Rabu, 28 Agustus 2019

AHMAD BIN MISKIN dan NAFSU TERSEMBUNYI

``Ahmad bin Miskin, seorang ulama abad ke-3 Hijriah dari kota Basrah, Irak pernah bercerita:

Aku pernah diuji dengan kemiskinan pada tahun 219 Hijriyah.
Saat itu, aku sama sekali tidak memiliki apapun,
sementara aku harus menafkahi seorang istri dan seorang anak.
Lilitan hebat rasa lapar terbiasa mengiringi hari-hari kami.

Maka aku bertekad untuk menjual rumah dan pindah ke tempat lain.
Akupun berjalan mencari orang yang bersedia membeli rumahku.

Bertemulah aku dengan sahabatku Abu Nashr dan kuceritakan kondisiku.
Lantas, dia malah memberiku 2 lembar roti isi manisan dan berkata:
“Berikan makanan ini kepada keluargamu.”

Di tengah perjalanan pulang, aku berpapasan dengan seorang wanita fakir bersama anaknya. Tatapannya jatuh di kedua lembar rotiku. Dengan memelas dia memohon:

“Tuanku, anak yatim ini belum makan, tak kuasa terlalu lama menahan rasa lapar yang melilit.
Tolong beri dia sesuatu yang bisa dia makan. Semoga Allah merahmati Tuan.”

Sementara itu, si anak menatapku polos dengan tatapan yang takkan kulupakan sepanjang hayat. Tatapan matanya menghanyutkan fikiranku dalam khayalan ukhrowi, seolah-olah surga turun ke bumi, menawarkan dirinya kepada siapapun yang ingin meminangnya,
dengan mahar mengenyangkan anak yatim miskin dan ibunya ini.

Tanpa ragu sedetikpun, kuserahkan semua yang ada ditanganku.
“Ambillah, beri dia makan”, kataku pada si ibu.

Demi Allah, padahal waktu itu tak sepeserpun dinar atau dirham kumiliki.
Sementara di rumah, keluargaku sangat membutuhkan makanan itu.

Spontan, si ibu tak kuasa membendung air mata dan si kecilpun tersenyum indah bak purnama.

Kutinggalkan mereka berdua dan kulanjutkan langkah gontaiku,
sementara beban hidup terus bergelayutan dipikiranku.

Sejenak, kusandarkan tubuh ini di sebuah dinding, sambil terus memikirkan rencanaku menjual rumah. Dalam posisi seperti itu, tiba-tiba Abu Nashr dengan kegirangan mendatangiku.

“Hei, Abu Muhammad...!
Kenapa kau duduk duduk di sini sementara limpahan harta sedang memenuhi rumahmu?”, tanyanya.

“Subhanallah....!”, jawabku kaget. “Dari mana datangnya?”

“Tadi ada pria datang dari Khurasan.
Dia bertanya-tanya tentang ayahmu atau siapapun yang punya hubungan kerabat dengannya.
Dia membawa berduyun-duyun angkutan barang penuh berisi harta,” ujarnya.

"Terus?”, tanyaku keheranan.

Dia itu dahulu saudagar kaya di Bashroh ini. Kawan ayahmu.
Dulu ayahmu pernah menitipkan kepadanya harta yang telah ia kumpulkan selama 30 tahun.
Lantas dia rugi besar dan bangkrut. Semua hartanya musnah, termasuk harta ayahmu.

Lalu dia lari meninggalkan kota ini menuju Khurasan.
Di sana, kondisi ekonominya berangsur-angsur membaik. Bisnisnya melejit sukses.
Kesulitan hidupnya perlahan lahan pergi, berganti dengan limpahan kekayaan.
Lantas dia kembali ke kota ini, ingin meminta maaf dan memohon keikhlasan ayahmu
atau keluarganya atas kesalahannya yang lalu.

Maka sekarang, dia datang membawa seluruh harta hasil keuntungan niaganya yang telah dia kumpulkan selama 30 tahun berbisnis.
Dia ingin berikan semuanya kepadamu, berharap ayahmu dan keluarganya berkenan memaafkannya.”

Dengan perubahan drastis nasib hidupnya ini, Ahmad bin Miskin melanjutkan ceritanya:

Kalimat puji dan syukur kepada Allah berdesakan meluncur dari lisanku.
Sebagai bentuk syukur. Segera kucari wanita faqir dan anaknya tadi.
Aku menyantuni dan menanggung biaya hidup mereka seumur hidup.

Aku pun terjun di dunia bisnis seraya menyibukkan diri dengan kegiatan sosial, sedekah,
santunan dan berbagai bentuk amal shalih.
Adapun hartaku, terus bertambah melimpah ruah tanpa berkurang.

Tanpa sadar, aku merasa takjub dengan amal shalihku.
Aku merasa, telah mengukir lembaran catatan malaikat dengan hiasan amal kebaikan.
Ada semacam harapan pasti dalam diri,
bahwa namaku mungkin telah tertulis di sisi Allah dalam daftar orang orang shalih.

Suatu malam, aku tidur dan bermimpi.
Aku lihat, diriku tengah berhadapan dengan hari kiamat.
Aku juga lihat, manusia bagaikan ombak, bertumpuk dan berbenturan satu sama lain.

Aku juga lihat, bada n mereka membesar.
Dosa-dosa pada hari itu berwujud dan berupa,
dan setiap orang memanggul dosa-dosa itu masing-masing di punggungnya.

Bahkan aku melihat, ada seorang pendosa yang memanggul di punggungnya beban besar
seukuran kota Basrah, isinya hanyalah dosa-dosa dan hal-hal yang menghinakan.

Kemudian, timbangan amal pun ditegakkan, dan tiba giliranku untuk perhitungan amal.

Seluruh amal burukku ditaruh di salah satu sisi timbangan,
sedangkan amal baikku di sisi timbangan yang lain.
Ternyata, amal burukku jauh lebih berat daripada amal baikku..!

Tapi ternyata, perhitungan belum selesai.
Mereka mulai menaruh satu persatu berbagai jenis amal baik yang pernah kulakukan.

Namun alangkah ruginya aku.
Ternyata dibalik semua amal itu terdapat NAFSU TERSEMBUNYI.
Nafsu tersembunyi itu adalah riya, ingin dipuji, merasa bangga dengan amal shalih.
Semua itu membuat amalku tak berharga.
Lebih buruk lagi, ternyata tidak ada satupun amalku yang lepas dari nafsu-nafsu itu.

Aku putus asa.
Aku yakin aku akan binasa.
Aku tidak punya alasan lagi untuk selamat dari siksa neraka.

Tiba-tiba, aku mendengar suara, “Masihkah orang ini punya amal baik?”

“Masih...”, jawab suara lain. “Masih tersisa ini.”

Aku pun penasaran, amal baik apa gerangan yang masih tersisa? Aku berusaha melihatnya.

Ternyata, itu HANYALAH dua lembar roti isi manisan yang pernah ku sedekahkan
kepada wanita fakir dan anaknya.

Habis sudah harapanku...
Sekarang aku benar benar yakin akan binasa sejadi-jadinya.

Bagaimana mungkin dua lembar roti ini menyelamatkanku,sedangkan dulu aku pernah bersedekah 100 dinar sekali sedekah (100 dinar = +/- 425 gram emas = Rp 250 juta), dan itu tidak berguna sedikit pun.
Aku merasa benar-benar tertipu habis-habisan.

Segera 2 lembar roti itu ditaruh di timbanganku.
Tak kusangka, ternyata timbangan kebaikanku bergerak turun sedikit demi sedikit, dan terus bergerak turun sampai-sampai lebih berat sedikit dibandingkan timbangan kejelekanku.

Tak sampai disitu, ternyata masih ada lagi amal baikku.
Yaitu berupa air mata wanita faqir itu yang mengalir saat aku berikan sedekah.
Air mata tak terbendung yang mengalir kala terenyuh akan kebaikanku.
Aku, yang kala itu lebih mementingkan dia dan anaknya dibanding keluargaku.

Sungguh tak terbayang, saat air mata itu ditaruh, ternyata timbangan baikku semakin turun dan terus memberat.
Hingga akhirnya aku mendengar suatu suara berkata, “Orang ini selamat dari siksa neraka..!”

==============
Masih adakah terselip dalam hati kita nafsu ingin dilihat hebat
oleh orang lain pada ibadah dan amal-amal kita..?

🌷Jangan pernah bersandar pada amal yg tlh kau lakukan....
Sebab dari *ketertipuan* ini adalah sikap bersandar kpd amal secara berlebih. Ini akan melahirkan kepuasan, kebanggaan, riya dan akhlak buruk kepada Allah Ta'ala

Orang yang melakukan *amal ibadah* tidak akan pernah tahu apakah amalnya *diterima atau tidak*....🍀

Mereka tidak tahu betapa besar dosa dan maksiatnya, juga mereka tidak tahu apakah amalnya *bernilai keikhlasan* atau tidak.....

Sesungguhnya Allah tidak membutuhkan amal ibadah hamba2Nya. Dia Maha Kaya, tidak butuh kepada makhluk-Nya.
Wallahu Ta'ala A'lam....

Teruslah mengerjakan Amal shole sebanyak-banyaknya tapi jangan merasa diri paling sholeh,sebab amal belum cukup mengantarkan kita kesurga tanpa Rahmat & Kasih sayang dari Allah S.W.T

Astaghfirullahal azhiim..... *Ampunilah kami ya ALLAH jika di hati kami masih ada rasa bangga diri trhdp amal2 kami....* 😢😥

Aamiin Ya Rabbal Alamiin

[ Ar-Rafi’i dalam Wahyul Qalam, 2/153-160 ]

Wallahu a'lam```

Selasa, 27 Agustus 2019

MENGENAL ZAKIR NAIK

Dr. Zakir Abdul Karim Naik atau lebih dikenal dengan nama Zakir Naik lahir di India pada 18 Oktober 1965.
Disebutkan dlm berbagai literatur, ia penah kuliah kedokteran di Mumbai, India.
Para pengagumnya menyebut ia sebagai sosok “ulama” terlibat dlm dakwah Islam dan perbandingan agama.
Bisa dikatakan Zakir Naik ini besar melalui Internet, seperti website dan video Youtube yg sengaja disebarluaskan di Indonesia.
Sebutan “ulama” yg disandang Zakir Naik tentu dipertanyakan.

Karena dari mana ia belajar ilmu agama Islam pun tdk jelas.
Tdk pernah disebutkan siapa gurunya, sama seperti sosok Ustadz Ahmad Sukina, pemimpin Majelis Tafsir Alquran (MTA) di Solo.

Tdk akan Anda temukan dari mana ia belajar agama meski dalam website resminya seperti IRF.
Tidak diketahui dari mana ia belajar agama yg ada, klaim Zakir Naik yg menyebut dirinya sebagai murid Syaikh Ahmad Deedat.

Belum lagi bacaan al-Qurannya yg tdk beraturan siapa yg mengajarinya al-Quran juga tdk jelas karena aksen Arab dan al-Qurannya benar-benar sudah keluar dari makhraj, tdk bagus, dan tdk memenuhi kaidah ilmu tajwid.

Di mana dan dgn ulama siapa Zakir Naik belajar tafsir, hadits, fiqih, syariah, bahasa Arab, dan lain sebagainya juga tdk pernah diketahui.
Tiba-tiba sosok ini muncul bak seorang ulama besar yg faham betul tentang Islam, memahami tafsir, memahami hadits, memahami syariat, dan lain sebagainya.

Dlm pidatonya, Zakir Naik mengatakan bhw dirinya adalah sarjana perbandingan agama, tapi faktanya ia seringkali mengeluarkan “fatwa” perihal masalah agama Islam yg bkn bidangnya.
Ia pun tdk ragu-ragu menyalahkan ulama sekelas Imam Madzhab Fiqih dan Hadits.

Dikatakan Zakir Naik bhw para Imam Fiqih dan Hadits itu tdk memiliki informasi (ilmu) yg lengkap saat mrk (para Imam Fiqih dan Hadits) memberikan atau mengeluarkan hukum-hukum Islam.

Bahkan Zakir Naik menyatakan bhw menerima dan mengikuti para Imam tsb sebagai guru dlm Islam dapat merusak Islam itu sendiri. Hal ini diungkapkan Zakir Naik saat ia diwawancarai seputar masalah Taqlid.

Dikatakan Zakir Naik terpengaruh oleh Syaikh Ahmad Deedat saat ia belajar ilmu kedokteran.
Syaikh Ahmad Deedat sendiri adalah seorang ulama sufi Ahlussunnah wal Jama’ah dari Afrika Selatan (1918-2005) yang konsen di bidang perbandingan agama.

Dari sini menunjukan bahwa Zakir Naik mulai membaca dan mengkaji buku-buku agama Islam saat ia berusia sekitar 22 tahun atau saat kuliah di Kedokteran sekitar tahun 1987.

Hebatnya, hanya dlm waktu 3 tahun (1987-1990) setelah membaca buku pelajaran agama Islam secara otodidak, dan ini termasuk aktivitasnya sebagai mahasiswa kedokteran dgn kegiatannya yg padat seperti mempelajari buku-buku kedokteran, ujian, kepaniteraan klinik, dll,
Ia telah mempelajari segala sesuatu tentang Islam dan mendirikan Islamic Research Foundation (IRF) pada Februari 1991 dan mulai berdakwah secara penuh.

Sungguh aneh bin ajaib, cukup berbekal belajar buku pelajaran agama Islam dlm 3 tahun sambil kuliah kedokteran yg begitu sibuknya, tiba-tiba keluar sebagai “ulama”, bahkan menyalahkan para ulama Imam Ahlussunnah wal Jama’ah.

Lebih aneh lagi, dlm pidatonya, Zakir Naik mengatakan dirinya telah mulai berdakwah sebelum IRF didirikan.
Hal ini menunjukan Zakir Naik mempunyai kemampuan luar biasa dlm menghafal.
Membaca buku pelajaran Islam tdk utk dipahami, tetapi hanya sekedar sebagai memori (dihafal).

Semakin tajam memori seseorang maka umumnya semakin cerdas, layaknya sebuah kamus yg menyimpan banyak memori.
Sama halnya dgn orang yg akan menghadapi ujian kenaikan kelas.
Dan dgn sedikit polesan kemahiran berorasi maka jadilah tampak perdebatan yg menghebohkan.
Alhasil banyak penonton yg terpukau -terkesima dgn ceramah Dr zakir Naik sebagai bidan poli klinik.

Meski begitu Zakir Naik sering mengaku sebagai murid Syaikh Ahmad Deedat. Benarkah..?
Tentu saja ini tdk benar !!.
Bagaimana mungkin seorang murid menyebut gurunya sendiri secara tak langsung sebagai orang yg syirik dan kafir.
Lihatlah bagaimana Zakir Naik mengatakan memperingati Maulid Nabi Muhammad Saw. adalah perbuatan syirik dan ia menyamakan perbuatan tsb dgn Festival Hindu dan Kristen.
Maulid Nabi saw dan Tawassul dikatakan haram, dan lain sebagainya. Na’udzubillah.

Padahal Syaikh Ahmad Deedat yg ia klaim sebagai gurunya adalah pecinta Maulid Nabi saw.

Syaikh Ahmad Deedat berkata, “Ada jutaan Muslim termasuk saya, dan saya tdk keberatan merayakan hari-hari yg baik seperti yg anda katakan (peringatan Maulid Nabi).
Saya katakan itu OK. Dan saya tdk akan bersama anda, saya tdk setuju dgn anda, saya tdk ingin anda utk mengubah (pendapat) saya.”

Kenapa..?
Karena Zakir Naik adalah penganut ajaran Salafi (Wahabi), yg begitu mudah menuduh syirik, bid’ah, kafir kpd umat Islam yg berbeda dgnnya.
Dlm Wikipedia berbahasa Inggris, Zakir Naik disebut sebagai da'i Salafi (Wahabi) paling berpengaruh di India, bahkan dikatakan sebagai da'i Salafi (Wahabi) paling terkemuka di dunia.
Tdk hanya itu, dlm halaman Wikipedia dituliskan agama Zakir Naik adalah Salafi Islam, kemudian diganti menjadi Sunni Islam, dan sekarang menjadi Islam saja tanpa embel-embel.

Meski dirinya hakikatnya seorang Salafi tapi tdk sedikit orang-orang Salafi yg menyebutkan Zakir Naik adalah sesat dan menyesatkan.
Sebagai penganut ajaran Salafi, Zakir Naik beraqidah mujassimah tdk diragukan lagi.
Ia menyerupakan Allah Swt. dgn makhlukNya yg merupakan faham mujassimah.
Dikatakan Zakir Naik bhw Allah Swt. memiliki dua tangan, dua mata, wajah, kaki, tulang kering, dan memiliki tubuh yg besar ,Allah Swt. duduk di atas langit, di atas kursi yg besar menghadap ke ‘Arsy.
Inilah aqidah Salafi yg membedakan dgn aqidah Ahlussunnah wal Jama’ah (Aswaja).

Fakta-fakta di atas tentu sangat berbahaya, tetapi ada yg lebih berbahaya lagi ketika Zakir Naik sudah mempermainkan ayat al-Quran dan al-Hadits, ayat al-Quran dan hadits sering disalah tafsirkan. Menafsirkan al-Quran tanpa ilmu dan asal-asalan,ini tentu sangat berbahaya. salah satu contohnya adalah bagaimana Zakir Naik menyamakan arti kata bahasa Arab dari Syifa dan Syafa’ah dlm al-Quran.
Dua kata yg artinya berbeda tetapi dianggap sama oleh Zakir Naik, ini kesalahan fatal, akibatnya ia pun tergelincir dlm memahami al-Quran, tdk sesuai dgn pemahaman para ulama tafsir.
Ini adalah suatu bentuk kebohongan nyata yg disengaja oleh Zakir Naik dlm menipu umat Islam khususnya mrk yg awam.
Sebuah fitnah keji yg mengatasnamakan al-Quran.

Para ulama sudah memperingatkan Zakir Naik tetapi pemikirannya ini tetap ia sebarkan luaskan.
Masih banyak penyimpangan-penyimpangan Zakir Naik lainnya yg tdk dapat disebutkan satu per satu.

Yg jelas dan perlu ditekankan di sini adalah kita harus berhati-hati dgn tingkah polah Zakir Naik.
Banyak ulama-ulama lain lebih mempuni yg mestinya kita ikuti, yg jelas sanad ilmunya, jelas siapa gurunya, jelas keilmuannya, yg bersambung dgn Rasulullah Saw., yg akan membawa kepada keselamatan di dunia dan akhirat.

Sekarang beliau sedang diproses  oleh pemerintah india karena banyak masalah berurusan dengan hukum.(SFA)

Sumber: Elhoda
~
____

Kamis, 22 Agustus 2019

Shalat Istikharah, Apakah Jawabannya lewat Mimpi?

Shalat istikharah sejak awal dianjurkan bagi seseorang yang merasa bimbang dalam menentukan keputusan terbaik antara dua pilihan atau lebih. Sehingga, kesunnahan shalat istikharah ini tidak berlaku bagi orang yang hatinya sudah mantap dalam menentukan sebuah keputusan. Begitu juga bagi orang yang sudah memiliki kecondongan terhadap salah satu dari dua pilihan yang akan ia pilih. Sebab dalam keadaan demikian hal yang mesti ia lakukan adalah melakukan apa yang sesuai dengan kemantapan atau kecondongan isi hatinya.

Tata cara shalat istikharah sebelumnya sudah pernah dibahas dalam artikel Tata Cara dan Doa Shalat Istikharah. Secara singkat, istikharah bermakna memohon petunjuk atas pilihan terbaik. Banyak masyarakat yang memahami bahwa petunjuk atau jawaban dari permohonan tersebut adalah lewat perantara mimpi. Benarkah mesti demikian?

Syekh Said Ramadhan al-Buthi dalam himpunan fatwanya, Masyurat Ijtima’iyyat pernah ditanya persoalan yang sama:

هل يوجد نص شرعي حول تعلق الاستخارة بالرؤية؟
لا علاقة لصلاة الاستخارة برؤية المنامات . بل هي مجرد صلاة ثم دعاء مأثور عن رسول الله . وليتابع بعد ذلك العمل على مشروعه الذي استخار الله له. فإن كان خيرا يسر الله له بلوغه، وإن لم يكن خيرا صرفه الله عنه .

“Apakah ditemukan dalil syara’ tentang hubungan shalat istikharah dengan mimpi pada saat tidur?

Tidak ada hubungan antara shalat istikharah dengan mimpi saat tidur, bahkan shalat istikharah itu hanya sebatas melaksanakan shalat lalu berdoa dengan doa yang disarikan dari Rasulullah. Lalu iringilah dengan melakukan perbuatan yang diistikharahi. Jika perbuatan itu baik, maka Allah akan mudahkan, dan jika buruk maka Allah akan memalingkan seseorang dari perbuatan tersebut” (Syekh Said Ramadhan al-Buthi, Masyurat Ijtima’iyyat, hal. 158)

Berpijak pada referensi di atas, beliau berpandangan bahwa tidak ada keterkaitan sama sekali antara mimpi yang dialami oleh seseorang dengan shalat istikharah yang telah dilakukan olehnya.

Dalam fatwanya yang lain, beliau menegaskan bahwa yang seharusnya dilakukan oleh seseorang setelah melaksanakan shalat istikharah adalah bergegas melaksanakan hal yang ia istikharahi. Jika ternyata diberi kemudahan maka hal tersebut merupakan sesuatu yang baik baginya. Sebaliknya, jika saat hendak melakukan hal yang ia istikharahi, ia mengalami hambatan dan kesulitan maka hal tersebut tidak baik untuknya. Berikut redaksi fatwa beliau dalam referensi yang sama:

كيف أستطيع التوفيق بين الحديث (إذا جاءكم من ترضون دينه وخلقه فزوجوه) وبين ما أشعر به من عدم الارتياح بعد
صلاة الاستخارة؟
ثمرة صلاة الاستخارة لا تتمثل في الانشراح أو عدم الانشراح ولا في رؤية منام. وإنما المطلوب من صاحب المشروع بعد صلاة
الاستخارة أن يمضي في مشروعه ويمارس أسبابه، فإن كان خيرا يسره الله له ، وإن كان شرا استغلقت عليه السبل وتعقد الأمر

“Bagaimana agar aku dapat menyelaraskan antara hadits ‘Ketika datang pada kalian orang yang kalian ridhai agama dan budi pekertinya, maka nikahilah dia’ dan perasaan tak lega (tidak puas) setelah melaksanakan shalat istikharah?

Buah dari shalat istikharah bukanlah berupa lega atau tidaknya hati, juga tidak pada mimpi saat tidur. Hal yang dituntut dari seseorang setelah melaksanakan shalat istikharah adalah melanjutkan apa yang biasa dilakukannya dan melaksanakan sebab-sebab terjadinya hal yang ia istikharahi. Jika ternyata baik, maka Allah akan memudahkannya, dan jika buruk maka Allah akan mengunci jalannya dan akan mengikat hal tersebut (agar tidak terjadi)” (Syekh Said Ramadhan al-Buthi, Masyurat Ijtima’iyyat, hal. 159).

Pandangan tentang tidak adanya keterkaitan antara mimpi yang dialami oleh seseorang dengan shalat istikharah, juga disampaikan oleh salah satu ulama kenamaan mesir, Syekh Mutawali as-Sya’rawi dalam salah satu fatwa beliau:

وهل ما يراه الإنسان في منامه بعد الاستخارة يدل على القبول أو الرفض؟
ويجيب فضيلة الشيخ الشعراوي :إن الرؤيا في المنام لیست واردة في الاستخارة ، ولكن ما نراه في المنام يأتي من شغل البال بالموضوع . إنما الاستخارة الشرعية التي علمنا إياها النبي  هي : أن نصلي ركعتين ، ثم نسأل الله بالدعاء المعروف  - ثم ما ينشرح له صدرك بعد ذلك فهو ما يريده الله لك .

“Apakah mimpi yang dialami oleh seseorang setelah shalat istikharah menunjukkan diterimanya hal yang ia istikharahi (di sisi Allah) atau tertolaknya hal tersebut?

Syekh as-Sya’rawi menjawab, ‘Mimpi pada saat tidur tidaklah berlaku pada shalat istikharah, tetapi mimpi tersebut bermula dari isi hatinya terhadap suatu subjek tertentu. Istikharah secara syara’ hanya tertentu pada hal yang diajarkan oleh Nabi Muhammad, yakni shalat dua rakaat lalu memohon pada Allah dengan doa yang sudah dijelaskan (dalam hadits), lalu apa yang tercerahkan (merasa lega) dalam hatimu setelah melaksanakan shalat dan doa istikharah, maka itulah hal yang dikehendaki oleh Allah padamu” (Syekh Mutawali as-Sya’rawi, al-Fatawa as-Sya’rawi, hal. 702).

Dua referensi di atas sekaligus menegaskan perbedaan pendapat tentang jawaban dari pertanyaan “apakah kelegaan hati setelah shalat istikharah merupakan pertanda jawaban baik atas hal yang semula kita bimbangkan?”

Pandangan Syekh Mutawali as-Sya’rawi tersebut senada dengan pendapat an-Nawawi, bahwa kelegaan hati yang dialami oleh seseorang merupakan pertanda baik dan jawaban atas shalat istikharah yang dilakukan seseorang. Sedangkan pendapat Syekh Said Ramadhan bahwa jawaban dari shalat istikharah tidak ditentukan dari kelegaan hati (insyirah ash-shadri) melainkan dari sulit dan mudahnya seseorang tatkala melakukan hal yang ia istikharahi, sesuai dengan pendapat Ibnu Qayyim al-Jauzi yang disampaikan dalam kitab Zad al-Ma’ad dan Madarij as-Salikin (lihat: Abu al-Hasan Ubaidillah al-Mubarakfuri, Mir’ah al-Mafatih, juz 4, hal. 364-365).

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa jawaban dari shalat istikharah tidak selamanya dari mimpi. Sebab, seringkali mimpi yang dialami oleh seseorang lebih dikarenakan kondisi emosional atau pikiran-pikiran yang sering terlintas dalam benaknya, yang sebenarnya tidak berkaitan dengan petunjuk Allah atas shalat istikharah yang ia lakukan.

Perbedaan pandangan tentang jawaban dari shalat istikharah seperti yang dijelaskan di atas, sejatinya merupakan pandangan para ulama yang berdasarkan dalil serta pengalaman spiritual mereka. Masing-masing dapat dijadikan pijakan oleh orang awam yang belum bisa membedakan antara petunjuk Tuhan atas jawaban dari persoalan yang sedang dialaminya dan khayalan pribadinya belaka. Berbeda halnya dengan mimpi-mimpi serta petunjuk (irsyadat) yang dialami orang-orang khas, seperti kaum sufi dan para ulama al-‘amilin yang memiliki ketajaman batin dan pengalaman spiritual mendalam. Wallahu a’lam.

Senin, 19 Agustus 2019

Dimanakah Allah SWT

Sebuah nasehat yang luar biasa...
dan sangat sulit untuk bisa memahaminya....

DIALOG SEORANG KAKEK & USTAD MUDA

Alkisah suatu saat Seorang Kakek yang hadir dalam sebuah pengajian yang dipimpin oleh seorang Ustad muda, bertanya: "Anakku, Tadi Anakku menyampaikan ceramah tentang Aqidah, tentang ALLAH, boleh kakek bertanya? Dimanakah ALLAH itu?". Sebuah pertanyaan yangmembuat sang Ustad muda bingung.., sangat dalam sekali.

Saat itu pula ia teringat pesan Guru-nya, jika ada yang bertanya dimana pertanyaan itu bukan sifatnya ingin tahu atau ingin sekedar menguji dan kita tidak tahu jawabannya maka berikanlah jawaban seperti ini "Sesungguhnya orang yang ditanya tidak lebih tahu dari yang bertanya.."

Kakek itupun manggut2, sambil tertunduk beliau bertanya lagi.
"Anakku, Coba Ambilkan Pelita itu (sebuah kaleng cat minyak yang berisi minyak tanah dan diberi api disumbunya), boleh kakek bertanya? Kapan Pelita ini disebut Pelita? ".

Kembali sang Ustad memberikan jawaban "Kakek, Saya tidak bisa menjawabnya, Terangkanlah pada Saya...".

Sang Kakek bukan malah menjawabnya tetapi memberikan pertanyaan baru lagi:
"Jika Kakek Tiup Api diatas Pelita ini, Kakek bertanya, Tahukan Engkau Anakku, Kemana Perginya Api Itu..?".
Allahu Akbar! Teriak bathin sang Ustad, selama ini ia tidak pernah berfikir tentang kemana perginya api ketika ditiup dari pelita yang hidup. Oh iya ya, kemana perginya api itu, bahkan tidak berbekas sama sekali.

Kembali ia menjawab "Saya Tidak Tahu Kek, Berikan ilmu Pada Saya...".
Kembali Kakek itu tidak menjawab, Beliau justru menanyakan nama si Ustad "Nak, Namamu siapa?", ia jawab "Abdullah...", beliau manggut-manggut  lagi , ia bertambah heran saja dengan kakek ini yang entah dari mana datangnya. "Boleh Kakek bertanya lagi, Dimana Abdullah Itu..?"

Wah pertanyaan apa lagi ini pikirnya, untuk yang satu ini ia menjawab "Di Depan Kakek, Inilah Abdullah... ".
Si Kakek Tua hanya geleng2 kepala dan merenung sejenak, si Ustad terbawa suasana merenung seperti kakek ini dan tiba-tiba beliau menepuk bahu sang Ustad dan memanggil nama nya"Abdullah…….!".

Ia jawab dengan Spontan "Ya Kek!".

Kakek itu tersenyum lebar dan kemudian mengatakan :
"Anakku, Barusan kakek merasakan adanya Abdullah, karena bagimu Abdullah itu tidak ada, jika Kau pegang tanganmu, itu Tangan Abdullah..!, jika kau pegang Keningmu, Itu Kening Abdullah..!, jika kau pegang kepalamu, itu Kepala Abdullah..!, Jika kau pegang tangan dan kakimu, itu adalah tangan dan kaki Abdullah.!, lalu…..
DIMANAKA  ABDULLAH ITU?! Abdullah Itu ada saat begitu banyak orang merasakan banyaknya manfaat kehadiran dirimu, sehingga banyak orang menyebut namamu Anakku...".

"Demikianlah perumpamaan ALLAH SWT, Sesungguhnya ALLAH itu sudah Ada sebelum apapun ada dimuka bumi ini, ALLAH itu sudah ada bahkan jikapun Bumi tidak diciptakan olehnya.
Tapi ALLAH itu Tidak Ada Bagimu, Jika kamu tidak pernah mengerti tentang-NYA, Kau sebut langit itu adalah langit ciptaan ALLAH, kau sebut Api itu Api ciptaan ALLAH, Kau Sebut Air, itu adalah Air Ciptaan ALLAH, lalu dimanakah ALLAH..?

Dimanakah ALLAH? ALLAH itu ada bagimu, Bila kau selalu menyebut nama-NYA, kau dzikirkan setiap hembusan nafasmu, Maka Dia selalu ada bersamamu, Maka ALLAH itu Ada Bagimu, karena ada dan tidak adanya dirimu, ALLAH Itu Tetap Ada..!!", demikian si Kakek menjawab panjang.
Subhanallah, sebuah ilmu yang tidak mungkin ia dapatkan di bangku kuliah...

Allahu Akbar! Allahu Akbar! Walillahilhhamd ...

Sebelum perpisahan dengan kakek itu , ia masih penasaran dengan Perumpamaan Pelita yang ditanyakan tadi, sang Kakek lanjut menjelaskan, "Pelita itu tidak bisa kamu sebut Pelita tanpa ada Apinya... ketika Pelita itu tidak ada Apinya dia hanya bisa disebut Kaleng Cat Minyak yang berisi minyak tanah dan bersumbu, itu saja...

Baru Bisa Kau sebut Pelita apabila kau berikan Api disumbunya..., ini bermakna demikianlah manusia, ketika Ruhnya tidak ada, itu hanya bangkai yang berjalan, yang perlu kau hidupkan setiap hari adalah ruhnya, sehingga dia bisa menerangi dan memberikan manfaat bagi sekitarnya...".

Allahu Akbar! Teriak bathin si Ustad muda.

Kembali sebuah nasehat yang luar biasa di pengajian ini bagi nya, dan ketika sebelum ia cium tangannya, Sang Kakek ini membisikanke telinga, "Anakku.., Ingat saat Api diatas pelita itu ditiup, Api menghilang, tak berbekas dan kau tidak bisa melihatnya lagi, bahkan bentuk , rasa sudah tidak bisa kau lihat, bahkan kau tanyakan seribu kali kemana perginya Api kau tidak akan bisa menjawabnya...,

Demikianlah dengan RUH anakku, saat dia pergi dari jasadmu dia tidak akan membentuk apapun ,dia gaib  sebagaimana Zat yang menciptakannya,DIA-lah ALLAH SWT....
Maka rawat dengan benar ruh yang ada dalam jasadmu..... Wassalam...

Renungan Kematian Bersama Gus Baha

Jika ada orang yang meninggal karena minum oplosan, bagaimana menghikmatinya? Kalau ada kejadian seperti itu, cara berpikir kita secara spiritual adalah mungkin dengan cara seperti itu Tuhan tidak ingin memperpanjang kekeliruan orang yang bersangkutan. Dengan begitu, potensi kekeliruannya disetop. Dipungkasi. Dan kita tak perlu menjadi hakim bahwa itu kematian yg buruk. Kita tidak pernah tahu posisi orang itu dihadapan Tuhan.
.
Kalau ada orang yang meninggal dunia karena kecelakaan pesawat, lalu ada orang yg selamat karena terlambat naik pesawat. Secara pandangan manusiawi orang yg terlambat beruntung dan yg kecelakaan tidak beruntung. Tapi di mata Tuhan belum tentu begitu. Bisa saja semua beruntung. Yg terlambat dan selamat diberi waktu untuk menambah amal kebaikannya, sementara yg meninggal dunia dicukupkan kebaikannya.
.
Gus Baha yg saya ketahui dari ceramah-ceramah beliau, mengidap sakit. Dia berobat juga. Tapi punya kesadaran bahwa berobatnya sebagai bagian dari syariat ikhtiar. Tapi beliau tetap punya kesadaran hakikat. Karena kalau memang beliau mesti meninggal dunia karena penyakitnya, bisa jadi itu cara yang baik. Dgn rendah hati beliau berkata: Siapa tahu kehadirannya di dunia tidak baik lagi sehingga Tuhan memutuskannya kematiannya lebih baik.
.
Suatu saat Gus Baha ditanya orang. “Gus, meninggal hari Jumat itu baik ya…”
.
“Ya baik. Meninggal di hari lain juga baik.”
.
“Ya, Gus. Tapi kan Nabi yang bilang bahwa meninggal dunia hari Jumat itu baik.”
.
“Ya, tapi Nabi meninggalnya tidak di hari Jumat.”
.
Menurut Gus Baha , itu menunjukkan bahwa Nabi itu nabi bagi semua orang. Hikmahnya adalah semua orang yg meninggal di hari selain hari Jumat tidak perlu disikapi sebagai hal yg tidak baik.
.
Tidak perlu berlebihan menilai manusia. Tugas manusia bukan menilai sesama manusia. Manusia bukan hakim bagi manusia lain. Apalagi menghakimi hal yg sangat sakral itu dgn kata-kata seperti azab dan hukuman Tuhan. Padahal kita tak tahu apa-apa tentang salah satu misteri terbesar manusia: kematian. Dan tak perlu merasa paling mengerti cara berpikir Tuhan. Memangnya kita ini siapa?
.
Oleh @puthutea

Fb ; sejarah para ulama dan karomahnya

Selasa, 06 Agustus 2019

Sejajarkanlah Shof

Nabi muhammad shallallahu alaihi wasallam bersabda , tegakkanlah  shaf kalian/ bukan ngangkang SUPER X×××××

Nabi Tidak Memerintahkan Menempel Kaki Saat Sholat Berjama’ah.

Para jema’ah Syeikh Sudaisy saja, Imam Masjidil Haram, tidak menempelkan kaki mereka.

Begitu pula jumhur ulama di Indonesia Ahlus sunnah wal jamaah  dgn mazhab Syafi’ie itu jika sholat itu tegak lurus ke atas.

Bukan sejajar bahu. Kalau sejajar bahu sebagaimana anak²  muda akhir zaman yang mencari²  kaki orang lain untuk ditempel, niscaya akan ngangkang.

Karena posisi bahu itu adalah posisi paling lebar di tubuh kita.

Rapat itu cukup bahu dgn bahu.
Tidak perlu kaki.

Yang menempelkan kaki itu cuma seorang sahabat tak dikenal.

Jumlah jema’ah Nabi ada 1000 orang lebih. Lebih afdhol mengikuti 1000 orang jemaah seperti Abu Bakar, Umar, Usman, dan Ali ketimbang mengikuti 1 orang yang tidak dikenal.

Kaki ditempel biar setan tak bisa lewat, katanya.

Lah setan itu bisa berhembus di hati manusia. Coba baca An Naas.

Justru dgn membuat orang lain jengkel dgn menempel²kan kaki, si penempel inilah setannya😁😁😁😁

Sholat itu untuk menghadap kepada Allah.
Harus khusyu cuma untuk Allah.

Bukan malah untuk mencari² kaki manusia.
Hadits menempel kaki ini perawinya cuma 2  orang di level sahabat.

yaitu Anas bin Malik dan An-Nu’man bin Basyir radhiyallahuanhuma.

Coba kita lihat dan teliti haditsnya.

1. Hadits Riwayat Anas bin Malik

حَدَّثَنَا عَمْرُو بْنُ خَالِدٍ قَالَ: حَدَّثَنَا زُهَيْرٌ عَنْ حُمَيْدٍ عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: أَقِيمُوا صُفُوفَكُمْ فَإِنِّي أَرَاكُمْ مِنْ وَرَاءِ ظَهْرِي وَكَانَ أَحَدُنَا يُلْزِقُ مَنْكِبَهُ بِمَنْكِبِ صَاحِبِهِ وَقَدَمَهُ بِقَدَمِهِ»

Dari Anas bin Malik dari Nabi Muhammad shallaAllah alaih wasallam: ”Tegakkanlah shaf kalian, karena saya melihat kalian dari belakang pundakku.👉👉👉Ada SEORANG di antara kami yang menempelkan bahunya dengan bahu temannya dan telapak kaki dengan telapak kakinya.(HR. Al-Bukhari)

Dari situ Nabi cuma bilang: “Tegakkanlah shaf kalian”. Sekali lagi Nabi cuma bilang.

“Tegakkanlah shaf kalian”. Nabi tidak bilang kita harus menempel telapak kaki.

Anas bin Malik menyatakan bahwa ada SATU ORANG ( أَحدنا) yang menempelkan bahunya dengan bahu temannya dan telapak kaki dengan telapak kakinya.

Orang tsb bukan sahabat Nabi yang terkenal macam Abu Bakar, Umar, Usman, Ali, dsb.

Jika benar, tentu namanya sudah disebut. Jadi orangnya tidak kita kenal siapa.

Cuma satu orang. Bukan semua sahabat atau pun sebagian.

Tapi cuma SATU orang yg tidak dikenal. AHADUNA.

Dan Nabi juga tidak tahu apakah ada yang menempelkan kaki karena posisi Nabi ada di depan sebagai Imam.

Paling banter Nabi hanya bisa melihat bahu. Nabi tidak ditanya apa menempel kaki yg dilakukan oleh seorang sahabat itu benar.

Jadi menempel kaki itu bukan perintah Nabi. Bukan pula sunnah semua sahabat.

Cuma sunnah seorang sahabat yang tidak kita kenal namanya.

Tegakkan sholat itu artinya tubuh dan kaki itu harus tegak.

Kalau kaki ngangkang, itu bukan tegak.
Rapat itu cukup bahu dgn bahu.

Memangnya setan tidak bisa lewat selangkangan? Di surat An Naas itu setan berhembus di hati manusia.

Minal Jinnati wan Naas. Setan itu dari Jin dan Manusia.

Jadi siapa saja yg mengganggu orang sholat, sehingga tidak khusyuk mengingat Allah misalnya dgn memikirkan kaki, bukan Allah, itu adalah setan.

Harusnya sholat itu khusyuk mengingat Allah. Bukan sibuk mencari² kaki orang lain untuk ditempel.

Yang sibuk mencari kaki orang, bukan mengingat Allah, ini termasuk Fawailul lil Musholliin.

Orang² yang sholat tapi celaka karena lalai mengingat Allah dalam sholatnya.

Kaki ngangkang dan bahu tidak nempel itu salah.

Harusnya bahu yg menempel.
Kaki harus tegak lurus.

Tidak boleh seperti huruf X karena ngangkang
Hadits Riwayat an-Nu’man bin Basyir

وَقَالَ النُّعْمَانُ بْنُ بَشِيرٍ: رَأَيْتُ الرَّجُلَ مِنَّا يُلْزِقُ كَعْبَهُ بِكَعْبِ صَاحِبِهِ

An-Nu’man bin Basyir berkata: Saya melihat seorang laki-laki diantara kami ada yang menempelkan mata kakinya dengan mata kaki temannya(HR. Bukhari)

Rojul (الرجلَ) itu kata benda mufrad / tunggal. Satu orang.

Beda dengan Rijal (banyak orang).

Harus belajar dulu Nahwu dan Sharaf sehingga kita paham beda kata benda tunggal (Mufrad) dengan jamak.

Jika tidak ngerti Nahwu, susah. Nah kenapa kita mengikuti 1 orang yang tidak dikenal ketimbang sebagian besar sahabat yang justru lebih faqih seperti Abu Bakar, Umar, Usman, dan Ali?

Jadi harus paham hadits ini. Kata2 yang dipakai adalah AHAD dan ROJUL yang artinya cuma 1 orang.

Karena nama tak disebut, berarti tidak dikenal. Belum tentu satu orang ini lebih cerdas dari para sahabat utama seperti Abu Bakar dan Ali.

Wahabi emang kelewat pinter 😄v

Jumat, 02 Agustus 2019

◾ APAKAH 'ARSY ITU !!?

Arsy adalah makhluk ciptaan Allah yang paling besar ukuran, bentuk & luasnya, disekeliling 'Arsy terdapat para malaikat yang sangat banyak jumlahnya dan tidak ada yang mengetahui jumlah mereka kecuali Allah.

'Arsy memiliki tiang-tiang seperti tiang ranjang, yang disanggah oleh empat malaikat yang sangat besar bentuknya, dan kelak pada hari kiamat disanggah oleh delapan malaikat.

Rasulullah telah menggambarkan salah salah satu dari para malaikat penyanggah 'Arsy itu bahwa jarak antara daun telinga malaikat tersebut dan pundaknya adalah jarak tempuh 700 tahun perjalanan dengan kecepatan terbangnya burung yang terbang cepat.

Kursi dibandingkan  dengan 'Arsy ini seperti halnya sebuah cincin di hamparan tanah padang pasir yang luas.

Rasulullaah shallallaahu 'alayhi wa sallam bersabda:

"ما السموات السبع في جنب الكرسي إلا كحلقة في أرض فلاة، وفضل العرش على الكرسي كفضل الفلاة على الحلقة."

Maknanya: "Tujuh lapis langit (dan tujuh bumi) dibandingkan dengan Kursi bagaikan cincin di hamparan padang pasir yang luas, dan perbandingan 'Arsy dengan Kursi itu seperti perbandingan hamparan padang pasir tersebut dengan sebuah cincin."

'Arsy adalah makhluk kedua setelah tercipta air. kemudian mdisusul al-Qalam al-A'la, lalu al-Lauh al-Mahfuzh.

Kemudian setelah al-Qalam al-A'la menulis di al-Lauh al-Mahfuzh  segala  hal yang telah terjadi dan akan terjadi hingga hari kiamat.

Setelah itu 50.000 tahun kemudian, Allah menciptakan langit dan bumi.

Imam Ali bin Abi Thalib radhiyallaahu 'anhu berkata:

إن الله خلق العرش إظهارا لقدرته ولم يتخده مكانا لذاته

"Sesungguhnya Allah menciptakan 'Arsy adalah untuk menampakkan kekuasaan-Nya bukan untuk menjadikannya tempat bagi Dzat-Nya" (diriwayatkan oleh Imam Abu Manshur al-Baghdadi dalam kitabnya al-Farq-u Bayna-al Firaq)

Jadi, orang yang meyakini bahwa Allah duduk atau bersemayam (istaqarra) atau bertempat di atas 'Arsy telah keluar dari Islam; murtadd, karena Allah 'azza wa jalla tidak menyerupai sesuatupun dari makhluk-Nya; Allah ada tanpa tempat.

Oleh karenanya alangkah keji kebohongan golongan wahhabiyyah mujassimah zaman ini; para pengikut tokoh sesat mujassimah sebelumnya; Ibnu Taimiyah, Ibnu Qayyim al-Jauziyah dan Muhammad bin Abdul Wahhab an-Najdi at-Tamimi yang mengatakan bahwa Allah duduk/bersemayam/bertempat di atas 'Arsy.

⚠ MAHA SUCI ALLAH DARI KEBOHONGAN TOKOH MUJASSIMAH & PARA PENGIKUTNYA ZAMAN INI; WAHHABIYYAH ⚠

Kemudian mereka golongan sesat mujassimah wahhabiyyah mengatakan tetapi tidak seperti duduknya makhluk.

Dimanakah akal mereka? Bagaimana mungkin Allah duduk di atas sesuatu yang ia ciptakan? Duduk/bersemayam bagaimanapun posisinya adalah salah satu sifat makhluk, karena perbuatan duduk (jalasa, qa'ada)/bersemayam (istaqarra) menunjukk an adanya benda yang duduk dan tempat yang diduduki, bagaimana mungkin pencipta membutuhkan kepada salah satu ciptaan-Nya?

Kemudian benda yang duduk itu memiliki dua paruh badan; separuh atas dan separuh bawah, ini adalah sifat ketersusunan, dan setiap yang tersusun adalah benda/jisim; makhluk.

Jadi, kesimpulannya, mustahil sifat duduk/bersemayam/bertempat bagi Allah. Bagaimanapun posisi duduk/bersemayam/bertempatnya.

◾ AQIDAH ULAMA' SALAF ASH-SHALEH SELURUHNYA:

"ALLAAH-U MAWJUUD-UN BILAA KAYF; Allah ada dan maha suci Allah dari segala sifat benda".

Semoga bermanfaat.

📚ILMU AHLUSSUNNAH ADALAH KUNCI MASUK SURGA 📚```