D.N. AIDIT, GEMBONG PKI D.N. AIDIT, GEMBONG PKI DAN SEJARAH PENAMAAN AIDIT DI BELAKANG NAMANYA.
Banyak dipersoalkan dan dipertanyakan apakah D.N. Aidit, Gembong PKI selaku salah satu dalang pemberontakan G 30 S PKI, yang telah mati tertembak karena melarikan diri saat hendak ditangkap oleh ABRI, apakah berhubungan dengan keturunan *ALAWIYYIN marga AIDID* ? Karena nama dan riwayat hidupnya tersohor baik di dalam dan di luar negeri dan telah diabadikan dalam kamus-kamus Ensiklopedia baik nasional dan Internasional, maka perlu kiranya dicari kebenarannya untuk jawaban tersebut diatas._
Karena hal tersebut bukan saja akan menjelekkan nama baik Marga “AL-AIDID ” semata-mata tetapi juga akan menjelekkan nama baik semua Marga Alawiyyin pada umumnya dimana seterusnya akan berdampak pula kenama baik Sayyidina Husein RA sebagai anak cucu Nabi Muhammad SAW.
Maka berdasarkan pertimbangan-pertimbangan dan analisa tersebut dibawah ini kiranya dapat dijadikan jawaban atas pertanyaan diatas :
1. D.N Aidit bukanlah Anak cucu Alawiyyin, karena silsilah nasabnya tidak ditemukan dalam kitab pegangan yang dijadikan pedoman lembaga nasab yang ada di Indonesia.
2. Berdasarkan penuturan atau fatwa dari para sesepuh Alawiyyin diantaranya fatwa Al-Habib Muhammad bin Aqil bin Yahya yang bermukim di Palembang dan dari sumber-sumber media cetak yang terbit sekitar tahun 1960, kiranya akan menjadi sebuah jawaban atas jawaban atas pertanyaan diatas. Bahwa fatwa tersebut berbunyi :
“Bahwa telah berhijrah seorang pedagang Arab dari marga “Al-Aidid” ke kota Palembang Sumatra Selatan dan menikah dengan seorang janda penduduk setempat yang telah mempunyai seorang anak bernama Nuh.
Dari sejak kecil Nuh menjadi anak angkat saudagar arab tersebut dan MENGANGGAP DIRINYA SEBAGAI MARGA AL-AIDID,karena adanya cara penulisan AIDID pada waktu itu yang berbeda, maka nama " AIDID" berubah menjadi " AIDIT " oleh bahasa setempat, jelasnya huruf D pada akhir kata AIDID diganti dengan huruf T, sehingga namanya menjadi NUH AIDIT.
Setelah NUH AIDIT dewasa dia menikah, dan dari pernikahannya lahirlah seorang anak lak-laki yang bernama “JAKFAR”. Setelah Nuh dan istrinya meninggal dunia, JAKFAR BIN NUH dibawa ke Jakarta dan diasuh oleh keluarga pamannya (adik ibunya). Setelah Dewasa JAKFAR BIN NUH ini terpengaruh oleh ajaran-ajaran komunis, sehingga ia menjadi anggota Partai Komunis Indonesia. Selanjutnya ia mengganti namanya dengan DIPA NUSANTARA AIDIT ( D.N AIDIT ),yang kelak merupakan Gembong Komunis di Indonesia.
SUMBER :
Muhammad Hasan Aidid, Petunjuk Monogram Silsilah Berikut Biografi Dan Arti Gelar Masing-Masing Leluhur Alawiyyin, Jakarta, Penerbit Amal Shaleh, 1999. Hlm 29 - 30.
Sejarah Marga Alawiyin Al-Aidid.
.........................................................
Al Aydid (Aidid) Al Alawi Ammul Faqih
Yang pertama kali dijuluki (digelari) " Al-Aydid " adalah Al Habib Muhammad Maula Aydid bin Ali Al-Huthah bin Muhammad bin Abdullah bin Ahmad bin Abdurrahman bin Alwi Ammil Faqih.
Soal gelar yang disandangnya, karena beliau bermukim di "Dusun Aydid" yang terletak di daerah pegunungan dekat kota Tarim.
Dusun ini pada mulanya merupakan tempat yang sangat ditakuti oleh penduduk sekitarnya
karena dihuni banyak mahluk halus yang jahat sehingga setiap orang yang kesana pasti tidak bisa kembali lagi.
Hingga pada suatu malam yang gelap gulita penduduk disekitar tempat tersebut dikejutkan dengan munculnya suatu cahaya yang terang benderang diatas dusun tersebut, & setelah dekat ternyata cahaya tersebut berasal dari tubuh Al Habib Muhammad Maula Aydid.
Akhirnya dusun yang sangat ditakuti tersebut kemudian menjadi dusun yang sangat aman dan makmur.
Dimana penduduk dusun tersebut mengangkat Al Habib Muhammad bin Ali Al-Huthah sebagai penguasa (Maula) dusun Aidid tersebut dengan Gelar Muhammad Maula Aydid.
Beliau dilahirkan di kota Tarim (Hadhramaut), dan dikarunia 6 orang Putera Hanya 3 diantaranya yang melanjutkan keturunan beliau, yaitu :
• Abdullah.
• Abdurrahman. Kedua beliau ini digelari (dijuluki) Ba-Fagih yang kemudian menjadi leluhur Al-Bafagih.
• Ali, tetap dijuluki (digelari) Aydid, yang kemudian menjadi leluhur keluarga Al-Aydid.
Al Habib Muhammad Maula Aydid wafat di kota Tarim (Hadhramaut) pada tahun 862 Hijriyah.
Sumber : Rabithah Alawiyin. SEJARAH PENAMAAN AIDIT DI BELAKANG NAMANYA.
Banyak dipersoalkan dan dipertanyakan apakah D.N. Aidit, Gembong PKI selaku salah satu dalang pemberontakan G 30 S PKI, yang telah mati tertembak karena melarikan diri saat hendak ditangkap oleh ABRI, apakah berhubungan dengan keturunan *ALAWIYYIN marga AIDID* ? Karena nama dan riwayat hidupnya tersohor baik di dalam dan di luar negeri dan telah diabadikan dalam kamus-kamus Ensiklopedia baik nasional dan Internasional, maka perlu kiranya dicari kebenarannya untuk jawaban tersebut diatas._
Karena hal tersebut bukan saja akan menjelekkan nama baik Marga “AL-AIDID ” semata-mata tetapi juga akan menjelekkan nama baik semua Marga Alawiyyin pada umumnya dimana seterusnya akan berdampak pula kenama baik Sayyidina Husein RA sebagai anak cucu Nabi Muhammad SAW.
Maka berdasarkan pertimbangan-pertimbangan dan analisa tersebut dibawah ini kiranya dapat dijadikan jawaban atas pertanyaan diatas :
1. D.N Aidit bukanlah Anak cucu Alawiyyin, karena silsilah nasabnya tidak ditemukan dalam kitab pegangan yang dijadikan pedoman lembaga nasab yang ada di Indonesia.
2. Berdasarkan penuturan atau fatwa dari para sesepuh Alawiyyin diantaranya fatwa Al-Habib Muhammad bin Aqil bin Yahya yang bermukim di Palembang dan dari sumber-sumber media cetak yang terbit sekitar tahun 1960, kiranya akan menjadi sebuah jawaban atas jawaban atas pertanyaan diatas. Bahwa fatwa tersebut berbunyi :
“Bahwa telah berhijrah seorang pedagang Arab dari marga “Al-Aidid” ke kota Palembang Sumatra Selatan dan menikah dengan seorang janda penduduk setempat yang telah mempunyai seorang anak bernama Nuh.
Dari sejak kecil Nuh menjadi anak angkat saudagar arab tersebut dan MENGANGGAP DIRINYA SEBAGAI MARGA AL-AIDID,karena adanya cara penulisan AIDID pada waktu itu yang berbeda, maka nama " AIDID" berubah menjadi " AIDIT " oleh bahasa setempat, jelasnya huruf D pada akhir kata AIDID diganti dengan huruf T, sehingga namanya menjadi NUH AIDIT.
Setelah NUH AIDIT dewasa dia menikah, dan dari pernikahannya lahirlah seorang anak lak-laki yang bernama “JAKFAR”. Setelah Nuh dan istrinya meninggal dunia, JAKFAR BIN NUH dibawa ke Jakarta dan diasuh oleh keluarga pamannya (adik ibunya). Setelah Dewasa JAKFAR BIN NUH ini terpengaruh oleh ajaran-ajaran komunis, sehingga ia menjadi anggota Partai Komunis Indonesia. Selanjutnya ia mengganti namanya dengan DIPA NUSANTARA AIDIT ( D.N AIDIT ),yang kelak merupakan Gembong Komunis di Indonesia.
SUMBER :
Muhammad Hasan Aidid, Petunjuk Monogram Silsilah Berikut Biografi Dan Arti Gelar Masing-Masing Leluhur Alawiyyin, Jakarta, Penerbit Amal Shaleh, 1999. Hlm 29 - 30.
Sejarah Marga Alawiyin Al-Aidid.
.........................................................
Al Aydid (Aidid) Al Alawi Ammul Faqih
Yang pertama kali dijuluki (digelari) " Al-Aydid " adalah Al Habib Muhammad Maula Aydid bin Ali Al-Huthah bin Muhammad bin Abdullah bin Ahmad bin Abdurrahman bin Alwi Ammil Faqih.
Soal gelar yang disandangnya, karena beliau bermukim di "Dusun Aydid" yang terletak di daerah pegunungan dekat kota Tarim.
Dusun ini pada mulanya merupakan tempat yang sangat ditakuti oleh penduduk sekitarnya
karena dihuni banyak mahluk halus yang jahat sehingga setiap orang yang kesana pasti tidak bisa kembali lagi.
Hingga pada suatu malam yang gelap gulita penduduk disekitar tempat tersebut dikejutkan dengan munculnya suatu cahaya yang terang benderang diatas dusun tersebut, & setelah dekat ternyata cahaya tersebut berasal dari tubuh Al Habib Muhammad Maula Aydid.
Akhirnya dusun yang sangat ditakuti tersebut kemudian menjadi dusun yang sangat aman dan makmur.
Dimana penduduk dusun tersebut mengangkat Al Habib Muhammad bin Ali Al-Huthah sebagai penguasa (Maula) dusun Aidid tersebut dengan Gelar Muhammad Maula Aydid.
Beliau dilahirkan di kota Tarim (Hadhramaut), dan dikarunia 6 orang Putera Hanya 3 diantaranya yang melanjutkan keturunan beliau, yaitu :
• Abdullah.
• Abdurrahman. Kedua beliau ini digelari (dijuluki) Ba-Fagih yang kemudian menjadi leluhur Al-Bafagih.
• Ali, tetap dijuluki (digelari) Aydid, yang kemudian menjadi leluhur keluarga Al-Aydid.
Al Habib Muhammad Maula Aydid wafat di kota Tarim (Hadhramaut) pada tahun 862 Hijriyah.
Sumber : Rabithah Alawiyin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar