Minggu, 09 Februari 2020

AMALAN TANPA ADAB TIDAK AKAN ADA KEBERKAHAN

PENTINGNYA ADAB

Solat di masjid itu penting,
tapi adab dalam masjid itu lebih penting.

Solat itu penting,
namun adab dalam solat itu lebih penting.

Membaca Al-Quran itu penting,
namun adab membaca Al-Quran itu lebih penting.

ilmu itu penting tapi adab dalam berilmu lebih penting

Karena amalan tanpa adab tidak akan ada keberkahannya.

Sebagaimana ada seseorang yang ingin memberikan hadiah yang besar kepada raja namun dengan pakaian yang tidak sopan, dengan tangan kiri, dengan perlakuan yang tanpa adab, tentu saja raja akan murka dan menolak hadiah tersebut karena hakikatnya raja tidak perlu pemberian.

Namun sebaliknya walaupun pemberian yang kecil namun dengan adab yang baik akan membuat seorang raja gembira dan menerima pemberian tersebut walaupun hakikatnya raja tidak perlu dengan pemberian tersebut.

Adab adalah mengagungkan segala sesuatu yang berhubungan dengan agama.

Seringkali lahirnya para ulama adalah karena ibu bapanya memuliakan Adab.

Sultan Muhammad Al Fatih, panglima besar penakluk Konstantinopel (Istanbul) yang mana kelahirannya telah difirasatkan Rasulullah saw sebagai pemimpin terbaik bersama tentara terbaik akan membuka Konstantinopel.

Disebutkan bahwa ibu bapak nya sangat memuliakan adab.

Dikisahkan orang tuanya tidak pernah duduk apabila dirumahnya ada al-Quran.

Dalam kitab Ihya, seseorang yang menghormati orang dunia lebih daripada orang akhirat maka anaknya tidak akan pernah jadi anak soleh apalagi ulama.

Raja Rum mendapatkan keberkahan karena adab, ketika dikirim surat oleh Baginda Rasulullah Sallallahu 'Alaihi Wa sallam dia menjaga surat dan menyimpannya maka Baginda Rasulullah Sallallahu 'Alaihi Wa sallam berkata bahwa kerajaan Rum (Eropa) tidak akan runtuh sampai hari kiamat.

Sebaliknya Raja Parsi ketika dikirim surat oleh Baginda Nabi Sallallahu 'Alaihi Wa sallam dia merobek, menyiat dan membuangnya maka Rasulullah Sallallahu 'Alaihi Wa sallam berkata kerajaan dia akan runtuh.

Maka runtuhlah kerajaan Parsi.

Dengan adab, amal kecil akan bernilai besar dan sebaliknya tanpa adab amal besar boleh tidak bernilai.

Semoga kita dapat menjaga adab-adab dalam setiap amal perbuatan kita.
Semoga hari-hari kita di berkahi oleh Allah dengan adab yang baik.

امين امين يارب العالمين

Sabtu, 08 Februari 2020

Si Toing dan Pak Kyai

*Pemuda*
_Assalamu Alaikum, Kyai…_

*Pak Kyai*
_Waalaikum Salam...Silakan duduk anak muda, siapa namamu dan dari mana asalmu?_

*Pemuda*
_Terima kasih Pak Kyai. Nama saya toing dan saya berasal dari Kampung Seberang_

*Pak Kyai*
_Jauh kamu bertandang ke sini, sudah tentu kamu punya hajat yang sangat besar...Apa hajatnya, mana tahu mungkin saya boleh menolongmu?_

Pemuda berjidat hitam tersebut diam sebentar, sambil menarik nafasnya dalam-dalam

*Pemuda*
_Begini Pak Kyai, saya datang ke sini bertujuan ingin berbicara beberapa permasalahan dengan Pak Kyai...Pendeknya, permasalahan umat Islam sekarang_

*Pak Kyai*
_Permasalahan seperti apa itu anakku?_

*Pemuda*
_Saya ingin bertanya, mengapa Kyai-Kyai di kebanyakan pesantren & Majelis² di Indonesia, dan Tuan-Tuan Guru di Malaysia serta Pattani dan Asia umumnya sering kali mengajar murid-murid mereka dengan lebih suka mengambil kalam-kalam atau pandangan para ulama?!_
_Seringkali saya mendengar mereka akan menyebut; *“Kata al-Imam al-Syafii, kata al-Imam Ibn Atho’illah al-Sakandari, Kata al-Imam Syaikhul Islam Zakaria al-Ansori dan lain-lain”*_

_Mengapa tidak terus mengambil daripada al-Quran dan al-Sunnah?_ *Bukankah lebih enak kalau kita mendengar seseorang tersebut menyebutkan Firman Allah taala di dalam al-Quran, Sabda Rasulullah sallallahu alaihi wasallam di dalam hadis itu dan ini?”*

_Bukankah Ulama-ulama itu juga punya kesalahan dan kekurangan. Maka mereka juga tidak lari daripada melakukan kesilapan. Maka sebaiknya kita mengambil daripada kalam al-Ma’sum yaitu al-Quran dan al-Sunnah_

```(Pak Kyai mendengar segala hujjah yang disampaikan oleh pemuda tersebut dengan penuh perhatian. Sedikit pun beliau tidak memotong malah memberikan peluang bagi pemuda tersebut berbicara sepuas-puasnya. Sambil senyuman terukir di bibir Pak Kyai, beliau bertanya kepada pemuda tersebut)```

*Pak Kyai*
_Masih ada lagi apa yang ingin kamu persoalkan wahai nak Toing?_

*Pemuda*
_Sementara ini, itu saja yang ingin saya sampaikan Pak Kyai!!_

*Pak Kyai*
_Sebelum berbicara lebih lanjut, eloknya kita minum dahulu ya... *Tiga perkara yang sepatutnya disegerakan adalah hidangan kepada tetamu, wanita yang dilamar oleh orang yang baik maka disegerakan perkawinan mereka dan yang ketiga, si mati yang harus disegerakan urusan pengkebumiannya,* Betul kan Toing?_

*Pemuda*
_Benar sekali Pak Kyai_

```(Pak Kiyai lalu memanggil isterinya bagi menyediakan minuman pada mereka berdua...Maka beberapa detik selepas itu, minuman pun sampai di hadapan mereka)```

*Pak Kyai*
_Silakan minum Toing_

(Setelah dipersilahkan oleh Pak Kyai, maka Toing pun terus mengambil bekas air tersebut lalu menuangkan perlahan-lahan ke dalam cawan yang tersedia)

*Pak Kyai terus bertanya*
_Toinh, kenapa kamu tidak minum dari tekonya saja?! Kenapa perlu dituang di dalam gelas?!_

*Pemuda*
_Pak Kyai, mana bisa saya minum langsung dari tekonya, Tekonya besar sekali...Makanya saya tuang ke dalam gelas agar memudahkan saya meminumnya_

*Pak Kyai*
_Toing, itulah jawaban terhadap apa yang kamu persoalkan tadi... *Mengapa kita tidak mengambil langsung dari Al-Quran dan as-Sunnah?!* Terlalu besar untuk kami lansung minum daripada kedua-nya...Maka kami mengambil apa yang telah dijelaskan di dalam gelas para ulama...Maka ini memudahkan bagi kami untuk mengambil dan memanfaatkannya!!_

_Benar kamu katakan bahwa mengapa tidak langsung saja mengambil daripada al-Quran dan al-Sunnah!! Cuma persoalan ini, kembali ingin saya lontarkan kepada kamu... *Adakah kamu ingin mengatakan bahwa al-Imam al-Syafii dan para ulama yang kamu sebutkan tadi mengambil hukum selain dari Al-Quran dan Sunnah?! Adakah mereka mengambil daripada kitab Talmud atau Bible?*_

*Pemuda*
_Sudah tentu mereka juga mengambil dari Al-Quran dan Sunnah_

*Pak Kyai*
_Kalau begitu, maka sumber pengambilan kita juga adalah Al-Quran dan Sunnah cuma dengan paham para ulama!!_

_Satu lagi gambaran yang ingin saya terangkan kepada kamu... *Saya dan kamu membaca Al-Quran, al-Imam al-Syafii juga membaca Al-Quran bukan?*_

*Pemuda*
_Sudah tentu Pak Kyai_

*Pak Kyai*
_Baik, kalau kita membaca sudah tentu kita sedikit memahami ayat-ayat di dalam Al-Quran tersebut bukan? *Al-Imam al-Syafii juga memahami ayat yang kita bacakan...* Maka persoalannya, *pemahaman siapa yang ingin didahulukan? Pemahaman saya dan kamu atau pemahaman al-Imam al-Syafii terhadap ayat tersebut?*_

*Pemuda*
_Sudah tentu pemahaman al-Imam al-Syafii karena beliau lebih memahami dibanding orang zaman sekarang_

*Pak Kyai*
_Nah, sekarang saya rasa kamu sudah jelas bukan? *Hakikatnya kita semua mengambil daripada sumber yang satu yaitu al-Quran dan Sunnah* Tiada seorang pun yang mengambil selain dari keduanya. Cuma bedanya, kita mengambil dari pemahaman al-Quran dan Sunnah tersebut dari siapa?_

_Sudah tentu kita akan mengambil dari orang yang lebih faham(jago) ilmunya. Ini kerana mereka lebih wara’ dan berjaga-jaga ketika mengeluarkan ilmu_

_*Kamu tahu Toing, al-Imam al-Syafii pernah ditanya oleh seseorang ketika beliau sedang menaiki keledai, berapakah kaki keledai yang Imam tunggangi?*_

_Maka al-Imam al-Syafii turun dari keledai tersebut dan menghitung kaki keledai tersebut. Selesai menghitung, barulah al-Imam menjawab: *“Kaki keledai yang aku tunggangi ada empat”*_

Orang yang bertanya tersebut merasa heran lalu berkata
_“Wahai Imam, bukankah kaki keledai itu memang empat, mengapa engkau tidak langsung menjawabnya?”_

*Al-Imam al-Syafii menjawab*
_“Aku bimbang, jika aku menjawabnya tanpa melihat terlebih dahulu, tiba-tiba Allah Ta’ala hilangkan salah satu kakinya maka aku sudah dikira tidak amanah di dalam memberikan jawaban”_

_Coba kamu perhatikan Toing, *betapa wara’nya al-Imam al-Syafii ketika menjawab persoalan berkaitan dunia. Apalagi kalau berkaitan dengan agamanya?*_

*```Al-Imam Malik pernah didatangi oleh seorang pemuda di dalam majlis taklimnya di Madinah al-Munawwarah*``` _Pemuda tersebut mengatakan bahwa dia datang dari negeri yang jauhnya 6 bulan perjalanan ke Madinah. Pemuda itu datang untuk bertanya satu masalah yang ada di lokasinya_

Al-Imam Malik, mengatakan bahwa 
_“Maaf, aku tidak pandai untuk menyelesaikannya”_

Pemuda tersebut heran dengan jawaban Imam Malik, dan dia bertanya: 
_“Bagaimana aku akan menjawab nanti bilamana ditanya oleh penduduk tempatku?”_

Maka kata al-Imam Malik: 
_“Katakan kepada mereka bahwa Malik juga tidak mengetahui bagaimana untuk menyelesaikannya”_

*Allah…Coba kamu lihat Toing, betapa amanahnya mereka dengan ilmu!!* _Berbeda dengan manusia zaman now/sekarang, yang baru seumuran jagung dalam ilmu, sudah menepuk dada mengaku bahwa seolah-olah mereka mengetahui segalanya_

*Pemuda*
_Masyaallah, terima kasih Pak Kyai atas penjelasan yang sangat memuaskan. Saya memohon maaf atas kekasaran dan keterlanjuran bicara saya_

*Pak Kyai*
_Sama-sama Nak...Semoga kamu akan menjadi seorang yang akan membawa panji agama kelak dengan ajaran yang benar dari Guru² mu yg bersanad...

 Insya Allah

Senin, 03 Februari 2020

BERTASAWWUF DENGAN BUKU, TANPA GURU MURSYID

Sebelum menemukan seorang mursyid (guru ruhani), Imam Asy-Sya'rani dengan kecerdasannya dan kefaqihannya terhadap ilmu syari'at pernah memberanikan diri menceburi dunia spritual tanpa mursyid. Ia merekam sejumlah perenungan dalam tahapan suluknya ini :

*"Fase mujahadahku tanpa guru ini berupa pembacaanku atas kitab-kitab tasawwuf, seperti Qut al-Qulub karya al-Makki, al-Risalah karya al-Qusyairi, 'Awarif al-Ma'arif karya as-Suhrawardi, al-Ihya' karya al-Ghazali, dan sebagainya. Kemudian, aku mengamalkannya seperti orang yang memasuki ruang gelap tanpa tahu apakah harus maju ataukah mundur. Jika kulihat jendela, aku akan keluar melaluinya. Jika tidak, aku kembali ke tempat semula dengan kelelahan luar biasa. Demikianlah yang terjadi pada siapa pun yang tidak memiliki guru. Sesungguhnya kehadiran seorang mursyid akan mempersingkat perjalananmu. Siapa pun yang melakukan suluk tanpa mursyid akan sia-sia dan menghabiskan usia tanpa mencapai tujuan."*

*Pada bagian lain dalam "al-Minan", Imam Asy-Sya'rani menulis :*

*"Jika saja jalan tasawwuf dapat dicapai dengan hanya bermodalkan intelektualitas, niscaya orang seperti Imam al-Ghazali dan Syeikh 'Izzuddin ibn Abdussalam adalah orang pertama yang melakukannya. Sebelum memasuki dunia tarekat, keduanya pernah berkata, "Siapa yang mengatakan bahwa ada metode untuk menerima pengetahuan selain yang kami lakukan ini sungguh telah berdusta kepada Allah." Namun, setelah keduanya menempuh jalan spiritual, mereka berkata, "Kami telah menyia-nyiakan usia dengan permainan dan tirai belaka"."*

*--Zawiyah Nuruz Zholam--*