Minggu, 25 November 2018

DIALOG Syaikh al-Buthi dengan Syaikh al-Bani

Ada sebuah perbincangan yang menarik tentang ijtihad dan taqlid, antara Syaikh Muhammad Sa’id Ramadhan al-Buthi, seorang ulama Ahlussunnah Wal-Jama’ah di Syria, bersama Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani, seorang tokoh Wahhabi dari Yordania.

Syaikh al-Buthi bertanya: “Bagaimana cara Anda memahami hukum-hukum Allah, apakah Anda mengambilnya secara langsung dari al- Qur’an dan Sunnah, atau melalui hasil ijtihad para imam-imam mujtahid?”

Al-Albani menjawab: “Aku membandingkan antara pendapat semua imam mujtahid serta dalil-dalil mereka lalu aku ambil yang paling dekat terhadap al-Qur’an dan Sunnah.”

Syaikh al-Buthi bertanya: “Seandainya Anda punya uang 5000 Lira. Uang itu Anda simpan selama enam bulan. Kemudian uang itu Anda belikan barang untuk diperdagangkan, maka sejak kapan barang itu Anda keluarkan zakatnya. Apakah setelah enam bulan berikutnya, atau menunggu setahun lagi?”

Al-Albani menjawab: “Maksud pertanyaannya, kamu menetapkan bahwa harta dagang itu ada zakatnya?”

Syaikh al-Buthi berkata: “Saya hanya bertanya. Yang saya inginkan, Anda menjawab dengan cara Anda sendiri. Di sini kami sediakan kitab-kitab tafsir, hadits dan fiqih, silahkan Anda telaah.”

Al-Albani menjawab: “Hai saudaraku, ini masalah agama. Bukan persoalan mudah yang bisa dijawab dengan seenaknya. Kami masih perlu mengkaji dan meneliti. Kami datang ke sini untuk membahas masalah lain”.

Mendengar jawaban tersebut, Syaikh al-Buthi beralih pada pertanyaan lain: “Baik kalau memang begitu. Sekarang saya bertanya, apakah setiap Muslim harus atau wajib membandingkan dan meneliti dalil-dalil para imam mujtahid, kemudian mengambil pendapat yang paling sesuai dengan al- Qur’an dan Sunnah?”

Al-Albani menjawab: “Ya.”

Syaikh al-Buthi bertanya: “Maksud jawaban Anda, semua orang memiliki kemampuan berijtihad seperti yang dimiliki oleh para imam madzhab? Bahkan kemampuan semua orang lebih sempurna dan melebihi kemampuan ijtihad para imam madzhab. Karena secara logika, seseorang yang mampu menghakimi pendapat-pendapat para imam madzhab dengan barometer al-Qur’an dan Sunnah, jelas ia lebih alim dari mereka.”

Al-Albani menjawab: “Sebenarnya manusia itu terbagi menjadi tiga, yaitu muqallid (orang yang taklid), muttabi’ (orang yang mengikuti) dan mujtahid. Orang yang mampu membandingkan madzhab-madzhab yang ada dan memilih yang lebih dekat pada al-Qur’an adalah muttabi’. Jadi muttabi’ itu derajat tengah, antara taklid dan ijtihad.”

Syaikh al-Buthi bertanya: “Apa kewajiban muqallid?”

Al-Albani menjawab: “Ia wajib mengikuti para mujtahid yang bisa diikutinya.”

Syaikh al-Buthi bertanya; “Apakah ia berdosa kalau seumpama mengikuti seorang mujtahid saja dan tidak pernah berpindah ke mujtahid lain?”

Al-Albani menjawab: “Ya, ia berdosa dan haram hukumnya.”

Syaikh al-Buthi bertanya: “Apa dalil yang mengharamkannya?”

Al-Albani menjawab: “Dalilnya, ia mewajibkan pada dirinya, sesuatu yang tidak diwajibkan Allah padanya.”

Syaikh al- Buthi bertanya: “Dalam membaca al-Qur’an, Anda mengikuti qira’ah-nya siapa di antara qira’ah yang tujuh?”

Al-Albani menjawab: “Qira’ah Hafsh.”

Al- Buthi bertanya: “Apakah Anda hanya mengikuti qira’ah Hafsh saja? Atau setiap hari, Anda mengikuti qira’ah yang berbeda-beda?”

Al-Albani menjawab: “Tidak. Saya hanya mengikuti qira’ah Hafsh saja.”

Syaikh al-Buthi bertanya: “Mengapa Anda hanya mengikuti qira’ah Hafsh saja, padahal Allah subhanahu wa ta’ala tidak mewajibkan Anda mengikuti qira’ah Hafsh. Kewajiban Anda justru membaca al-Qur’an sesuai riwayat yang datang dari Nabi shallallahu alaihi wasallam secara mutawatir.”

Al-Albani menjawab: “Saya tidak sempat mempelajari qira’ah-qira’ah yang lain. Saya kesulitan membaca al-Qur’an dengan selain qira’ah Hafsh.”

Syaikh al-Buthi berkata: “Orang yang mempelajari fiqih madzhab al-Syafi’i, juga tidak sempat mempelajari madzhab-madzhab yang lain. Ia juga tidak mudah memahami hukum-hukum agamanya kecuali mempelajari fiqihnya Imam al-Syafi’i. Apabila Anda mengharuskannya mengetahui semua ijtihad para imam, maka Anda sendiri harus pula mempelajari semua qira’ah, sehingga Anda membaca al-Qur’an dengan semua qira’ah itu. Kalau Anda beralasan tidak mampu melakukannya, maka Anda harus menerima alasan ketidakmampuan muqallid dalam masalah ini. Bagaimanapun, kami sekarang bertanya kepada Anda, dari mana Anda berpendapat bahwa seorang muqallid harus berpindah-pindah dari satu madzhab ke madzhab lain, padahal Allah tidak mewajibkannya. Maksudnya sebagaimana ia tidak wajib menetap pada satu madzhab saja, ia juga tidak wajib berpindah-pindah terus dari satu madzhab ke madzhab lain?”

Al-Albani menjawab: “Sebenarnya yang diharamkan bagi muqallid itu menetapi satu madzhab dengan keyakinan bahwa Allah memerintahkan demikian.”

Syaikh al-Buthi berkata: “Jawaban Anda ini persoalan lain. Dan memang benar demikian. Akan tetapi, pertanyaan saya, apakah seorang muqallid itu berdosa jika menetapi satu mujtahid saja, padahal ia tahu bahwa Allah tidak mewajibkan demikian?”

Al-Albani menjawab: “Tidak berdosa.”

Syaikh al-Buthi berkata: “Tetapi isi buku yang Anda ajarkan, berbeda dengan yang Anda katakan. Dalam buku tersebut disebutkan, menetapi satu madzhab saja itu hukumnya haram. Bahkan dalam bagian lain buku tersebut, orang yang menetapi satu madzhab saja itu dihukumi kafir.”

Menjawab pertanyaan tersebut, al-Albani kebingungan menjawabnya.

Demikianlah dialog panjang antara Syaikh al-Buthi dengan al-Albani, yang didokumentasikan dalam kitab beliau al-Lamadzhabiyyah Akhthar Bid’ah Tuhaddid al-Syari’at al-Islamiyyah.

Dialog tersebut menggambarkan, bahwa kaum Wahhabi melarang umat Islam mengikuti madzhab tertentu dalam bidang fiqih. Tetapi ajakan tersebut, sebenarnya upaya licik mereka agar umat Islam mengikuti madzhab yang mereka buat sendiri.

Tentu saja mengikuti madzhab para ulama salaf, lebih menenteramkan bagi kaum Muslimin. Keilmuan, ketulusan dan keshalehan ulama salaf jelas diyakini melebihi orang-orang sesudah mereka.

Kamis, 15 November 2018

AHMAD BIN MISKIN dan NAFSU TERSEMBUNYI

Ahmad bin Miskin, seorang ulama abad ke-3 Hijriah dari kota Basrah, Irak pernah bercerita:

Aku pernah diuji dengan kemiskinan pada tahun 219 Hijriyah.
Saat itu, aku sama sekali tidak memiliki apapun,
sementara aku harus menafkahi seorang istri dan seorang anak.
Lilitan hebat rasa lapar terbiasa mengiringi hari-hari kami.

Maka aku bertekad untuk menjual rumah dan pindah ke tempat lain.
Akupun berjalan mencari orang yang bersedia membeli rumahku.

Bertemulah aku dengan sahabatku Abu Nashr dan kuceritakan kondisiku.
Lantas, dia malah memberiku 2 lembar roti isi manisan dan berkata:
“Berikan makanan ini kepada keluargamu.”

Di tengah perjalanan pulang, aku berpapasan dengan seorang wanita fakir bersama anaknya. Tatapannya jatuh di kedua lembar rotiku. Dengan memelas dia memohon:

“Tuanku, anak yatim ini belum makan, tak kuasa terlalu lama menahan rasa lapar yang melilit.
Tolong beri dia sesuatu yang bisa dia makan. Semoga Allah merahmati Tuan.”

Sementara itu, si anak menatapku polos dengan tatapan yang takkan kulupakan sepanjang hayat. Tatapan matanya menghanyutkan fikiranku dalam khayalan ukhrowi, seolah-olah surga turun ke bumi, menawarkan dirinya kepada siapapun yang ingin meminangnya,
dengan mahar mengenyangkan anak yatim miskin dan ibunya ini.

Tanpa ragu sedetikpun, kuserahkan semua yang ada ditanganku.
“Ambillah, beri dia makan”, kataku pada si ibu.

Demi Allah, padahal waktu itu tak sepeserpun dinar atau dirham kumiliki.
Sementara di rumah, keluargaku sangat membutuhkan makanan itu.

Spontan, si ibu tak kuasa membendung air mata dan si kecilpun tersenyum indah bak purnama.

Kutinggalkan mereka berdua dan kulanjutkan langkah gontaiku,
sementara beban hidup terus bergelayutan dipikiranku.

Sejenak, kusandarkan tubuh ini di sebuah dinding, sambil terus memikirkan rencanaku menjual rumah. Dalam posisi seperti itu, tiba-tiba Abu Nashr dengan kegirangan mendatangiku.

“Hei, Abu Muhammad...!
Kenapa kau duduk duduk di sini sementara limpahan harta sedang memenuhi rumahmu?”, tanyanya.

“Subhanallah....!”, jawabku kaget. “Dari mana datangnya?”

“Tadi ada pria datang dari Khurasan.
Dia bertanya-tanya tentang ayahmu atau siapapun yang punya hubungan kerabat dengannya.
Dia membawa berduyun-duyun angkutan barang penuh berisi harta,” ujarnya.

"Terus?”, tanyaku keheranan.

Dia itu dahulu saudagar kaya di Bashroh ini. Kawan ayahmu.
Dulu ayahmu pernah menitipkan kepadanya harta yang telah ia kumpulkan selama 30 tahun.
Lantas dia rugi besar dan bangkrut. Semua hartanya musnah, termasuk harta ayahmu.

Lalu dia lari meninggalkan kota ini menuju Khurasan.
Di sana, kondisi ekonominya berangsur-angsur membaik. Bisnisnya melejit sukses.
Kesulitan hidupnya perlahan lahan pergi, berganti dengan limpahan kekayaan.
Lantas dia kembali ke kota ini, ingin meminta maaf dan memohon keikhlasan ayahmu
atau keluarganya atas kesalahannya yang lalu.

Maka sekarang, dia datang membawa seluruh harta hasil keuntungan niaganya yang telah dia kumpulkan selama 30 tahun berbisnis.
Dia ingin berikan semuanya kepadamu, berharap ayahmu dan keluarganya berkenan memaafkannya.”

Dengan perubahan drastis nasib hidupnya ini, Ahmad bin Miskin melanjutkan ceritanya:

Kalimat puji dan syukur kepada Allah berdesakan meluncur dari lisanku.
Sebagai bentuk syukur. Segera kucari wanita faqir dan anaknya tadi.
Aku menyantuni dan menanggung biaya hidup mereka seumur hidup.

Aku pun terjun di dunia bisnis seraya menyibukkan diri dengan kegiatan sosial, sedekah,
santunan dan berbagai bentuk amal salih.
Adapun hartaku, terus bertambah melimpah ruah tanpa berkurang.

Tanpa sadar, aku merasa takjub dengan amal salihku.
Aku merasa, telah mengukir lembaran catatan malaikat dengan hiasan amal kebaikan.
Ada semacam harapan pasti dalam diri,
bahwa namaku mungkin telah tertulis di sisi Allah dalam daftar orang orang shalih.

Suatu malam, aku tidur dan bermimpi.
Aku lihat, diriku tengah berhadapan dengan hari kiamat.
Aku juga lihat, manusia bagaikan ombak, bertumpuk dan berbenturan satu sama lain.

Aku juga lihat, bada n mereka membesar.
Dosa-dosa pada hari itu berwujud dan berupa,
dan setiap orang memanggul dosa-dosa itu masing-masing di punggungnya.

Bahkan aku melihat, ada seorang pendosa yang memanggul di punggungnya beban besar
seukuran kota Basrah, isinya hanyalah dosa-dosa dan hal-hal yang menghinakan.

Kemudian, timbangan amal pun ditegakkan, dan tiba giliranku untuk perhitungan amal.

Seluruh amal burukku ditaruh di salah satu sisi timbangan,
sedangkan amal baikku di sisi timbangan yang lain.
Ternyata, amal burukku jauh lebih berat daripada amal baikku..!

Tapi ternyata, perhitungan belum selesai.
Mereka mulai menaruh satu persatu berbagai jenis amal baik yang pernah kulakukan.

Namun alangkah ruginya aku.
Ternyata dibalik semua amal itu terdapat NAFSU TERSEMBUNYI.
Nafsu tersembunyi itu adalah riya, ingin dipuji, merasa bangga dengan amal shalih.
Semua itu membuat amalku tak berharga.
Lebih buruk lagi, ternyata tidak ada satupun amalku yang lepas dari nafsu-nafsu itu.

Aku putus asa.
Aku yakin aku akan binasa.
Aku tidak punya alasan lagi untuk selamat dari siksa neraka.

Tiba-tiba, aku mendengar suara, “Masihkah orang ini punya amal baik?”

“Masih...”, jawab suara lain. “Masih tersisa ini.”

Aku pun penasaran, amal baik apa gerangan yang masih tersisa? Aku berusaha melihatnya.

Ternyata, itu HANYALAH dua lembar roti isi manisan yang pernah kusedekahkan
kepada wanita fakir dan anaknya.

Habis sudah harapanku...
Sekarang aku benar benar yakin akan binasa sejadi-jadinya.

Bagaimana mungkin dua lembar roti ini menyelamatkanku,sedangkan dulu aku pernah bersedekah 100 dinar sekali sedekah (100 dinar = +/- 425 gram emas = Rp 250 juta), dan itu tidak berguna sedikit pun.
Aku merasa benar-benar tertipu habis-habisan.

Segera 2 lembar roti itu ditaruh di timbanganku.
Tak kusangka, ternyata timbangan kebaikanku bergerak turun sedikit demi sedikit, dan terus bergerak turun sampai-sampai lebih berat sedikit dibandingkan timbangan kejelekanku.

Tak sampai disitu, tenyata masih ada lagi amal baikku.
Yaitu berupa air mata wanita faqir itu yang mengalir saat aku berikan sedekah.
Air mata tak terbendung yang mengalir kala terenyuh akan kebaikanku.
Aku, yang kala itu lebih mementingkan dia dan anaknya dibanding keluargaku.

Sungguh tak terbayang, saat air mata itu ditaruh, ternyata timbangan baikku semakin turun dan terus memberat.
Hingga akhirnya aku mendengar suatu suara berkata, “Orang ini selamat dari siksa neraka..!”

==============
Masih adakah terselip dalam hati kita nafsu ingin dilihat hebat
oleh orang lain pada ibadah dan amal-amal kita..?

🌷Jangan pernah bersandar pada amal yg tlh kau lakukan....
Sebab dari *ketertipuan* ini adalah sikap bersandar kpd amal secara berlebih. Ini akan melahirkan kepuasan, kebanggaan, riya dan akhlak buruk kepada Allah Ta'ala

Orang yang melakukan *amal ibadah* tidak akan pernah tahu apakah amalnya *diterima atau tidak*....🍀

Mereka tidak tahu betapa besar dosa dan maksiatnya, juga mereka tidak tahu apakah amalnya *bernilai keikhlasan* atau tidak.....

Sesungguhnya Allah tidak membutuhkan amal ibadah hamba2Nya. Dia Maha Kaya, tidak butuh kepada makhluk-Nya.
Wallahu Ta'ala A'lam....

Teruslah mengerjakan Amal shole sebanyak-banyaknya tapi jangan merasa diri paling sholeh,sebab amal belum cukup mengantarkan kita kesurga tanpa Rahmat & Kasih sayang dari Allah S.W.T

*Barakallah fiikum.*

Astaghfirullahal azhiim..... *Ampunilah kami ya ALLAH jika di hati kami masih ada rasa bangga diri trhdp amal2 kami....*  😢😥

Aamiin Ya Rabbal Alamiin

[ Ar-Rafi’i dalam Wahyul Qalam, 2/153-160 ]

Wallahu a'lam

Ya ALLAH...
✔ Muliakanlah orang yang membaca dan membagikan status ini
✔ Entengkanlah kakinya untuk melangkah ke masjid
✔ Lapangkanlah hatinya
✔ Bahagiakanlah keluarganya
✔ Luaskan rezekinya seluas lautan
✔ Mudahkan segala urusannya
✔ Kabulkan cita-citanya
✔ Jauhkan dari segala Musibah
✔ Jauhkan dari segala Penyakit,Fitnah,Prasangka Keji,Berkata Kasar dan Mungkar.
✔ Dan dekatkanlah jodohnya untuk orang yang
membaca dan membagikan status ini.
Aamiin ya Rabbal'alamin.

Semoga yg berkomentar Aamiin dijauhkan dari segala penyakit, diberi sehat wal'afiat, rezekinya melimpah ruah, dan keluarganya bahagia Dan bisa masuk Surga melalui pintu mana saja. Aamiin ya Rabbal'alamiin..

Semoga bermanfaat.Aamiin

Rabu, 14 November 2018

SHOLAWAT PENYEMBUH PENYAKIT DARI SAYYIDINA AL FAQIH ALMUQQADAM MUHAMMAD BIN ALI BA'ALWI RA. .


.۞اَللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ۞
.
Habib Ahmad bin Abdullah Bilfaqih memiliki seorang pembantu yang anak perempuannya terkena sakit kanker..
Habib Ahmad membawa pembantu dan anaknya berziarah ke pemakaman Zanbal.. Setelah berdoa kepada ALLOH dan bertawassul dengan kedudukan Sayyidina AlFaqih Muqoddam, yang tinggi disisi ALLOH. Tiba" ALLOH membuka hijab sehingga Habib Ahmad melihat secara langsung Sayyidina AlFaqih Muqaddam membaca dan memberikan Sholawat ini untuk kesembuhan segala penyakit baik Dhohir maupun Batin.

Hendaknya dibaca rutin 7 kali dipagi dan sore hari.. Kemudian anak tersebut membaca Sholawat ini secara terus menerus, hingga beberapa selang waktu, anak itu dibawa ke rumah sakit untuk diperiksa. Seluruh dokterpun heran dan takjub, ternyata penyakit kankernya telah hilang, berkat kemuliaan Sholawat ini dan berkat keagungan Sholawat kepada Rasulullah ShollAllahu Alaihi wa sallim.
.
.
ﺍَﻟﻠَّﻬُﻢَّ ﺻَﻞِّ ﻋَﻠَﻰ ﺳَﻴِّﺪِﻧَﺎ ﻣُﺤَﻤَّﺪٍ ﺍَﻟْﻬَﺎﺩِﻱْ ﺇِﻟَﻰ ﻃَﺮِﻳْﻖِ ﺍﻟْﻤِﻠَّﺔْ
ﺍَﻟﻠَّﻬُﻢَّ ﺻَﻞِّ ﻭَﺳَﻠِّﻢْ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﻋَﻠَﻰ ﺁﻟِﻪِ ﻭَﺑِﺠَﺎﻫِﻪِ ﺇِﺻْﺮِﻑْ ﻋَﻨِّﻲْ ﻛُﻞَّ ﻣَﺮَﺽٍ ﻭَﺃَﻟَﻢْ ﻭَﻭَﺟَﻊٍ ﻭَﻋِﻠَّﺔْ
.
Allahumma Shalli Ala Sayyidina Muhammad Al- Haadi Ila Toriqil Millah
Allahumma Shalli Wasallim Alaihi Wa’ala Aalihi Wa Bijaahihi Ishrif ‘Annii Kulla Marodlin Wa Alam Wa Waja’in Wa ‘Illah

Shalawat ini ijazah dari Habib Soleh Bin Ahmad Al-Aidarus, ini Shalawatnya Al-Faqihil Muqoddam Muhammad Bin Ali Ba’alwi.

Cara mengamalkannya dibaca 7 kali setiap hari pada air dan kemudian diminum.

Shalawat ini pernah dibaca pada penderita jantung dan Alhamdulillah disembuhkan oleh ALLOH SWT.

Sebarkanlah shalawat ini siapa tahu banyak yg membutuhkan. Semoga kita dapat barokahnya sehingga kita dan seluruh keluarga kita dijauhkan dari berbagai penyakit.
Wallahu a'lam Bishowab...
...

Selasa, 06 November 2018

Pagi para Musyabbihah & Mujassimah jaman now?

Apa jam segini Tuhan kalian sudah naik ke langit, setelah tdi malam turun?
.
Atau pindah ke Saudi yang saat ini masuk 1/3 malam😱
.
Sesungguhnya ALLAH mendiamkan malam hingga paruh pertama dari malam tersebut, kemudian ALLAH memerintahkan Malaikat penyeru untuh berseru :
.
Adakah orang yang Berdo'a.?
Maka ia akan kabulkan.
.
Adakah yang meminta ampun?
Maka ia akan Ampuni
.
Adakah orang yang meminta?
Maka ia akan di beri.
[Tafsir al-Qurthubi, Maktabah Syamilah, Juz. IV, Hal. 39]

Ya ALLAH,
Engkaulah Al-Awwal yang tiada sesuatu Sebelum-mu.
Engkaulah Al-Akhir yang tiada sesuatu Setelah-mu.
Engkaulah Az-Zhahir yang tiada sesuatu di AtasMu.
Engkaulah Al-Bathin yang tiada sesuatu di Bawahmu
[HR Muslim 4888]

Ali bin Abi Thalib RA berkata:
.
Sesungguhnya ALLAH menciptakan ‘ARSY [makhluk Allah yang paling besar] untuk menampakkan kekuasaannya, bukan untuk menjadikan tempat bagi Dzat-Nya.
[Riwayat Abu Manshur Al Baghdadi dalam kitab Al Farq Bayna Al Firaq: 333]

Iman Malik berkata :
.
Telah turun urusan Tuhan kita, adapun Tuhan kita maka tetap Tak berubah (Tetap Ada Tanpa Tempat dan tanpa Arah)
[Siyar A’lam An-Nubala', juz VIII, halaman 105]

Ibnu Hajar Al-Asqalani berkata:
.
Ada beberapa perbedaan pendapat tentang makna "TURUN": Sebagian orang mengartikannya secara lahirnya dan secara hakikat (makna sebenarnya), Mereka adalah kaum MUSYABBIHAH.
.
ALLAH maha suci dari perkataan mereka. Sebagian lagi mengingkari kesahihan seluruh hadits-hadits yang berbicara tentang nuzul; Mereka adalah Khawarij dan Mu'tazilah. Anehnya mereka mentakwil ayat dalam al-Qur’an yang seperti itu tetapi mengingkari Hadits, baik karena tidak tahu atau memang menentang. Sebagian lagi ada yang membacanya  sesuai redaksi yang ada sambil mengimaninya secara global dengan tetap menyucikan Allah Ta'ala dari tata cara dan penyerupaan. Mereka adalah  mayoritas Salaf.
[Fath al-Bary, juz III, hal 30]

Masih percaya dengan nukilan kitab yang sudah ditahrif(diubah) wahabi? https://www.google.co.id/amp/s/salafytobat.wordpress.com/2012/06/20/bukti-scanned-kitab-kejahatan-wahabi-memalsukan-kitab-imam-ahlusunnah-part-1/amp/
.
🔄@cctv_aswaja
.
#TheReal_Sunnah

Tirakat

Tirakat Keramat

“Tirakatmu menentukan masa depan suamimu”

::: Ny. Hj. Noor Khadijah Chasbullah :::

Ketika mendengar kata “tirakat”, ada sebagian orang, kelompok, jamaah, yang secara otomatis menyorotkan LCD otaknya pada kanvas “devinisi”. Lantas dari LCD itu terpotetlah gambar ritual-ritual tertentu seperti puasa sehari semalam dan rangkaian aktivitas yang terlihat melelahkan, menyiksa diri sendiri, terkesan tidak mensyukuri nikmat Allah. Pemahaman yang demikian bukanlah sebuah kesalahan. Dari satu sudut, memang demikianlah kesan yang bisa dijumput. Itu, ketika “tirakat” dipahami secara sempit.

Ma hiya attirakatu ?

Sepanjang pengetahuan saya, “tirakat” merupakan kosa kata Arab, “taraka”, yang berarti meninggalkan ! Entah bagaimana mulanya, sampai bermetamorfosis dan dibakukan sebagai bahasa Indonesia, Jawa. Hampir semua orang Indonesia tidak asing dengan kata “tirakat”. Kalau Anda penggemar lagunya Acha Septriasa, akan menemukan bait, “tirakatku hanya untuk cinta’.

Orang-orang tua zaman dulu (entah kalau zaman sekarang) sering menganjurkan kepada anak-anaknya, “tirakato ben uripmu mulyo, tirakatlah agar mendapatkan kemuliaan hidup”. Kalau ada jejawa (jejaka tua) atau gawa (gadis tuwa) yang tak laku-laku kemudian berpuasa sunah, misal senin dan kamis, ada saja teman, atau tetangga yang komentar, “puasa terus, tirakat ya ? biar dapat jodoh”. Ketika masih pelajar dan saya rajin puasa senin kamis, ada saja yang tanya, “Kok puasa terus, biar sukses ya ?”

Dalam skala macro sejatinya tirakat tidak terbatas pada lelaku “puasa”. Sepemahaman saya, tirakat adalah meninggalkan (mengabaikan) segala sesuatu yang mubah (diperbolehkan) untuk mendapatkan ridha Allah. Contoh, bukan sebuah dosa ketika pada hari senin dan kamis tidak melakukan puasa. Bukan sebuah dosa pula jika sepanjang malam tidur dan tidak melakukan shalat tahajud. Anda bisa mencari contoh lain !
Namun jika rutin melakukan puasa sunah atau shalat tahajud tentu akan mendapatkan “hadiah” yang berbeda dengan tidak melakukan.

Bukankah ( logika) tahajud akan mengantarkan pada kedudukan yang mulia, maqaman mahmuda. Niat tirakat yang lillahi ta’ala akan menjadi kunci pembuka pintu langit. Dalam pandangan saya, ketika nawaitunya lillahi ta’ala hasil dari tirakatnya pun akan mengagumkan !

Hadratus Syaikh K.H. Dimyathy bin Abdullah Tremas (adik dari Hadratus Syaikh K.H. Mahfudz Tremas) ketika mengemban amanat melanjutkan estafet perjalanan PIP TREMAS tak pernah lupa bermunajat memohon kekuatan dan kemanfaatan ilmu. Selain berdoa, Mbah Dim mengiringi dengan lelaku puasa tiga tahun. Tahun pertama Mbah Dim niatkan untuk nirakati santri-santrinya. Tahun kedua untuk anak dan cucunya. Sedangkan tahun ketiga untuk anak dan cucunya.

Berbuahkah tanaman tirakat Mbah Dim ?

Tentu saja. Sekali lagi, setiap niat yang tulus dan pengorbanan yang ihlas akan menghasilkan panen kebajikan dalam sinaran ridha Allah SWT.

Habib Luthfi bin Yahya mengatakan, “99,9 persen santri Mbah Dim menjadi kiai yang berpengaruh, ‘allamah, dan mewarnai zamannya”. Beberapa ‘ulama’ yang akan saya sebut ini bisa menjadi bukti kekuatan tirakat ! Sayyid Hasan bin Abdullah Ba’abud (santri yang kemudian menjadi menantu). K.H. Habib Dimyathy, K.H. Haris Dimyathi, K.H. Hasyim Ihsan (tiga serangkai pengasuh PIP Tremas), K.H. Hamid Dimyathi, Abuya Dimyathi (Banten), Mbah Abdullah Hadziq (Mayong), Mbah Arsyad (Benda, Cirebon), Mbah R.Muhammad (Betengan, Demak), Mbah Jazuli (Ploso), Mbah Ali Mahrus (Lirboyo), Mbah Ma'sum(Lasem), bersama putranya Mbah Ali Ma'sum (Krapyak), Mbah Munawwir (Krapyak), Mbah Muntaha (Kalibeber, Wonosobo), Mbah Umar Syahid(Donorojo, Pacitan).

Laku tirakat yang dilakukan dengan sungguh-sungguh akan berdampak besar kepada yang ditirakati. Kekuatan yang dihasilkan dari membatasi diri terhadap dunia bagaikan anak panah yang menuju kepada sasarannya. Semisal, ada orang tua yang menginginkan anaknya menjadi shalih dan bermanfaat. Cara yang ditempuh adalah dengan cara membatasi diri dari hal-hal yang mengundang murka Allah. Setiap malam, sebisa mungkin, rasa kantuk dan lelah di lawan untuk bersujud, bersimpuh, menengadahkan tangan, memohon kepada Allah SWT untuk kebaikan sang anak. Tak cukup sampai disitu, anak yang masih tertidur pulas, dihampiri dan dibacakan ayat suci, misal Al Qadar diiringi shalawat nabi dan ditiupkan pada ubun-ubunnya. Terlebih, jika siang harinya diiringi dengan berpuasa. Usaha lahir batin yang utuh ini, pada ahirnya akan menarik partikel-partikel semesta untuk menyatu dan menjelma menjadi hembus dukungan, mestakung, semesta`mendukung.

Sekedar kisah : kakak bulek saya, adalah orang yang rajin berpuasa. Setahu saya, hari-harinya selalu diisi dengan puasa. Kebetulan namanya seperti nama saya, Imam. Kebiasaan puasa atau hidup prihatin telah dijalaninya sejak muda, nyantri. Pak Imam ini adalah pribadi yang cenderung pendiam. Berbeda dengan adik-adinya. Bicara ya sakmadyo. Saya menaruh keyakinan, Pak Imam mengamalkan suatu anjuran, “jika berbicara tanpa manfaat, maka diam adalah pilihan yang tepat”.

Tempaan tirakat yang dilakukan secara konsisten membawa dampak besar dalam kehidupannya. Ia menjadi sosok yang bermanfaat bagi lingkungannya. Rumah tangga sakinah mawaddah warahmah. Kedua anaknya menjadi generasi yang Islami, shalih dan shalihah. Saya teringat, ketika suatu ketika masuk waktu shalat dhuhur. Anak keduanya segera menemui sang ayah di ruang tamu dan berkata, “Yah, sudah masuk shalat dhuhur. Kita jamaah dulu yuk”. Bayangkan jika pembaca menjadi orang tua dari anak itu. Betapa bahagianya hati mendapati permata hati demikian taat menjalankan perintah Allah. Ketika di luar sering kita melihat demikian sulit orang tua mengajak anaknya untuk shalat. Anak yang berusia 7 tahunan mengajak orang tua untuk shalat.

Urusan prestasi ? Tak perlu dipertanyakan lagi. Anak pertamanya, ketika saya menulis catatan ini masih di Pondok Modern Gontor. Saya tidak tahu prestasi apa yang diukirnya di pesantren itu. Hanya saja, ketika masih SD ukiran prestasi telah diukirnya. Bahkan dia memperoleh prestasi tiga besar tingkat provinsi sebagai siswi dengan nilai ahir nasional tertinggi. Mungkin ada yang bertanya dan menyangka sang anak bersekolah di tempat bonavide. Zaman saya kuliah dulu, pada tahun 2006-an masih berlaku RSBI (Rintisan Sekolah Berstandar Internasional). Sang anak sekolah di lembaga yang biasa-biasa saja.

Tapi, sekali lagi, prestasinya mengalahkan anak-anak yang mengenyam pembelajaran di sekolah favorit !

Saya menaruh keyakinan, bahwa rentetan prestasi itu bukan dimonopoli oleh usaha lahir saja. Dan bukan usaha anak saja. Tapi ada orang lain di belakangnya yang menjadi benteng batin dengan lesatan doa dalam ritus-ritus tirakat. Doa orang tua saja sudah luar biasa mustajabnya. Apalagi ditunjang dengan lelaku batin yang istiqamah.

Setiap kali mendapati hikayat tentang orang-orang yang berhasil meraih kesuksesan. Ada yang menggelitik dalam diri saya untuk mengulik dan mencari-cari rahasianya. Lelaku apa yang dijalankannya. Ketika melihat Ustadz Yusuf Mansur, misalnya, orang akan melihatnya sebagai sosok ustadz muda yang sukses dalam dakwah dan bisnisnya. Apakah kesuksesannya dalam bidang bisnis hanya ditunjang oleh kemapuan managerial belaka ? Saya hendak berkisah :

Pertama kali ke Jogja, saya diajak istri, Dik Citra Resmi makan ke WS (Waroeng Steak). Istri saya memang demen banget makan steak. Awalnya saya mengira tempat makannya seperti tempat-tempat makan yang lain. Anggapan saya terbalik. Ternyata tempat makan itu demikian bersih. Iseng, saya lihat-lihat ke toiletnya. Wah, bersih dan wangi. Ketika ke musholanya, kesan yang sama saya dapatkan. Tempat wudhunya pun cukup istimewa.

“Tempat makannya istimewa banget” kataku. Aku kisahkan kekagumanku kepada istri. Dik Citra lantas menyampaikan bahwa salah satu pemegang saham WS adalah Ustadz Yusuf Mansur. Saya pun manggut-manggut. Dan berfikir, “andaikata setiap pebisnis memiliki ruh spiritual seperti Ustadz Yusuf Mansur”.

Dalam buku Saptuari Sugiharto, “Catatan Indah Untuk Tuhan” juga dikisahkan betapa Ustadz Yusuf Mansur konsisten menjaga shalat diawal waktu. Shalatnya pun tidak terburu-buru dan terkesan sekedar menggugurkan kewajiban. Dia sangat menikmati setiap gerakan dan bacaan shalat. Bandingkan dengan kita !

Masih dibuku yang sama, kisah tak kalah indah tertulis. Bukan Ustadz Yusuf Mansur sumber inspirasinya. Tapi Pak Sandiaga Uno (jangan kaitkan tulisan ini dengan pilkada, please ). Bisnisman sukses itu demikian konsisten menjaga shalat dhuhanya. Bukan dua rakaat, tapi delapan rakaat ! Bahkan ketika menjelang rapat penting pun dia tidak lupa memohon petunjuk Allah dalam sujud dhuhanya.

Dari sini, ada hikmah yang bisa dijumput. Semua tirakat yang tidak bertentangan dengan syariat dan niat lillahi ta’ala akan menambah daya tekan untuk mencapai tujuan. Syarat dalam munajat dan tirakat adalah konsisten atau istiqamah tanpa mengenal kata putus asa. Istri bisa menirakati suami. Orang tua bisa menirakati anak. Kiai bisa menirakati santri. Dalam skala yang lebih besar, kita bisa menirakati bangsa ini. Percayalah, jika kita rajin tirakat, analoginya seperti menanam kebaikan. Dan tanaman kebaikan akan menghasilkan panen.

#wali_songo #tirakatan

Senin, 05 November 2018

Ingat Saat Dipesawat

Pesawat Lion Air yang sy tumpangi spulang dari Palu juga mengalami Goncangan yang sangat keras dalm waktu yang lama..

Pada saat itu, semua penumpang berdoa dan bertakbir, ada yg menangis tersedu sedu, ada ibu yang menenangkan anaknya, ada sahutan dari pramugari ttg kondisi cuaca buruk..

Saya mengeluarkan Alqur'an, membaca Dengan khusyu' dan tenang, menitik air mata ini, baru lepas dari gempa tiap hari di Palu dan masih hidup, Apakah sy berakhir di sini d atas pesawatmu ya Allah...

Goncangan makin keras, teriakan Panik makin keras, sy menghentikan ngaji kmudian memejamkan mata berzikir memohon ampun kpd Allah, mengingat dosa2 yg sy lakukan dan mengingat keluarga yg sy tinggalkan, terasa deraian air mata saya makin deras meluncur...

Doa doa terbaik meluncur dgn deras dri dpan blakang sya, nama Allah tiba tiba mnjdi kalimat terindah dan terkhusyu yg terlantun dari lisan lisan hamba penghuni pesawat yg rapuh, tiba tiba saja mereka baru paham bahwa kematian bisa saja dtg pada saat ini, pdhal kematian itu seharusnya bisa saja dtg bahkan pada saat terlelap tidur...

Tak lama... Suasana menjadi tenang, pesawat kembali normal hingga mendarat...

Dan durhakanya manusia.. Ketika pesawat mendarat dgn normal, mereka saling menertawai  kepanikan mereka td dan melempar pujian kepada sang Pilot...

Mereka lupa lagi dgn doa doa pilu mereka, mereka lupa lg janji kebaikan mereka jika d selamatkan, mereka lupa lgi dgn kerapuhan dan dkatnya mereka dgn kematian...

Begitulah kita, berapa kali kita sering mengalami garis tipis dgn kematian, Lalu banyak jnji kebaikan kita nmun saat d selamatkan, eh malah smpai skrg kt abaikan...

Ya Allah, teguran Pesawatmu yg jatuh ini kembali mengingatkan hamba akan janji janji yg pernah hamba lontarkan saat engkau memperlihatkan hamba tipisnya kematian, hanya dgn kalimat kun, bsa jdi saat itu justru hamba yg engkau matikan, namun dgn Kalimat Kun mu, hamba ttp engkau hidupkan untuk memenuhi tugas yg belum hamba slesaikan...

Akram ibnu umar
29 Oktober 2018

==================================

#copas

Sabtu, 03 November 2018

Arrobiah bin Farrukh

BUKAN HANYA 3 HARI-40 HARI-4 BULAN ATAUPUN 1 TAHUN

TETAPI 30 TAHUN MENINGGALKAN ISTRI DAN ANAKNYA UNTUK AGAMA.

Lelaki berumur enam puluh tahun itu memasuki rumahnya di Madinah.

Nyaris tak mengenali lagi rumah yang pernah ditinggalinya itu. Ia menemukan rumah itu, saat menyusuri jalan-jalan di kota Madinah, yang sudah ramai.

Rumahnya yang sangat sederhana itu, pintunya agak terbuka, dan nampak lengang.

Lelaki itu meninggalkan rumahnya, tiga puluh tahun lalu, dan waktu itu isterinya masih belia, dan menjelang melahirkan anak pertamanya.

Lelaki tua itu meninggalkan Madinah pergi berjihad ke negeri yang sangat jauh.

Ia berangkat bersama pasukan muslimin. Membuka Bukhara dan Samarkand, dan sekitarnya, yang terletak di Asia Tengah.

Begitu jauh perjalanan jihad bersama pasukan muslimin, mengarungi samudera padang pasir, menembus perjalanan beribu-ribu mil dari kota Madinah.

Sungguh sangat luar biasa para mujahidin itu.

Kepergiannya dengan tekad dan tawakal kepada Allah Azza wa Jalla.

Menjelang Isya’ dengan kuda yang ditungganginya itu, prajurit tua itu, memasuki kota Madinah, yang masih ramai, dan melihat kehidupan yang tidak berubah, sesudah ditinggalkannya selama tiga puluh tahun.

Namun, ingatannya yang tajam, akhirnya lelaki tua itu, menemukan rumahnya kembali, yang masih tampak sederhana, dan didapati pintunya sedikit terbuka.

Kegembiraan menggelayut, dan merasa yakin bertemu dengan kembali dengan isterinya yang lama ditinggalkan itu.

Si penghuni rumah melihat ada orang yang masuk rumahnya, maka lelaki yang ada di atas, langsung melompat, dan turun sambil membentak lelaki tua yang datang itu, “Engkau berani memasuki rumah dan menodai kehormatanku malam-malam, wahai musuh Allah?”.

Si penghuni rumah mencengkeram leher lelaki tua, seraya mengatakan,
“Wahai musuh Allah, demi Allah aku takkan melepaskanmu kecuali di muka hakim”, sergahnya.

Lelaki tua yang baru datang itu berkata,

“Aku bukan musuh Allah dan bukan penjahat.
Ini rumah milikku, kudapati pintunya terbuka lalu aku masuk”.

Lelaki tua itu melanjutkan,
“Wahai saudara-saudara, dengarkanlah.

Rumah ini milikku, kubeli dengan uangku.
Wahai kaum, aku adalah Farrukh.

Tiadakah seorang tetangga yang masih mengenali Farrukh yang tiga puluh tahun lalu pergi berjihad fi sabilillah?”

Bersamaan itu, ibu sipunya rumah yang sedang tidur itu bangun oleh keributan, lalu menengok dari jendela atas dan melihat suaminya sedang bergulat dengan darah dagingnya sendiri.

Lidahnya nyaris tak berucap. Dengan nada yang kuat ia berseru,

“Lepaskan .. lepaskan dia, Rabiah … lepaskan dia, putraku, dia adalah ayahmu .. dia ayahmu …

Saudara-saudara sekalian tinggalkan mereka, semoga Allah memberkahi kalian.

Tenanglah, Abu Abdirrahman, dia putramu .. dia putramu .. jantung hatimu …

Lalu, Ar-Rabi’ah mencium tangan ayahnya.

Orang-orang meninggalkan keduanya.

Setelah itu, isterinya Ummu Rabi’ah menyambut suaminya dan memberi salam.

Ummu Rabi’ah tak mengira bahwa ia akan bertemu kembali dengan suaminya yang pergi berjihad selama tiga puluh tahun itu.

Saat-saat bahagia antara Farrukh dengan Ummu Rabi’ah, terkadang duduk berdua, sambil bercerita keduanya selama berpisah tiga puluh tahun.

Mereka mendapatkan kebahagiaan kembali, keduanya dapat bertemu, meskipun sekarang suaminya telah berumur enam puluh tahun.

Namun, saat itu muncul kekawatiran dari Ummu Rabi’ah tentang uang yang pernah dititipkan oleh suaminya dahulu, dan ia harus menjaganya.

Karena uang yang dititipkan suaminya itu, habis untuk membiayai pendidikan putranya senilai 30.000 dinar.

“Percayakah Farrukh bahwa pendidikan putranya itu menghabiskan 30.000 dinar”, gumam Ummu Rabi’ah.

Selagi pikirannya mengelayut itu, tiba-tiba Farrukh, yang duduk disampingnya itu berkata,
“Aku membawa uang 4.000 dinar.

Ambillah uang yang aku titipkan kepadamu dahulu. Kita kumpulkan lalu kita belikan kebun atau rumah, dan akan kita ambil sewanya”,
ucap Farrukh kepada Ummu Rabi’ah.

Pembicaraan terputus saat adzan datang. Farrukh bergegas menuju masjid, seraya menanyakan,

“Mana Ar-Rabi’ah?’

Isterinya menjawab,
“Dia sudah lebih dahulu berangkat ke masjid.

Saya kira engkau akan tertinggal shalat berjama’ah”.

Dia segera shalat, dan sesudah itu pergi ke Rhaudah mutharah, berdo’a di dekat makam Rasulullah, karena betapa rindunya dia dengan Rasulullah.

Saat mau meninggalkan masjid, begitu ramai orang yang sedang mengelilingi seorang ulama, yang belum pernah melihat sebelumnya.

Mereka duduk melingkari Sheikh itu.

Sampai tak ada tempat yang kosong untuk dapat berjalan.

Farrukh mengamati, ternyata orang-orang yang hadir, ada yang sudah lanjut usia, anak-anak muda, mereka semua duduk sambil menghamparkan lututnya.

Semuanya menghadapkan pandangan kepada Sheikh.

Farrukh itu berusaha melihat wajah Sheikh yang luar biasa itu, tetapi tak dapat, karena begitu banyaknya orang yang mengelilinginya.

Sampai saat majelis itu usai. Orang-orang meninggalkan masjid.

Kemudian di tengah-tengah suasana yang sudah mulai sepi itu Farrukh bertanya kepada salah seorang yang masih tinggal di masjid itu.
Farrukh:

“Siapakah Sheikh yang baru saja berceramah itu?

Fulan:
“Apakah anda bukan penduduk Madinah?”

Farrukh:
“Saya penduduk Madinah”.

Fulan:
“Masih adakah di Madinah ini orang yang tak mengenal Sheikh yang memberikan ceramah itu?”

Farrukh:
“Maaf, saya benar-benar tidak tahu, karena saya sudah meninggalkan kota ini sejak 30 tahun yang lalu, dan baru kemarin tiba”

Fulan:
“Tidak apa. Duduklah sejenak, saya akan menjelaskannya. Sheikh yang anda dengarkan ceramahnya itu adalah seorang tokoh tabi’in. Termasuk diantara ulama yang paling terpandang, dialah ahli hadist di Madinah, fuqaha dan imam kami, meksipun masih sangat muda”.

Majelisnya dihadiri oleh Malik bin Anas, Abu Hanifah, An-Nu’man, Yahya bin Sa’id Al-Anshari, Sufyan Tsauri, Abdurrahman bin Amru Al-Auza’I, Laits bin Sa’id dan lainnya”.

Farrukh:
“Tetapi anda belum menyebutkan namanya?”

Fulan:
“Namanya adalah Ar-Rabi’ah Ar-Ra’yi”.

Farrukh:
“Namanya Ar-Rabi’ah Ar-Ra’yi?”

Fulan:
“Nama aslinya Ar-Rabi’ah, tetapi para ulama dan pemuka Madinah biasa memanggilnya Ar-Rabi’ah Ar-Ra’yi.

Karena setiap menjumpai kesulitan tentang nash dari Kitabullah yang tidak jelas, mereka selalu bertanya kepadanya”.

Farrukh:
“Anda belum menyebutkan nasabnya?”

Fulan:
“Dia adalah Ar-Rabi’ah putra Farrukh yang memiliki kunyah (julukan) Abu Abdurrahman.

Tak lama dilahirkan setelah ayahnya meninggalkan Madinah sebagai mujahid fi sabilillah, lalu ibunya memelihara dan mendidiknya.

Tetapi sebelum shalat tadi orang-orang ramai mengatakan ayahnya telah datang kemarin malam.”

Tiba-tiba meleleh air mata Farrukh, tanpa lawan bicaranya mengerti mengapa Farrukh melelehkan air matanya.

Sesampai di rumah isterinya Ummu Rabi’ah melihat suaminya meneteskan air matanya, dan bertanya kepada suaminya,
isterinya :

“Ada apa wahai Abu Abdirrahman?”

Suaminya menjawab :
“Tidak ada apa-apa. Aku melihat putraku berada dalam kedudukan itu dan kehormatan yang tinggi, yang tidak kulihat pada orang lain”, tukasnya.

Di ujung kehidupan itu, Ummu Rabi’ah bertanya kepada suaminya,

“Menurutmu manakah yang lebih engkau sukai, uang 30.000 dinar, atau ilmu dan kehormatan yang telah dicapai putramu?”.

Farrukh menjawab :
“Demi Allah, bahkan ini lebih aku sukai dari pada dunia dan seisinya”, ucapnya.

Begitulah kisah generasi Tabi’in yang penuh kemuliaan, dan peranan seorang ibu yang ditinggal oleh suaminya berjihad ke negeri yang sangat jauh, selama 30 tahun, dan dapat mendidik putranya menjadi seorang ulama besar dan memiliki ilmu dan kehormatan yaitu Ar-Rabi’ah.
Wallahu’alam.

NB: Foto hanya pemanis
Semoga manfaat

Kamis, 01 November 2018

Siwak

بِسْــــــــمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْم

💗Bismillahirrahmaanirrahim💗

💗Assalamu Alaikum Warohmatullahi Wabarokatuh💗

Hadist Hari Ini

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ: أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: لَوْلاَ أَنْ أَشُقَّ عَلَى أُمَّتِي أَوْ عَلَى النَّاسِ لاَمَرْتُهُمْ بِالسِّوَاكِ مَعَ كُلِّ صَلاَةٍ. رواه البخاري

Dari Sayyidina Abu Hurairah رضيَ اللَّه عنهُ Bahwa Rasulullah صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم bersabda yang maksudnya : Sekiranya tidak memberatkan ummatku atau manusia, niscaya aku akan perintahkan kepada mereka untuk bersiwak pada setiap kali hendak melaksanakan. shalat.
(HR. Bukhari - Muslim)

Rasulullah SAW selalu memakai siwak, dan berwasiat kepada kita untuk selalu memakai siwak bukan hanya pada waktu shalat, namun beliau SAW juga menganjurkan bersiwak dalam setiap keadaan, baik ketika shalat maupun diluar shalat.

Dan yang lebih penting menunjukan akan besarnya perhatian beliau SAW dengan siwak yaitu bahwasanya diakhir hayat beliau, beliau masih menyempatkan diri untuk bersiwak sebagaimana dalam hadits ‘Aisyah :

عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ : دَخَلَ عَبْدُ الرَّحْمنِ بْنِ أَبِي بَكْرٍ الصِّدِيْقِ عَنْهُ عَلَى النَّبِيِّ وَ أَنَا مُسْنِدَتُهُ إلَى صَدْرِي – وَمَعَ عَبْدِ الرَّحْمنِ سِوَاكٌ رَطْبٌ يَسْتَنُّ بِهِ – فَأَبَدَّهُ رَسُوْلُ اللهِ بَصَرَهُ، فَأَخَذْتُ السِّوَاكَ فَقَضِمْتُهُ وَطَيَّبْتُهُ، ثُمَّ دَفَعْتُهُ إِلَى النَّبِيِّ فَاسْتَنَّ بِهِ، فَمَا رَأَيْتُ رَسُوْلَ اللهِ اسْتَنَّ اسْتِنَانًا أَحْسَنَ مِنْهُ. فَمَا عَدَا أَنْ فَرَغَ رَسُوْلُ اللهِ رَفَعَ يَدَهُ أَوْ إِصْبَعَهُ ثُمَّ قَالَ : (فِي الرَّفِيْقِ الأَعْلَى) ثَلاَتًا، ثُمَّ قُضِيَ عَلَيْهِ
وَ فِي لَفْظٍ: فَرَأَيْتُهُ يَنْظُرُ إِلَيْهِ، وَ عَرَفْتُ أَنَّهُ يُحِبُّ السِّوَاكَ فَقُلْتُ آخُذُهُ لَكَ ؟ فَأَشَرَ بِرَأْسِهِ : أنْ نَعَمْ

“Dari ‘Aisyah Radhiyallahu ‘anha berkata : Abdurrahman bin Abu Bakar As-Sidik RA menemui Nabi dan Nabi bersandar di dadaku. Abdurrahman RA membawa siwak yang basah yang dia gunakan untuk bersiwak. Dan Rasulullah memandang siwak tersebut (dengan pandangan yang lama). Maka aku pun lalu mengambil siwak itu dan menggigitnya (untuk dibersihkan) lalu aku membaguskannya kemudian aku berikan siwak tersebut kepada Rasulullah, maka beliaupun bersiwak dengannya. Dan tidaklah pernah aku melihat Rasulullah bersiwak yang lebih baik dari itu. Dan setelah Rasulullah selesai dari bersiwak dia pun mengangkat tangannya atau jarinya lalu berkata :

فِي الرَّفِيْقِ الأَعْلَى

Beliau mengatakannya tiga kali. Kemudian beliau wafat.

Dalam riwayat lain ‘Aisyah berkata :”Aku melihat Rasulullah memandang siwak tersebut, maka akupun tahu bahwa beliau menyukainya, lalu aku berkata : ‘Aku ambilkan siwak tersebut untuk engkau?” Maka Rasulullah mengisyaratkan dengan kepalanya (mengangguk-pent) yaitu tanda setuju”. (Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim]

Oleh karena itu berkata sebagian ulama : “Telah sepakat para ulama bahwasanya bersiwak adalah sunnah muakkadah karena anjuran Rasulullah SAW dan kesenantiasaan beliau melakukannya dan kecintaan beliau serta ajakan beliau kepada siwak tersebut.”

Karena begitu banyak kebaikan yang terkandung dalam siwak ini, maka ketika menggunakan siwak kita disunnahkan untuk membaca doa berikut :

اَللَّهُمَّ بَيِّضْ بِهِ أَسْنَانِيْ وَشُدَّ بِهِ لِثَّتِيْ وَثَبِّتْ بِهِ لَهَاتِي وَأَفْصِحْ بِهِ لِسَانِيْ وَبَارِكْ لِيْ فِيْهِ وَأَثِبْنِيْ عَلَيْهِ يَآ أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ

"Allahhumma Bayyidh bihi Asnaanii wa syudda bihi lits-tsatii wa tsabbit bihi lahaatii wa afsih bih lisaanii wa baarik lii fiihi wa atsbitnii ‘alaihi Yaa Arhamar-rahimiin"

(Ya Allah putihkan gigiku dan kuatkan gusiku, serta kuatkan lahatku dan fasihkan lidahku dengan siwak itu serta berkatilah siwak tersebut dan berilah pahala aku karenanya wahai Dzat paling mengasihi diantara para pengasih)💗

Adapun keutamaan💗 memakai siwak banyak sekali diutarakan oleh Baginda Nabi Besar Muhammad Rasulullah Shalallahu Alaihi Wa Sallama* diantaranya hadits-hadits Nabi SAW berikut ini:
لَوْلاَ أَنْ أَشُقَّ عَلَى أُمَّتِي لأَمَرْتُهُمْ بِالسِّوَاكِ عِنْدَ كُلِّ صَلاَةٍ
Artinya: Jika aku tidak takut memberatkan umatku niscaya aku perintahkan mereka memakai siwak setiap kali akan melaksanakan sholat. (HR. Bukhori dan muslim)
السِّوَاكُ مُطَهَّرَةٌ لِلْفَمِ مَرْضَاةٌ لِلرَّبِّ وَمَجْلاَةٌ لِلْبَصَرِ
Memakai siwak itu mengharumkan mulut, membuat ridho Allah kepada kita dan membuat terang mata.(HR. Ahmad dan An Nasai)
رَكْعَتَانِ بِسِوَاكٍ خَيْرٌ مِنْ سَبْعِيْنَ رَكْعَةً بِغَيْرِ سِوَاك” ( رواه أبو نعيم والدرقطني )
Dua rakaat dilaksanakan dengan memakai siwak lebih baik dari 70 rakaat tanpa siwak. (HR. Abu Nairn dan Ad Daruqutni)

Faidah-Faedah Memakai Siwak.
Para ulama’ berkata bahwasanya memakai siwak banyak faedahnya bahkan sebagian dari mereka menghitungnya sampai 70 faedah, diantaranya sebagai berikut:
1) Menambah kefasihan Lisan.
2) Menambah kecerdasan
3) Mempertajam pandangan mata.
4) Mempermudah jalannya ruh ketika sekaratul Maut.
5) Membuat takut musuh.
6) Mendapatkan pahala yang banyak dengan menggunakannya.
7) Membuat awet muda pemakainya.
8.Mengharumkan bau mulut.
9) Menghilangkan kotoran serta kuningnya gigi.
10) Menguatkan gusi.
11) Membuat bundar muka.
12) Membuat ridho Allah.
13) Memutihkan gigi
14) Menyebabkan kekayaan dan kemudahan bagi yang memakainya.
15) Menghilangkan pusing kepala dan penyakit penyakit kepala.
16) Memperbaiki pencernaan serta menguatkannya.
17) Membersihkan hati.
18) Mengingatkan kita untuk mengucapkan dua kalimat syahadat ketika sekaratul maut. dan masih banyak lagi faedah faedah yang disebutkan oleh ulama’ dalam kitab kuning mereka.

Hukum Bersiwak

sebagaimana diketahui bahwa asal hukum dari bersiwak adalah sunnah jadi bersiwak dalam segala keadaan kapanpun hukumnya sunnah. Cuma dalam beberapa keadaan menjadi lebih kuat kesunnahannya diantaranya pada keadaan keadaan berikut ini:

a) Ketika berwudlu’.
b) Ketika akan sholat.
c) Ketika sekaratul Maut,
d) akan membaca Al Quran.
e) membaca hadits Nabi SAW.
f) Ketika akan membaca kitab kitab ilmu agama.

g) Ketika bau mulut berubah.
h) Ketika akan memasuki rumah.
i) Ketika akan tidur.
j) Ketika bangun dari tidur*

💗Mari kita bersama sama Hadiahkan Bacaan Al.Fatihah.. Untuk Yang Mulia Sulton Ulama Al.Allamah - Al-Arif Billah
Habib Salim bin Abdullah bin Umar Assyatirie, & Al.Allamah - Arif Billah, Habib Abdullah bin Muhammad bin Alwi bin Syahab, (Ainu Tarim)💗

ilaHadrotin Nabiyyil Mustafa Sayyidina Muhammad ﷺ wa ala Aalihi wa sohbihi wa baarik wa salim Ajemain 💗 Bisirril Al fatihah...💗

اللهم صل على سيدنا محمد و على ال سيدنا محمد صلاة تعدل جميع صلوات اهل محبتك و سلم على سيدنا محمد و على ال سيدنا محمد سلاما يعدل سلامهم

Allaahumma sholli 'alaa sayyidinaa muhammadin wa 'alaa aali sayyidinaa muhammadin sholaatan ta'dilu jamii'a sholawaati ahli mahabbatika wa sallim 'alaa sayyidinaa muhammadin wa 'alaa aali sayyidinaa muhammadin salaaman ya'dilu salaamahum.💗

Artinya: Ya Allah berikanlah shalawat kepada Nabi Muhammad dan keluarganya sebenar-benar shalawat yang menyamai seluruh shalawat ahli mahabbah kepada-Mu. Dan berikanlah salam kepada Nabi Muhammad serta keluarganya sebenar-benar salam yang menyamai seluruh salam ahli mahabbah kepada MU.💗

Mudah-mudahan Allah SWT senantiasa memberikan kita Taufik - Hidayah - Inayah, untuk kita dapat menjalankan sunnah-sunnah Baginda Nabi Besar Muhammad Rasulullah Shollallahu Alaihi Wa Sallam, secara konsisten dan istiqomah. Dan mudah-mudahan Allah SWT memberikan kita berbagai macam kebaikan berkat upaya kita untuk menjalankan sunnah-sunnah Nabi-Nya. Amiin ya Rabbal 'Alaamiin💗
-------------------------------------------
( Masya Allah) Sungguh Keutamaan Manfaat Mengamalkan Kayu Siwak Sangat Banyak Dohir Batin, Bisa di Amalkan Kaum Laki.laki - maupun Kaum Perempuan, Harga.Nya, Murah Meriah 10.ribuan,  beli,nya, didepan Masjid2 ada Orang Jual Siwak.. Minyak Wangi, biasa,nya, Ganjaran Pahala,Nya, Banyak Benar Memakai Siwak Saat Mau ibadah Mendatangkan Ridho Allah S.W.T* memakai Siwak istiqomah Mempermudah keluar.Nya..Ruh. dari jasad. Saat Sakaratul Maut, Setan - iblis Menjauh dari orang yg pakai siwak - Mencegah, Sakit - Punggung - Bongkok, ,Bisa Menajamkan Mata, serta Menguatkan Gigi gusi.. Sungguh Sangat Banyak Fadilah Kayu Siwak Mabruk..Ajiibb Bener..💗

اَللهم بَارِكْ لَنَا فِى أَرْزَقِنَا وَبَارِكْ لَنَا فِى مَعِيْشَتِنَا وَبَارِكْ لَنَا فِى بُيُوْتِنَا وَبَارِكْ لَنَا فِى عُمْرِنَا وَبَارِكْ لَنَا فِى أُمُوْرِنَا.

Ya Allah berkahilah rizki-rizki kami, berkahilah kehidupan kami, berkahilah rumah-rumah kami, berkahilah umur kami, dan berkahilah urusan-urusan kami*

اَللهم اخْتِمْ لَنَا بِاْلاِسْلاَمِ اَللهم اخْتِمْ لَنَا بِاْلاِيْمَانِ اَللهم اخْتِمْ لَنَا بِحُسْنِ الْخَاتِمَةِ

Ya Allah akhirilah kami dalam keadaan islam, akhirilah kami dengan membawa iman, akhirilah kami dengan akhir yang baik💗 Amiin Amiin Amiin Walhamdulillahi Robbil Alamiin💗

Wallahu A'lam Bisshowaab,

Saudara ku. postingan ini Bagus Benar Ladang Amal ibadah Buat kita, Semua Untuk Bekal diAkhirat, kelak Silahkan Boleh dibagikan dishare biar BerManfaat Untuk Umat Baginda Nabi Besar Muhammad Rasulullah Shalallahu Alaihi Wa Sallama* Amiin. Amiin. Amiin Ya Robbal Alamiin💗