyid Ja‘far.

Kembali kepada Sayyidi Ja‘far Al-Barzanji. Selain dipandang sebagai mufti, beliau juga menjadi khatib di Masjid Nabawi dan mengajar di dalam masjid yang mulia tersebut. Beliau terkenal bukan saja karena ilmu, akhlaq, dan taqwanya, tetapi juga karena karamah dan kemakbulan doanya. Penduduk Madinah sering meminta beliau berdoa untuk mendatangkan hujan pada musim-musim kemarau. Diceritakan, suatu ketika di musim kemarau, saat beliau sedang menyampaikan khutbah Juma’tnya, seseorang meminta beliau beristisqa’ memohon hujan. Maka dalam khutbahnya itu beliau pun berdoa memohon hujan. Doanya terkabul dan hujan terus turun dengan lebatnya hingga seminggu, persis sebagaimana yang pernah terjadi pada zaman Rasulullah SAW dahulu. Sayyidi Ja‘far Al-Barzanji wafat di Madinah dan dimakamkan di Jannatul Baqi‘. Sungguh besar jasa beliau. Karangannya membawa umat ingat kepada Nabi SAW, membawa umat mengasihi beliau, membawa umat merindukannya.

Sayyid Ja’far Al-Barzanji adalah seorang ulama’ besar keturunan Nabi Muhammad saw dari keluarga Sa’adah Al Barzanji yang termasyur, berasal dari Barzanj di Irak. Datuk-datuk Sayyid Ja’far semuanya ulama terkemuka yang terkenal dengan ilmu dan amalnya, keutamaan dan keshalihannya. Beliau mempunyai sifat dan akhlak yang terpuji, jiwa yang bersih, sangat pemaaf dan pengampun, zuhud, amat berpegang dengan Al-Quran dan Sunnah, wara’, banyak berzikir, sentiasa bertafakkur, mendahului dalam membuat kebajikan bersedekah,dan pemurah. Nama nasabnya adalah Sayid Ja’far ibn Hasan ibn Abdul Karim ibn Muhammad ibn Sayid Rasul ibn Abdul Sayid ibn Abdul Rasul ibn Qalandar ibn Abdul Sayid ibn Isa ibn Husain ibn Bayazid ibn Abdul Karim ibn Isa ibn Ali ibn Yusuf ibn Mansur ibn Abdul Aziz ibn Abdullah ibn Ismail ibn Al-Imam Musa Al-Kazim ibn Al-Imam Ja’far As-Sodiq ibn Al-Imam Muhammad Al-Baqir ibn Al-Imam Zainal Abidin ibn Al-Imam Husain ibn Sayidina Ali r.a.

Semasa kecilnya beliau telah belajar Al-Quran dari Syaikh Ismail Al-Yamani, dan belajar tajwid serta membaiki bacaan dengan Syaikh Yusuf As-So’idi dan Syaikh Syamsuddin Al-Misri.Antara guru-guru beliau dalam ilmu agama dan syariat adalah : Sayid Abdul Karim Haidar Al-Barzanji, Syeikh Yusuf Al-Kurdi, Sayid Athiyatullah Al-Hindi. Sayid Ja’far Al-Barzanji telah menguasai banyak cabang ilmu, antaranya: Shoraf, Nahwu, Manthiq, Ma’ani, Bayan, Adab, Fiqh, Usulul Fiqh, Faraidh, Hisab, Usuluddin, Hadits, Usul Hadits, Tafsir, Hikmah, Handasah, A’rudh, Kalam, Lughah, Sirah, Qiraat, Suluk, Tasawuf, Kutub Ahkam, Rijal, Mustholah.

Syaikh Ja’far Al-Barzanji juga seorang Qodhi (hakim) dari madzhab Maliki yang bermukim di Madinah, merupakan salah seorang keturunan (buyut) dari cendekiawan besar Muhammad bin Abdul Rasul bin Abdul Sayyid Al-Alwi Al-Husain Al-Musawi Al-Saharzuri Al-Barzanji (1040-1103 H / 1630-1691 M), Mufti Agung dari madzhab Syafi’i di Madinah. Sang mufti (pemberi fatwa) berasal dari Shaharzur, kota kaum Kurdi di Irak, lalu mengembara ke berbagai negeri sebelum bermukim di Kota Sang Nabi. Di sana beliau telah belajar dari ulama’-ulama’ terkenal, diantaranya Syaikh Athaallah ibn Ahmad Al-Azhari, Syaikh Abdul Wahab At-Thanthowi Al-Ahmadi, Syaikh Ahmad Al-Asybuli. Beliau juga telah diijazahkan oleh sebahagian ulama’, antaranya : Syaikh Muhammad At-Thoyib Al-Fasi, Sayid Muhammad At-Thobari, Syaikh Muhammad ibn Hasan Al A’jimi, Sayid Musthofa Al-Bakri, Syaikh Abdullah As-Syubrawi Al-Misri.

Syaikh Ja’far Al-Barzanji, selain dipandang sebagai mufti, beliau juga menjadi khatib di Masjid Nabawi dan mengajar di dalam masjid yang mulia tersebut. Beliau terkenal bukan saja karena ilmu, akhlak dan taqwanya, tapi juga dengan kekeramatan dan kemakbulan doanya. Penduduk Madinah sering meminta beliau berdo’a untuk hujan pada musim-musim kemarau.

Setiap kali karangannya dibaca, shalawat dan salam dilatunkan buat junjungan kita Nabi Muhammad SAW, 
selain itu juga tidak lupa mendoakan Sayyid Ja‘far, yang telah berjasa menyebarkan keharuman pribadi dan sirah kehidupan makhluk termulia di alam raya. 
Semoga Allah meridhainya dan membuatnya ridha. .

Aamiin yaa rabbal aalamiin

Selasa, 22 Oktober 2019

Hati

JENIUSNYA ROSULULLOH tentang KESEHATAN

"Sembuhkan sakit hatimu, maka akan sembuh seluruh tubuhmu".

Ada orang yang punya sakit hati yang benar-benar kronis...
Benci banget ?
Dendam banget ?
Nggak suka banget ?
Sedih Banget ?
Kecewa banget ?

Semua itu dianggap serius, sampai sakitnya berdampak pada tubuh.
Begitu muncul dalam bentuk penyakit kanker, diabetes, sakit jantung, baru diatasi.

Dan yang diatasi pun hanya dipermukaannya saja.

Diatasi dengan operasi, obat Herbal bertahun-tahun bahkan seumur hidup, kemo, radiasi. Semua yang membuat sel-sel tubuh luluh lantak.

Tapi akar masalahnya, tidak diatasi.

Akar masalahnya adalah, hati yang sakit dan semakin rusak.
Kemudian merusak seluruh jaringan tubuh.

Darah tetap dibiarkan asam.
Kondisi tubuh asam.
Pikiran tetap stress, jiwa tak tenang.
Dendam masih banyak.
Kecewa masih berlanjut.
Perasaan masih tidak enak.
Benci masih kuat.

SECARA TIDAK LANGSUNG, KITA MEMBUNUH DIRI SENDIRI

Serius?

Ingat Rasulullah Shallallahu 'alayhi wassalam, pernah berkata :

"Ada segumpal daging yang jika ia baik, maka seluruh tubuh akan baik. Dan kalau ia buruk maka seluruh tubuh akan buruk."

Itulah H A T I

Ketika HATI sehat, maka sekujur tubuh akan sehat.
Karena HATI adalah Mudghatun, idza Sholuhat, Sholuhal Jasadu kulluhu.

Seharusnya ia selalu ada dalam kondisi indah dan baik.
Selalu ikhlas, menerima ketentuan Allah, bersyukur, tulus berbagi dan bahagia bersama...

Seperti anak yang selalu bahagia dan tertawa.
Seperti itulah kondisi hati kita seharusnya.

Pada saat kita sudah tak lagi seperti itu, itulah saat penyakit muncul. Dan deteksi dini harus dilakukan.

Akar permasalahan harus diatasi.
Hati perlu terus dicuci dan di bersihkan.

Tanda hati bersih dan suci adalah:

- Selalu bahagia atas kebahagiaan orang lain..
- Selalu semangat berbagi tanpa pamrih..
- Selalu Ridha dengan segala ketentuan yang Allah berikan untuk kita.
- TIDAK DENGKI
- TIDAK DENDAM

Semoga Allah Memberi Manfaat & Barokah... Aamiin.

Minggu, 20 Oktober 2019

Siapakah Nashirudin al- Albani?

Jika anda mendownload Buku-buku hadits di internet atau anda biasa membaca hadits-hadits yang diposting oleh blogger Wahabi, pastinya anda sudah biasa dan sudah kerap kali membaca dan melihat nama Syaikh Nashiruddin Al- Albani, atau yang biasa disebut juga sebagai Nashiruddin Albani saja.

Buat orang awam mungkin menganggap dia adalah seorang Muhaddits seperti Imam Bukhari seperti yang memang dikehendaki oleh Kaum Wahabi. Namun anda jangan salah sangka, dia ternyata bukanlah seorang Muhaddits. Bahkan tidak sedikit Ulama' yang menyatakan bahwa dia bukanlah Muhaddits.

*Nashirudin al- Albani* adalah seorang tukang jam yang dilahirkan di kota Ashkodera, negara Albania tahun 1914 M dan meninggal dunia pada tanggal 21 Jumadal Akhirah 1420 H atau bertepatan dengan tanggal 1 Oktober 1999 di Yordania. Pada masa hidupnya, sehari-hari dia berprofesi sebagai tukang reparasi jam. Dia memiliki hobi membaca kitab-kitab khususnya kitab-kitab hadits tetapi tidak pernah berguru kepada guru hadits yang ahli dan tidak pernah mempunyai sanad yang diakui dalam Ilmu Hadits.

Keluarga beliau boleh dibilang termasuk kalangan kurang berada, namun bertradisi kuat dalam menuntut ilmu agama. Ayahanda beliau bernama Al-Haj Nuh, lulusan lembaga pendidikan ilmu-ilmu syari”ah di ibukota negara dinasti Utsmaniyah (kini Istambul). Keluarga beliau kemudian berhijrah ke Damaskus, ibu kota Syria, dan menetap di sana.

Beliau boleh dibilang tidak menyelesaikan pendidikan formal yang tinggi, kecuali hanya menyelesaikan sekolah madrasah ibtidaiyah. Kemudian beliau meneruskan ke madarasah An-Nizhamiyah.Dia  sendiri mengakui bahwa sebenarnya dia tidak hafal sepuluh hadits dengan sanad muttashil (bersambung) sampai ke Rasulullah, meskipun begitu dia berani mentashih dan mentadh’iftan hadits sesuai dengan kesimpulannya sendiri dan bertentangan dengan kaidah para ulama hadits yang menegaskan bahwa sesungguhnya mentashih dan mentadh’ifkan hadits adalah tugas para hafidz (ulama ahli hadits yg menghapal sekurang-kurangnya seratus ribu hadits).

Namun demikian kalangan salafi (wahabi) menganggap semua hadits bila telah dishohihkan atau dilemahkan Albani mereka pastikan lebih mendekati kebenaran.
Cukup sebagai bantahan terhadapnya, pengakuanya bahwa dia dulunya bekerja sebagai tukang jam dan hobinya membaca buku-buku tanpa mendalami ilmu Agama pada para ahlinya dan tidak mempunyai sanad yang diakui dalam Ilmu Hadits bahkan sanadnya terputus (tidak bersambung sampai ke Rasulullah), tetapi sanadnya kembali kepada buku-buku yang dibacanya sendiri.

Albani menyenangi ilmu hadits dan semakin asyik dengan penelusuran kitab-kitab hadits. Sampai pihak pengelola perpustakaan adz-Dzhahiriyah di Damaskus memberikan sebuah ruangan khusus di perpustakaan untuk beliau.

Hadits menjadi kesibukan rutinnya, sampai-sampai beliau menutup kios reparasi jamnya. Beliau lebih betah berlama-lama dalam perpustakaan azh-Zhahiriyah, sehingga setiap harinya mencapai 12 jam. Tidak pernah istirahat mentelaah kitab-kitab hadits, kecuali jika waktu sholat tiba. Untuk makannya, seringkali hanya sedikit makanan yang dibawanya ke perpustakaan.

Namun sayangnya, dia menyangka bahwa dirinya telah menjadi profesional dalam urusan agama. Dia memberanikan diri untuk berfatwa dan mentashhieh hadits atau mendha’ifkannya sesuai dengan keinginan hawa nafsunya. Juga dia berani menyerang ulama yang mu’tabar (yang berkompeten di bidangnya) padahal dia mandakwa bahwa “hafalan”hadits telah terputus atau punah.

Dia mengakui bahwa sebenarya dia tidak hafal sepuluh hadits dengan sanad muttashil (bersambung) sampai ke Rasulullah, meskipun begitu dia berani mentashih dan mentadh’iftan hadits sesuai dengan hawa nafsunya dan bertentangan dengan kaidah para ulama hadits yang menegaskan bahwa sesungguhnya mentashih dan mentadhifkan hadits adalah tugas para. hafiz saja.

Sebagai perbandingan salah seorang Muhaddits Indonesia, syaikh Muhammad Yasin ibn Muhammad ‘Isa al-Fadani memiliki rantaian sanad yang bersambung sampai kepada Rasululloh SAW. Sementara syaikh al Albani dapat dikatakan lebih sebagai kutu buku yang banyak menghabiskan waktu di perpustakaan untuk mempelajari hadits, ketimbang sebagai ahli hadits (Muhaddits). Sebab persyaratan untuk dapat dikatakan sebagai Ahli Hadits (Muhaddits) amatlah berat.

*Setidaknya ada 3 syarat menurut Imam Ibnu Hajr al Asyqolani Asy Syafi’ie :*

1 – Masyhur dalam menuntu ilmu hadits dan mengambil riwayat dari mulut para ulama, bukan dari kitab-kitab hadits saja

2 – Mengetahui dengan jelas Thabaqat generasi periwayat dan kedudukan mereka

3 – mengetahui Jarah dan ta`dil dari setiap periwayat, dan mengenal mana hadit yang shahih atau yang Dhaif, sehingga apa yang dia ketahui lebih banyak dari pada yang tidak diketahuinya, juga menghapal banyak matan haditsnya –(source)

Beliau wafat pada hari Jum”at malam Sabtu tanggal 21 Jumada Tsaniyah 1420 H atau bertepatan dengan tanggal 1 Oktober 1999 di Yoradania.

*Nashiruddin Albani Ternyata Banyak Melakukan Penyelewengan, dan berikut ini Penyelewengan Albani dan penyimpangan -penyimpangan nya ditulis oleh Para Ulama':*

1) Menyerupakan Allah dengan makhluk-Nya sebagaimana dia sebutkan dalam kitabnya berjudul Almukhtasar al Uluww hal. 7, 156, 285.

2) Mengkafirkan orang-orang yang bertawassul dan beristighatsah dengan para nabi dan orang-orang soleh seperti dalam kitabnya “at-Tawassul” .

3) Menyerukan untuk menghancurkan Kubah hijau di atas makam Nabi SAW (Qubbah al Khadlra’) dan menyuruh memindahkan makam Nabi SAW ke luar masjid sebagaimana ditulis dalam kitabnya “Tahdzir as-Sajid” hal. 68-69,

4) Mengharamkan penggunaan tasbih dalam berdzikir sebagaimana dia tulis dalam kitabnya “Salsalatul Ahadits Al-Dlo’ifah” hadits no: 83.

5) Mengharamkan ucapan salam kepada Rasulullah ketika shalat dg kalimat “Melarang Assalamu ‘alayka ayyuhan-Nabiyy”. Dia berkata: Katakan “Assalamu alan Nabiyy” alasannya karena Nabi telah meninggal, sebagaimana ia sebutkan dalam kitabnya yang berjudul “Sifat shalat an-Nabi”.

6) Memaksa umat Islam di Palestina untuk menyerahkan Palestina kepada orang Yahudi sebagaimana dalam kitabnya “Fatawa al Albani”.

7) Dalam kitab yang sama dia juga mengharamkan Umat Islam mengunjungi sesamanya dan berziarah kepada orang yang telah meninggal di makamnya.

8 ) Mengharamkan bagi seorang perempuan untuk memakai kalung emas sebagaimana dia tulis dalam kitabnya “Adaab az-Zafaaf “,

9) Mengharamkan umat Islam melaksanakan solat tarawih dua puluh raka’at di bulan Ramadan sebagaimana ia katakan dalam kitabnya “Qiyam Ramadhan”hal.22.

10) Mengharamkan umat Islam melakukan shalat sunnah qabliyah jum’at sebagaimana disebutkan dalam kitabnya yang berjudul “al Ajwibah an-Nafiah”.

Ini adalah sebagian kecil dari sekian banyak kesesatannya, dan Alhamdulillah para Ulama dan para ahli hadits tidak tinggal diam. Mereka telah menjelaskan dan menjawab tuntas penyimpangan -penyimpangan Albani. Diantara mereka adalah:

1.Muhaddits besar India, Habibur Rahman al-’Adhzmi yang menulis “Albani Syudzudzuhu wa Akhtha-uhu” (Albani, penyimpangan dan kesalahannya) dalam 4 jilid;

2.Dahhan Abu Salman yang menulis “al-Wahmu wath-Thakhlith ‘indal-Albani fil Bai’ bit Taqshit” (Keraguan dan kekeliruan Albani dalam jual beli secara angsuran);

3.Muhaddits besar Maghribi, Syaikh Abdullah bin Muhammad bin as-Siddiq al-Ghumari yang menulis “Irgham al-Mubtadi` ‘al ghabi bi jawazit tawassul bin Nabi fil radd ‘ala al-Albani al-Wabi”; “al-Qawl al-Muqni` fil radd ‘ala al-Albani al-Mubtadi`”; “Itqaan as-Sun`a fi Tahqiq ma’na al-bid`a”;

4.Muhaddits Maghribi, Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin Muhammad bin as-Siddiq al-Ghumari yang menulis “Bayan Nakth an-Nakith al-Mu’tadi”;

5.Ulama Yaman, ‘Ali bin Muhammad bin Yahya al-’Alawi yang menulis “Hidayatul-Mutakhabbitin Naqd Muhammad Nasir al-Din”;

6.Muhaddits besar Syria, Syaikh ‘Abdul Fattah Abu Ghuddah yang menulis “Radd ‘ala Abatil wal iftira’at Nasir al-Albani wa shahibihi sabiqan Zuhayr al-Syawish wa mu’azirihima” (Penolakan terhadap kebatilan dan pemalsuan Nasir al-Albani dan sahabatnya Zuhayr al-Syawish serta pendukung keduanya);

7.Muhaddits Syria, Syaikh Muhammad ‘Awwama yang menulis “Adab al-Ikhtilaf” dan “Atsar al-hadits asy-syarif fi ikhtilaf al-a-immat al-fuqaha”;

8.Muhaddits Mesir, Syaikh Mahmud Sa`id Mamduh yang menulis “Tanbih al-Muslim ila Ta`addi al-Albani ‘ala Shahih Muslim” (Peringatan kepada Muslimin terkait serangan al-Albani ke atas Shahih Muslim) dan “at-Ta’rif bil awham man farraqa as-Sunan ila shohih wad-dho`if” (Penjelasan terhadap kekeliruan orang yang memisahkan kitab-kitab sunan kepada shohih dan dho`if);

9.Muhaddits Arab Saudi, Syaikh Ismail bin Muhammad al-Ansari yang menulis “Ta`aqqubaat ‘ala silsilat al-ahadits adh-dha`ifa wal maudhu`a lil-Albani”(Kritikan atas buku al-Albani “Silsilat al-ahadits adh-dha`ifa wal maudhu`a”); “Tashih Sholat at-Tarawih ‘Isyriina rak`ataan war radd ‘ala al-Albani fi tadh`ifih”(Kesahihan tarawih 20 rakaat dan penolakan terhadap al-Albani yang mendhaifkannya); “Naqd ta’liqat al-Albani ‘ala Syarh at-Tahawi” (Sanggahan terhadap al-Albani atas ta’liqatnya pada Syarah at-Tahawi”;

10.Ulama Syria, Syaikh Badruddin Hasan Diaab yang menulis “Anwar al-Masabih ‘ala dhzulumatil Albani fi shalatit Tarawih”.

*Habib Munzir bin Fuad Al-Musawa pengasuh Majelis Rasulullah SAW Jakarta berkata mengenai Syeikh Al-Albani dalam Forum Tanya Jawab MR , bahwa :*

“beliau itu bukan Muhaddits, karena Muhaddits adalah orang yg mengumpulkan hadits dan menerima hadits dari para peiwayat hadits, albani tidak hidup di masa itu, ia hanya menukil nukin dari sisa buku buku hadits yg ada masa kini, kita bisa lihat Imam Ahmad bin Hanbal yg hafal 1.000.000 hadits (1 juta hadits), berikut sanad dan hukum matannya, hingga digelari Huffadhudduniya (salah seorang yg paling banyak hafalan haditsnya di dunia), (rujuk Tadzkiratul Huffadh dan siyar a’lamunnubala) dan beliau tak sempat menulis semua hadits itu, beliua hanya sempat menulis sekitar 20.000 hadits saja, maka 980.000 hadits lainnya sirna ditelan zaman,

*Imam Bukhari hafal 600.000 hadits berikut sanad dan hukum matannya dimasa mudanya*, namun beliau hanya sempat menulis sekitar 7.000 hadits saja pada shahih Bukhari dan beberapa kitab hadits kecil lainnya, dan 593.000 hadits lainnya sirna ditelan zaman, demikian para Muhaddits2 besar lainnya, seperti Imam Nasai, Imam Tirmidziy, Imam Abu Dawud, Imam Muslim, Imam Ibn Majah, Imam Syafii, Imam Malik dan ratusan Muhaddits lainnya,

Muhaddits adalah orang yg berjumpa langsung dg perawi hadits, bukan jumpa dg buku buku, albani hanya jumpa dg sisa sisa buku hadits yg ada masa kini.

*Albani bukan pula Hujjatul Islam,* yaitu gelar bagi yg telah hafal 300.000 hadits berikut sanad dan hukum matannya, bagaimana ia mau hafal 300.000 hadits, sedangkan masa kini jika semua buku hadits yg tercetak itu dikumpulkan maka hanya mencapai kurang dari 100.000 hadits.

AL Imam Nawawi itu adalah Hujjatul islam, demikian pula Imam Ghazali, dan banyak Imam Imam Lainnya.

*Albani bukan pula Alhafidh,* ia tak hafal 100.000 hadits dengan sanad dan hukum matannya, karena ia banyak menusuk fatwa para Muhadditsin, menunjukkkan ketidak fahamannya akan hadits hadits tsb,

*Abani bukan pula Almusnid*, yaitu pakar hadits yg menyimpan banyak sanad hadits yg sampai ada sanadnya masa kini, yaitu dari dirinya, dari gurunya, dari gurunya, demikian hingga para Muhadditsin dan Rasul saw, orang yg banyak menyimpan sanad seperti ini digelari Al Musnid, sedangkan Albani tak punya satupun sanad hadits yg muttashil.

berkata para Muhadditsin, “Tiada ilmu tanpa sanad” maksudnya semua ilmu hadits, fiqih, tauhid, alqur;an, mestilah ada jalur gurunya kepada Rasulullah saw, atau kepada sahabat, atau kepada Tabiin, atau kepada para Imam Imam, maka jika ada seorang mengaku pakar hadits dan berfatwa namun ia tak punya sanad guru, maka fatwanya mardud (tertolak), dan ucapannya dhoif, dan tak bisa dijadikan dalil untuk diikuti, karena sanadnya Maqtu’.

apa pendapat anda dengan seorang manusia muncul di abad ini lalu menukil nukil sisa sisa hadits yg tidak mencapai 10% dari hadits yg ada dimasa itu, lalu berfatwa ini dlaif, itu dlaif.

*Bahkan Nashiruddin Al-albani manusia yang diagungkan kelompok wahabi ini tidak segan-segan mengkafirkan Ulama dan Imam Besar seperti Imam Bukhari, dan berikut buktinya:*

*Albani Menilai Imam Bukhori Bukan Seorang Muslim!*

Kaum Wahabi sangat anti terhadap takwil, mereka mengingkari takwil secara mutlak; walaupun takwil tersebut takwil yang baik (terpuji), bahkan mereka mengatakan bahwa yang melakukan takwil sama dengan merombak dan menghancurkan al Qur’an, sebagaimana itu dinyatakan oleh al Albani dalam karyanya Syarh ath Thahawiyyah, h. 18 dan oleh Ibn Bas dalam karyanya at Tanbihat, h. 34 dan 71.

Sungguh, Wahabi itu buta (atau pura-pura buta) terhadap hadits nabi ketika Rasulullah mendoakan sahabat Abdullah bin Abbas, berkata:

اللهم علمه الحكمة وتأويل الكتاب. رواه ابن ماجه
“Ya Allah ajarilah ia hikmah dan takwil al Qur’an” (HR. Ibnu Majah)

Kemudianal Albani pernah mengeluarkan fatwa yang isinya secara tidak langsung telah mengkafirkan al-Imam al-Bukhari, karena Imam al-Bukhari beliau melakukan ta'wil terhadap ayat 88 surah al-Qashash “كل شيء هالك إلا وجهه أى إلا ملكه”, "tiap-tiap sesuatu pasti binasa, kecuali Allah". (al-Qashash: 88)". “Maksud `illa wajhah, adalah `illa mulkahu (kecuali kerajaan-Nya)” (Shahih al-Bukhari).

Ketika ditanya tentang penakwilan seperti dalam Shahih al-Bukhari tersebut, al-Albani mengatakan dalam kitab karyanya; al Fatawa, hlm. 523: “هذا لا يقوله مسلم مؤمن”, “Siapa yang mentakwil firman Allah “Kullu Sya’in Halikun Illa Wajhahu” maka takwilnya adalah sesuatu yang tidak akan dikatakan oleh seorang muslim”.

Fatawa Al-Albani, halaman 523

Padahal Imam al Bukhari telah mentakwil ayat tersebut, beliau mengatakan “Illa wajhahu” artinya “Illa Mulkahu”. Dengan demikian makna ayat tersebut “Segala sesuatu akan punah kecali kekuasaan/kerajaan Allah”. lihat Shahih al Bukhari dalam tafsir surat al Qasas.

Kalau Imam Bukhori saja dianggap bukan seorang muslim, maka berarti sama saja al Albani mengkafirkan Imam al Bukhari. Anda lihat kembali al Albani berkata: “Siapa yang mentakwil firman Allah “Kullu Sya’in Halikun Illa Wajhahu” maka takwilnya adalah sesuatu yang tidak akan dikatakan oleh seorang muslim”.
http://www.al-albani.blogspot.com/2012/11/albani-menilai-imam-bukhori-bukan.html

Sekarang jelas sudah siapa itu Nashiruddin Al-albani, salah satu orang yang tidak mencapai muhaddits namun digadang-gadangkan sebagai muhaddits oleh kelompok Wahabi, dan jelas hal ini sangat keliru dan sangat bahaya. karena itu berhati-hatilah dan jauhi pendapatnya, karena para ulama saja sudah mengecamnya. dan semoga kita semua selalu mendapatkan hidayah dari Allah Subhanahu Wa Ta'ala. Wallahu a'lam.

_Reff : pejuangnu.blogspot.com

Sabtu, 19 Oktober 2019

LEBIH KUAT MANA RASULULLAH SAW DENGAN SYAITHAN!.

Pernah dijelaskan oleh Guru Mulia kita Habibana Umar bin Hafidz bahwa orang yang beriman hanya selalu melihat dengan mata dan pandangan penuh penghormatan atau mata dan pandangan penuh belas kasih, Sebab orang yang mendustakan perayaan Maulud Nabi SAW selalu mengatakan bahwa hal itu adalah perbuatan yang syirik jika percaya bahwa Ruh Rasulullah SAW bisa hadir dimana saja yang beliau inginkan terutama saat Para Pecinta Maulid Nabi SAW untuk berdiri menghormati dan menyambut kedatangan Nabi Muhammad SAW dalam acara Maulidnya.
.
Lalu orang itu (pendusta) mengatakan bahwa hanya Allah SWT saja yang bisa hadir dimana saja dan kapan saja, Tetapi anehnya mengapa mereka (yang anti Maulid Nabi Muhammad SAW) percaya bahwa iblis/syaitan dapat melakukan perjalanan diseluruh muka bumi dan menghadiri apapun/dimanapun yang dia inginkan, Tetapi Nabi Muhammad SAW yang diberkati oleh Allah SWT tidak bisa!?.
.
Lalu kami (Habibana Umar) bertanya balik, "Siapakah yang lebih kuat didunia/dialam gaib Ruh Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassallam kekasih tercinta Allah SWT atau musuh-nya (syaitan!)".
.
Hanya orang yang berakal dan adab yang bisa membedakan hal itu, Karena kesempurnaan hanya milik-nya (ALLAH SWT) kita tidak berhak menghakimi siapapun dia walaupun kita sekalian, Biar itu menjadi tanggung jawab dia sendiri kita hanya bisa kasih pandangan semoga rahmat dan taufik serta hidayah menaungi kita semua untuk mengkoreksi kembali pemahaman kita terhadap kehidupan ini, Wallahu'alam!🙏".
.
(Guru Mulia Al Imam Sayyiddil Al Habib Umar bin Muhammad bin Salim bin Hafidz). .

Sumber @majelis_rasulullah_kaltim

Jumat, 18 Oktober 2019

SEMUA BAIK, TETAPI DENGAN CARA YANG BERBEDA

Beberapa orang memiliki kemampuan untuk bangun di tengah malam untuk #Sholat_Tahajjud setiap malam, tetapi yang lain tidak dapat bangun meskipun sudah berusaha.

Namun, mereka berpuasa pada hari #Senin dan #Kamis sepanjang tahun.

Yang lain tidak bisa melakukan kedua hal di atas, tetapi di mana pun mereka berjalan, mereka #bersedekah dengan murah hati kepada para pengemis.

Beberapa orang tidak memiliki kekuatan untuk melakukan ibadah tambahan, tetapi mampu menjaga #hati yang bersih dan wajah yang #tersenyum terhadap orang-orang sepanjang waktu.

Yang lain lagi tidak melakukan apa-apa selain hanya membuat anak-anak tertawa ketika  bertemu dengan mereka.

#Intinya...???

Jangan pernah berpikir bahwa mereka yang tidak melakukan apa yang Anda lakukan lebih rendah daripada Anda, atau tidak memiliki apa pun yang bisa dipersembahkan bagi orang lain.

Jangan pernah berpikir bahwa tindakan Anda untuk #beribadah lebih baik daripada tindakan orang lain.

Jangan biarkan kesalehan Anda menumbuhkan kebanggaan terselubung dalam diri Anda.

Jangan biarkan kesalehan Anda mengisolasi diri Anda dari keluarga dan teman, jangan biarkan itu membuat Anda merasa #lebih_suci dari orang lain."

#Keturunan, #kekayaan, kemampuan ilmiah, warna kulit Anda, kekuatan di medan perang bukan kriteria untuk kesalehan Anda.

Ada banyak di Afrika, Eropa, Asia, Cina dan seluruh dunia yang mungkin lebih dekat dengan Allah daripada Anda karena fakta sederhana bahwa mereka dapat menanggung kesulitan dan mengatasi cobaan lebih baik daripada Anda.

Penampilan dan pakaian Anda bukanlah kriteria untuk kesalehan.

Ada banyak di dunia yang dekat dengan Allah meskipun mereka tampak biasa-biasa saja.

Afiliasi Anda dengan sebuah jamaah atau lembaga ilmiah mana pun, harus menjadi sarana untuk memusnahkan ego dan kebanggaan Anda, tanpa memandang rendah orang lain.

Ada banyak yang hatinya murni meskipun tidak berafiliasi dengan salah satu di atas.

Hal ini bukan paspor otomatis ke Surga.

Ada orang yang masuk surga hanya dengan memuaskan dahaga seekor anjing, yang lain mendapatkannya dengan hanya memaafkan semua orang setiap hari sebelum tidur.

Mereka tidak memiliki banyak hal untuk ditampilkan, tetapi apa yang mereka lakukan, penting bagi Allah.

Seseorang mungkin berjalan melalui gerbang surga dengan modal sangat sedikit dan kehadirannya ketika hidup di muka bumi tidak dianggap penting, sementara yang lain dengan perbuatan yang jauh lebih besar justru binasa karena kesombongan mereka.

Jangan terkejut jika orang itu menuntun Anda berjalan melewati gerbang Surga.

SELALU MELIHAT HAL BAIK DALAM ORANG LAIN.

JADILAH ORANG BAIK, PIKIRKAN YANG BAIK, & LAKUKAN YANG BAIK.

EDISI PENGINGAT DIRI YANG JAUH DARI SEMPURNA

🥢 Mudtheri Bin Alam

Kamis, 17 Oktober 2019

DALI-DALIL AMALIYAH NAHDLATUL ‘ULAMA

Daftar isi :

1. Tarawih, 20 rakaat
2. Do’a Kunut
3. Perayaan MAulid Nabi Muhammad SAW
4. Talqin Mayit
5. Sampainya Pahala, Do’a, dan Sadakah Kepada orang yang Sudah Meniggal
6. Peringatan 3, 7, 20, 40, 100 hari orang Meninggal
7. Haul
8. Ziarah Kubur
9. Tawasul
10. Tabaruk
11. Manakib
12. Tahlil
13. 2 adzan dalam Jum’ah

A. Tarawih, 20 raka’at

1. Pengertian

Shalat tarawih adalah shalat sunat dengan niat tertentu yang dikerjakan pada setiap malam Bulan Rahamadhan setelah shalat isya’. Hukum shalat tarawih adalah sunah ‘ainiyah Muakkadah baik bagi laki-laki amaupun perempuan yang mukallaf.

Dalam tradisi NU shalat tarawih 20 roka’at ini dikerjakan dengan dua roka’at salam, hal ini berdasarkan hadist Nabi tentang tata cara melaksanakan shalat malam. Nabi SAW bersabda :

عَنِ ابْنِ عُمَرَ اَنَّ رَجُلًا سَأَلَ رَسُوْلُ اللهِ ص.م. عَنْ صَلَاةِ الَّليْلِ فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص.م. صَلَاةُ اللَّيْلِ مَثْنَى مَثْنَى (رواه البخارى,٩٣٦ ومسلم, ١٢٣٩ والترمذى ١٠٤,

والنسائ,١٦٥٩,وابو داود,١١٣,وابن ماجه,١١٦٥)

Dari Ibnu Umar ” Seorang laki-laki bertanya kepada Rasulullah tentang shalat malam. Mereka Nabi menjawab, “ Shalat malam itu ada dua rakaat-dua rakaat” (HR al-Bukhari : 936, Muslim : 1239, al-Tirmidzi : 401, al-Nasa’I :1650, Abu Dawud :1130 dan Ibnu Majah : 1165).

2. Dalil Tarawih 20 Raka’at

Di antara Dalil yang di gunakan Hujjah oleh orang NU dalam menjalankan tarawih 20 Raka’at yaitu :

Pertama Hadist Imam Malik dari Sohabat Yasid bin Rumman.

عَنْ مَالِكٍ عَنْ يَزِيْدَ بْنِ رُمَّانَ اَنَّهُ قَالَ: كَانَ النَّاسُ يَقُوْمُوْنَ فِىْ زَمَنِ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ بِثَلَاثِ وَعِشْرِيْنَ رَكْعَةً.( رواه الامام مالك فى الموطأ).

“Dari Malik, dari Yazid bin Rumman, ia mengatakan : Orang-orang mengerjakan (salat Tarawih) pada zaman Umar bin Khathbab sebanyak 23 rakaat”. (HR Imam Malik, dalam kitab al-Muwatha, Juz I hlm. 138)

Kedua Hadist riwayat al-Baihaqi dari sahabat saib bin Yazid dalam kitab Al-Hawy li Al Fatawa li As Suyuthy, Juz I hlm. 350, juga kitab fath al-wahhab Juz I, hlm. 58.

وَمَذْهَبُنَا اَنَّ التَّرَاوِيْحَ عِشْرُوْنَ رَكْعَةً لِمَا رَوَى اْلبَيْهَقِيُّ وَغَيْرُهُ باِلْاِسْنَادِ الصَّحِيْحِ عَنِ السَّائِبِ بْنِ يَزِيْدَ الصَّحَابِيِّ رَضِيَ للهُ عَنْهُ قَالَ: كُنَّا نَقُوْمُ عَلَى عَهْدِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ بِعِشْرِيْنَ رَكْعَةً وَاْلوِتْرِ _ هَكَذَا ذَكَرَهُ اْلمُصَنِّفِ وَاسْتُدِلَّ بِهِ.

Madzbab kita (Syafi’iyah) menyatakan : salat Taawih itu dijalankan 20 rakaat. Ini berdasarkan pada hadist nabi yang diriwayatkan Imam Baihaqi dengan sanad shabih, dari Saib bin Yasid, ia mengatakan : kita mengerjakan salat Tarawih pada masa Umar bin Khathhab dengan 20 akaat ditambah Witir.

Ketiga, pendapat Jumhur fiqih yang terdapat dalam kitab fiqih as-Sunah, Juz II. Hlm. 45

وَصَحَّ النَّاسُ كَانُوْا يُصَلُّوْنَ عَلَى عَهْدِ عُمَرَ وَعُثْمَانَ وَعَلِيِّ عِشْرِيْنَ رَكْعَةً. وَهُوَ رَأْىُ الْجُمْهُوْرِ الْفُقَهَاءِ.

Betul bahwa kaum muslimin mengerjakan salat pada zaman Umar, Utsman, dan Ali sebanyak 20 rakaat, dan ini pendapat sebagian mayoritas pakar-pakar hokum Islam.

Dalil keempat, dalam kitab Taudbib al-Adillah, Juz III, hlm. 171.

عَنْ اِبْنِ عَبَسَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّى فِىْ شَهْرِ رَمَضَانَ فِىْ غَيْرِ جَمَاعَةٍ عِشْرِيْنَ رَكْعَةً وَاْلوِتْرِ.رواه البيهقى والطبرنى عن عبد بن حمد.

Ibnu Abbas mengatakan : Rasul salat di bulan Ramadhan sendirian sebanyak 20 rakaat ditambah Witir (HR Baihaqi dan Thabrani, dari Abd bin Humaid)

Dalil kelima, dalam kitab Hamisy Muhibbah, Jus II, hlm. 446-467.

وَفِىْ تَخْرِيْجِ أَحَادِيْثَ الرَّافِعِيْ لِلْاِمَامِ اْلحَاِفظْ اِبْنِ حَجَرَ مَا نَصَّهُ حَدِيْثُ اَنَّهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَّ بِالنَّاسِ عِشْرِيْنَ رَكْعَةً لَيْلَتَيْنِ فَلَمَّا كَانَ فِىْ لَيْلَةِ الثَّالِثَةِ اجْتَمَعَ النَّاسُ فَلَمَّا يَخْرُجَ اِلَيْهِمْ ثُمَّ قَالَ مِنَ الْغَدِّ خَشِيْتُ اَنْ تَفْرُضَ عَلَيْكُمْ فَلَا تُتِيْقُوْنَهَا. متفق على صحته من حديث عائسة رضي الله عنها دون عدد الركعات.

Ada komentarnya ImamRafi’I untuk hadist riwayat Imam Ibnu hajar tentang teks hadist Rasul salat bersama kaum muslimin sebanyak 20 rakaat di malam Ramadhan. Ketika tiba di malam ketiga, orang-orang berkumpul, namun Rasulullah tidak keluar. Kemudian, paginya dia bersabda, Aku takut Tarawih diwajibkan atas kalian, dan kalian tidak mampu melaksanakannya. Hadist ini disepakati kesabibannya, tanpa mengesampingkan hadist yang diriwayatkan Aisyah yang tidak menyebut rakaatnya. Sedangkan salat Tarawih berjama’ah hukumnya sunat ainiyah, memurut ulama khanafiyah hukumnya sunat kifayah. Dalil ini bedasarkan hadist Abu Durahman bin Abdul Qari dalam kitab shaih al-Buhkari.

عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَبْدِ الْقَارِيِّ اَنَّهُ قَالَ خَرَجْتُ مَعَ عُمَرَ بْنِ اْلخَطَّابِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ لَيْلَةٌ فِىْ رَمَضَانَ اِلَى اْلمَسْجِدِ فَاِذَا النَّاسُ اَوْزَاعٌ مُتَفَرَّقُوْنَ يُصَلِّ الرَّجُلُ لِنَفْسِهِ وَيُصَلِّ الرَّجُلُ فَيُصَلِّ بِصَلَاتِهِ الرَّهْطُ فَقَالَ عُمَرُ اِنِّي اَرَى لَوْ جَمَعْتُ هَؤُلَاءِ عَلَى قَارِئٍ وَاحِدٍ لَكَانَ اَمْثَلَ ثُمَّ عَزَمَ فَجَمَعَهُمْ عَلَى أُبَيَّ بْنِ كَعْبٍ ثُمَّ خّرَجَتْ مَعَهُ لَيْلَةً أُخْرَى وَالنَّاسُ يُصَلُّوْنَ بِصَلَاةِ قَارِئِهِمْ قَالَ عُمَرَ نِعْمَ البِدْعَةُ هَذِهِ. (رواه البخاري, ١٨١٧)

“Diriwayatkan dari Abdurrohman bin Abd al-Qori, beliau berkata, “Saya keluar bersama Sayyidina Umar bin al-Khabtbab ke masjid pada bulan Ramadhan. (Didapati dalam mesjid tersebut) orang-orang shalat tarawih sendiri-sendiri. Ada yang shalat sendiri-sendiri dan ada yang shalat dengan berjama’ah ”. Lalu Sayyidina Umar berkata, “Saya punya pendapat andaikata mereka aku kumpulkan dalam jama’ah dengan satu imam, niscaya itu lebih bagus”. Lalu beliau mengumpulkan mereka dengan seorang imam, yakni sahabat Ubay bin Ka’ab. Kemudian satu malam berikutnya, kami dating lagi ke masjid. Orang-orang sudah melaksanakan satu imam. Umar berkata, “ Sebaik-baiknya bid’ab adalah ini. (Shalat tarawih dengan berjama’ah)”. (HR al-Bukhari :1871).

Dalam tradisi NU, di dalam melaksanakan shalat tarawih berjama’ah biasanya bilal membacaصاوا سنة ا لر ا و ى yang dibaca pada waktu akan melakukan jama’ah shalat tarawih. Hal ini berdasarkan dalil dalam kitab Al-Qolyubi Juz, I hlm. 125.

(وَيُقَالُ فِى اْلعِيْدِ وَنَحْوِهِ) مِمَّا تُشْرَعُ فِيْهِ الْجَمَاعَةُ كَاالْكُسُوْفِ وَالْاِسْتِسْقَاءِ وَالتَّرَاوِيْحِ (اَلصَّلَاةُ جَامِعَةً) لِوُرُوْدِ فِيْ حَدِيْثِ الشَّيْخَيْنِ فِى اْلكُسُوْفِ وَيُقَاسُ بِهِ وَنَحْوِهِ (اَلصَّلَاةُ جَامِعَةً) وَمِثْلُهُ “هَلُمُّوْا اِلَى الصَّلَاةِ اَوِالْفَلَاحِ اَوِالصَّلَاةِ يَرْحَمُكُمُ اللهُ وَنَحْوُ ذَلِكَ.ھ

“Di dalam shalat ied dan shalat-shalat yang disyariatkan dilaksanakan secara berjama’ah (seperti shalat khusuf, shalat istisqo dan shalat tarawih )di sunahkan membaca الصلاة جامعة dan bacaan semisalnya seperti هلموا الى الصلاة atau هلموا الى الفلاح يرحمكم الله dan lain sebagainya. Hal ini berdasarkan hadist Bukhari Muslim tentang shalat kusuf, adapun yang lainnya di kias-kiaskan”.

Kaitannya dengan hadist Riwayat Al Bukhari yang diriwayatkan oleh ‘Aisyah RA

عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا قَالَتْ مَا كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَزِيْدُ فِى رَمَضَانَ وَلَافِى غَيْرِهِ عَلَى اِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً (رواه البخارى,١٠٧٩)

“Dari Sayyidatuna Aisyah-Radbiyallohu’anba, ia berkata ,”Rosululloh …… tidak pernah menambah shalat malam pada bulan Ramadhan atau bulan lain melebihi sebelas rekaat”.(HR. al-Bukhari,1079)

Hadist diatas sering dijadikan dalil shalat tarawih 11 rakaat. Namun menurut keterangan dalam Kitab Tuhfah al-Muhtaj, Juz 11, hal 229 yang mengutip pendapat Ibnu Hajar A-Haitami(seorang Ulama ahlussunah) meengatakan bahwa hadist tersebut bukanlah dalil salah tarawih 11 rakaat melainkan dalil shalat witir. Sebab berdasarkan kebanyakan riwayat disebutkan bahwa Nabi Muhammad SAW melaksanakan shalat witir dan bilangan maksimalnya adalah sebelas rakaat.

Dalam Kitab Kasyfu At-tabarih dikatakan

وَلمَاَّ كَانَتْ تِلْكَ اْلَاحَادِيْثُ مُتَعَارِضَةٌ وَمُحْتَلِمَةٌ لِلتَّأْوِيْلِ لَمْ تَقُمْ بِهَا الْحُجَّةُ فِى اِثْبَاتِ رَكَعَاتِ التَّرَاوِيْحِ لِتَسَاقُطِهَا فَعَدَّ لْنَا عَنِ اسْتِدْلَالِ بِهَا اِلَى الدَّلِيْلِ اْلقَاطِعِ وَهُوَ اْلاِجْمَاعُ وَهُوَ اِجْمَاعُ اْلمُسْلِمِيْنَ فِى زَمَنِ عُمَرَ بْنِ اْلخَطَّابِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ عَلَى فِعْلِهَا عِشْرِيْنَ رَكْعَةً رَوَاهُ الْبَيْهَقِى بِااسْنَادِ الصَّحِيْحِ عَنِ السَّائِبِ بْنِ يَزِيْدَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ كَانُوْا يَقُوْمُوْنَ عَلَى عَهْدِ عُمَرُ بْنِ اْلخَطَّابِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ فِى شَهْرِ رَمَضَانَ بِعِشْرِيْنَ رَكْعَةً اھ كشف التاريح ص ١٣

“Karena dalil-dalil tentang bilangan shalat rakaat shalat tarawih saling berlawanan dan memungkinkan adanya ta’wil maka tidak memungkinkan untuk dijadikan hijjah dalam menetapkan rakaat shalatbtarawih karena dalil-dalil tersebut saling menjatuhkan maka dari itu kami tidak mengambil dalildarihadist-hadist tersebut melainkan menggunakan dalil yang Qot’I yaitu ijma’ kebanyakan orang islam ( dilaman Sayyidina Umar RA ) yang melaksanakan shalat tarawih 20 rakaat berdasarkan hadist riwayat Baihaqi dari sahabat As-saib bin Yazid RA dengan isnad yang shahih, saib mengatakan : Mereka (orang-orang muslim) mengerjakan shalat tarawih 20 rakaat pada bulan Ramadan di zaman Khalifah Umar RA”

Lebih lanjut dalam kitab Kasyfu at-tabarih dikatakan.

وَاِذَا كَانَ اْلاَمْرُ كَذَلِكَ عَلِمْنَا اَنَّ اللَّذِيْنَ صَلُّوْا التَّرَاوِيْحَ الْيَوْمَ ثَمَانَ رَكَعَاتٍ مُخَلِّفُوْنَ لِلْاِجْمَاعِ اِنْ كَانَ فِى اَمْرٍ مَعْلُوْمٍ مِنَ الدِّيْنِ بِاالضَّرُوْرَةِ فَهُوَ كَافِرٌ وَاِلَّا فَهُوَ فَاسِقٌ وَهُمْ مُخَالِفُوْا أَيْضًا لِسُنَّةِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ وَمَنْ خَالَفَ سُنَّةَ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ فَقَدْ خَالَفَ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ غَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِاَنَّهُ قَالَ فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِيْ وَسُنَّةِ خُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ اْلمَهْدِيِّيْنَ مِنْ بَعْدِيْ (رواه ابو داود والترميذ اھ كشف التاريح ص ١٤)

“Dan jika perfmasalahannya seperti itu (dalil yang Qot’I adalah dalil ijma yang membenarkan bilangan rakaat tarawih 20 rakaat) maka dapat kita ketaahui bahwa mereka yang melaksanakan shalat tarawih 8 rakaat adalah bertentangan dengan ijma dan orang yang menngingkari ijma tentang permasalahan yang sudah pasti dalam agama adalah kafir atau fasik dan merfeka juga berftentangan dengan sunah khulafaur Rosyiidin dan orang yang bertentangan dengan khulafaur Roysidin Juga bertentangan dengan Nabi SAW, karena ia boleh bersabda “ Berpegang teguhlah kamu sekalian dengan sunatku dan dengan sunat Khulafaur Rosyidin yang memberi petunjuk sesudahku (HR. Abu Daud dan At-tirmidi)

B. Do’a Qunut

1. Pengertian Qunut

Secara bahasa Qunut artinya Do’a. Secara istilah Qunut dibagi dua,

yaitu :

1. Qunut Nazilah yaitu : Qunut yang dibaca dalam shalat fardu ketika umat islam menghadapi bahaya, wabah penyakit, bencana atau tantangan dari orang kafir.

2. Qunut subuh atau Qunut witir yaitu : qunut yang dikerjakan pada saat i’tidal rakaat ke-2 dalam shalat subuh atau witir

2. Dalil-dalil Qunut

Hukum Qunut adalah sunat, diantara sahabat yang mensunahkan diantanya Abu Bakar As-Sidik, Umar bin Khatab, Usman bin Affan, Ali bin Abi Tholib, Ibnu Abbas dan Barra Bin Aziz. Dalil yang dijadikan pedoman untuk mensunahkan qunut adalah hadist Nabi Muhammad SAW :

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكِ قَالَ مَا زَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقْنُتُ فِى اْلفَجْرِ حَتَّى فَارَقَ الدُّنْيَا (رواه أحمد)

Diriwayatkan dari Anas bin Malik R.A “Beliau berkata, “Rasululloh senantiasa membaca qunut ketika shalat subuh sehingga beliau wafat.” (HR. Ahmad).

Pakar hadis Muhammad bin Alan as-Sidiqi dalam kitabnya Al-Futuhat Ar-Rabbaniyah mengatakan bahwa hadis ini yang benar dan diriwayatkan serta disahihkan oleh golongan pakar yang banyak yang banyak hadist.

Sedangkan do`a qunut yang diajarkan langsung oleh Nabi SAW adalah sebagai berikut :

اَلَّلهُمَّ اهْدِنَا فِيْمَنْ هَدَيْتَ,وَعَافِنَا فِيْمَنْ عَافَيْتَ، وَتَوَلَّنّا فِيْمَنْ تَوَلَّيَتَ، وَبَارِكْ لِي فِيْمَا اَعْطَيْتَ، وَقِنَا شَرَّ مَا قَضَيْتَ، فَاِنَّكَ تَقْضِى وَلَا يُقْضَى عَلَيْكَ، وَاِنَّهُ لَايَذِلُّ مَنْ وَالَيْتَ، وَلَايَعِزُّ مَنْ عَادَيْتَ، تَبَارَكْتَ رَبَّنَا وَتَعَالَيْتَ، فَلَكَ اْلحَمْدُ عَلَى مَا قَضَيْتَ، نَسْتَغْفِرُكَ وَنَتُوْبُ اِلَيْكَ. (رواه النسائ ١٧٢٥،وأبو داود ١٢١٤،والترميذى ٤٢٦،وأحمد ١٦٢٥،والدارمي ١٥٤٥بسند الصحيح)

“Ya Allah, berikanlah kami petunjuk seperti orang-orang yang telah Engkau beri petunjuk, Berilah kami perlindungan seperti orang-orang yang telah Engkau beri perlindungan. Berilah kami pertolongan sebagaimana orang-orang yang telah Engkau beri pertolongan. Berilah berkah pada segala yang telah Engkau berikan kepada kami. Jauhkanlah kami dari segala kejahatan yang telah Engkau pastikan. Sesungguhnya Engkau adalah Dzat yang Maha menentukan dan Engkau tidak dapat ditentukan. Tidak akan hina orang yang Engkau lindungi. Dan tidak akan mulia orang yang Engkau musuhi. Engkau Maha Suci dan Maha luhur. Segala puji bagi-Mu dan atas segala yang Engkau pastikan. Kami memohon ampun dan bertaubat kepada-Mu.” (HR. An-Nasa’I :1725, Abu Dawud :1214, Al-Tirmidzi :426, Ahamad :1625 dan Al-Darimi :1545 dengan Sanad yang Shahih)

Dalil kedua disebutkan dalam kitab fiqh as-Sunah Juz II halaman 38-39 :

وَمَذْهَبُنَا الشَّافِعِيُّ: اِنَّ الْقُنُوْتَ فِى صَلَاةِ الصُّبْحِ بَعْدَ الرُّكُوْعِ مِنَ الرُّكُوْعِ الثَّانِيَّةِ سُنَّةٌ لِمَا رَوَاهُ الْجَمَاعَةُ الِاَّ التِّرْمِيْذِى عَنِ ابْنِ سِيْرِيْنَ اَنَّ أَنَسَ بْنِ مَالِكِ سُئِلَ هَلْ قَنَتَ النَّبِيُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ِفى صَلَاةِ الصُّبْحِ؟ فَقَالَ: نَعَمْ. فَقِيْلَ لَهُ قَبْلَ الرُّكُوْعِ اَوْ بَعْدَهُ؟ قَالَ: بَعْدَ الرُّكُوْعِ.

Ulama As-Syafi’iyah mengatakan: Kedudukan qunut pada shalat subuh persisnya ketika bangkit dari rakaat kedua, hukumnya sunah karena ada hdist yang diriwayatkan ahli hadis kecuali at-Tirmidzi. Hadis itu diriwayatkan dari ibnu Sirin, Anas bin Malik pernah ditanya: Apakah Nabi menjalankan qunut pada shalat subuh? Jawab anas: Ya! Kemudian ditanya lagi: letaknya dimana sebelum atau sesudah ruku’? Jawabnya: Sesudah ruku’ (fiqh As-Sunah,Juz 11,hlm.38-39)

Dalil ketiga sebagaimana disebutkan dalam kitab Hamizsy Qalyubi Mahalli Juz I halaman 57

وَيُسَنُّ الْقُنُوْتُ فِي اعْتِدَالٍ ثَانِيَةِ الصُّبْحِ- اِلَى اَنْ قَالَ- لِلاتِّبَاعِ رَوَاهُ الْحَاكِمُ فِى اْلمُسْتَدْرَكِ عَنْ اَبِىْ هُرَيْرَةَ قَالَ: كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اِذَا رَفَعَ رَأْسَهُ مِنَ الرُّكُوْعِ فِى صَلَاةِ الصُّبْحِ فِى الرَّكْعَةِ الثَّانِيَّةِ رَفَعَ يَدَيْهِ وَيَدْعُ بِهَذَا الدُّعَاءِ “اَللَّهُمَّ اهْدِنِيْ …. اِلَى اَخِرِ مَا تَقَدَّمَ- لَكِنْ لَمْ يَذْكُرْ رَبَّنَا. وقال صحيح.

Qunut itu disunahkan letaknya ketika I’tidal, reka’at kedua shalat subuh, Keterangan tersebut sampai: …….. karena mengikuti Nabi. Hadis diriwayatkan Hakim dalam kitab Mustadrak dari Abu Hurairah: Rosululloh mengangkat kepalanya dari ruku’ pada shalat subuh pada reka’at kedua, dia mengangkat tangannya kemudian berdo’a: Allohumma ihdini fi-man hadait ……… Rosululloh tidak memakai kata-kata robbana …. Hadis ini shahih.

Ketiga, dalam Nail al-Authar, Juz II hlm:387:

فَاِنَّهُ اِنَّمَا سَأَلَ اَنَسًا عَنْ قُنُوْتِ اْلفَجْرِ فَأَجَابَهُ عَمَّا سَأَلَهُ عَنْهُ وَبِأَنَّهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَاَلِهِ وَسَلِّمْ كَانَ يُطِيْلُ صَلَاةِ اْلفَجْرِ دُوْنَ السَّائِرِ الصَّلَوَاتِ. قَالَ وَمَعْلُوْمٌ اِنَّهُ كَانَ يَدْعُوْ رَبَّهُ وَيُثَنَّى عَلَيْهِ وَيُمَجِّدُهُ فِى هَذَا اْلاِعْتِدَالِ. وَهَذَا قُنُوْتٌ مِنْهُ بِلَارَيْبٍ فَنَحْنُ لَانَشُكُّ وَلَا نَرْتَابُ اِنَّهُ لَمْ يَزَلْ يَقْنُتُ فِى اْلفَجْرِ حَتَّى فَارَقَ الدُّنْيَا.

Ketika ditanya sahabat tentang qunut fajar, Anas menjawab: Rasululoh (ketika qunut), ia memanjangka shalat fajar (Subuh) tidak seperti shalat lainnya. Panjang, karena ia membaca do’a, memuji Alloh, mengagungkan-Nya dalam I’tidal ini. Inilah yang dikatakan qunut, tidak diragukan lagi. Kita tidak perlu syak (bimbang) dan ragu lagi bahwa Nabi membaca qunut dalam shalat subuh sampai meninggal!.

C. Perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW

a. Pengerian

Secara bahasa maulud adalah waktu kelahiran. Secara istilah diartikan sebagai: Perayaan sebagai rasa syukur dan gembira atas kelahiran Rasul SAW yang biasanya dilakukan pada bulan rabi’ul awal atau Mulud (Jawa).

b. Dalil-dalil perayaan Maulid Nabi SAW

Walaupun dalam kenyataannya tata cara perayaan Maulid Nabi SAW berbeda-beda, Namun esensi dari peringatan Maulid Itu sama yaitu Marasa gembira dan bersyukur atas kelhiran Rasululloh SAW yang mana kelahiran Rasululloh SAW adalah sebuah anugerah Alloh kepada kita yang harus disyukuri, sebagaimana firman Alloh SWT:

قُلْ بِفَضْلِ اللهِ وَبِرَحْمَتِهِ فَبِذَالِكَ فَلْيَفْرَحُوْا(يونس:١٥٨)

“Katakanlah (Muhammad), sebab anugerah dan rahmat Alloh (kepada kalian), maka bergembiralah mereka.”(QS.Yunus:58)

Dalam sebuah hadis diriwayatkan oleh Imam Muslim dikatakan bahwa Rasululloh SAW mensyukuri hari kelahirannya dengan berpuasa. Dalam sebuah hadis diriwayatkan:

عَنْ أَبِي قَتَادَتَ اْلاَنْصَارِيِّ اَنَّ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سُئِلَ عَنْ صَوْمِ الْاِثْنَيْنِ فَقَالَ فِيْهِ ولُدِتْ ُوَفِيْهِ أُنْزِلَ عَلَيَّ(رواه مسلم، ١٩٧٧)

“Diriwayatkan dari Abu Qatadah al-Anshari RA bahwa Rasululloh pernah ditanya tentang puasa senin, maka beliau menjawab:” Pada hari itulah aku dilahirkan dan wahyu diturunkan kepadaku.”(HR.Muslim:1977)

.

Dalil Kedua,

وَقَالَ اْلاُسْتَاذُ اْلاِمَامُ الْحَافِظُ اْلمُسْنَدُ الذُّكْتُوْرُ اْلحَبِيْبُ عَبْدُ اللهِ بْنِ عَبْدِ اْلقَادِرِ بَافَقِيْهِ بِأَنَّ قَوْلَهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ عَظَمَ مَوْلِدِيْ كُنْتُ شَفِيْعًا لَهُ يَوْمَ اْلِقيَامَةِ مَارَوَاهَ ابْنُ عَسَاكِرَ فِى التَّاريْخِ فِى الْجُزْءِ اْلاَوَّلِ صَحِيْفَةُ سِتَّيْنِ وَقَالَ الذَّهَبِى صَحِيْحٌ اِسْنَادُهُ.

Ustadz Imam al-Hafidz al-Musnid DR. Habib Abdullah Bafaqih mengatakan bahwa hadis “man ‘azhzhama maulidy kuntu syafingan lahu yaum al-qiyamati” seperti diriwayatkan Ibnu Asakir dalam Kitab Tarikh, juz 1,hlm 60, menurut Imam Dzaraby sahih sanadnya.

Dalil ketiga dalam kitab Madarij As-shu’ud Syarah al-Barzanji, hlm 15:

قَالَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ عَظَمَ مَوْلِدِيْ كُنْتُ شَفِيْعًا لَهُ يَوْمَ اْلقِيَامَةِ.

Rosululloh bersabda:Siapa menhormati hari lahirku, tentu aku akan memberikan syafa’at kepadanya dihari Kiamat.

Dalil keeempat dalam Madarif as-Shu’ud, hlm.16

وَقَالَ عُمَرُ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ مَنْ عَظَمَ مَوْلِدِ النَّبِي صَلًّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَدْ اَحْيَا الْاِسْلَامَ.

Umar mengatakan: siapa menghormati hari lahir Rosululloh sama artinya menghidupkan Islam.

Sekitar lima abad yang lalu Imam Jalaluddin al-Shuyuthi (849-910 H/1445-1505 M) pernah menjawb polemik tentang perayaan Maulid Nabi SAW. Di dalam al-Hawi li al-Fatawi beliau menjelaskan:

“Ada sebuah pertanyaan tentang perayaan Maulid Nabi Saw pada bulan Rabi’ul Awal, bagaimana hukumnya menurut syara’. Apakah terpuji ataukah tercela? Dan apakah orang yang melakukannya diberi pahala ataukah tidak? Beliau menjawab, “Jawabannya menurut saya bahwa semula perayaan Maulid Nabi Saw,yaitu manusia berkumpul, membaca al- Qur’an dan kisah-kisah teladan Nabi SAW sejak kelahirannya sampai perjalanan kehidupannya. Kemudian menghidangkan makanan yang dinikmati bersama, setalah itu mereka pulang. Hanya itu yang dilakukan,tidak lebih. Semua itu termasuk Bid’ah hasanah. Orang yang melakukannya diberi pahala karena mengagungkan darejat Nabi SAW, manampakkan suka cita dan kegembiraan atas kelahiran Nabi Muhammad SAW, yang mulia.”(Al-Hawi li al-Fatawi,juz1,hal.251-252).

Bahkan hal ini juga diakui oleh Ibnu Taimiyyah, sebagaimana dikutip oleh Sayyid Muhammad bin Alawi al – Maliki:

“Ibnu Taimiyyah berkata,”Orang-orang yang melaksanakan perayaan Maulid Nabi SAW, akan diberi pahala. Demikian pula yang dilakukan oleh sebagian orang, adakalanya bertujuan meniru kalangan Nasrani yang memperingati kelahiran Isa AS, dan ada kalanya juga dilakukan sebagai ekspresi rasa cinta dan penghormatan kepada Nabi SAW. Allah SWT akan memberi pahala kepada mereka atas kecintaan mereka kepada Nabi mereka, bukan dosa atas bid’ah yang mereka lakukan.”(Manhaj al-Salaf fi Fahm al-Nushush Bain al-Nazhariyyah wa al-Tathbiq, hal 399).

Selama ini Ibnu Taimiyah dijadikan panutan bagi kelompok – kelompok yang mengingkari, bahkan mengatakan bahwa tradisi dan Amaliah – amaliah NU bid’ah.

D. Talqin Mayit

a. Pengertian

Arti talqin secara bahasa adalah Tafhim (memberikan pemahaman), memberi peringatan dengan mulut, mengajarkan sesuatu. Secara istilah talqin adalah mengajarkan kalimat tauhid terhadap orang – orang yang baru saja dikubur serta mengajarinya tentang pertanyaan – pertanyaan kubur.

b. Dalil dan Talqin

Hukum talqin menurut mayoritas ulama Syafi’iyah adalah sunnah. Di dasarkan pada sabdaNabi Muhammad SAW yang diriwayatkan oleh Nabi Umamah:

عَنْ أَبِي أَمَامَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ اِذَا اِذَا مُتُّ فَاصْنَعُوْا بِي كَمَا اَمَرَنَا رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اَنْ نَصْنَعَ بِمَوْتَانَا. اَمَرَنَا رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ اِذَا مَاتَ اَحَدٌ مِنْ اِخْوَانِكُمْ فَسَوَّيْتُمُ التُّرَابَ عَلَى قَبْرِهِ فَلْيَقُمْ اَحَدٌ عَلَى رَأْسِ قَبْرِهِ ثُمَّ لْيَقُلْ : يَافُلَانُ بْنُ فُلَانَةَ فَاِنَّهُ يَسْمَعُهُ وَلَا يُجِيْبُ ثُمَّ يَقُوْلُ يَافُلَانُ بْنُ فُلَانَةَ فَاِنَّهُ يَسْتَوْى قَاعِدًا. ثُمَّ يَقُوْلُ يَافُلَانُ بْنُ فُلَانَةَ فَاِنَّهُ يَقُوْلُ: أَرْشَدَنَا يَرْحَمُكَ اللهُ وَلَكِنْ لَاتَشْعُرُوْنَ فَلْ يَقُل اُذْكُرْ مَا خَرَجْتَ عَلَيْهِ مِنَ الدُّنْيَا شَهَادَتَ اَنْ لَااِلَهَ اِلَّااللهُ وَاَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ وُاِنَّكَ رَصَيْتَ بِااللهِ رَبًّا وَبِااْلاِسْلَامِ دِيْنًا وَبِمُحَمَّدٍ نَبِيًّا وَبِااْلقُرْاَنِ اِمَامًا فَاِنَّ مُنْكَرًا وَنَكِيْرًا يَأْخُذُ كُلَ وَاحِدٍ مِنْهُمَا بِيَدِ صَاحِبِهِ. وَيَقُوْلُ اِنْطَلِقْ بِنَا مَا يُقْعِدُنَا عِنْدَ مَنْ قَدْ لُقِّنَ حُجَّتُهُ. فَقَالَ رَجُلٌ يَارَسُوْلَ اللهِ فَاِنْ لَمْ يَعْرِفْ أُمُّهُ؟ قَالَ يَنْسِبُهُ اِلَى أُمِّهِ حَوَّاءَ: بَا فُلَانُ بْنُ حَوَاءَ (رواه الطبرني في المعجم كبير،٧٩٧٩، ونقله الشيخ محمد بن عبد الوهاب في كتابه احكام تمني ٩ بدون اي تعليق).

“Dari Abi Umamah RA,beliau berkata, “Jika aku kelak telah meninggal dunia, maka perlakukanlah aku sebagaimana Rosulullah SAW memperlakukan orang – orang yang wafat diantara kita. Rosulullah SAW memerintahkan kita, seraya bersabda, “Ketika diantara kamu ada yang meninggal dunia, lalu kamu meratakan tanah diatas kuburannya, maka hendaklah salah satu diantara kamu berdiri pada

bagian kepala kuburan itu seraya berkata, “Wahai fulan bin fulanab”. Orang yang berada dalam kubur pasti mendengar apa yang kamu ucapkan, namun mereka tidak dapat menjawabnya. Kemudian (orang yang berdiri di kuburan) berkata lagi, “Wahai fulan bin fulanab”, ketika itu juga si mayyit bangkit dan duduk dalam kuburannya. Orang yang berada diatas kuburan itu berucap lagi, “Wahai fulan bin fulanab”, maka si mayyit berucap, “Berilah kami petunjuk, dan semoga Allah akan selalu memberi rahmat kepadamu. Namun kamu tidak merasakan (apa yang aku rasakan disini).” (Karena itu) hendaklah orang yang berdiri diatas kuburan itu berkata, “Ingatlah sewaktu engkau keluar kealam dunia, engkau telah bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah, dan Nabi Muhammad SAW adalah hamba serta Rosul Allah. (Kamu juga telah bersaksi) bahwa engkau akan selalu ridho menjadikan Allah sebagai Tuhanmu, Islam sebagai agamamu, Muhammad SAW sebagai Nabimu, dan al – Qur’an sebagai imam (penuntun jalan )mu. (Setelah dibacakan talqin ini ) malaikat Munkar dan Nakir saling berpegangan tangan sambil berkata, “Marilah kita kembali, apa gunanya kita duduk ( untuk bertanya) dimuka orang yang dibacakan talqin”. Abu Umamah kemudian berkata, “Setelah itu ada seorang laki – laki bertanya kepada Rosulullah SAW, “Wahai Rosulullah, bagaimana kalau kita tidak mengenal ibunya?” Rosulullah menjawab, “(Kalau seperti itu) dinisbatkan saja kepada ibu Hawa, “Wahai fulan bin Hawa.”(HR. al – Thabrani dalam al – Mu’jam al – Kabir :7979, Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab juga mengutip hadits tersebut dalam kitabnya Ahkam Tamanni al – Mawt hal. 9 tanpa ada komentar).

Mayoritas ulama mengatakan bahwa hadits tentang talqin ini termasuk hadits dha’if, karena ada seorang perawinya yang tidak cukup syarat untuk meriwayatkan hadits. Namun dalam rangka fadha’il al – a’mal, hadits ini dapat digunakan. Sebagian ahli hadits mengatakan bahwa Hadits Abi Umamah ini Hasan Lighoirihi sebab sudah diperkuat dengan hadits lain yang senada sebagai syahid.

Hadits diatas juga sesuai dengan al – Qur’an surat Adariyat ayat 55:

وَذَكِّرْ فَاِنَّ الذِّكْرَ تَنْفَعُ اْلمُؤْمِنِيْنَ (الذارريات:٥٥)

“Dan berilah peringatan, karena sesungguhnya peringatan itu bermanfaat bagi orang – orang yang beriman”.

Imam Nawawi dalam kitab al – Majmu’li an Nawawy juz 7, halaman 254 dan Imam Muslim dalam kitab Shahih Muslim juz 1, halaman 63, memberikan komentar tentang hadits Abi Umamah yaitu:

قُلْتُ: حَدِيْثُ اَبِي أُمَامَةَ رَوَاهُ أَبَو الْقَاسِمِ الطَّبْرَنِي فِي مُعْجَمِهِ بِاسْنَادِ ضَعِيْفٍ وَلَفْظُهُ: عَنْ سَعِيْدِ بْنِ عَبْدِ اللهِ الْاَزْدِى قَالَ: شَهِدْتُ أَبَا أُمَامَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ وَهُوَ فِي نَزَعٍ فَقَالَ اِذَا مُتُّ فَاصْنَعُوْا بِي كَمَا أَمَرَنَا رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: “اِذَا مَاتَ اَحَدٌ مِنْ اِخْوَانِكُمْ فَسَوَيْتُمُ التُّرَابَ عَلَى قَبْرِهِ فَالْيَقُمْ اَحَدُكُمْ عَلَى رَأْسِ قَبْرِهِ ثُمَّ لْيَقُلْ : يَافُلَانُ بْنُ فُلَانَةَ فَاِنَّهُ يَسْمَعُهُ وَلَا يُجِيْبُ.(الحديث) اِلَى اَنْ قَالَ اِتَّفَقَ عُلَمَاءُ اْلمُحَدِّثِيْنَ وَغَيْرُهُمْ عَلَى اْلمُسَامَحَةِ فِى اَحَادِيْثِ الْفَضَائِلِ وَالتَّرْغِيْبِ وَالتَّرْهِيْبِ وَقَدِ اعْتَضَدَ بِشَوَاهِدَ مِنَ اْلاَحَادِيْثِ كَحَدِيْثِ وَاسْئَلُوْا لَهُ التَّثْبِيْتَ وَوَصِيَّةُ عَمْرُو بْنُ اْلعَاصِ وَهُمَا صَحِيْحَانِ سَبَقَ بَيَانُهَا قَرِيْبًا.

Hadits Abu Umamah, riwayat abu Qasim at – Thabrani dalam kitab Mu’jam – nya dengan sanad dhaif, teksnya demikian : Dari Said ibnu Abdullah al – Azdi, ia mengatakan : Saya melihat Abu Umamah dalam keadaan naza’(sekarat), kemudian ia berpesan: Jika saya meninggal maka berbuatlah seperti yang teleh diperintahkan Rosulullah SAW. Rosul pernah bersabda : Jika ada yang meninggal diantara kalian, ratakanlah tanah kuburannya, dan hendaknya berdiri salah seorang dari kalian diarah kepalanya, lalu katakan: Hai fulan bin Fulan ……sesungguhnya ia (mayit) mendengar dan dapat menjawab (al – Hadits). Sampai kata – kata : para ulama pakar hadits sepakat dapat menerima hadits – hadits tentang keutamaan amal untuk menambah semangat beribadah. Dan telah dibantu bukti – bukti adanya hadits – hadits lain seperti hadits “Mintalah kalian kepada Allah kemampuan (menjawab pertanyaan Munkar da Nakir) dan “wasiat Amr bin ‘Ash” tentang memberi hiburan ketika ditanya malaikat di mana kedua hadits tersebut sahih seperti yang telah disinggung sebelumnya .

Dalam kitab Dalil al Falihin, juz 71, halaman 57 disebutkan :

وَفِي مَتْنِ الرَّوْض لِابْنِ اْلمُقْرِى مَا لَفْظَهُ: يُسْتَحَبُّ اَنْ يُلَقِّنَ اْلمَيِّتُ بَعْدَ الدَّفْنِ بِاْلمَأْثُوْرِ. قَالَ شَارِحُهُ شَيْخُ اْلاِسْلَامِ بَعْدَ اَنْ بَيَّنَ ذَلِكَ مَا لَفْظُهُ: قَالَ النَّوَاوِيُّ وَهُوَ ضَعِيْفٌ لَكِنْ اَحَادِيْثَ اْلفَضَائِلِ يَتَسَامَحُ فِيْهَا عِنْدَ اَهْلِ اْلعِلْمِ. وَقَدِ اعْتَضَدَ هَذَا الْحَدِيْثِ شَوَاهِدَ مِنَ اْلاَحَادِيْثَ الصَّحِيْحَةِ كَقَوْلِهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اَسْأَلُ اللهَ التَّثْبِيْتَ. وَوَصِيُّ عَمْرُو بْنَ اْلعَاصِ السَّابِقِيْنَ. قَالَ بَعْضُهُمْ وَقَوْلُهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَقِّنُوْا مَوْتَاكُمْ لَااِلَهَ اِلَّا اللهُ دَلِيْلٌ عَلَيْهِ لِاَنَّ الْحَقِيْقَةَ اْلَمِّيتِ مَنْ مَاتَ. وَاَِمَّا قَبْلَ اْلمَوْتِ وَهُوَ مَا جَرَى عَلَيْهِ كَمَا مَرَّ فَجَازَ. ثُمَّ قَالَ بَعْدَ كَلَامٍ. وَمُعْتَمَدُ مَذْهَبِ الشَّافِعِيَّةِ سُنَّةُ النَّلْقِيْنِ بَعْدَ الدَّفْنِ كَمَا نَقَلَهُ الْمُصَنِّفُ فِي اْلمَجْمُوْعِ عَن جَمَاعَاتٍ مِنَ اْلاَصْحَابِ. قَالَ وَمِمَّنْ نَصَّ عَلَى السْتِحْبَابِهِ اْلقِاضِى حُسَيْنُ وَمُتَوَالِى وَالشَّيْخُ نَصْرُ الْمُقَدَّسِ وَالرَّافِعِي وَغَيْرُهُمْ. وَنَقَلَ اْلقَاضِى حُسَيْنُ عَنْ اَصْحَابِنَا. مُطْلَقًا. وَقَالَ ابْنُ الصَّلاَحِ هُوَ اَّلَذِي نَخْتَارُهُ وَنَعْمَلُ بِهِ. وَقَالَ السَّخَاوِيْ وَقَدْ وَافَقَنَا الْمَالِكِيَّةِ عَلَى اسْتِحْبَابَِهِ اَيْضًا وَمِمَّنْ صَرَّحَ بِهِ مِنْهُمْ القَاضِى اَبُوْ بَكْرِ اْلغَزِى. قَالَ وَهُوَ فِعْلُ اَهْلِ اْلمَدِيْنَةِ وَالصَّالِحِيْنَ وَاْلاَخْيَارِ وَجَرَى بِهِ اْلعَمَلُ بِقُرْطُوْبَةِ وَاَمَّااْلحَنِيْفَةَ فَاخْتَلَفَ فِيْهِ مَشَايِخُكُمْ كَمَا فِى اْلمُحِيطِ وَكَذَا احْتَلَفَ فِيْهِ الْحَنَابِلَةُ.

Disunahkan mentaqlin mayit setelah dikubur berdasarkan hadis. Syaikhul Islam sebagai persyarahnya menjelaskan: Imam an – Nawawi berkata bahwa hadits tersebut dho’if, ia termasuk hadits Fadhail al-‘Amal yang di kalangan pakar ilmu hadits ditoleransikan bias digunakan. Hadits tersebut diperkuat oleh banyak hadis-hadis sahih yang lain, seperti: asal Allah at-tatsbit (mohonlah kepada Allah agar tetap di dalam keimanan ) dan wasiatnya kepada Amr bin Ash dari kalangan orang pertama yang masuk Islam. Sabda Rosulullah: Laqqinu mautakun la Illallah (Bacakan la ilaha Illallah kepada seorang mati diantara kalian). Menurut pendapat sebagiaan ulama, hadis ini merupakan dalil di bolehkannya talqin bagi seorang yang sudah mati karena hakekat “al – mayyit” sebagaimana tertera dalam hadis itu adalah seorang yang sudah mati. Sedangkan sebelum mati juga boleh dibacakan talqin seperti yang banyak dilakukan para ulama. Menurut madzhab Syai’i, kesunnahan talqin itu setelah dikuburkan. Hal ini sesuai dengan yang dinyatakan pula dalam al-Majmu’ berdasarkan pendapat dari banyak ulama. Di antara yang menyatakan kesunnahannya itu adalah al-Qadhi Husain, al-Mutawalli, Syaikh Nashir al- Muqaddasi, Rafi’I, Ibnu Shalah dan Sakhawi. Pendapat kami tentang kesunnahan talqin tersebut sesuai dengan pendapat dari kalangan al-Maliki, seperti yang dinyatakan di antaranya al-Qadhi Abu Bakar Al- Azzi yang menyebutkannya sebagai amalan penduduk Madinah dan orang-oarang saleh serta yang banyak dilakukan oleh umat Islam di Spayol. Sedang di kalangan al-Hanafi, para tokoh mereka saling bersilang pendapat sebagaimana tertera dalam al-Mubith sebagaimana silang pendapat yang terjadi di kalangan ulama Hambali.

Dalil lain juga menerangkan dalam kitab Nihayat al-Muhtaj, Juz III,hal. 4:

وَيُسْتَحَبُّ تَلْقِيْنُ اْلمَيِّتِ اْلمُكَلَّفِ بَعْدَ تَمَامِ دَفْنِهِ لِخَبَرِ اَنَّ اْلعَبْدَ اِذَا وُضِعَ فِي قَبْرِهِ وَتَوَلَّى عَنْهُ اَصْحَابٌ اَنَّهُ يَسْمَعُ قَرْعُ نِعَالِهِمْ. فَاِذَانْصَرَفُوْا اَتَاهُ مَلَكَانِ-الحديث.

Disunnahkan mentalqin mayyit yang sudah mukallaf usai dikuburkan berdasarkan hadits: Seorang hamba ketika ia diletakan dikuburnya dan para pengirimnya pulang,ia mendengar suara alas kaki mereka. Kalau para pengantar sudah pulang semua, ia segera di datangi dua malaikat.

Dalm kitab al- Hawy li al – Fatawa li al – Hafizh as- suyuthy, Juz II, halaman 176 – 177: juga diterangkan.

وَعِبَارَةُ التَّتِمَّةِ اْلاَصْلُ فِى التَّلْقِيْنِ مَا رَوَى اَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَمَّا دَفَنَ اِبْرَاهِيْمَ قَالَ:قُلْ “الله رَبِّي”- اِلَى اَنْ قَالَ –وَيَدُلُّ عَلَى صِحَّةِ مَا قُلْنَاهُ مَا رَوَى عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اَنَّهُ لَمَّا دَفَنَ وَلَدَهُ اِبْرَاهِيْمَ وَقَفَ عَلَى قَبْرِهِ فَقَالَ: يَابُنَيَّ، اَلْقَلْبُ يَحْزُنُ وَاْلعَيْنُ تَدْمَعُ وَلَا نَقُوْلُ مَا يَسْحُطُ الرَّبُّ-اِنَّاللهِ وَاِنَّا اِلَيْهِ رَاجِعُوْنَ-يَابُنَيَّ قُلْ الله رَبِّي وَاْلاِسْلَامُ دِيْنِي وَرَسُوْلُ اللهِ اَبِي فَبَكَتِ الصَّحَابَةُ وَبَكَى عُمَرُ بْنُ اْلخَطَّابِ بُكَاءً اِرْتَفَعَ لَهُ صَوْتَهُ.

Teks lengkap mengenai Talqin ini seperti yang diriwayatkan bahwa Rosulullah saat mengubur anaknya, Ibrahim, mengatakan: Katakanlah: Allah Tuhankn….sampai kata – kata: Hal itu menunjukan atas benarnya apa yang aku ucapkan, apa yang diriwayatakan dari Nabi, sesungguhnya saat dia menguburkan anaknya, Ibrahim, dia berdiri diatas kubur dan bersabda: Hai anakku, hati ini sedih, mata ini mencucurkan air mata, dan aku tidak akan berkata yang menjadikan Allah marah kepadaku. Hai anakku, katakana Allah itu Tuhanku, Islam agamaku, dan Rosulullah itu bapakku ! Para sahabat ikut menangis, bahkan Umar bin Khoththob menangis sampai mengeluarkan suara yang keras.

Dalam kitab Hasyiah Umairah bi Asfali Hasyiah Qalyuby Mahally, Juz I, halaman 353: Menegaskan tenteng kesunnahan Hukum mentalqin mayit.

يُسَنُّ اَيْضًا اَلتَّلْقِيْنُ-فَيُقَالُ لَهُ يَا عَبْدُ اللهِ ابْنِ اَمَةِ اللهِ اذْكُرْ مَا خَرَجْتَ عَلَيْهِ مِنَ الدُّنْيَا شَهَادَةَ اَنْ لَااِلَهَ اِلَّااللهُ وَاَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ وَاَنَّ الْجَنَّةَ حَقٌّ وَاَنَّ النَّارَ حَقٌّ وَاَنَّ الْبَعْثَ حَقٌّ وَاَنَّ السَّاعَةَ آتِيَةٌ لَارَيْبَ فِيْهَا وَاَنَّ اللهَ يُبْعَثُ مَنْ فِى اْلقُبُوْرِ وَاِنَّكَ رَضَيْتَ بِااللهِ رَبًّا وَبِالْاِسْلَامِ دِيْنًا وَبِمُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَبِيًّا وَبِااْلقُرْآنِ اِمَامًا وَبِاالْكَعْبِة قِبْلَةً وَبِااْلمُؤْمِنِيْنَ اِخْوَانًا-لِحَدِيْثٍ وَرَدَ فِيْهِ-فِى الرَّوْضَةِ الْحَدِيْثِ وَاِنْ كَانَ ضَعِيْفًا لَكِنَّهُ اعْتَضَدَ بِشَوَاهِدِهِ.

Talqin itu disunnahkan maka dikatakan kepadanya (mayitt): Hai hamba Alla, ingatlah engkau telah meninggal, bersaksilah tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, surga adalah haq (benar adanya), neraka adalah haq, dan kebangkitan di Hari Kiamat juga haq. Hari Kiamat pasti akan dating, tidak bias diragukan lagi, Allah akan membangkitkan kembali manusia dari kuburnya, dan hendaknya engkaun rela Allah sebagai Tuhan, Islam sebagain agama, Muhammad sebagi Nabi, al – Qur’an sebagi kitab suci, Ka’bah sebagi kiblat, dan kaum muslimin sebagai saudra. Hal ni berkenaan dengan danya hadits dalam masalah ini, dan dalam kitab ar – Raudhah ditambahkan: Hadits ini, meskipun dhaif, tapi lengkap panguat – penguatnya.

Dalam kitab I’anah al – Thalibin karya Sayid Abu Bakar Syatha al – Dimyati, juz ll hal 140 dijelaskan:

(قَوْلُهُ وَتَلْقِيْنُ بَالِغٍ) مَعْطُوْفٌ عَلَى اَنْ يُلَقِّنَ اَيْضًا اَيْ وَيُنْذَبُ تَلْقِيْنُ بَالِغٍ الخ. وَذَالِكَ لِقَوْلِهِ تَعَالَى: وَذَكِّرْ فَاِنَّ الذِّكْرَتَنْفَعُ اْلمُؤْمِنِيْنَ (الذاريات:55) وَاَحْوَجَ مَا يَكُوْنُ الْعَبْدُ اِلَى التَّذْكِيْرِ فِيْ هَذِهِ الْحَاَلِة.

“Yang dimaksud dengan membacakan talqin bagi orang yang baligh yaitu, disunnahkan men – talqin – kan orang yang sudah baligh (ukallaf). Hal itu berdasarkan firman Allah SWT: Dan tetaplah memberi perihgatan, karena sesungguhnya peringatan itu bermanfaat bagi orang – orang mukmin (al – Dzariyat : 55) dan yang paling diperlukan oleh seorang hamba untukl mendapat peringatan pada saat ini (setelah dikubur).”

Dalam kitab ‘I’anatul Thalibin juz ll hal 140 disebutkan :

(قَوْلُهُ وَتَلْقِيْنُ بَاِلغٍ) اَيْ وَيُنْذَبُ تَلْقِيْنُ بَالِغٍ الخ وَذَالِكَ لِقَوْلِهِ تَعَالَى: وَذَكِّرْ فَاِنَّ الذِّكْرَ تَنْفَعُ اْلمُؤْمِنِيْنَ. وَاَحْوَجُ مَا يَكُوْنُ اْلعَبْدُ اِلَى التَّذْكِيْرِ فِي هَذِهِ الْحَالَةِ (اعانة الطالبين قبيل باب الزكاة ٢/١٤٠)

Dan disunnahkan orang yang sudah baligh……demikian itu sesuai dengan firman Allah Swt :“Dan tetaplah memberi peringatan, karena sesungguhnya peringatan itu bermanfaat bagi orang – orang yang beriman”. (al – Dzariyat : 55). Dalam keadaan seperti ini lah seorang hamba sangat membutuhkan terhadap peringatan tersebut.

Dalam kitab Nihayatul Muhthaz juz lll hal 4 disebutkan :

وَيُسْتَحَبُّ تَلْقِيْنُ اْلمَيِّتِ اْلمُكَلَّفِ بَعْدَ تَمَامِ دَفْنِهِ لِخَبَرِ اَنَّ اْلعَبْدَ اِذَا وُضِعَ فِيْ قَْرِهِ وَتَوَلَّى عَنْهُ اَصْحَابٌ اَنَّهُ يَسْمَعُ قَرْعَ نِعَالِهِمْ. فَاِذَانْصَرَفُوْا اَتَاهُ مَلَكَانِ. الحديث ( نهاية المحتاج ٣/٤).

Disunahkan mentalqini mayyit yang sudah mukallaf setelah selesai dikuburkan, berdasarkan hadits: “Sesungguhnya seorang hamba ketika sudah diletakkan dikuburnya dan para pengiringnya berpaling pulang, ia mendengar suara gema alas kaki mereka. Jika mereka sudah pergi semua, kemudian ia didatangi oleh dua malaikat ……Al Hadits”.

Dalam kanzu al – ‘Umal karya Syaih Ibnu Hisammudin Al Hindi Al Burhanfuri, jilid 15 hal 737 disebutkan sebagai berikut;

عَنْ سَعِيْدِاْلاُمَوِىِّ قَالَ: شَهِدْتُ اَبَا أُمَاَمةَ وَهُوَ فِى النِزَاعِ اِذَا اَنَا مُتُّ فَافْعَلُوْا بِيْ كَمَا اَمَرَنَا رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَنَا رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى الله ُعَلَيْهِ وَسَلَّمَ اِذَا مَاتَ اَحَدٌ مِنْ اِخْوَانِكُمْ فَسَوَيْتُمْ عَلَيْهِ التُّرَابُ فَلْيَقُمْ رَجُلٌ مِنْكُمْ عِنْدَ رَأْسِهِ ثُمَّ لْيَقُلْ يَا فُلَانُ بْنُ فُلَانَةَ فَاِنَّهُ يَسْمَعُ وَلَكِنَّهُ لَايُجِيْبُ ثُمَّ لْيَقُلْ يَا فُلَانُ بْنُ فُلَانَةَ فَاِنَّهُ يَسْتَوِى جَالِسًاثُمَّ لْيَقُلْ يَافُلَانُ بْنُ فُلَانَةَ فَاِنَّهُ يَقُوْلُ اَرْشَدَنَا رَحِمَكَ اللهُ ثُمَّ لْيَقُلْ اُذْكُرْ مَا خَرَجْتَ عَلَيْهِ مِنَ الدُّنْيَا شَهَادَةَ اَنْ لَااِلَهَ اِلَّا اللهُ وَاَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ وَِنَّكَ رَضَيْتَ بِاللهِ رَبًّا وَبِمُحَمَّدٍ نَِيًّا وَبِالْاِسْلَامِ دِيْنًا وَبِالْقُرْآنِ اِمَامًا فَاِنَّهُ اِذَا فَعَلَ ذَالِكَ أَخَذٌ مُنْكَرٌ وَنَكِيْرٌ اَحَدُهُمَا بِيَدِ صَاحِبِهِ ثُمَّ يَقُوْلُ لَهُ اُخْرُجْ بِنَا مِنْ عِنْدِهَذَا مَا نَصْنَعُ بِهِ قَدْ لَقَّنَ حَجَّتَهُ فَيَكُوْنُ اللهُ حَجِيْجَهُ دُوْنَهُمَا. فَقَالَ لَهُ رَجُلٌ: يَا رَسُوْلَ اللهِ فَاِنْ لَمْ يَعْرِفْ أُمُّهُ؟ قَالَ: اِنْسِبْهُ اِلَى حَوَاءَ.

“Diceritakan “dari Said al – Umawi, ia berkata: Saya menyaksikan Abu Umamah sedang naza’ (sakaratul maut). Lalu ia berkata kepadaku : Hai Said ! Jika aku mati, perlakukanlah olehmu kepada diriku sebagaimana yang diperintahkan oleh Rosulullah Saw kepada kita. Rosulullah SAW bersabda kepada kita : Jika diantara kamu meninggal dunia maka timbunlah kuburannya dengan tanah sampai rata. Dan hendaknya salah seorang diantara kamu berdiri disamping arah kepalanya, lalu ia berkata : Hai fulan bin Fulanah, sesungguhnya mayit itu mendengar, akan tetapi tidak dapat menjawab. Kemudian hendaklah ia brkata : Hai Fulan bib Fulanah, maka ia akan duduk tegap. Kamudian hendaklah ia berkata : Hai Fulan bin Fulanah, lalu ia berkata: Semoga Allah Swt . memberikan petunjuk kepda kita dan juga memberikan rahmat kepadamu. Kemudian hendaklah ia berkata: Ingatlah bahwa engkau telah keluar dari alam dunia ini:Dengan bersaksi bahwa tiada yang berhak disembah selain Allah dan bahwasanya Muhammad adalah hamba dan Rosul – Nya, dan bahwasannya engkau rrela Allah sebagai Tuhanmu, Muhammad sebagai Nabimu, Islam sebagai agamamu, dan al – Qur’an sebagai imammu. Sesungguhnya jika seseorang mengerjakan itu maka malaikat munkar dan Nakir akan menyambut salah satunya dengan tangan sahabatnya yang kemudian ia berkata : Keluarlah bersama kami dari tempat ini. Kami tidak akan memperlakukan apa yang telah ia nyatakan. Maka Allah Swt akan memenuhi keperluannya tanpa kedua malaikat itu. Lalu seseorang bertanya kepeda Rosulullah SAW: Wahai Rosulullah, bagai mana jika saya tidak mengetahui ibunya? Rosulullah SAW menjawab : “Hendaklah kamu menasabkannya kepada (ibu) Hawa.”

Orang yang sudah meninggal dunia sebenarnya masih mendengar ucapan salam dan bias menerima doa orang lain. Rosulullah SAW selalu mengucapkan salam kepada ahli kubur pada saat ziaroh kubur atau melintasi kuburan. Demikian juga Rosulullah Saw pada saat putranya Ibrahim wafat mentalqinkannyadengan kalimat tauhid. Logikanya, seandainya talqin itu tidak berguna niscaya Rosulullah SAW tidak akan mengerjakannya. Kesimpulannya hukum mentalqinkan mayit yang sudah mukallaf hukumnya adalah sunnah.

Keterangan tentang kesunnahan talqin ini juga dapat dilihat dalam kitab sebagai berikut:

a. At – Tukhfah juz ll, hal 19

b. Al – Mughni juz lll, hal 207

c. Al – Majmu Syarah Muhadzab juz 7, hal 303

d. Al – Iqna’juz l, hal 183

e. Tassyikhil Mustafidin 142

f. Busro al Karim juz ll, hal 38

g. Nikhayah al – Zain 162

h. Al – Anwar juz l, hal 124

i. Fathul Barri juz l, hal 449

j. Irsyadus syari juz ll, hal 434

k. Matan al – Raodhoh

Kaitannya dengan firman Alla Swt:

وَمَا اَنْتَ بِمُسْمِعٍ مَنْ فِى اْلقُبُوْرِ (فاطر : ٢٢ )

“Dan engkau (wahai Muhammad) sekali – kali tiada sanggup menjadikan orang yang didalam kubur dapat mendengar.” (QS. Fathir: 22).

Firman Allah diatas sering dijadikan untuk menolak hokum sunnah talqin namun dalam Tafsir al – Khazim diterangkan bahwa yang dimaksud denan kata Man Fi al – Qubur (orang yang berada didalam kubur) dalam ayat ini ialah orang –orang kafir yang diserupakan orang mati karena sama – sama tidak menerima dakwah. Kata mati tersebut adalah metaforis (bentuk majaz)dari hati mereka yang mati (tafsir al –Khazim, juz 7, hal 347).

Dengan demikian dapat dipahami bahwa orang yang beriman itu dalam kubur bias mendengar suara orang yang membimbimg talqin tersebut dengan kekuasaan Allah Swt. Hal ini dapat diperkokoh dengan kebiasaan Rosulullah SAW apabila berziarah kekuburan selalu menguicapkan salam. Seandainya ahli kubur tidak mendengar salam Rosulullah SAW, tentu Rosulullah SAW melakukan sesuatu yang sia – sia dan itu tidak mumgkin.Wallahu A’lam .

E. Sampainya Pahala, Doa dan Sodaqoh Kepada Orang Yang Sudah Meninggal

Menurut pendapat ahli sunnah pahala, doa dan sodaqoh bisa sampai kepada orang yang sudah meninggal dan dapat bermanfaat bagi mereka.

Kalangan Ahlusunnah berhujjah dengan beberapa firman Allah Swt dan beberapa hadits shohih diantaranya :

وَالَّذِيْنَ آمَنُوْا وَاتَّبَعْهُمْ ذُرِّيَّتَهُمْ بِاِيْمَانٍ اَلْحَقْنَا بِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَمَا اَلَتْنَاهُمْ مِنْ عَمَلِهِمْ مِنْ شَيْئٍ كُلُّ إمْرِئٍ بِمَا كَسَبَتْ رَهِيْنٌ (تاطور ٣١)

Dan orang – orang yang beriman dan anak cucu mereka mengikuti dalam keimanan, kami hubungkan anak cucu mereka dengan mereka, dan kami tiada mengurangi sedikitpun dari pahala amal mereka. Tiap – tiap manusia terpikat dengan apa yang dikerjakannya.

Allah juga berfirman :

أَبَائُكُمْ وَأَبْنَائُكُمْ لَاتَدْرُوْنَ اَيُّهُمْ اَقْرَبُ لَكُمْ نَفْعًا (النساء :١١)

Tentang orang tuamu dan anak –anakmu, kamu tidak mengetahui siapa diantara mereka yang lebih dekat (banyak) manfaatnya bagimu.

Dalam sebuah hadist shohih disebutkan:

عَنْ عَائِشَةَ اَنَّ رَجُلًا اَتَى النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَا رَسُوْلَ اللهِ إِنَّ أُمِّيَ افْتُلِتَتْ نَفْسَهَا وَلَمْ تُوْصِ وَاَظُنُّهَا لَوْ تَكَلَّمَتْ تَصَدَّقَتْ اَفَلَهَا اَجْرٌ اِنْ تَصَدَّقْتُ عَنْهَا قَالَ نَعَمْ (رواه مسلم ،١٦٧٢)

“Dan ‘Aisyah RA, “Seorang laki-laki bertanya kepada Nabi SAW, “Ibu saya meninggal secara mendadak dan tidak sempat berwasiat. Saya menduga seandainya ia dapat berwasiat, tentu ia akan bersedekah. Apakah ia akan mendapat pahala jika saya bersedekah atas namanya?” Nabi menjawab, “Ya”.” (HR.Muslim, :1672).

Dalam kitab Nail al Authar juz IV juga disebutkan sebuah hadits soheh yang berbunyi:

وَعَنْ اَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ اَنَّ رَجُلًا قَالَ لِلنَّبِي صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمِ اِنَّ أَبِي مَاتَ وَلَمْ يُوْصِ أَيَنْفَعُهُ اِنْ اَتَصَدَّقُ عَنْهُ؟ قَالَ نَعَمْ، (رواه أحمد ومسلم والنساء وابن ماجه)

Dari Abu Hurairah, ia meriwayatkan: Ada laki-laki datang kepada Nabi lalu ia berkata: Ayahku telah meninggal dunia dan ia tidak berwasiat apa-apa. Apakah saya bias memberikan manfaat kepadanya jika saya bersedekah atas namanya? Nabi menjawab: Ya, dapat (HR. Ahmad, Muslim, Nasa’I, dan Ibnu Majah).

Hadits tersebut diatas menegaskan bahwa pahala shodakoh itu sampai kepada ahli kubur. Sementara di hadits shahih yang lain dijelaskan bahwa shodakoh tidak hanya berupa harta benda saja, tapi juga dapat berwujud bacaan dzikir seperti kalimat la illaha illallah,subhanallah,dan lain-lain sebagaimana disebutkan dalam hadits shahih berikut ini:

عَنْ اَبِي دَرْأَنْ نَاسًا مِنْ اَصْحَابِ النَّبِي صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالُوْا لِلنَّبِي ص.م يَارَسُوْلَ اللهِ ذَهَبَ اَهْلِ الدُّثُوْرِ بِالْاُجُوْرِ يُصَلُّوْنَ كَمَا تُصَلَّى وَيَصُوْمُوْنَ كَمَا تَصُوْمُ وَيَتَصَدَّقُوْنَ بِفُضُوْلِ اَمْوَالِهِمْ قَالَ اَوَ لَيْسَ قَدْ جَعَلَ اللهُ لَكُمْ مَا تَصَدَّقُوْنَ اِنَّ بِكُلِّ تَسْبِيْحَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلِّ تَكْبِيْرَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلِّ تَحْمِيْدَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلِّ تَهْلِيْلَةٍ صَدَقَةٌ (رواه مسبلم،١٦٧٤)

“Dari Abu Dzarr RA,ada beberapa sahabat berkata kepada Nabi SAW,” Ya Rosulullah, orang-oarng yang kaya bisa (beruntung) mendapatkan banyak pahala. (Padahal) mereka shalat seperti kami shalat. Mereka berpuasa seperti kami berpuasa. Mereka bersedekah dengan kelebihan harta mereka. Nabi SAW menjawab, “ Bukankah Allah SWT telah menyediakan untukmu sesuatu yang dapat kamu sedekahkan? Sesungguhnya setiap satu tasbih (yang kamu baca) adalah sedekah, setiap takbir adalah sedekah, setiap tahmid adalah sedekah, dan setiap tahlil adalah sedekah.” (HR. Muslim :1674 ).

Dalam hadits lain disebutkan:

وَعَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اَنَّهُ قَالَ: تَصَدَّقُوْا عَلَى اَنْفُسِكُمْ وَعَلَى اَمْوَاتِكُمْ وَلَوْ بِشُرْبَةِ مَاءٍ فَاِنْ لَمْ تَقْدِرُوْا عَلَى ذَالِكَ فَبِأَيَةٍ مِنْ كِتَابِ اللهِ تَعَالَى فَاِنْ لَمْ تَعْلَمُوْا شَيْئًا مِنَ اْلقُرْآنِ فَادْعُوْا لَهُمْ بِالْمَغْفِرَةِ وَالرَّحْمَةِ فَاِنَّ اللهَ وَعَدَكُمُ اْلاِجَابَةِ.

Sabda Nabi: Bersedekahlah kalian untuk diri kalian dan orang-orang yang telah mati dari keluarga kalian walau hanya air seteguk. Jika kalian tak mmampu dengan itu, bersedekahlah dengan ayat-ayat suci al-Qur’an, berdoalah untuk mereka dengan memintakan ampunan dan rahmat. Sungguh, Allh telah berjanji akan mengabulkan doa kalian.

Adzarami dan Nasa’i juga meriwayatkan hadis tentang tahlil dari Ibnu ‘Abbas RA.

قَالَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ اَعَانَ عَلَى مَيِّتٍ بِقِرَائَةٍ وَذِكْرٍ اِسْتَوْجَبَ اللهُ لَهُ الْجَنَّةَ. (رواه الدارمى والنساء عن ابن عباس.)

Rasululloh bersabda: Siapa menolong mayit dengan membacakan ayat-ayat al-Qur’an dan Zikir, Alloh akan memastikan surga baginya.(HR.ad-Darimy dan Nasa’i dari Ibnu Abbas).

Hadis diatas juga didukung oleh hadis Nabi yang diriwayatkan oleh ad-Daroqutni dari Anas bin Malik:

رَوَى اَبُوْ بَكْرٍ النَحَادِ فِىْ كِتَابِ السُّنَنِ عَنْ عَلِى بْنِ اَبِي طَالِبِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ اَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: مَنْ مَرَّ بَيْنَ اْلمَقَابِرِ فَقَرَأَ قُلْ هُوَ اللهُ اَحَدٌ اِحْدَى عَشْرَةَ مَرَّةً ثُمَّ وَهَبَ اَجْرَهَا لِلْاَمْوَاتِ أُعْطِيَ مِنَ اْلاَجْرِ بِعَدَدِ اْلاَمْوَاتِ.

Diriwayatkan oleh Abu Bakar an-Najjad dalam kitab Sunan bersumber dari Ali bin Abi Thalib, ia mengatakan , Nabi bersabda: Siapa lewat diantara batu nisan, lalu membaca surat al-Ikhlas 11 kali dan menghadiahkan pahalanya untuk yang meninggal maka Alloh akan mengabulkannya.

Dalil-dalil inilah yang dijadikan dasar oelh para ulama tentang sampainya pahala bacaan al-Qur’an,tasbih, tahlil, shalawat yang dihadiahkan kepada orang yang meninggal dunia. Begitu pula dengan sedekah dan amal baik lainnya.

Bahkan Ibnu Taimiyah mengatakan dalam kitab Fatawa-nya, “sesuai dengan kesepakatan para Imam bahwa mayit dapat memperoleh manfaat dari semua ibadah, baik ibadah badaniyah seperti shalat, puasa, membaca al-Qur’an, ataupun ibadah maliyah seperti sedekah dan lain-lainnya. Hal yang sama juga berlaku bagi orang yang berdoa dan membaca istighfar untuk mayit.”(Hukm al-Syari’ah al-Islamiyah fi Ma’tam al_Arba’in,hal 36)

Mengutip dari kitab Syarh al-Kanz, Imam al-Syaukani juga mengatakan bahwa seseorang boleh menghadiahkan pahala perbuatan yang ia kerjakan kepada orang lain, baik berupa shalat, puasa, haji, shadaqah, bacaan al-Qur’an atau semua bentuk perbuatan baik lainya, dan perbuatan baik tersebut sampai kepada mayit dan memberi manfaat kepada mayit tersebut menurut ulama Ahlussunnah. (Nail al-Awthar, Juz IV, hal. 142)

Kaiatnnya dengan firman Alloh dalam Sura an-Najm ayat 39 yang sering dijadikan sebagai dalail bagi orang yang mengatakan bahwa do’a atau pahala yang tidak sampai kepada mayit yaitu:

وَاَنْ لَيْسَ لِلْاِنْسَانِ اِلَّا مَا سَعَى (النجم: ٣٩)

“Dan bahwa seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya.”(QS,an-Najm:39)

Berikut ini beberapa penafsiran para ulama ahli tafsir mengenai ayat di atas:

1. Syekh Sulaiman bin Umar Al-‘Ajili menjelaskan

قَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ هَذَا مَنْسُوْخُ الْحُكْمِ فِي هَذِهِ الشَّرِيْعَةِ أَيْ وَإِنَّمَا هُوَ فِي صُحُفِ مُوْسَى وَاِبْرَاهِيْمَ عَلَيْهِمَا السَّلاَمِ بِقَوْلِهِ “وَأَلْحَقْنَا بِهِمْ ذُرِيَّتَهُمْ” فَأُدْخِلَ اْلأَبْنَاءُ فِي اْلجَنَّةِ بِصَلَاحِ اْللأَبَاءِ. وَقَالَ عِكْرِمَةُ إِنَّ ذَلِكَ لِقَوْمِ إِبْرَاهِيْمَ وَمُوْسَى عَلَيْهِمَا السَّلَامُ وَأَمَّا هَذِهِ اْلأُمَّةُ فَلَهُمْ مَا سَعَوْا وَمَا سَعَى لَهُمُ غَيْرُهُمْ (الفتوحات الإلهية,٤.٢٣٦)

“Ibnu Abbas berkata bahwa hukum ayat tersebut telah di-mansukh atau diganti dalam syari’at Nabi Muhammad SAW. Hukumnya hanya berlaku dalam syari’at Nabi Ibrahim AS dan Nabi Musa AS, kemudian untuk umat Nabi Muhammad SAW kandungan QS. Al-Najm 39 tersebut dihapus dengan firman Allah SWT وَأَلْحَقْنَا بِهِمْ ذُرِيَّتَهُمْ Ayat ini menyatakan bahwa seorang anak dapat masuk surga karena amal baik ayahnya. Ikrimah mengatakan bahwa tidak sampainya pahala (yang dihadiahkan) hanya berlaku dalam syari’at Nabi Ibrahim AS dan Nabi Musa AS. Sedangkan untuk umat Nabi Muhammad SAW mereka dapat menerima pahala amal kebaikannya sendiri atau amal kebaikannya sendiri atau amal kebaikan orang lain” (Al-Futuhat Al-Ilahiyyah, Juz IV, hal 236)

2. Menurut Mufti Mesir Syekh Hasanain Muhammad Makhluf :

وَأَمَّا قَوْلُهُ تَعَلَى وَأَنْ لَيْسَ لِلْإِنْسَانِ اِلاً مَاسَعَى فَهُوَ مُقَيًدٌ بِمَا إِذَالَمْ يَهَبِ الْعَامِلُ ثَوَابَ عَمَلِهِ لِغَيْرِهِ وَمَعْنىَ ألْاَيَةِ أَنًهُ لَيْسَ يَنْفَعُ الْإِنْسَانَ فِي الْأَخِرَةِ إِلًا مَا عَمِلَهُ فِي الدُّنْيَا مَالَمْ يَعْمَلْ لَهُ غَيْرُهُ عَمَلًا وَيَهَبَهُ لَه فَاِّنَهُ يَنْفَعُهُ كَذَلِكَ (حكم الشريعة الإسلامية في مأتم الأربعين : ٢٣-٢٤ )

“Firman Allah SWT وَأَنْ لَيْسَ لِلْإِنْسَانِ اِلاً مَاسَعَى perlu diberi batasan, yaitu jika orang yang melakukan perbuatan baik itu tidak menghadiahkan pahalanya kepada orang lain. Maksud ayat tersebut adalah, bahwa amal seseorang tidak akan bermanfaat di akhirat kecuali pekerjaan yang telah dilakukan di dunia bila tidak ada orang lain yang menghadiahkan amalnya kepada si mayit